FENOMENOLOGI - Repository.ugm.ac.id

2y ago
44 Views
5 Downloads
4.69 MB
25 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Jacoby Zeller
Transcription

'/lIJ)'.y-r',ud.JFENOMENOLOGIr JSEBAGAI EPISTEMOLOGI BARU DALAMPERENCANAAN KOTA DAN PERMUKIMANrUNIVERSITAS GADJAHMADAPidato Pengukuhan Jabatan Guru Besarpada Fakultas TeknikUniversitas Gadjah MadaDiucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru BesarUniversitas Gadjah Madapada tanggal 14 Maret 2012di YogyakartaPerpustakaan 11111111180626PUSOleh:Prof. Ir. Sudaryono, M.Eng., Ph.D.

Bismillaahir-rohmaanir-rohiimYang saya hormati,Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Wali Amanat,Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Guru Besar,Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik,Rektor, Wakil Rektor Senior, dan Wakil Rektor,Para Dekan dan Wakil Dekan,Ketua Lembaga,Ketua dan Sekretaris Senat Fakultas,Para Dosen, Tenaga Kependidikan dan Mahasiswa,Para Pengurus dan Anggota Keluarga Alumni Gadjah Mada,Para Tamu Undangan dan Hadirin yang saya muliakan,Assalamu' alaikumWarohmatullahiWabarokatuhSelamat pagi dan salam sejahteraAum Swasti AstuSungguh, rasa syukur memenuhi hati kami atas Ridhlo AllahSWT yang diberikanl-lya sehingga pada pagi hari ini yang penuh doadari para hadirin, saya berkesempatanmenyampaikan pidatopengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam bidang ilmu PerencanaanKota pada Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan FakultasTeknik Universitas Gadjah Mada, dengan judul:FENOMENOLOGISEBAGAI EPISTEMOLOGI, BARU DALAMPERENCANAAN KOT A DAN PERMUKIMANHadirin yang saya muliakan,Tradisi perencanaan kota, sebenamya sudah dimulai olehmanusia seiring dengan usia peradaban kota yang telah dibangunmanusia sejak jaman Mesir Kuno yang ditandai oleh munculnya kotaMemphis yang dibangun oleh Raja Menes pada tahun 2686 SM,disusul oleh kota Thebes oleh Raja Hyksos pada tahun 1786 SM,

2kemudiandiikuti oleh kota Luxor temp at dibangunnyakuil-kuilKarnak pada tahun 1546 SM oleh Raja Amenhotep I (Barocas 1972).Pada masa-rnasa itu, pembangunankota telah dipandu oleh suaturencana kota yang telah mengikuti prinsip-prinsippenataan ruangyang mengatur penempatan kawasan pemerintahan, kawasan hunian,kawasan sakral dan keagamaan, kawasan militer, kawasan industri,kawasanperdagangandan kawasan pergudangan.Prinsip-prinsiptersebut sesungguhnya mirip dengan prinsip-prinsip perencanaan kotayang kita kenal sekarang sebagai modern planning yang mencakuptown planning, zoning, site planning, dan civic design (Mokhtar,1974). Namun, dalam teks-teks perencanaan kota yang dikenal sampaisaat ini, yang disebut sebagai perencanaan modern (modern planning)adalah perencanaanyang muncul setelah revolusi industri (RatcIif,1974; Hall, 2004; LeGates and Stout, 2009).Revolusi industri dengan kredonya rasionalisasi,optimalisasi,minimaIisasi,dan maksimaIisasitelah merubah cara-cara manusiamelakukan produksi benda-bendadari penggunaantenaga manusiadan hewan menjadi tenaga mesin (Gurrel, 1992). Perubahan caraberproduksi ini telah melahirkan pertumbuhan dan surplus perkotaanyang tidak diduga sebelumnya. Kota-kota yang dibangun pada masaklasik, abad pertengahan dan masa renaisans pada akhirnya tidak siapdan tidak mampu menerima pertumbuhan dan surplus yang luar biasa.Kota-kota yang dirancang terutama untuk fungsi hunian tiba-tibaharus menjalankanfungsi sebagai ruang produksi,pergudangansekaligus pemasaran. Konsekuensi yang harus dibayar adalah semuaIimbah produksiyang terdiri dari Iimbah cair, padat dan gasberhamburanmelimbahiudara dan tanah-tanahhunian perkotaan.Kesehatanmanusia perkotaankemudiandikorbankanatas namasurplus dan pertumbuhankota. Kota-kota menjadi kumuh, penuhpolusi dan tidak nyaman lagi dihuni.Dalam situasi krisis perkotaan seperti itu, modern planningdengan kapasitas preskriptifnya telah menjadi penyelamat kehancuraninvolutif yang mematikan kota-kota di Eropa di akhir abad 19 danawal abad 20. Munculnya teori zoning, yang kemudian diikuti olehteori Garden City oleh Ebenezer Howard pada tahun 1898, teori CityDevelopment oleh Patrick Geddes tahun 1904, dan disusul oleh LewisMumford pada tahun 1916 dengan teorinya Planning the Modern City

