PERGESERAN KEBIJAKAN DAN PARADIGMA BARU DALAM

2y ago
68 Views
3 Downloads
215.19 KB
8 Pages
Last View : 1d ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Julius Prosser
Transcription

PERGESERAN KEBIJAKAN DAN PARADIGMA BARU DALAMPENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DI INDONESIASutopo Purwo NugrohoPeneliti di Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan KawasanBadan Pengkajian dan Penerapan TeknologiAbstractIntegrated watershed management, which aims at restoration of a soundhydrologic regime in the watershed considering water resources utilization,appropriate landuse, water quality control and environmental conservation, isbecoming crucially important in Indonesia. Because, the land degradation ofwatershed in Indonesia more increases every time. There is a growing concernthat many parts of the Indonesia watershed will continue to face problems ofwatershed degradation. The basic problem in most watershed area, especially inJava, is too many people being concentrated on too small land base. Besides that,the causes of watershed degradation are complex and interrelated, such as toomuch emphasis being placed on economic growth in the management of naturalresources, and the continuing presence of poverty, population growth,infrastructural and industrial development. Thus, the exisiting environmentalproblems and their overall impacts are not only biophysical in nature, but alsosocial.The integrated watershed approach stresses the interaction of all activities thattake place throughout the watershed. The strategy of watershed managementapproach uses new paradigm with people of participation and using communitydevelopment in operational, practices and bottom up approach.Kata kunci : pengelolaan DAS, kebijakan, partisipatif.1.PENDAHULUAN1.1.Latar BelakangSelama musim penghujan tahun2002/2003 terjadi banjir dan tanah longsorsebanyak 133 kejadian dengan korbanmeninggal 136 orang dan kerusakan infrastruktur lainnya. Bencana alam banjir,kekeringan, dan tanah longsor merupakansalah satu ekses dari buruknya pengelolaanDAS di Indonesia. Kerusakan DAS terusberkembang dengan cepat. Jika pada tahun1984 terdapat kerusakan 22 DAS kritis dansuper kritis, tahun 1992 meningkat menjadi 29DAS, 1994 menjadi 39 DAS, 1998 menjadi 42DAS, 2000 menjadi 58 DAS dan tahun 2002menjadi 60 DAS yang rusak super kritis dankritis (1,2,3). Diperkirakan13% dari 458 DAS diIndonesia dalam kondisi kritis saat ini.Berdasarkan citra satelit Landsattahun 2000, luas lahan kritis dan kerusakanhutan di Indonesia mencapai 54,65 jutahektar yang terdiri dari 9,75 juta hektar hutanlindung, 3,9 juta hektar hutan konservasi dan41 juta hektar hutan produksi. Sedangkankerusakan lahan di luar kawasanhutanmencapai 41,69 juta hektar. Laju kerusakanhutan terus meningkat setiap tahunnya.Sebelum diberlakukannya otonomi daerah,yakni pada periode 1995 – 1997, lajukerusakan hutan mencapai 1,6 juta hektar pertahun, namun setelah reformasi dan otonomidaerah kerusakan lebih besar yaitu mencapai2,3 juta hektar per tahun.Upayapemerintahdalammenyelamatkan kerusakan hutan dan lahankritis di DAS tersebut sudah sejak lamadilakukan.Namundemikiankegiatanrehabilitasi lahan yang dilakukan masih jauhdari harapan, karena laju kerusakan lahanlebih besar daripada luas lahan yang berhasildirehabilitasi. Sebagai misal, dari jumlahkerusakan hutan seluas 54 juta hektar yangada, direncanakan rehabilitasi lahan seluas18 juta hektar selama 5 tahun, dengan targetutama 9 juta hektar. Prioritas rehabilitasidifokuskan pada 17 DAS super kritis, yaitu 8DAS di Jawa, 6 DAS di Sumatera, dan 3 DASdi Sulawesi dengan jumlah areal 3 juta hektarNugroho S.P. 2003: Pergeseran Kebijakan .J.Tek.Ling. P3TL-BPPT.4(3): 136-142136

