BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2y ago
172 Views
4 Downloads
280.69 KB
23 Pages
Last View : 16d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Tripp Mcmullen
Transcription

BAB IIKAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRA. Kajian PustakaSebagai bentuk perbandingan dan pertimbangan untuk melakukanpenelitian ini, penulis menggunakan dua penelitian sebelumnya yang mengkajipenggunaan deiksis persona. Penelitian tersebut, yaitu skripsi yang dilakukan olehBambang Kaswanti Purwo (1984), Eni Susilowati (2005) dan Byute WisnuDevani (2015). Kajian pustaka ini dapat digunakan oleh penulis sebagai bahanpertimbangan dan sebagai bukti bahwa penelitian ini adalah bentuk asli.Penelitian ini mengambil acuan dari penelitian sebelumnya, yaitu berupadisertasi mengenai deiksis dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh BambangKaswanti Purwo pada tahun 1984 dengan judul Deiksis dalam Bahasa Indonesia.Penelitian yang dilakukan oleh Purwo dilatarbelakangi oleh ketidakpuasanterhadap hasil penelitian tentang bahasa Indonesia yang dikerjakan oleh beberapaahli bahasa yang tidak menguasai bahasa Indonesia.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwo menjelaskan adanya deiksisluar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora), pembalikan deiksis,deiksis peka konteks, serta adanya pemetaan kronologis dari deiksis. Penelitian initidak hanya melibatkan unsur semantik tetapi juga unsur sintaksis yang kemudianmenghasilkan deiksis dengan struktur beku dan struktur korelatif. Kekorelatifanitu ditunjukkan dengan adanya kata kemudian, kini, kemudian (sebagai konstituenpewatas), kekorelatifan konstruksi verbal di- - -nya, kekorelatifan konjungsilalu, kekorelatifan bentuk –nya kekorelatifan –nya dalam lainnya, kekorelatifan12

13kata sampai, kekorelatifan pemarkah definit kekorelatifan pemarkah definit sang,kekorelatifan pemarkah waktu sudah, kekorelatifan kata sudah, masih dan baru.Acuan kedua diambil dari penelitian sebelumnya, yaitu berupa skripsimengenai deiksis persona yang sebelumnya pernah diteliti oleh Eni Susilowatipada tahun 2005 dengan judul Deiksis Persona dalam Kumpulan Cerpen PendekWaktu Nayla. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa bentuk deiksis personayang ditemukan pada kumpulan cerita pendek Waktu Nayla, berupa personapertama tunggal, meliputi bentuk aku, saya, -ku, dan ku-. Bentuk deiksis personapertama jamak meliputi kami dan kita. Bentuk deiksis persona kedua tunggal,meliputi kamu, engkau, kau, dan mu-. Bentuk deiksis persona kedua jamak yaitukalian. Bentuk deiksis persona ketiga tunggal, berbentuk dia, ia, -nya, dan beliau.Bentuk deiksis persona ketiga jamak, meliputi mereka.Selain bentuk deiksis persona juga diperoleh peran deiksis persona yangdigunakan pada kumpulan cerpen Waktu Nayla, meliputi a) deiksis personapertama tunggal dan jamak yang berperan sebagai pembicara, b) deiksis personakedua tunggal dan jamak yang berperan sebagai lawan bicara atau pendengar, danc) deiksis persona ketiga yang berperan sebagai orang yang dibicarakan.Penelitian tersebut juga meneliti aspek semantik struktur deiksis persona.Aspek semantik sruktural deiksis persona yang ditemukan pada kumpulan ceritapendek Waktu Nayla, yaitu kepekaan-konteks modalitas imperatif dikaitkandengan persona kedua tunggal dan diawali dengan kata coba dan cobalah. Padakepekaan-konteks modalitas adhortatif yang dikaitkan dengan persona pertama,baik tunggal maupun jamak, dan diawali dengan kata mari, ayo, dan biarkan.