3telah menjadi landasan kokoh bagi muncul dan berkembangnyamodem planning pada masa-masa berikutnya (Hall, 2004; LeGatesand Stout, 2009). Modem planning, kemudian diekspor keluar Eropamelalui mata rantai kolonialisme sebagai suatu paradigma baruperkotaan atau urbanisme. Munculnya permukiman-permukiman baruyang menggunakan konsep garden city seperti Kawasan Darmo diSurabaya (1916), Bandung Utara (1917), Candi Baru di Semarang(1917), Bogor (1917), Medan Baru (1917), Menteng dan Gondangdia(1918), dan Kota Baru Yogyakarta (1920), telah memberikan wajahbaru perkotaan di Indonesia pada masanya (Van Roosmalen, 2005).Tokoh generasi kedua dari modem planning yang sangatberpengaruh pada perkembangan kota-kota di dunia adalah LeCorbusier (1929) dengan teorinya yang sangat termasyhur The City ofTomorrow and Its Planning. Le Corbusier menggunakan pendekatanparadoks dalam perencanaan kota yang terungkap dalam kata-katanyayang sangat terkenal: "kita harus mengatasi kemacetan di pusat kotadengan meningkatkan kepadatan, kita harus meningkatkan sirkulasilalu lintas di pusat kota dengan meningkatkan jumlah ruang terbuka,melalui cara membangun kota dengan bangunan-bangunan tinggilvertikal di atas lahan yang kecil" (Le Corbusier, 1929: 159-178, Hall,2004:207). Walaupun banyak sekali rancangan-rancangan kota yangdibuatnya tidak pemah menjadi kenyataan (Algiers, Antwerp,Stockholm, Barcelona, Newmours), namun pemikiran Le Corbusiertelah menjadi inspirasi bagi para perencana kota dunia untukmembangun kota secara vertikal. Peremajaan kota (urban renewal)mendapatkan pembenarannya dalam teori Le Corbusier. Kota-kota didunia yang semula dibangun dengan konsep permukiman lokal (diIndonesia dikenal dengan konsep kampung kota) dihancurkan,digusur, dan digantikan dengan bangunan-bangunan tinggi perkantoran, apartemen, dan komersial. Belakangan, teori Le Corbusiertelah mengalami penggantian terminologi dan kemasan menjadisuperblock dan compact city.Perencanaan kota modem (modern planning) yang menjadi anakkandung paradigma positivisme dan menganut filosofi physicaldeterminism, telah menikmati kejayaannya selama kurang lebih 100tahun. Modem planning dengan kredo-kredo engineering telahberhasil mernandu, merubah, dan memberi soIusi terhadap masalah-