dengan beaya per hektar Rp 5 juta selama 5tahun. Total beaya yang diperlukan Rp 15trilyun, dimana biaya per tahunnya adalah Rp3 trilyun untuk luas lahan sebesar 600.000hektar. Kegiatan tersebut akan dimulai tahun2003 dengan dicanangkan melalui GerakanNasional Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional.Hal yang menarik untuk dikaji lebihmendalam adalah sampai sejauh manakeberhasilan program tersebut? Hal inimengingat program-program serupa sudahsejak lama dilakukan, namun hasilnya masihjauh dari yang diharapkan.Guna menyelamatkan sumberdayahutan, tanah dan air di Indonesia,sesungguhnya pemerintah telah membuatperaturan-peraturan dan kegiatan konservasitanah dan air sejak tahun 1961 yaitu dengandiadakannya gerakan penghijauan secaramassal dalam bentuk Pekan Penghijauan I diGunung Mas, Puncak Bogor. Selanjutnyatahun 1973 sampai 1981, FAO dan UNDPtelah melakukan berbagai uji coba untukmemperoleh metoda yang tepat dalam rangkarehabilitasi lahan dan konservasi tanah yangditinjau dari aspek fisik maupun sosialekonomi di hulu DAS Bengawan Solo. Hasilhasil pengujian ini antara lain diterapkandalam proyek Inpres Penghijauan danReboisasi sejak tahun 1976 pada 36 DAS diIndonesia. Upaya pengelolaan DAS terpaduyang pertama dilaksanakan di DAS Citanduypadatahun1981,yangkemudiandikembangkan di DAS Brantas dan DASJratunseluna (Jragung, Tuntang, Serang,Lusi, Juana). Dalam proyek pengelolaan DAStersebutlebihmenekankanpadapembangunan infrastruktur fisik kegiatankonservasi tanah untuk mencegah erosi danbanjir yang hampir seluruhnya dibiayai olehdana pemerintah.Namun demikian masih dirasakan kurangefektif. Hal ini ini terlihat dari masih luasnyalahan kritis, laju erosi dan sedimentasi yangbelum dapat diturunkan sesuai denganharapan serta masih sering terjadinya banjirdi musim penghujan dan kekeringan di musimkemarau. Demikian pula dengan kegiatanpendukungnya seperti seminar dan penelitianmengenai pengelolaan DAS terpadu sudahbeberapa kali dilakukan, namun mengapaDAS belum juga dapat ditata dengan baik?Dengan cara bagaimana agar pengelolaanDAS berjalan dengan baik? Itu semuamerupakan pertanyaan-pertanyaan yang137hingga sekarang belum dapat dijawab danharus segera dipecahkan agar dampak yangditimbulkan dari rusaknya DAS tidak semakinberat.1.2.TujuanTujuan penelitian ini adalah melakukananalisis terhadap faktor-faktor penyebabkerusakanDASdiIndonesia,danmemberikan alternatif penanggulangan darimasalah DAS yang ada sesuai, dengankebijakan dan konsep yang banyak dilakukandalam pengelolaan DAS.2.ANALISA DAN PEMBAHASAN2.1.Kerusakan DASHampir seluruh DAS yang ada di Jawatelah menjadi kritis. Di tempat lain, kerusakanDAS juga semakin meningkat setiap tahun.Hal ini terjadi akibat adanya konversi lahanhutan dan pertanian ke lahan permukimanyang tidak diikuti oleh usaha konservasi tanahdan air serta belum jelasnya arah danimplementasi pembangunan dalam mengatasipermasalahan sumberdaya alam secaranasional. Konsekuensi dari itu semua adalahsemakinmeningkatnyakerusakansumberdaya alam dan lingkungan, sepertibanjir, kekeringan, pencemaran, erosi,sedimentasi, eutrofikasi, dan sebagainya.Beberapa penyebab kerusakan DAS diIndonesia dan beberapa negara di Asiadisebabkan antara lain oleh (4) :a. Perencanaan bentuk penggunaan lahandan praktek pengelolaan yang tidaksesuai.b. Pertambahan penduduk yang semakinmeningkat.c. Kemiskinan dan kemerosotan ekonomiakibat keterbatasan sumberdaya.d. Kelembagaanyangadakurangmendukung.e. Kebijakan perlindungan dan peraturantidakmembatasikepemilikandanpenggunaan lahan.f. Ketidakpastian penggunaan hak atastanah secara de fakto pada lahan hutan.Menyadari hal tersebut, maka gunamenyelamatkan sumberdaya hutan, tanahdan sumber air Indonesia, pemerintah telahmengambil langkah-langkah yang diperlukanantara lain dengan dikeluarkannya suratkeputusan bersama tiga menteri yaitu MenteriNugroho S.P. 2003: Pergeseran Kebijakan .J.Tek.Ling. P3TL-BPPT.4(3): 136-142

