KEPASTIAN HUKUM PELAYANAN KESEHATAN AKUPUNKTUR DALAM .

3y ago
42 Views
2 Downloads
222.66 KB
15 Pages
Last View : 8d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Wade Mabry
Transcription

KEPASTIAN HUKUM PELAYANAN KESEHATAN AKUPUNKTUR DALAMPROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONALIvonne Jonathan, Devi DharmawanUniversitas Hang Tuah Surabaya Jurusan Magister Hukum KesehatanAbstractBackground: Acupuncture is a type of advanced health service which is covered by PT.Askes. Since BPJS Kesehatan applied, acupuncture is not covered by National HealthInsurance (JKN) program. BPJS Kesehatan refer to Clause 25 verse (1) letter K ofPresidential Regulation No.19 of 2016 concerning Second Amendment of PresidentialRegulation No.12 of 2013 concerning Health Insurance. The provisions of Minister ofHealth Regulation No.28 of 2014 concerning Guidelines for Implementing NationalHealth Insurance are different from Presidential Regulations on Health Insurancewhich states that medical acupuncture is covered by JKN. BPJS Kesehatan uses lexsuperior derogat legi inferiori, therefore it does not cover acupuncture in theimplementation of JKN program. This study was a normative study with statuteapproach and conceptual approach. Method: The study showed that issue of Law No.36of 2014 concerning Health Practitioner give legitimacy to acupuncture in Indonesia.The Law of Health Practitioner categorizes acupuncture into physical therapy andseparates it from traditional medicine. Results: The provisions in implementingregulations of BPJS Law have not refered to position of acupuncture in Indonesia andstill categorize acupuncture as complementary, alternative and traditional medicines.The settlement of acupuncture regulations disharmony in the JKN program using lexsuperior principle has not been sufficient because it has not been able to provide legalcertainty and legal protection. Conclusion: Regulatories reformation of acupuncture inIndonesia is urgently required, especially in JKN program, so the implementation oflegal position of acupuncture that are guided by Law of Health Practitioner can beimplemented effectively and efficiently.Keywords: Legal certainty; Legal position; Acupuncture; National Health Insurance(JKN) Program.PENDAHULUANPelayanan kesehatan akupunkturmenjadi salah satu jenis pelayanankesehatantingkatlanjutanyangditanggung oleh PT. Askes (Persero) yangtertuang dalam Peraturan BersamaMenteri Kesehatan dan Menteri DalamNegeri Nomor 138/Menkes/PB/II/2009dan Nomor 12 Tahun 2009 tentangPedoman Tarif Pelayanan Kesehatan BagiPeserta PT. Askes (Persero) dan AnggotaKeluarganyadiPuskesmas, BalaiKesehatan Masyarakat dan Rumah SakitDaerah. PT. Askes (Persero) menyediakanpelayanan kesehatan akupuntur sebagaipaket tindakan medis yang dapatdilakukan di pelayanan rawat jalan tingkatlanjutan, pelayanan satu hari (One DayCare), serta pelayanan rawat inap tingkatlanjutan di ruang perawatan biasaterhadap para peserta askes, yang meliputiPegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun,9