4masalah urbanisasi di kota-kota besar di dunia. Citra pasti, dapatdipercaya, dan konsistensi yang tinggi antara rencana dan implementasinya telah menjadikan modern planning sebagai suatu modelpembangunan dan pengarah peradaban baru kota. Modern planningtelah menjadi panglima bagi perubahan-perubahan fisikal, spasial, dansosial yang ditaati. Puncak pemikiran modern planning terdapat dalambentuknya "comprehensiverational planning" dengan ditandaimasuknya science ke dalam konsep dan kerja perencanaan. (Beauregard, 1984). Comprehensive rational planning yang bersenyawa dengan Procedural Planning Theory dari Faludi (1973) telahditerjemahkan ke dalam konteks perencanaan di Indonesia dalamwujud Rencana Urn urn Tata Ruang Wilayah (RUTRW) atau RencanaUrnum Tata Ruang Kota (RUTRK).Hadirin yang saya hormati,Sanggahan, Kritik, dan Koreksi terhadap Modern PlanningPada perkernbangannya, paradigma modern planning telahbergeser dari kesetiaannya semula, yakni tidak lagi setia kepadakepentingan publik rnelainkan setia kepada kepentingan kapitalisrne.Fokus perencanaan modern planning yang sernula pada infrastrukturperkotaan untuk kepentingan-kepentingan publik bergeser menjadiinfrastruktur untuk jaringan pemasaran komoditas hasil produksi parapernilik modal besar (Cooke, 1988). Dengan pergeseran fokusperencanaan seperti itu, rnaka obyektifitas dan kornprehensifitasmodern planning rnendapatkan sanggahan, kritik dan pada akhirnyaterkoreksi oleh pandangan-pandanganyang rnuncul belakangan.Modern planning disanggah karena telah mengabaikan kepentingandan eksistensi rakyat kebanyakan di perkotaan. Modern planning telahberpihak kepada market dan kapitalis besar. Modern planning hanyaberfokus membangun masyarakat kelas rnenengah perkotaan danmengabaikan keberagarnan rnasyarakat bawah perkotaan.Di ujung senja perkembangan modern planning, ilrnu perencanaan telah terpelanting jatuh ke bawah dari tangga tertinggi sebagaiilrnu peradaban rnenjadi hanya sekedar ilrnu kewirausahaan; sedangkan pada dataran praksis, peran perencana meluncur terjun ke bawahdari ketinggian sebagai duta peradaban menjadi hanya sekedar teknisi

5saja, atau merrunjam terminologi sinis dari Fainstain (1988) hanyasekedar menjadi "deal maker" saja. Sanggahan, kritik, dan koreksiterhadap modern planning khususnyapada proceduralplanningtheory akhirnya melahirkanragam pendekatan,model dan teoriperencanaanyang disebut oleh Healy, et. al., (1982) sebagaitheoretical pluralism in urban and regionalplanning, mencakupragam pendekatan: (1) incrementalism, (2) implementation and policy,(3) social planning and advocacy planning, (4) the political economy,(5) the new humanism, dan (6) pragmatism.Modernplanningtelah men yederh an akan asumsibahwaterdapat hubungan yang sangat positip dan dapat dibenarkan secarailmiah antara pikiran yang tumbuh ditengah-tengahmasyarakat,kepentingan kapitalis, dan intervensi yang dilakukan pemerintah kotasehingga perencanaankota diyakini akan mampu membuat kotamenjadi terpadu sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat. Namunkenyataan yang terjadi sungguh sangat berbeda. Kesenjangandankonflik antara kepentinganmasyarakatdengan kepentinganparapemodal besar (kapitalis), serta antara kepentingan masyarakat dengankepeutingan pemerintah seringkali dijumpai.Kasus-kasus di bawah ini hanya sedikit contoh yang menunjukkan adanya kesenjangan-kesenjangantersebut: (1) konflik TamanBMW antara Pemprov DKI dengan warga Kelurahan Papanggo danSunter Tanjung Priok tKompas.com,5-11-2008), (2) konflik antarawarga Kelurahan Pluit Penjaringan Jakarta Utara dengan Pengembangyang akan membangun apartemen di dekatnya (Kompas.com,22-32009), (3) konflik antara warga Cina Benteng Kampung Lebak Wangiyang menolak penggusuran dengan Pemkot Tangerang iKompas.com,13 April 2010), (4) penolakan HMI dan LSM Kendariterhadaprencanapembangunanmesjid di tengah-tengahTeluk KendaritKompas.com,24 Agustus 2010), (5) konflik antara warga yangmenolak penggusuranmakam Mbah Priok dengan PT. Pelabuhan .Indonesia (Pelindo) II tKompas.com, 14-4-2010), (6) penolakan wargaKecamatan Sumarorong, Mamasa, Sulawesi Barat terhadap rencanapembangunanbandara tKompas.com,15 September 2010), dan (7)konflik dan kesenjanganpendapat antara PemerintahKota Solodengan Perusahaan Daerah Citra Mandiri Jateng perihal pembangunanmal di atas lahan Pabrik Es Saripetojo I tKompas.com, 11-7-2011).

