HAMZAH FANSURI: PELOPOR TASAWUF WUJUDIYAH DAN

2y ago
83 Views
7 Downloads
2.13 MB
26 Pages
Last View : 26d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Javier Atchley
Transcription

DOI: 10.21274/epis.2017.12.1.261-286HAMZAH FANSURI: PELOPORTASAWUF WUJUDIYAH DAN PENGARUHNYAHINGGA KINI DI NUSANTARASyamsun Ni’amFakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagungniamstainjbr@gmail.comAbstrakArtikel ini ingin melacak aspek historisitas dan kontinuitas tasawuf yangtumbuh dan berkembang di Nusantara. Hamzah Fansuri adalah sufi pertamayang mengajarkan tasawuf berpaham wujudiyah (panteisme) di Nusantara.Tasawuf paham wujudiyah diperoleh Hamzah Fansuri dari Ibnu ‘Arabi,Abu Yazid al-Bisthami, al-Hallaj, al-Rumi, al-Attar, al-Jami, dan lainlain. Karya Hamzah Fansuri yang dianggap monumental yang hingga kinimemeliki pengaruh besar di Nusantara adalah Asrar al-‘Arifin, al-Muntahi,dan Syarab al-‘Asyiqin. Tidak sedikit kajian yang muncul tentang tasawufHamzah Fansuri ini baik dari pengkaji Barat maupun Timur. Pengaruhnyapun tidak hanya di wilayah Jawa, namun juga hingga ke Negeri Perak,Perlis, Kelantan, Terengganu, dan lain-lain. Adapun struktur artikel initerdiri dari pendahuluan, biografi singkat Hamzah Fansuri berikut karyakaryanya, ajaran tasawuf wujudiyahnya, pengaruhnya di Nusantara dandunia, dan Kontribusi Hamzah Fansuri terhadap perkembangan studi Islamdi Nusantara. Akhirnya ditemukan bahwa tasawuf wujudiyah HamzahFansuri telah memberikan pengaruh luas, tidak hanya dalam lanskap kajiantasawuf, namun juga pada kajian Islam pada umumnya. Pengaruh kuatdalam kajian tasawuf setelahnya adalah munculnya dua kelompok yangberbeda. Satu kelompok mengapresiasi dan mengembangkan ajarannya hinggakini, dan kelompok lainnya justru menentang dan menganggapnya sebagaiajaran tasawuf sesat (heterodoks).