10 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129Veteran, dan Perintis nya BPJS Kesehatan padatanggal 1 Januari 2014 sesuai yangtercantum dalam Undang-Undang BPJSmaka PT. Askes (Persero) yangsebelumnya menyelenggarakan jaminankesehatan dinyatakan bubar tanpalikuidasi. Program jaminan kesehatanyang telah dilaksanakan PT. Askes(Persero) ditransformasikan kepada BPJSKesehatan dalam bentuk program JaminanKesehatan Nasional (JKN) yang bertujuanuntuk mencapai Universal HealthCoverage.Pelayanan kesehatan akupunkturmenjadi salah satu jenis pelayanankesehatan yang tidak dijamin dalamProgram JKN sejak berlakunya BPJSKesehatan. BPJS mengacu pada Pasal 25ayat (1) huruf k Peraturan Presiden Nomor19 Tahun 2016 tentang Perubahan Keduaatas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun2013 tentang Jaminan Kesehatan (Perprestentang Jaminan Kesehatan) yangmenjelaskan bahwa “Jenis pelayanankesehatan yang tidak dijamin oleh BPJSmeliputi : pengobatan komplementer,alternatif dan tradisional, yang belumdinyatakan efektif berdasarkan penilaianteknologi kesehatan (Health TechnologyAssessment)”. Rumusan pasal dalamPerpres tentang Jaminan Kesehatantersebut tidak menyatakan secara eksplisitbahwa akupunktur termasuk dalampengobatan komplementer, alternatif dantradisional yang tidak dijamin dalamprogram JKN.KetentuanPeraturanMenteriKesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentangPedoman Pelaksanaan Jaminan KesehatanNasional (PMK tentang PedomanPelaksanaan JKN) berbeda denganPerpres tentang Jaminan Kesehatan yangmenyebutkan bahwa akupunktur medismerupakan salah satu dari jenis pelayanankesehatan di Fasilitas Rujukan TingkatLanjutan yang dijamin dalam programJKN. Penjelasan lebih lanjut menyebutkanbahwa pelayanan kesehatan yang tidakdijamin dalam JKN adalah pengobatankomplementer, alternatif dan tradisional,termasuk akupunktur non medis, shin she,chiropractic, yang belum dinyatakanefektif berdasarkan penilaian teknologikesehatan (health technology assessment).BPJS menggunakan asas lex superiorderogatelegiinferiordalammenyelesaikan konflik norma sehinggapelayanan kesehatan akupunktur menjadisalah satu pelayanan kesehatan yang tidakdijamin dalam penyelenggaraan programJKN (Jaminan Sosial Indonesia, 2015).Konfliknormadalamperaturanperundang-undangan yang secara yuridismewadahi penyelenggaraan pelayanankesehatan akupunktur dalam programJKN menimbulkan ketidakpastian hukumbagi pemberi dan penerima pelayanankesehatan akupunktur yang sebelumnyadijamin oleh PT. Askes (Persero).Penelitian ini bertujuan untukmenganalisis status pelayanan kesehatanakupunktur dalam Program JKN gan pelayanan kesehatanakupunktur dalam Program JKN. Hasilpenelitianinidiharapkandapatmemberikan suatu konstruksi pemikiranbagi para pemangku kebijakan dalampenyusunanperaturanperundangundangan terkait pelayanan kesehatanakupunktur, dan dapat memberikankonstribusi serta solusi konkrit bagipemberi serta penerima pelayanankesehatan akupunktur.

Ivonne Jonathan, Kepastian Hukum Pelayanan Kesehatan AkupunkturMETODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitianhukum normatif yang memfokuskankajiannya dengan memandang hukumsebagai suatu sistem utuh yang meliputiseperangkat asas, norma, dan aturanhukum baik yang tertulis maupun tidaktertulis. Pendekatan yang digunakandalam penelitian ini yaitu :1. Pendekatanperundang-undangan,yang dilakukan dengan menelaahsemua peraturan perundang-undanganyang terkait dengan pelayanankesehatan akupunktur2. Pendekatankonseptual,yangdilakukan dengan menelaah teori-teori,asas-asas, dan definisi tertentu yangdipakai sebagai landasan terkaitpelayanan kesehatan akupunktur.Teknik pengumpulan bahan hukumyang dipergunakan dalam penelitian inimelalui studi kepustakaan, yang menelaahperaturan perundang-undangan yangrelevan, buku-buku atau bahan bacaan dankarya ilmiah ahli hukum. Analisis yangdigunakan yaitu analisis kualitatif yangmemberikan gambaran secara deskriptifmengenai permasalahan yang dibahas.HASIL PENELITIANA. StatusPelayananKesehatanAkupunktur dalam Program JKNPasal 11 ayat (10) Undang-UndangTenaga Kesehatan menjelaskan bahwatenaga kesehatan akupunktur termasukdalam keterapian fisik dan dipisahkandengan kelompok tenaga kesehatantradisional. Lahirnya Undang-Undangtentang Tenaga Kesehatan tersebutmemberikan legitimasi bagi penyelesaiankonflik norma sejak bertahun-tahun yangmenimbulkan disharmoni hukum nesia.Tenaga11kesehatan akupunktur terapis sesuaikedudukannya bekerja sama dengantenaga medis dan tenaga kesehatankelompok rehabilitasi medik dalammemberikan pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan sesuaidengan ketentuan dalam Undang-UndangTenaga Kesehatan.Saat ini penyelenggaraan pelayanankesehatan akupunktur di Indonesia masihditerapkan sebagai pelayanan kesehatantradisional. Majelis Tenaga KesehatanIndonesia (MTKI) menerbitkan SuratTanda Registrasi Akupunktur Terapis(STRAT)bagitenagakesehatanakupunktur terapis maupun tenagakesehatantradisional,sedangkanPemerintah Daerah Kabupaten/ Kotamemberikan izin penyelenggaraan praktikpelayanan kesehatan akupunktur dalambentuk Surat Izin Praktek TenagaKesehatanTradisional(SIPTKT).Permasalahan lain yang didapatkan adalahpemberianpelayanankesehatanakupunktur terutama di Puskesmas KotaSurabaya masih dilakukan oleh tenagakesehatan tradisional. Dinas KesehatanKota Surabaya menyediakan pelayananpengobatan tradisional di 31 PuskesmasKota Surabaya, yang terdiri daripenyediaantenagaDiplomaIIIPengobatan Tradisional di Puskesmas,penyuluhan Battra kepada kader, pelatihanresep herbal, pengembangan TOGA sertapengobatan tradisional akupunktur danakupresurediPuskesmas(DinasKesehatan Pemerintah Kota, 2016).Permasalahantimbulketikaparapemangku kebijakan tidak menggunakanperaturan perundang-undanganyangsecara yuridis mewadahi pengaturanpelayanan kesehatan akupunktur, namunmenggunakanperaturanperundangundangan lainnya tanpa melihat substansi