Dalam Negeri, Menteri Kehutanan danMenteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 1984– No. 059/Kpts-II/1984 – No. 124/Kpts/1984tanggal 4 April 1984 tentang PenangananKonservasiTanahdalamRangkaPengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas.Wilayah kerja konsentrasi konservasi tanahdikonsentrasikan pada 22 DAS super prioritas(Tabel 1) (5). Dasar penetapan DAS superprioritas tersebut didasarkan pada:a. Daerah yang hidroorologisnya kritis,ditandaiolehbesarnyaangkaperbandingan antara debit maksimum(musim hujan) dan debit minimum (musimkemarau) serta kandungan lumpur(sediment load) yang berlebihan.b. Daerah yang telah, sedang, atau akandibangun bangunan vital dengan investasibesar, antara lain waduk, bendung, danbangunan pengairan lainnya.c. Daerah yang rawan terhadap banjir dankekeringan.d. Daerah perladangan berpindah dan ataudaerah dengan penggarapan tanah yangmerusak tanah dan lingkungan.e. Daerahdimanatingkatkesadaranmasyarakat terhadap usaha konservasitanah masih rendah.f. Daerah dengan kepadatan pendudukyang tinggi.Tabel 1. DAS Super Prioritas di Indonesia pada Tahun 1984 dan DAS yang kritis Tahun 7282930313233343536373839Tahun 1984*DAS BrantasDAS SampeanDAS Bengawan SoloDAS JratunselunaDAS Serayu-Luk Ulo (Kedu Selatan-Serayu)DAS PemaliDAS CimanukDAS CitarumDAS Citanduy-CisanggarungDAS Ciliwung-CisadaneDAS Ciujung-Teluk LadaDAS Way Sekampung-Seputih-RaremDAS Wampu-Sei UlarDAS Krueng Aceh (Krueng Pase)DAS JenebarangDAS SadangDAS Bila Walanae (Danau Tempe)DAS Riam KananDAS Asahan-BarumunDAS Indragiri Rokan (Batang Kuantan)DAS ComalDAS Palu (Gumbasa)Tahun 1994**DAS BrantasDAS SampeanDAS Bengawan SoloDAS JratunselunaDAS Serayu-Luk Ulo (Kedu Selatan-Serayu)DAS PemaliDAS CimanukDAS CitarumDAS Citanduy-CisanggarungDAS Ciliwung-CisadaneDAS Ciujung-Teluk LadaDAS Way Sekampung-Seputih-RaremDAS Wampu-Sei UlarDAS Krueng Aceh (Krueng Pase)DAS JenebarangDAS SadangDAS Bila Walanae (Danau Tempe)DAS Riam KananDAS Asahan-BarumunDAS Indragiri Rokan (Batang Kuantan)DAS ComalDAS Palu (Gumbasa)DAS Indragiri KamparDAS Kampu UlarDAS Komoro Laklo SueDAS BatanghariDAS Dodokan Moyang SariDAS Benain Assesa KDAS AcamDAS Opak-Oyo-ProgoDAS Way Hatuh Merah ApuDAS KetahunDAS Sempara WoncoDAS KapuasDAS Bieca SarokaDAS Unda AnyarDAS Beliem MamberamoDAS Mahakam BerauDAS KahayanSumber : * Departemen Kehutanan, 1984** Suwarjo et al (1994) dalam DRN-Ristek, 1999Nugroho S.P. 2003: Pergeseran Kebijakan .J.Tek.Ling. P3TL-BPPT.4(3): 136-142138