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.[This article is trying to trace the aspect of tasawuf historicity and continuitythat has grown and developed in Nusantara. Hamzah Fansuri is the firstSufi who teaches tasawuf referred to wujudiyah (panteism) in Nusantara.Tasawuf wujudiyah was gained by Hamzah Fansuri from Ibn ‘Arabi, AbuYazid al-Bisthami, al-Hallaj, al-Rumi, al-Attar, al-Jami, and others. Themonumental Hamzah Fansuri works that have a big influence in Nusantaraare Asrar al-’Arifin, al-Muntahi, and Syarah al-’Asyiqin. There are somestudies that discuss about his tasawuf, either from Western or Easternscholars. His influence is not only in Java, but also in Perak, Perlis, Kelantan,Terengganu, and others. The structure of this article consists of an introduction,a brief biography of Hamzah Fansuri and his works, the teachings of histasawuf wujudiyah, the contribution of Hamzah Fansuri for Islamic studiesdevelopment in Nusantara, and his influence in Nusantara and the world.It is found that his tasawuf wujudiyah has given widespread influence, notonly in the tasawuf field, but also on Islamic studies in general. The stronginfluence in the study of tasawuf thereafter is the emergence of two distinctgroups. One group appreciates and develops his teachings up to now, and theother opposes and regards his tasawuf as the doctrine of heretical heresy].Kata Kunci: Hamzah Fansuri, Wujudiyah, NusantaraPendahuluanArtikel ini ditulis berdasarkan pertimbangan bahwa hingga saat inidikotomisasi tasawuf Sunni dan Falsafi menjadi perbincangan hangat dikalangan para pengamat maupun pengamal tasawuf yang hingga kinitidak pernah selesai.1 Hal ini terjadi mengingat dua diskursus tasawufTerdapat perbedaan/pertentangan di kalangan para pengkaji tasawuf terkaitdikotomisasi sufi Sunni-Falsafi. Abdurrahman Wahid menjelaskan dengan mengambilcontoh para Sunan atau Wali Songo di Jawa, yang di samping mengikuti tasawufSunni, mereka juga menyimpan dalam diri mereka tasawuf Falsafi dari para penganutreinkarnasi, misalnya Ibnu ‘Arabi. Hal ini menjadi jelas mengapa para Wali Songomenggunakan kata “wali” karena wali adalah seseorang yang dapat diterima, baik olehtasawuf Sunni maupun tasawuf Falsafi. Lihat Abdurrahman Wahid, “Antara TasawufSunni dan Tasawuf Falsafi (Pengantar)”, dalam M. Alwi Shihab, Islam Sufistik: “IslamPertama” dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia (Bandung: Mizan, 2001), h. xxii-xxiii.Demikian juga Said Agil Siradj tidak