ETIKA DALAM IKLAN - ResearchGate

3y ago
21 Views
2 Downloads
360.13 KB
11 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Mariam Herr
Transcription

ETIKA DALAM IKLANOleh Jeremias JenaAbstrakDalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarikkonsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosidari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual atau oral,iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai targetkeuntungan. Tulisan ini mencoba memaparkan etika dalam iklan. Apa saja kerugian yangditanggung oleh produsen dengan iklan dan apa pengaruhnya dalam dunia ekonomi, politik,bidaya, moral, dan agama. Untuk itulah perlu ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikandalam dunia periklanan agar segi negatif dari iklan itu bisa dikurangi.I. PengantarHampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetakmaupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hariuntuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yangdiemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikankonsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuaskebutuhan. Dalam peran seperti inilah, di mana pun juga, kita bisa dengan mudahmenemukan iklan-iklan mulai dari yang paling sekuler sampai kepada informasi mengenaiaktivitas-aktivitas keagamaan, perjalanan ziarah, dan sebagainya.1Tanpa kita sadari, iklan ternyata sungguh-sungguh ditampilkan sebagai kekuatan ekonomidan sosial yang mempengaruhi sebagian besar hidup kita, terutama sehubungan dengan upayamendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan. Apalagi iklan-iklan tersebut disiarkan lewatmedia radio atau ditayangkan lewat layar televisi. 2 Keadaan semacam ini yang membuat kitatidak hanya tidak sadar bahwa iklan sedang “menjajah” kita, tetapi juga tidak peka terhadapkenyataan bahwa iklan sedang menggerogoti nilai-nilai moral dan agama yang selama ini kitajunjung tinggi. Untuk hal yang terakhir ini kita paling-paling hanya bisa sampai pada tingkatsopan-santun, dan bukannya sebuah kesadaran etis untuk memprotes ikln-ikln yang tidakbermoral tersebut.31Steuart Henderson Britt, “Advertising”, dalam Encyclopedia Americana, Vol. 1, 1994. Hlm. 196.Pada kedua media elektronik inilah iklan sungguh-sungguh mempengaruhi secara mendalam emosi-emosikita dan membangkitkan realitas bawah-sadar kita. Pada media radio, ini dilakukan dengan teknik suara yangmembangkitkan imajinasi. Sementara pada media televisi, selain sura, juga lewat pesan-pesan visual sertaditayangkan sesering mungkin. Steuart Henderson, 1994: 201.3Yang dimaksud dengan tingkat sopan santun adalah kesadaran bahwa iklan tertentu itu sopan atau tidak,hal mana unsur subjektif sering lebih ditonjolkan. Di situ patut kiranya menggarisbawahi penelitian mengenaikesadaran moral terhadap iklan pada guru-guru di Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul yang dilakukan olehDjoko Pitoyo dan Joko Siswanto. Di sana disebutkanbahwa terhadap iklan tertentu para guru tersebut memangmemprotesnya sebagai tidak sopan. Tetapi ketika ditantang bahwa bagaimana kalau para guru yang menjadiartis iklan dan memerankan adegan-adegan seronok, dan bahwa honor untuk peran tersebut sangat mahal,mereka lalu tidak bisa berpendapat lain. Padahal kalau saja para guru tersebut sungguh-sungguh memilikikesadaran moral, mereka akan tetap mempertahankan pandangan mereka, bahwa iklan-iklan tertentu pantasdilarang karena tidak etis pada dirinya, bahwa mayoritas masyarakat pun berpandangan demikian. Djoko Pitoyodan Joko Siswanto, “Pandangan Moral Guru Terhadap Iklan Komersial yang Mengeksploitasi Wanita sebagaiModel,” Jurnal Filsafat UGM, Maret 2007. Hlm. 58-66.2DRIYARKARA volume 23 no. 33 (1997): 1-11@1997 Senat Mahasiswa STF Driyarkara, Jakarta1