Dalam hal ini, maksud penanganankonservasi tanah pada DAS prioritas adalah :(a) mengintensifkan penanganan konservasitanah secara lebih terpadu, dan (b)meningkatkan kemampuan petani dan ataupemakai lahan. Sedangkan tujuannya adalah:(a)mengendalikanerosi,banjirdanmengurangi kekeringan, (b) uktivitas lahan, dan (c) membina perilakupetani sebagai pelestarian sumberdaya alam.Dari Tabel 1 tersebut terlihat bahwa dari22 DAS super prioritas 12 DAS terletak diPulau Jawa dan 10 DAS berada di luar Jawa.Pada tahun 1994, kerusakan DAS bertambahmenjadi 39 DAS, dimana seluruh DAS tersebutlahannya dinyatakan kritis. Total luaskeseluruhan lahan yang kritis mencapai13.188.200 ha atau sama luasnya denganPulau Jawa. Selanjutnya pada tahun 2000 DASsuper prioritas bertambah semakin banyakyaitu mencapai 58 DAS (1). Peningkatan bukanhanya jumlahnya saja, namun persebarannyapun juga semakin meningkat (Tabel 2) .Tabel 2. DAS super prioritas tahun 2000No1234567891011121314151617181920DASPulau gKali GarangKali kaBaliTukad 2728293031323334353637383940DASPulau SumateraKrueng AcehKrueng PeusanganAsahanLau RenunUlarNias (Kepulauan)KamparIndragiriRokanKuantanKampar KananBatanghariManna-Padang GuciWay SeputihWay SPulau KalimantanSambasTunan ManggarKota WaringinBaritoPulau SulawesiJeneberang KlaraWalanaeBillaSaddangBau-bau kuBatu MerahHatu TengahSumber : Suripin, 20022.2.Kegagalan Pengelolaan DASBanyak sekali faktor-faktor penyebab daritidak berjalannya sistem pengelolaan DAS diIndonesia hingga saat ini. Selain permasalahanfisik dan sosial ekonomi masyarakat yangberada di dalam DAS, kerusakan DAS jugadisebabkan oleh masalah institusi, hukum dankelembagaan yang mengatur DAS. Kesulitanutama dalam pengelolaan DAS di Indonesiaadalah sulitnya memadukan kegiatan antarsektor. Dalam melaksanakan tugasnya masingmasing lembaga menggunakan antung pada kepentingan sektoralnya.Akibatnya sering terjadi duplikasi kegiatan, jugainformasi yang sulit untuk dimengerti danterlihat sangat sektoral. Sebagai misal,pelaksana pengelola daerah hulu menjadiwewenang Departemen Kehutanan dan139Departemen Pertanian, atau DepartemenDalam Negeri dalam skala yang lebih kecil.Sementara itu daerah tengah dan hilir menjadiwewenang Departemen Permukiman danPrasarana Wilayah, dan di daerah pesisir yangterdapat hutan bakau (mangrove) wewenangberada di Departemen Kehutanan. Beberapadepartemenjugamempunyaiperhatianterhadap hasil pengelolaan sumberdaya alam,seperti Departemen Energi dan SumberdayaMineral, dan Departemen Perdagangan danIndustri(6). Adanya pembagian wewenangwilayah DAS demikian seringkali menyebabkantidak adanya koordinasi kelembagaan dansaling tumpang tindih, yang akhirnya justrumemerosotkan sumberdaya alam di DAStersebut.Demikian pula halnya dengan lembagaatau institusi yang melakukan kegiatan riset diNugroho S.P. 2003: Pergeseran Kebijakan .J.Tek.Ling. P3TL-BPPT.4(3): 136-142