sependapat dengan adanya pembagian dan1262 ж Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.tersebut telah membawa implikasi tidak kecil dalam praktik keberagamaanumat di Nusantara. Di satu sisi, kelompok tasawuf Sunni mengklaimdirinya yang paling benar dalam pemahaman dan praktik sufistiknya,karena mereka mengklaim senantiasa berpedoman kepada jalur ‘aqidahshari’at-tashawwuf yang benar. Pada sisi lain, tasawuf Falsafi dianggapmenyimpang dan sesat (heterodoks) karena dalam praktik tasawufnyadianggap tidak berpedoman kepada jalur ‘aqidah-shari’at-tashawwuf. Modelbertasawuf seperti ini, misalnya, dapat mengambil bentuk itti ad, ulul,wi dat al-wujud, fana’ wa al-baqa’, manunggaling kawulo gusti, dan lain- lain.Model bertasawuf yang terakhir ini kemudian disebut sebagai modeltasawuf “wujudiyah (panteistic)”.Masing-masing model tasawuf yang dikembangkan oleh duakelompok tadi telah membawa implikasi yang tidak sederhana, sebab padaperkembangan selanjutnya telah terjadi pertikaian sengit antarkeduanya.Bahkan dalam sejarahnya telah membawa perpecahan dan konflik dikalangan tokoh tasawuf dan paham keberagamaan umat. Misalnya yangterjadi di Aceh. Pertikaian terjadi antara paham yang dikembangkanHamzah Fansuri, kemudian diteruskan oleh muridnya, Syamsuddin alSumaterani yang berpaham wujudiyah (panteistis) ditentang oleh Nuruddinal-Raniri yang membawa dan mengembangkan paham ortodoksi tasawufSunni. Antarkeduanya telah berkonflik secara tajam, hingga kepadapenyesatan dari masing-masing pihak. Demikian juga di Jawa, pernahterjadi konflik sengit antara dua paham tersebut, yang diwakili olehWali Songo dengan ortodoks Sunni-nya vis a vis Syekh Siti Jenar yangmengembangkan ajaran tasawuf panteistis (Manunggaling Kawulo Gusti).Pertikaian paham tasawuf di Jawa—antara Wali Songo dan Syekh SitiJenar—kemudian membawa implikasi kepada penjatuhan hukuman matipertentangan tersebut. Menurutnya, kalau memang ada pembagian seperti itu, makaseharusnya yang ada adalah tasawuf ‘Irfani-Falsafi dan Sunni-ghairu Sunni. Said AgilSiradj, Wawancara Konsultasi, Ciganjur: Senin, 29 Agustus 2005. Ada yang berpendapatbahwa orang pertama yang membuat diskursus dikotomisasi sufi Sunni-Falsafi adalahAbu al-Wafa al-Gunaimi al-Taftazani. Diskursus tersebut dapat dilihat pada karyanya,Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islami (Kairo: Dar al-Tsaqafah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1983).Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ж 263