6Kasus-kasus yang diajukan di atas menunjukkan adanya gapatau kesenjangan antara pikiran dan kenyataan. Kesenjangan antarapikiran pemerintah dengan pikiran masyarakat, kesenjangan antarapikiran pengembang dan pemilik modal dengan pikiran masyarakat,dan kesenjangan antara pikiran perencana dengan kenyataan yanghidup dalam alam pikiran masyarakat. Dengan perkataan lain, terdapatkesenjangan antara perencanaan dan pelaksanaan, antara pikiran danrealitas empiris, dan antara teks dan konteks. Kesenjangan-kesenjangan tersebut secara akademik dapat disebut sebagai kesenjanganepistemologis, yakni kesenjangan dalam perihal pendekatan danmetode dalam membangun substansi pengetahuan perencanaan.Kesenjangan epistemologis menunjukkan bahwa pendekatanpendekatan perencanaan kota yang digunakan selama ini telahkadaluwarsa; terdapat jurang lebar antara pengetahuan perencanaanyang "diperoleh" dan pengetahuan perencanaan yang "dihasilkan" dan"digunakan". Epistemologi yang telah kadaluwarso, pada akhimyaharus ditebus dengan harga yang sangat mahal yakni hilangnya obyekontologis perencanaan kota yang berupa "kota" itu sendiri. Denganperkataan lain, perencanaan kota tidak lagi mengambil obyek kotakarena kota telah diabaikan dan ditinggalkan oleh perencanaan kota.Beauregard (1989) menyatakan bahwa modern planning (khususnyapada model procedural planning dan rational comprehensiveplanning) telah sibuk dengan obyek barunya yang berupa planningprocess, policy making, dan decision making, yang secara proseduralmenurutnya benar tetapi secara substantif temyata kosong dansenjang. Premis-premis preskriptif perencanaan kota menjadi asingdengan kenyataan empiris yang ditujunya. Perencanaan hanya sekedarteks tanpa konteks. Kekosongan preskriptif ini yang telah membawakota-kota bergerak tanpa pemandu pada akhimya telah diisi oleh "satukekuatan tunggal raksasa" yang oleh Lefebvre (1974) disebutnyasebagai single force, single centre, dan monocentric strategy, yangkesemuanya itu adalah alias dari market strategy, atau lebih tepatnyaadalah alias dari world market strategy."Sebagai suatu single strategymarket berusaha membangun singlemarket dan single konsumsi yang membawa dampak destruktif berupakeserakahan ruang melalui apa yang disebut Lefebvre (1993) sebagai

7"consumptionof space". Melalui produksi ruang semacam itu,manusia-manusiakota hidup dan berkehidupan dalam kendali modal.Manusia-manusiakota "digerakkan" dan bukannya "bergerak" dalamruang-ruangperkotaan. Dampak meluas dari "single strategy" iniadalah pada munculnyakondisi yang dia sebut sebagai "spatialchaos", yakni situasi ketika market hanya perduli terhadap ruangruang serta lahan-lahan yang dikontrolnya saja, sehingga ruang-ruangperkotaan lainnya menjadi "ruang-ruang si sa" atau menjadi "anak tirikota" yang dipinggirkan dan tidak diperhatikan atau dalam konsepsiTrancik (1986) disebutnya sebagai lost space. Situasi seperti ini olehHabermas (1989) disebut sebagai "exclusion", ruang yang dibuangyang pada akhirnya justru berbalik arah memberikan"karma'inyaberupa banjir, kemacetan lalu lintas, konflik ruang, dan kecemburuansosial dan spasial yang memicu munculnyafenomenakriminalperkotaan. Spatial chaos yang terjadi pada terutama kota-kota besarmerupakan produk dari apa yang disebut Lefebvre (1993) sebagai"kontradiksiruang" atau "contradictory space". Menurutnya,kotatelah membangun kontradiksi-kontradiksidalam dirinya sendiri, danfenomena ini telah membawa rnanusia-manusiakota tanpa disadaritelah digerakkan oleh kontradiksi-kontradiksiini. Manusia-manusiakota menjadi bingung dan terasing di kotanya sendiri. Kota-kota telahdibangun menjadi kota-kota yang "tidak appropriate". Kota-kotasemacam ini menurutnya tidak akan mampu memberikan kontribusipada perubahan manusia-manusiapenghuni kota menjadi rnanusiamanusia yang beradab mulia, seperti disampaikannya:"Change life,change society. mean nothing without the productionappropriate space" (Sudaryono 2008:4-5).of anKesenjangan epistemologis yang berujung pada terjadinya kekosongan preskriptif pereneanaan kota pada akhirnya memerlukan suatupendekatan baru dalam membangun pengetahuan di dalam pereneanaan kota, sehingga pengetahuan yang "diperoleh", "dihasilkan", dan"digunakan" dalam pereneanaan kota merupakan suatu pengetahuanyang teranyam, menerus, dan coeok dengan problema empiris yangdihadapi. Bukan pengetahuan yang deduktif, linier, deterministik, danhegemonik yang asing dan melahirkan kesenjanganantara prernispremispreskriptifdenganrealitasempirik yang ditatapnya.Pendekatan epistemologibaru yang diusulkan dalam kesempatan iniadalah pendekatan fenomenologi.

