Evaluasi Praktek Budidaya Sistem Keramba Jaring Apung .

3y ago
23 Views
2 Downloads
458.10 KB
12 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Eli Jorgenson
Transcription

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013Evaluasi Praktek Budidaya Sistem Keramba Jaring Apung BertingkatBerdasarkan Taksa Dominan dan Oportunistik MakrobenthosSapto P. Putro1,*, Riche Hariyati1, Suhartana2 dan Agung Sudaryono31,Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, SemarangJurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang3Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang2AbstractSapto P. Putro, Agung Sudaryono, Riche Hariyati dan Suhartana. 2013. Cultivation PracticesEvaluation System Multi-storey Floating Net Cages Based on Dominant Taxa and OpportunisticMakrobenthos. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Environmental degradation resulting in decreasedquantity of farmed fish production is a problem that often arises in A rapid industrial fisheries to meetthe needs for food, especially seafood. Mass death in the cultivation period is often the case, especially in fishimpoundment and floating net cage farm system. Based on this, the effective and efficient assessmentof environmental quality are needed to increase production capacity and sustainability of its business.The purpose of this study was to assess the quality of environment at farming area as an evaluation of the practiceof floating net cage farm system based on the dominant and opportunistic taxa of the macrobenthic structure.The research was carried out at location of floating net cage farms at Lake Rawa Pening, Semarangregency. Abiotic and biotic sampling performed every three months over the study period, each consisting offour stations with three replications. Sampling was also done in the same amount of area within 1 km of thearea of farming as a reference. Determination of causal factors, the level of disturbance, and species/taxa asindicators were done by analyzing the data and their abundance and environmental parameters usingmultivariate analysis approach on the structure and composition of the macrobethos. The results indicate anenvironmental disturbance based on a change in the structure of the makrobenthos. Dominant andopportunistic taxa were able effectively to describe the level of disturbance caused by farming practice usingmultivariate approach. The results of this research implies that moving the ordinate of floating net cages isneeded at least once a year to allow the environmental sediments are recovered from the disturbance,especially caused by organic enrichment.Keywords: Dominant taxa; Environmental disturbance; Graphical method; Macrobenthos; Multivariateapproach; Sustainable aquacultureAbstrakPenurunan kualitas lingkungan yang berakibat menurunnya kuantitas produksi ikan hasil budidayamerupakan masalah yang sering muncul di tengah pesatnya industri perikanan untuk memenuhi kebutuhanpangan, khususnya seafood. Kematian secara masal pada periode waktu pembudidayaan sering terjadi,khusunya budidaya dengan sistem tambak dan keramba jarring apung. Berdasarkan hal tersebut, upayapenentuan kualitas lingkungan budidaya yang efektif dan efisien diperlukan guna meningkatkan kapasitasproduksi dan keberlanjutan usahanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kualitas lingkunganbudidaya sebagai evaluasi terhadap praktek budidaya sistem keramba jaring apung bertingkat (KJAB)berdasarkan taksa dominan dan oportunistik dari struktur makrobenthos.Penelitian ini dilaksanakan di lokasi budidaya ikan sistem KJAB di perairan Rawa Pening, KabupatenSemarang. Pengambilan sampel abiotik dan biotik dilakukan setiap tiga bulan selama setahun, masingmasing terdiri dari empat stasiun dengan tiga ulangan. Pengambilan sampel dengan jumlah sama jugadilakukan di area berjarak 1 km dari area budidaya sebagai referensi. Penentuan faktor penyebab, tingkatgangguan, dan species/taksa indikator dilakukan dengan menganalisis data parameter lingkungan dankelimpahan makrobenthos menggunakan pendekatan multivariat analisis terhadap struktur dan komposisimakrobenthos. Hasil penelitian mengindikasikan adanya perubahan lingkungan didasarkan adanya perubahanstruktur makrobenthos. Taksa dominan dan oportunistik mampu mengambarkan tingkat gangguan denganefektif terhadap praktek budidaya menggunakan pendekatan multivariat. Implikasi hasil penelitian ini adalahperlunya melakukan pergeseran ordinat lokasi KJAB minimal setahun sekali untuk mengkondisikan lingkungankhususnya sedimen pulih kembali (recovery), khususnya dari pengkayaan organic (organic enrichment).Kata kunci: Taksa dominan; Gangguan lingkungan; Metode grafis; Makrobenthos; Pendekatan multivariate;Akuakultur berkelanjutan49