12 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129dariperaturanperundang-undangansehingga menimbulkan disharmoni hukum.Disharmoni hukum pengaturan pelayanankesehatan akupunktur di Indonesiamenimbulkandampakterbatasnyapemanfaatan tenaga kesehatan akupunkturterapis di fasilitas pelayanan kesehatan,terutama di puskesmas dan rumah sakit.Pelayanan kesehatan akupunkturmenjadi salah satu jenis pelayanankesehatan yang tidak dijamin dalamprogram JKN yang diselenggarakan olehBPJS Kesehatan. BPJS Kesehatanberpedoman pada asas lex superiorderogate legi inferiori yang berpedomanpada Pasal 25 ayat (1) huruf k Perprestentang Jaminan Kesehatan. Perprestentang Jaminan Kesehatan menjelaskanbahwa : “Jenis pelayanan kesehatan yangtidak dijamin oleh BPJS meliputipengobatan komplementer, alternatif dantradisional, yang belum dinyatakan efektifberdasarkan penilaian teknologi kesehatan(HealthTechnologyAssessment)”.Ketentuan dalam PMK tentang PedomanPelaksanaan JKN berbeda denganketentuan dalam Perpres tentang JaminanKesehatan. Penjelasan PMK tentangPedoman Pelaksanaan JKN menyebutkanbahwa akupunktur medis merupakan salahsatu dari jenis pelayanan kesehatan diFasilitas Kesehatan Rujukan TingkatLanjutan (FKRTL) yang dijamin dalamprogram JKN. PMK tentang PedomanPelaksanaan JKN juga menjelaskan bahwa“manfaat yang tidak dijamin dalam JKNmeliputipengobatankomplementer,alternatif dan tradisional, termasukakupunktur non medis, shin she,chiropractic, yang belum dinyatakanefektif berdasarkan penilaian teknologikesehatan(healthtechnologyassessment)”. Ketentuan dalam keduaperaturan pelaksana ayanankesehatanakupunktur di Indonesia dan .Kedudukanpelayanankesehatan akupunktur menjadi tidakterjamin dalam program JKN yangdiselenggarakan BPJS Kesehatan.B. Harmonisasi Peraturan Perundangundangan Pelayanan KesehatanAkupunktur Dalam Program JKNHarmonisasihukummemilikipengertian upaya atau proses untukmerealisasikan keselarasan, kesesuaian,keserasian, kecocokan, keseimbangan diantara norma-norma hukum di dalamperaturan perundang-undangan sebagaisistem hukum dalam satu kesatuankerangkasistemhukumnasional(Goesniadhie, 2006). Harmonisasi hukumdikembangkan dan digunakan untukmenunjukkan bahwa kemajemukan sistemhukumdiIndonesiaberpotensimenimbulkan konflik norma yangmengarah kepada disharmoni hukum(Goesniadhie, 2006).Disharmoni hukum yang ditemukanpada pengaturan pelayanan kesehatanakupunkturdi Indonesia, khususnyadalam program JKN adalah1. Perbedaan antara ketentuan hukumdengan perumusan pengertian tertentuPeraturan pelaksana Undang-UndangBPJS memberikan interpretasi bahwapelayanan kesehatan akupunkturtermasukkedalamrumpunpengobatan komplementer, alternatif,dan tradisional sesuai dengan sejarahperaturanperundang-undanganakupunktur. Interpretasi tersebut tidakharmonis dengan kedudukan hukum