8Hadirin yang saya muliakan,Fenomenologi: Tinjauan FilsafatFenomenologi,sebagai suatu aliran filsafat dikenalkanolehHusserlmelalui bukunyayang sangat terkenal:The Crisis ofEuropean Sciences and Transcendental Phenomenology: An Introduction to Phenomenological Philosophy (1954). Menurut David Carr,penterjemah buku ini dari edisi berbahasa Jerman ke edisi berbahasaInggris, buku ini ditulis pada tahun 1934 sampai tahun 1937menjelang kepergiannyamenghadap Sang Khalik pada tanggal 27April 1938. HusserI (1970) mengawali bukunya dengan sangat lugasdan terus terang dengan menyerang positivisme yang dikatakannyatelah gagal dalam mengangkatharkat dan martabat manusia: Thepositivistic reduction of the idea of science to mere factual science;the crisis of science as the loss of its meaning for life (Husserl,1970:5). Kegagalan positivisme menurutnya terlalu menjunjung tinggiobyektifitas-positivistikdan generalisasi sehingga ilmu-ilmu menjadisteril dan telah mengabaikan sejarah, spiritualitas, nilai-nilai ideal, dannorma-normakehidupanmanusia.Obyektifitasversi positivismesesungguhnya adalah hasil dari suatu dominasi atau hegemoni suatuepistemologikeilmuan.Cara bekerja ilmu-ilmupositivistikyangmengagungkanmetode deduksi pada akhimya membawa ilmu-ilmupada kondisi stagnan. Ilmu-ilmu hanya berputar-putardan secaraulang-alikhanya menguji teori-teori yang sudah tersedia (grandtheories) dan membuktikan hipotesis saja, sehingga tidak melahirkanilmu-ilmu baru. Ilmu-ilmu bergerak tidak kemana-mana alias tetap ditemp at.Jalan keluar dari krisis ilmu-ilmu positivistik yang ditawarkanoleh Husserl adalah "fenomenologitransendental"yang mengajarkanbahwa sumber kebenaranilmu bukanlahpada logika deduktif,melainkanpada pengamatanlangsungpada dunia nyata yangdisebutnyasebagai"life-world" atau "the world of commonexperience" (Husserl, 1970), atau "lived experience" (Husserl, 1964)atau Schutz (1970) menyebutnyasebagai world of daily life.Fenomenologilebih mengedepankanpengamatandan pengalamandaripada rasio. Fenomenologi menurut Bettis (1969) merupakan suatumetode filsafat dan bukannyasuatu filsafat doktriner;dengan

9demikian fenomenologi dapat digunakan secara luas dalam bidangbidang penelitian sains, agama, antropologi, ilmu aiam, fisika, teknik,kedokteran, seni, psikologi, etika, bahasa, budaya, komunitas,arsitektur, perkotaan, dan permukiman. Menurut Ponty (1962) yangjuga penerus dari Husserl, fenomenologi adalah suatu filsafat yangmernpelajari "esensi" dibalik "eksistensi", atau menurut Prichard(1960) fenomenologi mempelajari "realitas" dibalik "kenampakan",dan menurut Husserl (1964) fenomenologi mempelajari "no ema"(makna kesadaran intensional) dibalik phenomena (nampak atauappearance).Intisari dari ajaran para tokoh fenomenologi mulai dari Husserl(1964), Ponti (1962), Schutz (1970), sampai Heidegger (2008)terdapat pada beberapa kata kunci atau terminologi dan konsepsebagai berikut: (1) transcendental phenomenology, (2) life-world,life experience, the common experience, (3) the science of them, (4)self-knowledge, (5) a priory of life-world, (6) life of depth, (7) epoche,bracketing, reduction. (8) intentionality of consciousness, (9) essence,(10) clusters of meanings, (11) textual description and structuraldescription, (12) intersubjectivity,Fenomenologi sebagai metode filsafat mengajak para ilmuwanuntuk menjelajah mencapai puncak kesadaran transendental keilmuanyang dibangunnya untuk menggapai apa yang disebut Husserl (1970)sebagai the ultimate source of all the formation of knowledge atauoriginal formation of meaning. Ilmu seperti itu adalah ilmu yangmendarat bukan ilmu yang melayang-layang di udara obyektifitas.Untuk menggapai kesadaran transendental, ilmuwan harus mengalamidan menyelami obyek keilmuannya secara langsung (face to face),memasuki dan menerobos life-world (the common experience) rnelaluitahap-tahap yang disebutnya sebagai reduksi fenomenologis. BagiHusserl, setiap kehadiran benda-benda, tindakan manusia, ruang kota,permukiman, atau susunan perabot di dalam rumah adalah hadirdengan kesadaran intensional atau hadir dengan kesengajaan yangbertujuan. Baginya, tidak ada kehadiran tanpa kesadaran (consciousness). Kesadaran yang tidak sadar dalam setiap kehadiran sesungguhnya adalah suatu kesadaran. All consciousness is consciousness ofsomething (Ponti, 1962: xvii). There is no such thing as thinkingwithout thinking about something. There is no such thing as pure