suatu DAS, juga tidak ada koordinasi.Beberapa lembaga/institusi yang berkompetendengan DAS antara lain : BPPT, LIPI,Bakosurtanal, badan litbang departemen,perguruan tinggi dan lainnya, yang guhnya peran dari Kementrian Riset danTeknologi diharapkan untuk mengkoordinirsemua kegiatan riset sehingga tidak terjadiduplikasi dan tumpang tindih (7).Pengelolaan DAS terpadu sebagaisarana untuk menjembatani kepentingansemua pihak sebenarnya pernah dilaksanakandi beberapa DAS, seperti di DAS Brantas, DASBengawan Solo dan DAS Citanduy. Teknologipengelolaan DAS yang yang diterapkan padasaat itu, bahkan hingga kini terus diterapkan diIndonesia, banyak mengadopsi dari hasil-hasilyang dikembangkan oleh Upper denganteknologikonservasi yang mengandalkan aspek fisik danmahal, seperti terasering, checkdam, guludan,dan upaya struktur lainnya.Salah satu masalah utama dalamteknologi pengelolaan DAS di Indonesia padaumumnya adalah masalah pemeliharaansetelah proyek berakhir. Berbagai proyekkonservasi tanah skala besar di Jawa sepertiProyek Citanduy II (8), Upland Agriculture andConservation Project/UACP (9), dan LandRehabilitation and Agroforestry Developmentmempunyai masalah yang sama yaknipemeliharaan teras merosot drastis setelahproyek selesai. Pemeliharaan teras secaraterus menerus tanpa subsidi setelah proyekberakhir tidak dapat dilakukan oleh petani,khususnya petani lahan kering karenabesarnya beaya yang diperlukan. Akibatnyaproyek tersebut tidak berkelanjutan danakhirnya kurang efektif.Hal ini merupakan pengalaman sejarahyangsangatberhargadalamupayapengelolaan DAS, bahwa pengelolaan DASbukansemata-mataaspekfisiksaja.Pengelolaan DAS yang hanya menekankanpada aspek fisik saja tanpa membenahi sosial,ekonomi dan penguatan kelembagaan dimasyarakat terbukti telah gagal di Indonesia.2.3.Paradigma Baru Pengelolaan DASMenyadari hal demikian, bahwamasalah DAS bukan hanya bertumpu padapada masalah fisik dan teknis saja, maka perluadanyasuatukeseimbangandenganpengelolan DAS yang bersifat dimulai dengan orang-orang yang palingmengetahuitentangsistemkehidupanmasyarakat, setempat yaitu masyarakat itusendiri (10).Munculnya paradigma ikasikan adanya dua perspektif.Pertama, pelibatan masyarakat setempatdalam pemilihan, perancangan, perencanaandan pelaksanaan kegiatan pengelolaan DASyang akan mewarnai kehidupan mereka,sehingga dapat dijamin bahwa persepsi, polasikap dan pola berpikir serta nilai-nilai danpengetahuan lokal ikut dipertimbangkan secarapenuh. Kedua, adanya umpan balik (feed back)yang pada hakekatnya adalah bagian yangtidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.Dengan demikian, maka teknologi yangdikembangkan dalam konservasi tanah dan airadalah teknologi lokal yang dimiliki olehmasyarakat (indigenous technology) yangsebenarnya telah lama dikenal masyarakatdengan mempertimbangkan pendekatan sosialdan ekonomi. Demikian pula pengetahuan lokal(indigenous knowledge) sebagai bagian darisocial capital dimanfaatkan dan digali untukmengembangkan teknologi DAS yang sesuaidan untuk kepentingan masyarakat lokal.Pembangunan yang selama ini dilaksanakantelah mengabaikan kearifan lokal (indigenousknowledge) serta terlalu sentralistik (top down).Akibat kurangnya adopsi kearifan lokal dalammengelola sumberdaya alam menyebabkankerusakan semakin parah.Paradigma lama pengelolaan DASmenekankan pola command and controldenganpendekatantop-downditingkatkebijakan, operasional, dan pelaksanaan.Penekanan pengelolaan DAS pada bidang fisikdanego-sektoralmulaiditinggalkan.Paradigma baru dalam pengelolaan DASadalah pemberdayaan masyarakat dalamusaha pengelolaan DAS di tingkat operasionaldan pelaksanaan dengan menggunakanpendekatan botom-up.Ada beberapa halpenting dalam paradigma baru ini yaitu : (a)pengelolaan dilaksanakan secara terpadu lintassektoral; (b) Peningkatan peran sertamasyarakat (partisipatif); (c) Peningkatanpenyuluhan baik kualitas dan kuantitas; (d)Penguatan institusi; dan (e) Pemberian insentifkepada petani di kawasan DAS (khususnyahulu). Perbandingan antara paradigma lamadan baru dalam pengelolaan DAS disajikanpada Tabel 3.Nugroho S.P. 2003: Pergeseran Kebijakan .J.Tek.Ling. P3TL-BPPT.4(3): 136-142140