Ivonne Jonathan, Kepastian Hukum Pelayanan Kesehatan Akupunkturpelayanan kesehatan akupunktur diIndonesia yang sudah terjamin dalamUndang-Undang Tenaga Kesehatan.2. Perbedaaninterpretasidalampenerapan peraturan perundangundanganBPJS Kesehatan menerapkan asas lexsuperior derogat legi inferiori untukmengaturpelayanankesehatanakupunktur dalam program JKN.BPJS Kesehatan berpedoman padaPerpres tentang Jaminan Kesehatandan mengesampingkan PMK ehinggakedudukan pelayanan kesehatanakupunktur tidak dijamin dalamprogram JKN. Rumusan Pasaltambahan 22A pada Perpres tentangJaminan Kesehatan memberikankewenangan kepada Menteri untukdapatmenetapkanpelayanankesehatan lain yang dijamin dalamprogram JKN berdasarkan ment).BPJSKesehatan tidak berpedoman padaPMKtentangPedomanPenyelenggaraan JKN sehingga tidakmemberikanjaminandanperlindungan hukum bagi pelayanankesehatan akupunktur.BPJS Kesehatan menggunakan asaslex superior derogat legi inferior untukmengatur pelayanan kesehatan akupunkturdalam Program JKN dengan berpedomanpada Perpres tentang Jaminan Kesehatandan mengesampingkan PMK tentangPedoman Pelaksanan JKN. Penggunaanasas lex superior derogat legi inferior dimana peraturan perundang-undanganbertingkat lebih tinggi mengesampingkanperaturan perundang-undangan tingkatlebih rendah tidak dapat dikatakan salah.13Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun2011 tentang Pembentukan PeraturanPerundangan-undanganmenjelaskanhierarki Peraturan Menteri Kesehatanmemang jelas kedudukannya di bawahPeraturan Presiden. Bentuk penyelesaiandisharmoni hukum terhadap pengaturanpelayanan kesehatan akupunktur dalamprogram JKN menggunakan asas lexsuperior belum cukup mengatasi masalahdisharmoni hukum karena belum dapatmemberikan jaminan dan perlindunganhukum.PEMBAHASANA. StatusPelayananKesehatanAkupunktur dalam Program JKN1. nAkupunktur di Indonesiaa. Tahun 1996Pemerintahpertamakalimengeluarkan peraturan perundangundangan yang secara yuridismewadahipelayanankesehatanakupunktur di fasilitas pelayanankesehatanpadatahun1996.Pelayanan kesehatan akupunkturdapat dimanfaatkan secara terpadu difasilitas pe

chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment). BPJS . relevan, buku-buku atau bahan bacaan dan karya ilmiah ahli hukum. Analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif yang memberikan gambaran secara deskriptif mengenai permasalahan yang dibahas. HASIL PENELITIAN A. Status Pelayanan Kesehatan Akupunktur dalam Program .

Related Documents:

Hukum sebagai ilmu pengetahuan 2. Hukum sebagai disiplin 3. Hukum sebagai kaedah 4. Hukum sebagai tata hukum 5. Hukum sebagai petugas (hukum) 6. Hukum sebagai keputusan penguasa 7. Hukum sebagai proses pemerintah 8. Hukum sebaga perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur 9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai

PENGERTIAN, SUMBER DAN ASAS A. Pengertian Hukum Acara Perdata Menurut fungsinya, hukum dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum formil atau hukum acara. Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan

iv Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan Kajian Sektor Kesehatan v KATA PENGANTAR Indonesia menganut sistem pelayanan kesehatan berjenjang, yaitu pelayanan tingkat pertama atau primer, tingkat kedua atau sekunder, dan tingkat ketiga atau tersier.

tentang teori-teori hukum yang berkembang dalam sejarah perkembangan hukum misalnya : Teori Hukum Positif, Teori Hukum Alam, Teori Mazhab Sejarah, Teori Sosiologi Hukum, Teori Hukum Progresif, Teori Hukum Bebas dan teori-teori yang berekembang pada abad modern. Dengan diterbitkannya modul ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para

1. Pengertian Hukum Agraria Sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka dalam pengertian UUPA Hukum Agraria bukan hanya meru-pakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agrar-ia merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang

Penelitian Hukum Empiris 60 a. Pengertian 60 b. Karakteristik 62 SOAL LATIHAN 66 REFERENSI 66 . Universitas Pamulang S2 Ilmu Hukum . Objek Kajian 68 a. Penelitian Asas-Asas Hukum 68 b. Penelitian Sistematika Hukum 70 c. Penelitian Taraf Sinkronisasi Hukum 71 d. Penelitian Perbandingan Hukum 73 e. Penelitian Sejarah Hukum 75 f. .

No. SOP 020.002/OT 01 01/SDM.4 Revisi: 0/1 SOP PELAYANAN KESEHATAN Tgl. Berlaku : 6 Desember 2013 Halaman 5 dari 16 1. TUJUAN Standar Operasional Prosedur (SOP) ini dibuat untuk mengatur tata cara pelayanan kesehatan umum dan gigi agar tertib dan lancar. 2. RUANG LINGKUP SOP ini berlaku di Biro Sumber Daya Manusia (BSDM) meliputi pelayanan .

hydrate (C–S–H), ettringite, and Ca(OH) 2 through a hydration reaction in which hydration heat is produced within the concrete because of an exothermic reaction. Since the thermal cracking of concrete reduces its internal force, watertightness, and durability, an appropriate measure is required to control the heat of hydration. The factors that influence the hydration heat of concrete .