10willing without willing to do something. There is no sucli thing as purefeeling without feeling about something (Bettis, 1969:11).Tugas ilmuwan adalah menyingkap kesadaran yang tidak sadarmenjadi kesadaran yang sadar. Dalam konsepsi kesadaran Husserl,ilmuwan hanyalah sekedar penyampai the s

Kota pada Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, dengan judul: FENOMENOLOGI SEBAGAI EPISTEMOLOGI, BARU DALAM PERENCANAAN KOTA DAN PERMUKIMAN Hadirin yang saya muliakan, Tradisi perencanaan kota, sebenamya sudah dimulai oleh manus

Related Documents:

Mar 17, 2012 · fenomenologi dalam arsitektur dan perencanaan. Keberadaannya bukan berarti bahwa sudah lengkap-sempurna menciptakan pemahaman tentang fenomenologi dalam arsitektur dan perencanaan. Disadari, keluas-dalaman lautan fenomenologi tak pernah cukup terpa

14 Validitas konstruk TPA sebagai tes masuk Universitas Negeri Yogyakarta . Konstruksi instrumen S2 Pascasarjana, Psikologi UGM 2007 – sekarang Seminar Psikometrik S3 Pascasarjana, Psikologi UGM 2011 . . 1 Penyegaran penyusunan soal bagi dosen Farmasi UGM Fak Farmasi UGM 2011 2 Pelatihan penyusunan kisi-kisi dan butir soal

solaris repository description Local\ copy\ of\ the\ Oracle\ Solaris\ 11.1\ repository solaris repository legal-uris solaris repository mirrors solaris repository name Oracle\ Solaris\ 11.1\ Package\ Repository solaris repository origins solaris repository

Creating, Restoring, and Configuring the Informatica Repository 78 Starting the Informatica Repository Server 78 Creating or Restoring the Informatica Repository 79 Dropping the Informatica Repository (Optional) 81 Registering the Informatica Repository Server in Repository Server Administration Console 81 Pointing to the Informatica Repository 82

Sistem Persamaan Linear Matriks Maya Rini Rubowo Program Pascasarjana UGM 2002 18 Setiadji Aljabar Matriks 67 Bentuk Jordan dan Terapannya. Indah Emilia W. Program Pascasarjana UGM 1998 1 Sri Wahyuni Aljabar Matriks 68 Teori Realisasi Atas Ring Komutatif. Ari Suparwanto Program Pascasarjana UGM 1998 2 Sri Wahyun

Nusantara Menjadi Indonesia" oleh Tri Yekti Mufidati (Pemenang III). Ketiga naskah ini dapat dibaca di Kolom Opini. Ulasan informasi tentang khazanah arsip yang tersimpan di Arsip UGM disajikan dalam Kolom Telisik. Telisik kali ini menyajikan hasil penelusuran Ully Isnaeni Effendi tentang sejarah pembangunan asrama mahasiswa di UGM yang

lahan di daerah Parangtritis dari penimbunan pasir. . terhadap tata guna lahan, antara lain tertimbunnya permukiman, persawahan, saluran iri6asi dan kuburan. Selain itu juga me . kali Opak ke arah timur. 3. Mengad

(half serious, half playful) Yes – except for last summer, when you never came near me –Sheila (Act 1) Suggesting that she doesn [t fully trust him, despite the fact that theyre going to be married soon, but again shows how she is childish, and relatively light-hearted, as she is still half playful [ even in something which could be seen as quite serious. men with important work to do .