Dalam pelaksanaan pengelolaan DAS,paradigma baru tersebut belum sepenuhnyadilakukan. Wacana paradigma baru dalampengelolaan DAS terus berkembang hinggasaat ini. Meskipun demikian, paradigma barutersebut sudah barang tentu tidak akanmemberikan penyelesaian yang menyeluruhatas konflik-konflik yang timbul sebagaikonsekuensi percepatan pertumbuhan ekonomidengan usaha-usaha perlindungan lingkungan.Dalam hal ini juga perlu ditekankan bahwausaha pengelolaan DAS merupakan suatukebijaksanaan yang hampir selalu bersifatreciprocal, yakni perubahan kebijaksanaanhampir selalu mendistribusikan biaya danmanfaat dari sesuatu, kondisi atau situasi.Dengan demikian perubahan tersebut memilikiimplikasi perubahan siapa memperoleh apadan berapa banyak.yangSalah satu konsep pengelolaan DASberkembangadalahpendekatanWACSLU (Watershed Conservation throughSustainable Land Use). Dalam pendekatan ini,kegiatan pengelolaan DAS bukan semata-matadititikberatkan hanya aspek fisik semata,namun juga mengaitkan dengan seluruh aspekdi dalam DAS, yaitu aspek: 1) keterlibatanmasyarakat, 2) sosial, ekonomi dan budaya, 3)fisik (teknologi konservasi tanah dan air), 4)pembangunankelembagaan,dan5)lingkungan.Di dalam WACSLU terdapat 5 unsur yaitutepat secara ekonomi, tepat secara teknis,ramah linkungan, multi sektor dan berorientasipada masyarakat. Lima unsur tersebutdilakukan secara bersama-sama dengan bobotkegiatan yang disesuaikan permasalahan yangada. Selanjutnya dari konsep tersebutditerjemahkan ke dalam strategi kegiatan yangmencakup lahan (kawasan lindung, kawasanpenyangga dan kawasan intensif, kelembagaandan kemasyarakatan.Tabel 3. Perbandingan antara paradigma lama dan baru dalam pengelolaan DASNo12Paradigma LamaParadigma BaruSudut pandang kerusakan DAS (tanah, erosi,pengundulan hutan dan lain-lain) berkaitan denganapa yang terjadi (memperhatikan gejala)Pengelolaan DAS untuk tujuan tunggal yaitumempertahankan produksi airMelihat kerusakan DAS dalam kondisi mengapa halitu terjadi (mencari akar permasalahannya)3Beranggapan bahwa pengelolaan dan perlindunganDA yang kritis memerlukan perhatian seluruh daerahdari setiap bentuk pandang ekonomi4Secara de facto membuka akses kondisi sumber DASbahkan dalam menjabarkan dan merencanakan DASyang kritis5Pusat prioritas adalah biaya dan keuntunganpengelolaan DAS di hilir/off sitePendekatan proyek dilakukan satu per satu dimanaperencanaan pengelolaan DAS kritis diidentifikasi,prioritas, dirumuskan dan dibangun menurut kriteriapembangunan na