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013PendahuluanIndonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, dengan luas 5,8 jutakilometer persegi (km) atau 2/3 luas wilayah Republi Indonesia (RI) dan panjang pantai sekira95.181 km. Salah satu sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia yang dapatdikembangkan untuk kemajuan dan kesejahteraan adalah perikanan budidaya. Namun demikian,PDB (produk domestik bruto) perikanan RI baru 3,46% (Sudarsono, 2012). Lebih lanjut,berdasarkan data statistik perikanan budidaya tahun 2012, hanya sekitar 30% dari total produksiadalah komoditas ikan dan udang, sedangkan 70% lainnya adalah produksi rumput laut (DirektoratJenderal Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2013). Sedangkan produksiperikanan budidaya di Jawa Tengah sepanjang kuartal I/2013 meningkat 0,8% dibandingsebelumnya, yaitu 50.369 ton ikan melalui lima jenis budidaya perikanan, antara lain budidayatambak, kolam, karamba, karamba jaring apung dan budidaya sawah (Nastiti, 2013). Pada 2010,berdasarkan jumlah total produksinya, Indonesia menjadi negara keempat dalam hal produksibudidaya ikan non rumput laut dengan capaian produksi 2,3 juta ton, di bawah Vietnam (2,6 jutaton) di posisi ketiga, India (4,4 juta ton) di posisi kedua dan China (36,7 juta ton) di tempat pertama(Ispranoto, 2013). Berdasarkan data statistik dan luas wilayah periaran RI tersebut, maka peluanguntuk meningkatkan kapasitas produksi perikanan budidaya perlu untuk terus ditingkatkan hinggaditargetkan dapat masuk 3 besar dunia.Praktek perikanan budidaya tidak lepas dari berbagai kendala dan permasalahan yang harusdihadapi, antara lain upaya meningkatkan kapasitas produksi, mempertahankan kualitas produkprikanan, dan isu-isu lingkungan yang dapat mengancam keberlanjutan aktivitas budidaya itusendiri. Usaha budidaya ikan dengan intensif merupakan salah satu cara untuk meningkatkanproduksi ikan, baik dilakukan secara monokultur ataupun polikultur. Seiring dengan semakinsempitnya area budidaya perairan darat atau sistem tambak dan potensi munculnya berbagaipermasalahan lingkungan, serta ancaman terhadap banjir, maka aplikasi Keramba Jaring ApungBertingkat (KJAB) menjadi salah satu solusi yang tepat menuju praktek budidaya produktif danberkelanjutan. Dalam beberapa tahun terakhir, budidaya ikan sistem keramba jaring apung (KJA)berkembang pesat. Budidaya sistem KJA tersebut menjadi salah satu solusi terhadap permasalahanyang sering muncul pada budidaya sistem tambak, yaitu adanya banjir karena tingginya intensitashujan pada musim tertentu sehingga dapat mengilangkan/menyapu biota budidaya. Salah satuupaya untuk meningkatkan kapasitas produksi tanpa menambah luasan horsiontal area budidayasistem KJA adalah modifikasi KJA menjadi keramba jaring apung bertingkat (Putro dan Suhartana,2008; Wijayanti et al., 2009).Problem terbesar pada sektor akuakultur di Indonesia adalah banyaknya praktek budidayayang tidak ramah lingkungan, berorientasi hanya pada kapasitas produksi tanpa memperhatikancarrying capacity lingkungan, dan kurangnya diversifikasi produk. Hal ini karena budidayaperikanan senantiasa menggunakan area yang terbatas dengan tingkat populasi yang tinggi danadanya penambahan pakan bualat/pelet yang dapat berakibat pada meningkatkan pengkayaanorganik perairan setempat. Jika aktivitas tersebut tidak diimbangi dengan penerapan manajemenlingkungan yang baik, maka material organik yang ditimbulkan dari aktivitas budidaya perikananbaik sistem keramba maupun tambak dapat menimbulkan ketidakseimbangan ekologis di kawasantersebut, sehingga dapat mengancam keberlanjutan usahanya. Oleh karena itu, upaya peningkatankualitas lingkungan perairan sangat perlu dilakukan dengan menerapkan manajemen lingkunganyang komprehensif melalui pengembangan metode biomonitoring dan ekologi terapan gunameningkatkan kapasitas produksi dan sustainability operasionalnya.Peranan hewan makrobenthos di habitat sedimenHewan makrobenthos merupakan hewan invertebrata yang berukuran relatif kecil dantertahan pada saringan berukuran 500 m dan tinggal di habitat dasar perairan dengan caramenggali atau membuat lubang di substrat sedimen, baik memiliki rumah tabung (tubicolous)maupun tidak memiliki tabung (Mackie dan Oliver, 1996). Hewan tersebut mempunyai perananpenting dalam pembentukan habitat sedimen. Organisme ini dapat menstimulasi dan meningkatkan50