Dalam konteks pemikiran seperti inilah kita perlu suatu pemikiran yang bisamenyadarkan kita akan pentingnya memiliki kesadaran moral di hadapan propagandapropaganda iklan. Pemikiran tersebut yangcoba kami sajikan dalam karangan ini. Berturutturut akan diuraikan (1) pengertian apa itu iklan, (2) keuntungan-keuntungan serta bahayabahaya iklan, (3) beberapa prinsip moral yang harus diperhatikan, dan (4) sebuah penutupreflektif.II. Iklan: Apa Itu?Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnyapesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksudmenginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yangdiproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap ideaidea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.4Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsenuntuk menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementarakonsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalamsebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuahmasyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang yerusmeningkat.Di sini sebenarnya iklan melakonkan tiga peran sekaligus. Pertama, iklan informatif.Jenis iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif kepada konsumen kualitasdari barang tertentu yang diproduksi, nilai-lebih dari barang tersebut, fungsi-fungsinya, hargaserta tingkat kelangkaannya. Kedua, iklan persuasif atau sugestif. Jenis iklan ini tidak sekadarmenginformasikan secara objektif barang dan jasa yang tersedia, tetapi menciptakankebutuhan-kebutuhan akan barang dan jasa yang diiklankan. Kalau pada iklan informatifyang mau dicapai adalah bagaimana masyarakat bisa memenuni kebutuhannya, maka padaiklan persuasif justru kebutuhan akan barang dan jasa itu sendiri yang hendak diciptakan. Dandemi tujuan-tujuannya tidak jarang jenis iklan ini mengutamakan unsure-unsur perasaan danbersifat irasional, karena pesan-pesannya sunguh-sungguh menggerakkan perasaan-perasaan,imajinasi-imajinasi, serta realitas bawah-sadar manusia. Dan ketiga, iklan kompetitif.Meskipun meliputi juga iklan informatif dan persuasif, jenis iklan ini lebih dimaksud untukmempertahankan serta memproteksi secara kompetitif kedudukan produsen di hadapanpelaku produksi lainnya. Masyarakat kemudian diharapkan memiliki semacam tingkat“kesetiaan” yang relatif tinggi dan tetap selaku pemakai barang dan jasa yang dihasilkan olehsatu pelaku produksi tertentu saja.5Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai-nilai informatifnya, danmenjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tinggidari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan. Padahal, sebagaimana jugadigarisbawahi oleh Britt, iklan sejak semula tidak bertujuan memperbudak manusia untuktergantung pada setuap barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diriserta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak samasekali barang dan jasa yang ditawarkan. Hal terakhir ini yang justru menegaskan sekali lagitesis bahwa iklan bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan bagi masyarkat.4Thomas M. Garrett, SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregorian Univ. Press, Rome,1961. Hlm. 1. Bandingkan dengan difinisi yang dikemukakan oleh Henderson Britt berikut, “Advertising is anypaid form of nonpersonal presentation and promotion of products, services, or ideas by an identifiableindividual or organization.” Steuart Henderson Britt, 1994: 195.5Thomas M. Garrett, SJ., 1961: 10. Bdk Steuart Henderson Britt, 1994: 195.2

III.Keuntungan-keuntungan dan Kerugian-kerugian IklanMengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh komisi kepausan bidang komunikasi sosialmengenai etika dalam iklan,6 paling kurang ada empat keuntungan dan ketugian yang bisadiperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi,politik,kultural dan agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut.A. Bidang ekonomiDalam kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan merupakan sebuah jaringan kerjayang amat kompleks karena melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan(advertiser), agen-agen, media iklan, para peneliti pemerintah, maupun masyarakat itusendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi jugaberpengaruh secara langsung terhadap para pelaku ekonomi itu.Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak danefektif produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang maudirealisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan informasi mengenaibagaimana dan di mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan jasa bisa terpenuhi secaralebih mudah dan efisien. Selain itu, iklan juga bisa mendidik masyarakat konsumen untuksemakin meningkatkan standar hidupnya.7 Hal ini ternyata turut menentukan kontinuitasproses produksi, karena semakin tinggi standar kehidupan masyarakat akan semakin tinggipula tingkat permintaan (demand) akan barang dan jasa. Ini dengan sendirinya meningkatkanproduktivitas perusahaan-perusahaan. Seringkali terjadi juga bahwa meningkatnyaproduktivitas juga menguntungkan para buruh. Semangat kerja masyarakat pun terusmeningkat.Iklan juga memberikan sumbangan yang besar bagi media massa. Dengan pemuataniklan-iklan maka biaya produksi, pajak, ataupun masalah-masalah keuangan lainnya yangharus ditanggung menjadi relatif lebih ringan. Dengan demikian, iklan sungguh-sungguhmengkomersialisasikan media massa. Juga disinyalir bahwa bahaya control dari pihak luarterhadap media massa karena faktor financial ternyata bisa dihindari. “Dukungan financialyang diberikan iklan, “ demikian Garret, “ternyata telah membebaskan media-media masadari penguasaan oleh kepentingan politik tertentu.”8Semuanya ini menjadi sungguh-sungguh “sehat” secara moral kalau mengefek padasemakin membaiknya kehidupan umat manusia. Dalam arti itu seharusnya dihindari iklaniklan yang menguntungkan secara ekonomi segelintir orang saja. Mengenai hal ini dokumenyng dikeluarkan Dewan Kepausan bidang Komunikasi Sosial menulis:“Iklan menginformasikan masyarakat tentang barang-barang serta jasa-jasa yang baru saja dihasilkanprodusen, tingkat kelangkaannya, dan bagaimana, secara rasional, mendapatkannya. Iklan memberikninformasi tentang keputusan-keputusan konsumen, menciptakan efisiensi dalam tindakan ekonomi, danmempermurah harga. Iklan merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi lewat perluasan bisnis danperdagangan. Semuanya ini bisa menyumbang kepada semakin membaiknya kehidupn. Ikln membantu6Dimuat secara lengkap dalam L’Osservatore Romano, N. 16, 16 April 1997, hlm. I-IV.Untuk kepentingan seperti inilah mereka yang melibatkan diri dalam mega proyek pengadaan iklan,menurut Pease, memandang dirinya sebagai “pahlawan-pahlawan” yang membebaskan masyarakat dari tiranipuritanisme dan asketisme material kepada kehidupan kelas menengah yang glamor. Lih. Thomas M. Garrett,SJ, 1961: 114.8Thomas M. Garrett, SJ., 1961: 56.73