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.kepada Syekh Siti Jenar oleh pengadilan Wali Songo karena ajaran Syekh SitiJenar dianggap sesat dan telah keluar dari pakem ‘aqidah-shari’at-tashawwuf.Hamzah Fansuri adalah tokoh tasawuf yang hidup di Aceh danmemiliki peran besar dalam penyebaran Islam di Aceh dan sekitarnya.Ajaran dan paham tasawufnya telah membawa implikasi luas terhadapperkembangan tasawuf wujudiyah di Nusantara seiring denganperkembangan tasawuf yang bercorak Sunni. Dari perspektif sejarah,Aceh merupakan wilayah strategis dalam penyebaran Islam di Nusantara.Aceh dengan peran strategisnya dalam penyebaran Islam di Nusantara,yang kemudian sangat berpengaruh terhadap penyebaran Islam didaerah lain, adalah bukti bahwa Aceh memang layak disebut sebagai“Serambi Makkah” atau halaman depan atau pintu gerbang ke TanahSuci Makkah.2 Di Aceh telah berkembang corak tasawuf tidak hanyaFalsafi, namun juga Sunni. Kedua corak tasawuf tersebut telah berhasilmenemukan momentumnya dan sangat berpengaruh terhadap dinamikatasawuf berikutnya, termasuk ke daerah-daerah lain di Nusantara. Olehkarena itu, pembahasan tentang tasawuf di Nusantara hampir pasti selaludimulai dari pembahasan tasawuf di Aceh. Di antara tokoh-tokoh ulamabesar (par excellence) Aceh yang sangat berpengaruh melalui karya-karyatasawufnya, adalah Syekh Hamzah al-Fansuri, Syamsuddin al-Sumaterani,dan Nuruddin al-Raniri.Hamzah al-Fansuri: Pelopor Wujudiyah di NusantaraMenurut catatan sejarah, Hamzah Fansuri dilahirkan di kotaBarus, sebuah kota yang oleh seorang Arab pada zaman itu dinamai“Fansur”. Nama ini yang kemudian menjadi laqab yang menempel padanama Hamzah, yaitu al-Fansuri.3 Kota Fansur terletak di pantai baratLihat M. Solihin, Sejarah dan Pemikiran Tasawuf di Indonesia (Bandung: PustakaSetia, 2001), h. 28.3Abd. Rahim Yunus, Posisi Tasawuf dalam Sistem Kekuasaan di Kesultanan Butonpada Abad ke-19 (Jakarta: INIS, 1995), h. 57.2264 ж Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.provinsi Sumatera Utara, di antara Sinkil dan Sibolga.4 Ada pendapatyang mengatakan bahwa Hamzah Fansuri berasal dari Bandar Ayudhi(Ayuthia), Ibukota Kerajaan Siam,5 tepatnya di suatu desa yang bernamaSyahru Nawi di Siam, Thailand sekarang.6 Terkait dengan pernyataantersebut, Hamzah Fansuri mengatakan:Hamzah nur asalnya FansuriMendapat wujud di tanah Syahru NawiBeroleh khilafat ilmu yang ‘aliDari pada Abdul Qadir Sayid Jailani.Ada yang mengatakan bahwa Syahru Nawi yang dimaksudkandalam syair Hamzah Fansuri di atas adalah nama lama dari tanah Aceh,sebagai peringatan bagi seorang Pangeran Siam bernama Syahir Nuwi,yang datang ke Aceh pada zaman dahulu. Dia membangun Acehsebelum datangnya agama Islam.7 Tidak diketahui dengan pasti tentangtahun kelahiran dan kematian Hamzah Fansuri, tetapi masa hidupnyadiperkirakan sebelum tahun 1630-an karena Syamsuddin al-Sumateraniyang menjadi pengikutnya dan komentator buku dalam Syarh RubbHamzah al-Fansuri, meninggal pada tahun 1630.8Walaupun begitu, terdapat berbagai dugaan di kalangan parapeneliti terkait dengan akhir masa hidupnya. Drewes menduga HamzahFansuri hidup hingga sebelum 1590 M., sementara Naquib al-Attasmenduga hingga 1607 M. (awal abad ke-17 M.). Hal ini didasarkan kepadabeberapa fakta sebagai berikut: pertama, munculnya kitab Tu fah pada awalabad ke-17 M. dan cepatnya ajaran martabat tujuh tidak berarti bahwapengaruh ajaran Hamzah Fansuri berkurang, apalagi mengindikasikanM. Solihin, Sejarah., h. 29.Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), h. 95.6Alwi Shihab, Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia(Bandung: Mizan, 2001), h. 125. Pendapat tersebut diperkuat dengan temuan penelitianMardinal Tarigan dalam Disertasinya. Lihat Mardinal Tarigan, “Nilai-Nilai Sufistikdalam Syair-syair Hamzah (Analisis Tematik Kitab Asrar al-‘Arifin”, Disertasi (Medan:Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2016), h. 18-19.7Lihat Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya diNusantara (Surabaya: al-Ikhlas, t.t.), h. 36.8Solihin, Sejarah., h. 29.45Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ж 265