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013proses mineralisasi materi organik (Putro et al., 2006; Heilskov dan Holmer, 2001), danmeningkatkan pertukaran partikel dalam lapisan batas antara air dan sedimen (Graf dan Rosenberg,1997). Mereka berperan penting dalam rantai makanan melalui transfer karbon organik kembali keekosistem pelagis (Snelgrove, 1999; Snelgrove dan Butman, 1994). Melalui mekanisme, sepertipeningkatan siklus N melalui nitrifikasi dan denitrifikasi, peningkatan laju oksidasi sedimen,organisme benthik sangat responsif terhadap eutropikasi dan hipoxia (De Roach et al., 2002;Hansen dan Kristensen, 1998), dan karena itu dapat digunakan sebagai bioindikator pengkayaanorganik (Grall dan Chauvaud, 2002).Hewan makrobenthos mempunyai peranan penting dalam pembentukan habitat sedimen.Organisme ini dapat menstimulasi dan meningkatkan proses mineralisasi materi organik (Heilskovdan Holmer, 2001), dan meningkatkan pertukaran partikel dalam lapisan batas antara air dansedimen (Graf dan Rosenberg, 1997). Mereka berperan penting dalam rantai makanan melaluitransfer karbon organik kembali ke ekosistem pelagis (Snelgrove, 1999). Melalui mekanisme,seperti peningkatan siklus N melalui nitrifikasi dan denitrifikasi, peningkatan laju oksidasisedimen, organisme benthik sangat responsif terhadap eutropikasi dan hipoxia ((De Roach et al.,2002; Hansen dan Kristensen, 1998), dan karena itu dapat digunakan sebagai bioindikatorpengkayaan organik (Grall dan Chauvaud, 2002).Respon makrobenthos terhadap ganguan lingkunganPerubahan pola kepadatan dan biomasa hewan makrobenthos dapat digunakan sebagaiindikator adanya perubahan atau gangguan komunitas di suatu ekosistem. Tingkat gangguan dapatdicirikan dengan adanya perubahan komposisi atau proporsi jenis hewan makrobenthos dandistribusi relatif kepadatan dan biomasa suatu species sejalan dengan meningkatnya tahapan darisuatu gangguan. Faktor lingkungan, seperti konsentrasi oksigen dalam sedimen, dapatmempengaruhi distribusi, kelimpahan, dan kekayaan taksa/jenis makrobenthik infauna, khusunyadalam sistem estuarin (Flemer et al., 1999). Keister et al. (2000) menyatakan bahwa kelimpahanjenis larva ikan ditemukan rendah dalam lingkungan berkandungan oksigen rendah ( 2 mg/L O2 ),dibandingkan dengan lingkungan berkandungan oksigen tinggi ( 2 mg/L O2), dan jumlahkepadatan total Copepoda menurun hingga kurang dari 50% pada perairan kandungan oksigenrendah. Hasil investigasi Levin et al. (2003) terhadap struktur makrobenthos sepanjang gradienpengurangan oksigen menyimpulkan bahwa distribusi vertikal dari fauna dalam sedimen terbatashanya sampai beberapa sentimeter di bawah permukaan sedimen.Beberapa studi mengenai dampak aktivitas budidaya ikan terhadap kualitas perairan dansedimen telah dilakukan (Ye et al., 1991; Dougall and Black, 1999; Pawar et al., 2001, Pearson danBlack, 2001; Pawar et al., 2002; Schendel et al., 2004; Porello et al., 2005; Putro et al., 2006; Putroet al., 2006), antara lain adanya pengkayaan organik, eutropikasi, sedimen anoxic (tanpa oksigen),penurunan potensial redoks, peningkatan konsumsi oksigen dalam sedimen, peningkatan karbonorganik total, sulfit, komponen nitrogen, dan fosfat. Namun hasil-hasil dari studi tersebut umumnyabervariasi, mengindikasikan bahwa variabel abiotik lingkungan saja tidak cukup untuk menentukankualitas lingkungan secara lebih komprehensif.Materi dan MetodePenentuan lokasi peneilitian dan titik/stasiun pengambilan sampelPenelitian ini dilakukan pada kawasan budidaya Keramba Jaring Apung Bertingkat (KJAB)di area perairan Danau Rawapening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Survey awal telahdilakukan bertujuan untuk menentukan lokasi pengambilan sampel yang ideal, berdasarkanintensitas aktivitas budidaya dan hidrografi dan karakterisitk sedimen. Berdasarkan survey tersebuttelah ditentukan 2 lokasi utama, yaitu Lokasi I berada di perairan Rawapening sebagai tempatbudidaya keramba ikan, dan Lokasi II berada di kawasan Sayung Demak sebagai tempat budidayaika bandengn dan udang. Lokasi penelitian terdiri dari 3 stasiun pengambilan sampel, antara lain:1. Stasiun I : Keramba apung Rukun Santosa2. Stasiun II : Keramba Ngudi Makmur51