14Berdasarkan kepekaan-konteks modalitas dubitatif, yang dikaitkan denganpersona ketiga tunggal dan jamak serta persona pertama untuk mengungkapkanketidakpastian diri sendiri. Penelitian tersebut menemukan konstruksi dubitatifdengan ditandai kata agaknya dan sepertinya.Selain itu penelitian ini juga mengacu pada penelitian dari Byute WisnuDevani, sebuah skripsi yang berjudul Deiksis Persona pada Kumpulan CerpenAnak Animation World dan Hidung Pinokio Niko pada tahun 2015, yangsimpulannya sebagai berikut:Bentuk deiksis persona yang dapat ditemukan, yaitu bentuk deiksispersona pertama, kedua, dan ketiga yang masing-masing memiliki bentuk tunggaldan jamak. Pada bentuk deiksis persona pertama tunggal dijumpai pronominapersona aku dan saya. Selain itu juga ditemukan dalam bentuk nama diri, yaituClarissa, Shena, Nani, dan Putri. Bentuk deiksis persona pertama jamak terdiridari bentuk pronomina persona kita dan kami. Pada bentuk deiksis persona keduatunggal, yaitu pronomina persona kamu, anda, dan engkau. Bentuk deiksispersona kedua tunggal terdapat pula dalam bentuk nama diri, antara lain Mila,Alin, Angin, dan Shevilla. Selain itu, juga dijumpai bentuk kata sapaan sebagaibentuk deiksis persona tunggal, yaitu ibu, mama, ummi/umi, nenek, bapak, ayah,papa, abi, kek, kakak, adek, dik, sayang, bi, tuan, nona, dan bos. Bentuk deiksispersona kedua jamak dijumpai pada pronomina persona kalian. Bentuk deiksispersona kedua jamak juga terdapat pada bentuk kata sapaan teman-teman, anakanak, adik-adik, dan nona-nona. Dalam bentuk deiksis persona ketiga tunggalditemukan pronomina persona dia, ia, -nya, dan beliau. Pada bentuk deiksispersona ketiga jamak ditemukan pronomina persona mereka.

15Pengacuan deiksis persona dalam penelitian yang berjudul DeiksisPersona pada Kumpulan Cerpen Anak Animation World dan Hidung PinokioNiko tersebut terdiri dari deiksis eksofora dan deiksis endofora. Deiksis eksoforaterdapat pada deiksis persona pertama dan kedua. Pada deiksis endofora hanyaterdapat pada bentuk deiksis persona ketiga. Deiksis endofora yang dijumpaimemiliki arah pengacuan anafora dan katafora. Deiksis endofora dengan arahpengacuan anafora terdapat pada semua bentuk deiksis persona ketiga, sedangpengacuan katafora hanya ada pada deiksis persona ketiga dalam bentukpronomina –nya dan dia.Berdasarkan pengamatan penelitian tersebut diketahui adanya persamaanobjek kajian, yaitu deiksis persona. Namun, terdapat perbedaan pada subjekkajian. Perbedaan itu terletak pada subjek kajian yang mengkaji deiksis personayang berasal dari dongeng anak pada rubrik Nusantara Bertutur di koran KompasKlasika Minggu. Perbedaan lain dalam penelitian ini adalah dilakukan analisisdalam pembalikan deiksis yang banyak digunakan pada bahasa anak denganmenggunakan analisis wacana yang dimungkinkan bukan hanya mengkaji deiksissecara teks saja, melainkan juga melibatkan konteks situasi dan konteks sosialkultural di dalamnya.B. Landasan Teori1. Pengertian WacanaMenurut Mulyana (2005:1), wacana merupakan unsur kebahasaan yangrelatif paling kompleks dan paling lengkap. Kajian wacana berkaitan dengan

16pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) danbukan bahasa (nonverbal).Menurut Douglas secara etimologi istilah “wacana” berasal dari bahasaSanskerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’ (Mulyana, 2005:3). Dilihatdari jenisnya kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sanskerta, termasuk katakerja golongan III yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’. Kemudianmengalami perubahan menjadi wacana dengan tambahan sufiks ana yangbermakna ‘membendakan’. Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’atau ‘tuturan’. Oleh para linguis Indonesia dan di negara-negara berbahasaMelayu lainnya, istilah wacana diterjemahkan dalam bahasa Inggris ‘discourse’.Kata discourse sendiri berasal dari bahasa Latin ‘discursus’ yang berarti ‘lari dariarah yang berbeda’.Webster memperluas makna discourse sebagai komunikasi kata-kata,ekspresi gagasan-gagasan, risalah tulis, ceramah dan sebagainya. Discourse dalampengisyaratan itu berkaitan dengan kata, kalimat, atau ungkapan komunikatif baiksecara lisan maupun tulis (Mulyana, 2005:4). Istilah ini kemudian digunakan olehpara ahli bahasa dalam kajian linguistik yang dikenal dengan istilah discourseanalyisis (analisis wacana).Unsur pembeda antara ‘bentuk wacana’ dengan ‘bentuk bukan wacana’adalah pada ada tidaknya kesatuan makna (organisasi semantis) yang dimilikinya(Mulyana, 2005: . Oleh karena itu, kriteria yang relatif paling menentukan dalamwacana adalah keutuhan maknanya. Sebuah wacana mengandung unsur intenaldan eksternal wacana. Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan,

17sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana itu sendiri.Unsur internal dalam wacana, yaitu:a.Kata dan kalimatKata merupakan bagian dari kalimat, sedangkan kalimat dapatdiartikan sebagai susunan yang terdiri dari beberapa kata yang bergabungmenjadi satu pengertian dengan intonasi yang sempurna. Namun, kadangdijumpai satu kata yang merupakan satu kalimat. Kalimat dengan satu kata inisering muncul dalam suatu dialog atau percakapan.b.Teks dan koteksAnalisis linguistik teks langsung mengandaikan objek kajiannyaberupa bentuk formal bahasa, yaitu kosakata dan kalimat, sedangkan analisiswacana mengharuskan disertakannya analisis tentang konteks terjadinya suatututuran (Mulyana, 2005: 9). Teks dapat diartikan sebagai esensi wujudbahasa. Dengan kata lain, teks direalisasikan dalam bentuk ‘wacana’. Tekslebih bersifat konseptual, sedangkan koteks dapat diartikan sebagai teks yangbersifat sejajar, koordinatif dan memiliki hubungan dengan teks lainnya, baikyang berada di depan maupun di belakangnya.Unsur-unsur eksternal dalam wacana, yaitu:a.ImplikaturImplikatur ini dapat diartikan sebagai makna tersirat dan tidak tersuratdalam teks. Dengan kata lain adalah maksud, keinginan atau ungkapanungkapan dari hati yang tersembunyi. Yule juga menjelaskan mengenaiimplikatur ini yang berarti adanya makna dalam setiap kata yang dituturkan.

18“That something must be more than just what the words mean. It is anadditional conveyed meaning, called an implicature.” (Yule, 1996: 35)Rahardi (2005: 43) menjelaskan bahwa di dalam pertuturan yangsesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasikarena mempunyai kesamaan latar belakang. Grice (1975) menyatakan bahwasebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakanbagian dari tuturan tersebut. prosisis yang diimplikasikan tersebut disebutdengan implikatur percakapan.b.PresuposisiIstilah presuposisi adalah turunan dari bahasa Inggris presupposition,yang berarti ‘perkiraan, persangkaan’ (Nababan, 1987: 47). Mulyanakemudian juga menyebut presuposisi sebagai praanggapan. Praanggapanadalah anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan aknabagipendengar/pembaca (Mulyana, 2005: 14). Sebuah tuturan dapat dikatakanmempraanggapkan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturandipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yangmempresuposisikan tidak dapat dikatakan (Rahardi, 2005:42).c.Pengacuan atau ReferensiPengacuan atau referensi adalah hubungan antara kata dengan benda(orang, tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi merupakanperilaku pembicara/penulis (Mulyana, 2005: 16). Jadi, yang menentukanadanya referensi adalah pihak pembicara itu sendiri, sedangkan pendengarhanya mampu menerka hal yang dimaksudkan oleh pembicara.