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.ia telah meninggal dunia. Ajaran martabat tujuh sesungguhnya berasaldari tasawuf Ibn ‘Arabi dan tetap setia pada sumber aslinya. Kedua,Syamsuddin Pasai (yang kemudian disebut Syamsuddin al-Sumateraniyang merupakan murid Hamzah Fansuri) sendiri menulis syara (tafsir)atas syair-syair Hamzah Fansuri, dan ini menjadi bukti bahwa pesonaajaran Hamzah Fansuri masih sangat kuat di awal abad ke-17 M. Ketiga,pada zaman tersebarnya ajaran martabat tujuh di Sumatera dan Jawa,setidaknya terjadi di akhir abad ke-17 M. Sedangkan kitab al-Muntahi danSyarab al-‘Ashiqin diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa di Banten padasaat itu juga.9Akan tetapi Guillot10 berbeda dengan pendapat al-Attas di atasdengan menunjukkan bukti baru berupa inskripsi batu nisan di Mekahyang dipercayai sebagai batu nisan Hamzah Fansuri. Guillot berpendapatbahwa sufi Melayu ini meninggal dunia dan dikebumikan di Makkah pada11 April 1527 M. Inskripsi tersebut sebagaimana berikut: بسم اهلل الرحمن الرحيم هو احلي اال ان أولياء اهلل ال خوف عليهم وال هم ) هذا قبر الفقير الى اهلل بعالى سيدنا الشيخ العابد :10,62 يحزنون ( قران الناسك الزاهد الشيخ املرابط معدن احلقيقة الشيخ حمزة ابن عبداهلل لفنصورى تغمد اهلل برحمته واسكنه فسيح جنته أمني انتقل بالوفاء الى رحمة اهلل تعالى فجر يوم اخلميس املبارك التسع من شهر اهلل رجب الفرد احلرام عام ثالثة وثالثني وتسعمأة من الهجرة النبوية على صاحبها أفضل . الصلوة وأزكى التحية وايد Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialahyang hidup. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiranterhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (al-Qur’an, 10: 62). Inikubur orang yang bergantung kepada Allah ta’ala. Sayyidina al-Syeikh al-Salih yangmengabdi kepada Allah, orang zahid, al-Syeikh al-murabit (orang yang berjuang diperbatasan atau yang bertekad, orang yang mengikat diri). Tambang hakikat Ilahi,al-Syeikh Hamzah bin Abdullah al-Fansuri. Semoga Allah menganugerahinyakasih sayang-Nya dan menempatkan dalam surga-Nya yang luas. Amin. DiaMiftah Arifin, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual dan Pemikiran Tasawuf(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 31; Drewes and Brakel, The Poems of HamzahFansuri (Dordrecht-Holland: Foris Publication, 1986), h. 226-227.10Lihat Claude dan Ludvik Kalus Guillot, Batu Nisan Hamzah Fansuri (Jakarta:Depbudpar, 2007), h. 3-24; Arifin, Sufi Nusantara., h. 31-32.9266 ж Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.dipulangkan oleh kesetiaan kepada rahmat Allah Ta’ala pada pagi hari Kamisyang diberkati, tanggal 9 bulan Allah Rajab yang istimewa lagi Suci, tahun 933Hijrah Nabi (yakni 11 April 1527). Kepada sahabatnya berkah yang terbaikdan selamat yang terluhur, semoga hadir.11Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Barus setelah berkembangmenjadi Bandar kosmopolitan dari pertengahan abad ke-10 hinggaabad ke-15, juga menjadi pusat pendidikan agama Islam di Nusantara.Kebanyakan inskripsi pada batu nisannya berbahasa Arab dan sebagiankecil berbahasa Persi. Dari sini dapat dipahami bahwa Hamzah Fansuriyang lahir di Barus pada pertengahan abad ke-15 dapat menguasai bahasaArab dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Pada abad-abad itu Islam telahberkembang sebagai kekuatan yang besar dan menjadikan Indonesiasebagai kawasan paling dinamis yang diabadikan oleh Anthony Reiddalam bukunya, Southeast Asia in the Age of Commerce, sebagaimana dikutipZamakhsyari Dhofier, dan Barus terkenal sebagai eksportir minyakwangi barus (bukan kapur barus) yang sangat disukai oleh pangeran danbangsawan Arab, Persi, dan Cina. Bangsawan Cina menyukai minyakwangi barus itu sejak abad ke-6.12Sementara itu Winsted menduga Hamzah Fansuri hidup hinggatahun 1630 M., dan Kremer menduga hingga tahun 1637 M. Dugaanpaling akhir ini kemudian disetujui oleh Doorenbos, Harun Hadiwijono,dan Ali Hasjmy. Munculnya berbagai dugaan dari beberapa peneliti di atasdidasarkan kepada adanya sumber-sumber tua abad XVII, baik dari Timurmaupun Barat, yang tidak memberikan catatan yang jelas tentang kapandan di mana Hamzah Fansuri dilahirkan, hidup, wafat, dan dimakamkan.Kitab Bustan al-Salathin karya Nuruddin al-Raniri dan kitab Hikayat Aceh,dua kitab yang ditulis di Aceh pada paruh pertama abad XVII M., dandipercayai paling lengkap merekam sejarah Kerajaan Aceh abad XVI danLihat Claude Guillot & Ludvik Kalus, “Batu Nisan Hamzah Fansuri”, dalamJurnal Terjemahan Alam & Alam Tamadun Melayu 1, 2009, h. 28.12Lihat Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai danVisinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Cet. IX (Jakarta: LP3ES, 2011), h. 30-31.11Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ж 267