Konferensi Akuakultur Indonesia 20133. Stasiun III : Area kontrol/ refferensi (Rawa lepas)Masing-masing Stasiun dilakukan pengambilan sampel sedimen dengan 3 kali ulangan (Gambar 2).Setiap Stasiun ditentukan 2 titik pengambilan sampel searah dengan arah arus air, yaitu bagian huludan hilir. Pengambilan sampel sedimen dilakukan menggunakan Eckman Grab, kemudiandimasukkan ke daalam bejana plastik dengan penambahan larutan formalin 4%. Waktupengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali. Penentuan kualitas periaran dilakukan secara insitu (Gambar 1), sedangan penentuan kulitas sedimen dilakukan secara ex situ berdasarkanbeberapa parameter fisika-kimia sedimen, yaitu komposisi fisika/partikel sedimen dan kandunganmateri organik. Parameter lingkungan hanya digunakan sebagai data pendukung dan tidak dibahasdalam artikel ini.Analisis hewan makrobenthos dan analisis dataSampel sedimen yang diambil dari Eckman Grab dimasukkan ke dalam larutan formalin 4%dan disimpan dalam bejana plastik. Sampel disaring menggunakan saringan benthos (ukuran matajaring 1 mm). Organisme yang tertahan kemudian dimasukkan ke dalam larutan etanol 70% untukanalisis selanjutnya, yang meliputi penyortiran, penghitungan, identifikasi, penghitungan jumlahjenis, kepadatan, dan penggolongan taxa. Penentuan taksa dominan didasarkan pada tingginyaproporsi taksa tertentu terhadap taksa yang lain pada masing-masing lokasi. Uji ANOVA dua-arahdigunakan untuk menguji perbedaan kelimpahan makrobenthos antara lokasi dan waktu sampling.Jika hasil analisis ANOVA dua-arah menunjukkan adanya perbedaan kelimpahan makrobenthosyang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Post Hoc (HSD Tukey). Analisis multivariatdilakukan terhadap data kelimpahan makrobenthos menggunakan Non-metric Multi DimensionalScaling (NMDS) berdasarkan matriks Bray-Curtis. Transformasi data Log (X 1) dilakukanterhadap data kelimpahan makrobenthos sebelum analisis NMDS dilakukan. Untuk mengetahuiperanan taksa dominan dalam tingkat gangguan, maka dilakukan bubble plot untuk memunculkansecara khusus masing-masing taksa dominan (superimpose) dalam ordinasi (Clarke dan Warwick,2001).Gambar 1. Proses pengambilan data: (A). Pengukuran parameter lingkungan budidaya; (B) Pengambilansampel sedimen menggunakan Eckman Grab.52