19Berdasarkan bentuknya, referensi dapat dipilah menjadi tiga bagian,yaitu referensi dengan nama, referensi dengan kata ganti dan referensi denganpelesapan (Mulyana, 2005:18). Referensi dengan nama dipakai untukmemperkenalkan topik (subjek) yang baru, atau justru untuk menegaskanbahwa topiknya masih sama. Referensi dengan kata ganti juga digunakanuntuk menegaskan bahwa topiknya masih sama. Referensi dengan pelesapan,yaitu menghilangkan bagian-bagian tertentu dalam suatu kalimat untukmenunjukkan masih adanya pengacuan bentuk dan makna di dalam kalimatlainnya.d.InferensiInferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar ataupembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat di dalamwacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis (Alwi, Hasan.et.al,.2003: 441). Dengan kata lain, pembaca harus memahami sendiri makna yangdisampaikan oleh penulis atau pembicara terkait dengan tulisan atau tuturanyang disampaikannya.e.Konteks wacanaSecara garis besar konteks wacana ini adalah hal-hal yang ikutmempengaruhi keberadaan suatu teks. Menurut Mulyana (2005:21) konteksialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggapsebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog. Segala sesuatuyang berkaitan dengan tuturan, baik arti, maksud, maupun informasinyasangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.Pemahaman konteks situasi dan sosial kultural dalam analisis wacana dapat

20dilakukan dengan berbagai prinsip penafsiran dan prinsip analogi. Prinsipyang dimaksud, yaitu prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiranlokasional, prinsip penafsiran temporal dan prinsip analogi (Sumarlam,2005:47). Pemahaman wacana melalui berbagai prinsip penafsiran dan analogitersebut tentu saja mempertimbangkan faktor-faktor seperti faktor sosial,situasional, kultural dan juga pengetahuan tentang dunia (Sumarlam,2005:48).“Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesungguhnyayang menjadi partisipan di dalam suatu wacana” (Sumarlam, 2005:48). Prinsippenafsiran lokasional terkait dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinyasuatu situasi, baik situasi yang berupa keadaan, peristiwa maupun prosesdalam rangka memahami wacana. “Prinsip penafsiran temporal berkaitandengan pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya kita dapatmenafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya suatu situasi (persitiwa,keadaan, proses) (Sumarlam, 2005:49), sedangkan prinsip analogi adalahprinsip dasar yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untukmemahami makna dan maksud dari keseluruhan wacana tersebut.2. Wacana FiksiMulyana menyatakan bahwa wacana fiksi adalah wacana yang bentuk danisinya berorientasi pada imajinasi (2005:54). Umumnya, penampilannya dikemasdengan nilai estetika (keindahan). Di samping itu, tidak menutup kemungkinanbahwa karya-karya fiksi mengandung fakta dan hampir sama dengan kenyataan.Namun, sebagaimana proses kelahiran dan sifatnya, karya semacam ini tetaptermasuk ke dalam kategori fiktif. Wacana fiksi menurut Mulyana (2005:54)

21dapat dipilah menjadi tiga jenis, yaitu: wacana prosa, wacana puisi dan wacanadrama.a. Wacana ProsaWacana prosa adalah wacana yang disampaikan atau ditulis dalambentuk prosa. Wacana ini dapat berbentuk tulis atau lisan seperti novel, ceritapendek, artikel, makalah, buku, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi danbeberapa bentuk kertas kerja.b. Wacana PuisiWacana puisi merupakan jenis wacana yang dituturkan ataudisampaikan dalam bentuk puisi. Seperti wacana prosa, dalam wacana puisijuga bisa berbentuk tulis atau lisan. Bahasa yang digunakan dan isinyaberorientasi pada kualitas estetika (keindahan) seperti, lagu, tembang,geguritan dan sejenisnya.c. Wacana DramaWacana drama (dramatik) adalah jenis wacana yang disampaikandalam bentuk drama. Pola yang digunakan umumnya berbentuk percakapanatau dialog. Oleh karena itu dalam wacana ini harus ada pembicaraan danpasangan bicara.3. Deiksis“Deiksis berasal dari kata deiktitos dalam bahasa Yunani yang berarti ‘halpenunjukan secara langsung’. Pada logika istilah Inggris deictic dipergunakansebagai istilah untuk pembuktian langsung (pada masa setelah Aristoteles) sebagailawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak

22langsung” (The Compact Edition of The Oxford English Dictionary dalam Purwo,1984: 2). Alwi berpendapat mengenai pengertian deiksis sebagai berikut:Gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanyadapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasipembicaraan. Deiksis dapat dipakai untuk menggambarkan fungsipronomina persona, demonstrativa, fungsi waktu, aneka cirigramatikal, dan leksikal lainnya yang menghubungkan ujarandengan jalinan ruang dan waktu dalam tindak ujaran (Alwi,2003:42).Demonstrativa (kata yang berfungsi untuk menunjuk atau menandai secara khususorang atau benda) seperti ini dan itu, dan pronomina persona seperti saya, kamu,dan dia dapat berfungsi sebagai deiksis,sedangkan sesuatu yang diacu oleh deiksisdisebut sebagai anteseden. Purwo juga berpendapat tentang sebuah kata yangbersifat deiksis sebagai berikut:Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindahpindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi sipembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kataitu, misalnya kata saya, sini, dan sekarang. Demi pengertian penuhistilah “deiksis” itu, perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur yangmengandung arti (biasanya: leksem (lexeme): tetapi juga yangmenggantikannya secara pronominal, baik itu berupa bentuk bebasmaupun bentuk yang terikat secara morfemis) dapat dibedakanantara yang referensial (misalnya kata rumah, meja) dan yang tidakreferensial (misalnya kata walaupun dan aduh). (Purwo, 1984:1)Purwo menjelaskan bahwa, deiksis menurut pandangan aliran linguistiktradisional adalah sesuatu ungkapan yang bereferen luar-tuturan. Pandangan iniyang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang bukanmerupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri. Hal tersebut berbeda dengan subjekkalimat, yang dalam statusnya sebagai kata merupakan salah satu unsur di dalambahasa (1984:7). Peneliti lain, Fillmore dalam Purwo menyatakan bahwa penuturmerupakan pusat deiktis. Hal itu menimbulkan pengertian jauh dekat terhadap

23deiksis dalam kata ini dan itu. Kata ini menunjuk pada tempat yang dekat denganpusat deiktis dan kata itu menunjuk pada tempat yang jauh dari pusat deiktis(1984:8). Deiksis juga memiliki keunikan tersendiri, misalnya Tanz daptingkat-tingkatperkembangan penguasaan bahasa pada kanak-kanak yang menyimpulkan bahwabanyak anak yang sudah menguasai sistem persona pada umur dua tahun.Penelitian tersebut menyatakan bahwa anak-anak di atas umur itu masih belumdapat secara konsisten memakai dengan tepat verba come/go dan bring/take.Bahkan, tidak semua anak yang sudah berumur sembilan tahun menggunakanverba deiktis tersebut secara tidak salah. Kenyataan lain yang mendukung adanyahierarki kedeiktisan itu menurut Purwo adalah bahwa semua leksem personamerupakan leksem deiktis, sedangkan leksem ruang dan waktu ada yang deiktisada pula yang tidak (1984:20).Purwo (1984) menggolongkan deiksis menjadi dua, yaitu deiksis luartuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora). Deiksis luar tuturan(eksofora) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu deiksis persona, deiksis ruang dandeiksis waktu, sedangkan deiksis dalam tuturan (endofora) dibagi di dalamnyaadanya pemarkah anafora dan katafora.Deiksis luar tuturan (eksofora) untuk yang pertama adalah deiksis persona.Sudaryat menjelaskan, deiksis persona merupakan pronomina persona yangbersifat ekstralingual dan intralingual yang berfungsi menggantikan suatu acuan(anteseden) (2009:122). Kedua, deiksis ruang. Purwo (1984: 37) menerangkanbahwa, tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiktis dan tidak ada leksemruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila

24dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva,adverbia atau verba. Diterangkan juga oleh Fillmore dalam Purwo (1984: 58)bahwa, dalam banyak pernyataan mengenai waktu diambil dari leksem ruang.Terdapat dua pengertian tentang gerak yang dapat dihubungkan dengan waktu:suatu subjek yang bergerak melewati waktu (dalam hal ini waktu dianggapsebagai hal yang diam) dan waktu yang bergerak menuju ke arah suatu subjek danmelewatinya. Purwo (1984:59) juga menyatakan adanya leksem ruang yangmengungkapkan pengertian waktu. Leksem ruang seperti depan, belakang,panjang, dan pendek yang dipakai dalam pengertian waktu memberikan kesanseolah-olah waktu merupakan hal yang diam, sedangkan leksem ruang sepertidatang, lalu, tiba, dan mendekat dalam pengertian waktu memberikan kesanbahwa waktulah yang bergerak (Purwo, 1984:59). Ketiga adalah leksem waktu.Purwo juga menyebutkan adanya leksem waktu yang tidak deiktis. Beberapaleksem waktu seperti saat, waktu, masa, tempo, kala, dan kali berbeda dalam haljangkanya atau panjang pendeknya (1984:65). Kemudian ia juga menambahkan,leksem waktu seperti pagi, siang, sore dan malam tidak bersifat deiktis karenaperbedaan masi

Clarissa, Shena, Nani, dan Putri. Bentuk deiksis persona pertama jamak terdiri dari bentuk pronomina persona kita dan kami. Pada bentuk deiksis persona kedua tunggal, yaitu pronomina persona kamu, anda, dan engkau. Bentuk deiksis persona kedua tunggal terdapat pula dalam bentuk nama diri, antara lain Mila, A

Related Documents:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Gaya Hidup 2.1.1.1 Definisi Gaya Hidup Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2016:187) "A lifestyle is a person pattern of life as expressed in activities, interests, and opinions. It portrays the whole person interacting with his or her environment." .

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORETIK Bab ini membahas kajian teori yang bisa memotret fenomena penelitian, meliputi kajian tentang Komunikasi sebagai Interaksi Sosial, Komunikasi sebagai . penyandang autism dalam keran

bab ii penerimaan pegawai . bab iii waktu kerja, istirahat kerja, dan lembur . bab iv hubungan kerja dan pemberdayaan pegawai . bab v penilaian kinerja . bab vi pelatihan dan pengembangan . bab vii kewajiban pengupahan, perlindungan, dan kesejahteraan . bab viii perjalanan dinas . bab ix tata tertib dan disiplin kerja . bab x penyelesaian perselisihan dan .

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran SBDP . etika dan estetika, dan multikultural berarti seni bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhada

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Beberapa tulisan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur seperti tesis, . teori manajemen, dan teori analisis SWOT. Perbedaan penelitian tersebut di atas adalah perbedaaan

Buku Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan SMK/MAK Kelas XI ini disajikan dalam tiga belas bab, meliputi Bab 1 Infeksi Bab 2 Penggunaan Peralatan Kesehatan Bab 3 Disenfeksi dan Sterilisasi Peralatan Kesehatan Bab 4 Penyimpanan Peralatan Kesehatan Bab 5 Penyiapan Tempat Tidur Klien Bab 6 Pemeriksaan Fisik Pasien Bab 7 Pengukuran Suhu dan Tekanan Darah Bab 8 Perhitungan Nadi dan Pernapasan Bab .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL. PENELITIAN . 2.1 Tinjauan Pustaka. Tinjauan pustaka adalah kajian mengenai penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi permasalahan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian terhadap penelitiapenelitian sebelumnya diharapkan memberikan wawasan agar n-

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan Karakter 2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter Secara etimotologi, istilah karakter berasal dari bahasa latin character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlah (Agus