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.XVII M., tidak menyebut sama sekali nama Hamzah Fansuri. Informasidari para pelaut Barat yang datang ke Aceh sekitar tahun 1600 M jugatidak menyebut nama Hamzah Fansuri, hanya menyebut figur Syeikh yangdihormati. Frederich de Houtman (1599 M.) menyebut adanya seorang“Syeikh penasihat agung raja”, John Davis (1599 M.) menyebut seorang“uskup/imam agung” dan seorang “nabi”, dan Sir James Lancaster (1602M.) menyebutkan adanya seorang “uskup/imam agung yang dihormatioleh raja dan segenap rakyat”. Tidak dapat dipastikan oleh para sarjana,apakah figur yang disebutkan para pelaut Barat tersebut mengacu kepadaHamzah Fansuri, atau Syamsuddin al-Sumaterani, atau kepada tokoh lain.13Akan tetapi bukti tersebut dibantah oleh Vladimir Braginsky, seorangsarjana Rusia, yang mempertahankan argumentasinya, bahwa HamzahFansuri diperkirakan hidup antara tahun 1550-1630 M.14Walaupun demikian, dapat diceritakan bahwa Hamzah Fansuridiperkirakan telah menjadi piatu semenjak masih kecil dan berasal darimasyarakat biasa sehingga ia memiliki tekad kuat untuk mengembaramencari bekal ilmu dan harta. Hal ini dapat dilihat pada salah satu syair(doanya):Ya Ilahi ya Wujudi bi al-DawamUkhrujkan Hamzah dari pada pangkat awamPeliharalah ia dari pada kerja yang haramSupaya dapat ke dar al-Salam.15Hamzah Fansuri dalam hidupnya telah banyak melakukanpengembaraan dari satu tempat ke tempat lainnya, khususnya ke tempattempat kajian keilmuan dan pengajaran keislaman. Beberapa tempat yangpernah disinggahi adalah Banten, Johor, Siam, India, Persia, Makkah,Madinah, Yerussalem (al-Quds), dan Baghdad. Di Baghdad HamzahFansuri memasuki Tarekat Qadiriyah. Setelah melakukan pengembaraan,konon Hamzah Fansuri kembali ke Aceh. Mula-mula ia mengajar diLihat Heri MS Faridy dkk., Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008),h. 441-442.14Miftah Arifin, Sufi Nusantara , h. 33.15Ibid., h. 33; Drewes and Brakel, The Poems , h. 80.13268 ж Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.Barus, kemudian mengajar di Banda Aceh.16 Pada akhirnya ada sebuahdesa yang terletak antara Sinkel dan Rundeng, terdapat sebuah kuburanyang dipercayai oleh masyarakat banyak sebagai kuburan Syeikh HamzahFansuri.17Pengembaraan tersebut dapat diilustrasikan melalui salah satusyairnya sebagai berikut:Hamzah nur asalnya FansuriMendapat wujud di tanah Syahru NawiBeroleh khilafat ilmu yang ‘aliDari Abdul Qadir Jailani.18Hamzah Fansuri—sebagaimana ditunjukkan pada syairnya diatas—menunjukkan bahwa dalam pengembaraan intelektualnya, iamengikuti tasawuf yang dirintis oleh Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani dengantarekat Qadiriyah. Dalam bidang fikih, Hamzah Fansuri mengikutiMazhab Syafi’i. Walaupun demikian, Hamzah Fansuri dianggap sebagaipemikir dan pengembang paham wi dat al-wujud, ulul, dan itti ad. Olehkarena itu, ia seringkali dikecam sebagai orang zindiq, sesat, bahkan kafir.Ada juga yang menyangkanya sebagai pengikut ajaran Syiah. HamzahFansuri juga pernah melakukan perjalanan ke Pahang, Kedah, dan Jawauntuk menyebarkan ajaran-ajarannya.19Terkait dengan pengembaraannya, Hamzah Fansuri menyebutkanpada syair lainnya:Hamzah Fansur di dalam MakkahMencari Tuhan di Baitul KakbahDi Barus ke Kudus terlalu payahAkhirnya dapat di dalam rumah.20Peter Riddell, Islam and the Malay-Indonesia World: Transmission and Responses(London: Hurst & Company, 2001), h. 105.17Heri MS Faridy, Ensiklopedi , 442-443.18Miftah Arifin, Sufi Nusantara , h. 33; Drewes and Brakel, The Poems , h.92; Mardinal Tarigan, “Nilai-Nilai , h. 23.19M. Solihin, Sejarah., h. 30; Hawash Abdullah, Perkembangan , h. 36-37.20M. Solihin, Sejarah., h. 108; Hawash Abdullah, Perkembangan , h. 39; MiftahArifin, Sufi Nusantara , h. 34.16Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ж 269