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013Gambar 2. Keramba Jaring Apung Bertingkat (KJAB): (A). Desain KJAB dilengkapi saung; (B) Metodepengambilan sampel sedimen di bawah lokasi KJAB.Hasil dan PembahasanStruktur makrobenthos: spasial dan temporalHasil dari pengamatan sampling pertama baik itu di lokasi budidaya maupun di lokasikontrol dapat ditemukan 25 spesies makrobenthos yang berasal dari lima kelas yaitu Gastropoda,Insecta, Polychaeta, Oligochaeta, dan Crustacea, seperti disajikan pada Tabel 1.Pada Lokasi I yaitu lokasi budidaya keramba rukun santosa yang telah beroperasi selamasetahun hanya ditemukan 8 spesies makrobenthos yaitu Littorina saxatilis dari kelas Gastropoda;Chaoborus sp. dan Chironomus sp. dari kelas Insecta; Lumbrineris sp., Baccardia sp., Capitellasp., Eunice sp. dari kelas Polychaeta; dan Tubifex sp dari kelas Oligochaeta.53

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013Tabel 1. Struktur makrobenthos pada sampling I di lokasi KJAB dan referensi.Keterangan: Lokasi I: KA01RS1B lokasi arah hilir KJAB Rukun Santosa; KA02RS1B lokasi arah muaraKJAB Rukun Santosa; Lokasi II: KA01NM1B lokasi arah hilir KJAB Ngudi Makmur;KA012M1B lokasi arah muara KJAB Ngudi Makmur; Lokasi III: RO1NK1B lokasireferensi arah hilir; RO2NK1B lokasi referensi arah muara.Berbeda dengan Lokasi II yaitu lokasi keramba Ngudi Makmur yang baru beroperasi,ditemukan jumlah spesies yang lebih beragam dari jumlah spesies lokasi Rukun santosa yaitu 17spesies makrobenthos, antara lain Melanoides tuberculata, Brotia costula, Melanoides torulosa,Melanoides sp., Melanoides maculata, Turritella bicingulata, Turritella sp., Littorina saxatilis darikelas Gastropoda; Chaoborus sp., Chironomus sp. dari kelas Insecta; Baccardia sp., Capitella sp.,Notomastus sp, Nematoneris sp., Branchiomma sp., Aphelochaeta sp. dari kelas Polychaeta; danTubifex sp. dari kelas Oligochaeta. Jika dibandingkan antara kedua lokasi budidaya dengan lokasikontrol, jumlah spesies yang paling banyak terdapat pada lokasi III yaitu lokasi kontrol. Hal inikemungkinan dikarenakan lokasi kontrol merupakan lokasi yang belum terganggu oleh aktivitasmanusia, khususnya aktivitas budidaya keramba ikan. Spesies yang ditemukan berjumlah 19spesies makrobenthos antara lain, Melanoides tuberculata, Melanoides granifera, Melanoidesdenisoniensis, Brotia costulata, Brotia costula, Melanoides torulosa, Melanoides sp., Melanoidesmaculata, Melanoides costellaris, Littorina saxatilis, Anentome sp. dari kelas Gastropoda;Chaoborus sp., Chironomus sp. dari kelas Insecta; Lumbrineris sp., Capitella sp., Notomastus sp.,Aphelochaeta sp. dari kelas Polychaeta; Tubifex sp. dari kelas Oligochaeta; dan Paratya sp. darikelas Crustacea.Pada hasil pengamatan sampling kedua baik itu di lokasi budidaya maupun di lokasi kontroldapat ditemukan 25 spesies makrobenthos yang berasal dari lima kelas yaitu Gastropoda, Bivalvia,Insecta, Polychaeta, dan Oligochaeta, seperti disajikan pada Tabel 2.54