DAS di Indonesia. Kerusakan DAS terus berkembang dengan cepat. Jika pada tahun 1984 terdapat kerusakan 22 DAS kritis dan super kritis, tahun 1992 meningkat menjadi 29 DAS, 1994 menjadi 39 DAS, 1998 menjadi 42 DAS, 2000 menjadi 58 DAS dan tahun 2002 menjadi 60 DAS yang rusak super kritis dan kritis

Related Documents:

Daftar Isi ix Bab VEvaluasi Kebijakan Pendidikan 101 A. Konsepsi Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 101 B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 104 C. P ermasalahan dalam Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 106 D. Manfaat Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 108 E. Monitoring Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 109 F. Kriteria Evaluasi Program Kebijakan Pendidikan — 111

EKONOMI KERAKYATAN SEBAGAI PARADIGMA DAN STRATEGI BARU DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA Oleh : Natalia Artha Malau, SE, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Manado Abstrak Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui ekonomi kerakyatan sebagai paradigma dan strategi baru dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

C. Analisis Kebijakan Kesehatan 12 D. Sistem Nasional Kesehatan Indonesia 16. BAB 2 METODE ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN 19. A.engertian Metode Analisis Kebijakan Kesehatan P 19 B. Metode Analisis Kebijakan Kesehatan 21 C. Pengaruh . Stakeholder. Terhadap Kebijakan . esehatan K 24 D.roses Analisis Kebijakan Kesehatan P 26

geometri. Transformasi pada dasarnya adalah perubahan posisi, besar atau bentuk dari suatu bangun. Jenis transformasi pada bidang, yaitu: translasi (pergeseran), refleksi (pencerminan), Rotasi (perputaran) dan dilatasi (perkalian). Contoh: 3 B. TRANSFORMASI TRANSLASI (PERGESERAN) Translasi (pergeseran) adalah suatu transformasi yang .

Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan dan Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 205.

visi dan identitas nasional, mengembangkan kebijakan dan program publik, dan seterusnya”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan diharapkan menjadi kunci dalam membuka lembaran baru masyarakat kea rah yang lebih baik. Suatu kebijakan apabila telah dibentuk makak harus diimplementasikan

14 XIV INFLASI DAN KEBIJAKAN MONETER DISEJUMLAH NEGARA ASIA PASIFIK 1. Australia 2. Bangladesh 3. China 4. India 5. Indonesia 6. Jepang 7. Korea selatan 8. Krisis keuangan global dan kebijakan moneter di asia pasifik 15 XV INFLASI DAN KEBIJAKAN MONETER DISEJUMLAH NEGARA ASIA PASIFIK 1. Australia 2. Bangladesh 3. China 4. Indonesia 5. Jepang 6.

Dictator Adolf Hitler was born in Branau am Inn, Austria, on April 20, 1889, and was the fourth of six children born to Alois Hitler and Klara Polzl. When Hitler was 3 years old, the family moved from Austria to Germany. As a child, Hitler clashed frequently with his father. Following the death of his younger brother, Edmund, in 1900, he became detached and introverted. His father did not .