Syamsun Ni’am: Hamzah Fansuri.Syair Hamzah Fansuri di atas menjadi bukti bahwa ia telahmelakukan pengembaraan yang cukup jauh dalam mencari bekal ilmu,baik secara teoretis maupun ilmu laku (tarekat). Dalam pengembaraannyatersebut, Hamzah Fansuri secara jelas tidak menyebut dalam syairnyayang menunjukkan tentang hubungannya dengan sufi-sufi India, namunia lebih berhubungan dengan karya-karya sufi Persia, seperti Abu Yazidal-Bisthami, al-Hallaj, Fariduddin Attar, al-Junaid al-Baghdadi, Ahmadal-Ghazali, Ibn ‘Arabi, Jalaluddin Rumi, Mahmud Shabistari, dan al-‘Iraqi.21Hal ini menunjukkan bahwa Hamzah Fansuri lebih banyak bersentuhandengan karya-karya sufi di luar Nusantara, khususnya menyangkut sufiyang berpaham tasawuf heterodoks (falsafi). Inilah yang kemudiansangat berpengaruh pada diri Hamzah Fansuri unt

Hamzah Fansuri is the first Sufi who teaches tasawuf referred to wujudiyah (panteism) in Nusantara. Tasawuf wujudiyah was gained by Hamzah Fansuri from Ibn ‘Arabi, Abu Yazid al-Bisthami, al-Hallaj, al-Rumi, al-At

Related Documents:

1 Bab 1: Jenis Hamzah Hamzah yang terdapat di dalam al-Quran terbahagi kepada dua bahagian iaitu Hamzah Wasal dan Hamzah Qat'ie. 1. Hamzah Qat'ie: Hamzah Qat'ie ( ﻊﻄﻘﻟا هﺰﻤھ ). Hamzah ini tetap disebut pada permulaan bacaan, pada ketika bacaan sambung dan pada tulisan. Hamzah ini dinamakan dengan Hamzah Qat'ie ialah kerana ia

A. Makna Tasawuf, Ruang Lingkup, dan Tujuannya---57 B. Manfaat Ilmu Tasawuf dalam Kehidupan---62 C. Dasar-dasar Ilmu Tasawuf dalam Al-Qur’an---66 D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf---78 E. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Filsafat, Fikih, dan Psikologi Agama---84 F. Kaitan antara Tasawuf dan Tarekat---89

Syeikh Hamzah al-Fansuri Sasterawan sufi agung SYEIKH Hamzah al-Fansuri telah banyak dibicarakan orang, namun tidak dapat dinafikan perkara-perkara baru sentiasa ditemui oleh para peneliti. Pada mukadimah ini saya nyatakan bahawa tanpa diketahui siapakah yang pertama mengkhayal rup

Ma’rifatullah Menurut Shaykh Hamzah Fansuri Hamzah Fansuri on Knowing Allah Yusri MohaMad raMli, Mohd sYukri Yeoh abdullah & rohaiMi rastaM ABSTRAK Awal agama adalah mengenal Allah. Mengenal Allah menjadi paksi dalam pendidikan akidah umat Islam sehingga ia sering dipesan oleh par

BAB 2 : JENIS-JENIS HAMZAH Hamzah yang terdapat di dalam al-Quran terbahagi kepada dua bahagian iaitu Hamzah Wasal dan Hamzah Qat'ie. Hamzah Qat'ie( ةﺰﻤھ ﻊ ﻄﻘﻟا ). Hamzah ini tetap disebut pada permulaan bacaan, pada ketika bacaan sambung dan pada tulisan.

Hamzah Qatha’ ada di setiap suku kata bahasa Arab. Semua hamzah yang berada di awal kata bahasa Arab adalah hamzah qatha’ kecuali asma’ asrah7 (10 kata) dan hamzah yang muncul atau ditambahkan diawal kata sebab mengikuti wazan sharaf. Hamzah qatha’ menurut jenis kata, antara lain : 1.

Risalah Tasawuf Syeikh Hamzah Fansuri yang berbentuk kitab ilmiah antara lain: a. Asrar al-„Arifīn (Rahasia Ahli Ma‟rifah), merupakan karya prosa yang cukup menarik, karena disini diberikan sebuah contoh bagaimana Hamzah Fansuri sendiri memakai syair sebagai media da‟wah.

SUBJECT: ARALING PANLIPUNAN 5 YEAR/LEVEL: GRADE 5 DATE TOPIC MINIMUM LEARNING COMPETENCIES ACTIVITY/MATERIALS KEY TERMS EVALUATION OUTPUT HUNYO 18, 2018 ARALIN 1: ANG KINALALAGYAN NG PILIPINAS SA MUNDO p. 2-3 1. Nailalarawan ang lokasyon ng Pilipinas sa mapa 1.1 Natutukoy ang kinalalagyan ng Pilipinas sa mundo gamit ang mapa batay sa “absolute location” nito (longitude at latitude) (AP5PLP .