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013Tabel 2. Struktur makrobenthos pada sampling II di lokasi KJAB dan referensi.Keterangan: Lokasi I: KA01RS1B lokasi arah hilir KJAB Rukun Santosa; KA02RS1B lokasi arah muaraKJAB Rukun Santosa; Lokasi II: KA01NM1B lokasi arah hilir KJAB Ngudi Makmur;KA012M1B lokasi arah muara KJAB Ngudi Makmur; Lokasi III: RO1NK1B lokasireferensi arah hilir; RO2NK1B lokasi referensi arah muara.Pada lokasi I hanya ditemukan 5 spesies makrobenthos, antara lain Chaoborus sp.,Chironomus sp. dari kelas Insecta; Baccardia sp., Capitella sp., Aphelochaeta sp. dari kelasPolychaeta. Sedangkan pada lokasi II ditemukan 15 spesies makrobenthos yaitu Melanoidestuberculata, Brotia costula, Melanoides torulosa, Melanoides maculata, Littorina saxatilis,Anentome sp. dari kelas Gastropoda; dari kelas Insecta ditemukan spesies Chaoborus sp., danChironomus sp; sedangkan dari kelas Polychaeta yang ditemukan terdiri dari Lumbrineris sp.,Capitella sp., Notomastus sp, Oenone sp., Branchiomma sp., dan Aphelochaeta sp; serta Tubifex sp.dari kelas Oligochaeta.Jumlah spesies yang paling banyak ditemukan pada lokasi III yaitu 21 spesies makrobenthosyang terdiri dari, Melanoides tuberculata, Brothia wykoffi, Melanoides granifera, Thiarabalonnensis, Melanoides denisoniensis, Brotia costulata, Brotia costula, Melanoides torulosa,Melanoides sp., Melanoides maculata, Melanoides costellaris, Littorina saxatilis, Aeneatorfontainei, Anentome sp. dari kelas Gastropoda; Spisula subtruncata dari kelas Bivalvia; Chaoborussp., dan Chironomus sp dari kelas Insecta; Lumbrineris

tambak, kolam, karamba, karamba jaring apung dan budidaya sawah (Nastiti, 2013). Pada 2010, berdasarkan jumlah total produksinya, Indonesia menjadi negara keempat dalam hal produksi budidaya ikan non rumput laut dengan capaian produksi 2,3 juta ton, di bawah Vietnam (2,6 juta

Related Documents:

sistem organ, kelainan dan penyakit. Sistem – sistem pada manusia dan hewan 1. Sistem pencernaan 2. Sistem ekskresi 3. Sistem pernapasan 4. Sistem peredaran darah 5. Sistem saraf dan indera 6. Sistem gerak 7. Sistem imun 8. Sistem reproduksi 9. Keterkaitan antar sistem organ dan homeostasis 10. Kelain

ember, menyimpulkan dan merekomendasikan sistem budidaya ikan dalam ember. Proses desain dan pembuatan sistem budidaya ikan dilakukan di Laboratorium Budidaya Perikanan Politeknik Negeri Lampung. Pengujian kinerja serta pengamatan hasil desain media budidaya dilakukan di Kelurahan Tanju

Pembesaran Ikan Karper di kolam BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR. Budidaya Rotifera v PERISTILAHAN Aerasi : Pemberian udara ke dalam air untuk penambahan oksigen. Aerator : Alat bertenaga listrik yang berfungsi menambahkan udara ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut Blower/Aerator : Alat untuk menyalurkan udara ke dalam air budidaya Budidaya : Suatu kegiatan pemeliharaan organisme. DO .

Kelompok Budidaya Ikan Air Tawar Cahaya Maju merupakan kelompok usaha yang ada di Desa Rantau Tijang Kabupaten Tanggamus. Pengembangan budidaya ikan air tawar dari mulai dibentuknya kelompok budidaya ikan air tawar tahun 2016 sampai dengan saat ini selalu mengalami kenaikan dari tahun 2016-2018. Budidaya ikan Air Tawar merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, karna .

Aspek Sosial Usaha Budidaya Rumput Laut VIII. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut IX. Pencatatan Kegiatan Budidaya X. Daftar Pustaka Daftar Isi ii Better Management Practices BUDIDAYA RUMPUT LAUT -

Pelatihan Teknis Budidaya Tanaman Pangan 7. Pelatihan Pengolahan Hasil Pertanian 8. Pelatihan Budidaya padi dan Jagung 9. Pelatihan Budidaya Hortikultura (Sayur dan Buah-Buahan) 10. Pelatihan Budidaya Bawang Merah 11. Pelatihan Budidaya Hidroponik

Daftar Isi ix Bab VEvaluasi Kebijakan Pendidikan 101 A. Konsepsi Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 101 B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 104 C. P ermasalahan dalam Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 106 D. Manfaat Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 108 E. Monitoring Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 109 F. Kriteria Evaluasi Program Kebijakan Pendidikan — 111

piece of paper and draw an outline of your chosen animal or person. 2. sing and dance when they If you would like to make more than one of any animal or person, fold your paper a few times behind the outline. You could also cut out your outline and trace around it. 3. from things they may Think of how to connect your paper animals or people.