pembiayaan penerbitan-penerbitan, program-program serta produksi-produksi di bidang informasi.Iklan jug bisa menghibur dan membangkitkan aspirasi.”9Meskipun demikian, lebih sering terjadi bahwa iklan ditampilkan bukan sebagai mediainformasi mengenai kelangkaan barang dan jasa pemuas kebutuhan, tetapi sebagai mediapersuasi yang “mendikte” konsumen supaya membeli barang dan jasa tertentu. Tentang halini Walter Seiler memberi contoh bahwa kaum wanita di Amerika Serikat bisamembelanjakan 10–50 dollar untuk membeli sepotong sabun pemutih kulit, atau kosmetiktertentu supaya bisa menjadi lebih cantik. Seiler kemudian menambahkan bahwa kaumwanita itu sebenarnya membeli janji dan bukan barang pemuas kebutuhan itu sendiri. Dalamkerangka prioritas nilai kebutuhan mesti dikatakan bahwa kaum wanita itu tidak sedangmemenuhi kebutuhan eksistensialnya.10Maka—sebagaimana juga disinyalir oleh A. Sonny Keraf—tidak mengherankan jikakemudian muncul kesan bahwa iklan menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu danmemperdaya konsumen untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.”11 Dan sebagaimanajuga dikritik oleh Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih serinbg ditampilkan sebagai mediapembentuk masyarkat konsumenristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk barangdan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan barang dan jasa yngsungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi dirinya (to be).12 Di sini kemudiandigarisbawahi bahwa iklan memang bisa meningkatkan standar hidup konsumen. Yang tidaketis adalah mengkonsolidasikan konsumen untuk mengarahkan seluruh finalitaskehidupannya kepada kehidupan “ideal” yang ditampilkan iklan, padahal itu hanyalah realitasartificial yang dikonstruksi oleh iklan dan media massa itu sendiri.B. Bidang PolitisSeringkali juga media assa menampilkan atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisamenguntungkan semua pihak sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranispihak penguasa,13 tetapi sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik yang demokratis.Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi perihal segalakebiakan yang tengah dn akan diambil pemerinth, tetapi juga—sebagai konsekuensi—semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik, yakni dalammenentukan pilihan-pilihan politisnya.Dalam dokumen kepausan bidang komunikasi sosial perihal etika dalam iklan ditegaskanbahwa pemerintah, lewat iklan-iklan politik, berkewajiban menginformsikan kepadamasyarakat mengenai tendensi-tendensi monopolistis dari pasar-pasar tertentu maupunkekurangan-kekuranan tertentu serta langkah-langkah apa yang sedang diambil terhadaptendensi-tendensi itu. Sementara calon-calon yng akan duduk di dalam pemerintahan pluscurriculum vitae mereka juga wajib diinformasikan kepada masyarakat lewat iklan politiktersebut.Sering terjadi juga bahwa lewat iklan rezim penguasa tertentu menjalankan politikkebudayaannya. Di sini masyarakat diindoktrinasi melalu slogan-slogan atau pernyataan9L’Osservatore Romano, N. 16, 16 April 1997, hlm. I.Dalam Thomas M. Garrett, SJ., 1961: 85.11A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta, 1991. Hlm. 43.12Dokumen Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. L’Osservatore Romano, N. 16,16 April 1997, hlm. II.13Bdk. Dr. Limas Susanto, “Media Massa: Kekuatan Otoritatif di Era Komunikasi”, dalam BuletinKomunikasi no. 44, Januari 1997, hlm. 36-37.104

pernyataan politik murahan tertentu, yang meskipun disadari sebagai politik pembohonganmassa, tetapi tetap saja merasuk ke dalam kesadaran masyarakat karena iklan-iklan tersebutditayangkan pada prime time di televise-televisi atau radio-radio, atau dipajang di jalan-jalanprotocol. Lebih mengerikan lagi keadaannya jika media-media massa dikontrol secara ketatdengan kewajiban mematuhi aturan-aturan tertentu yang secara jelas hanya menguntungkanrezim penguasa, atau juga kewajiban menayangkan secara serentak acara-acara atau iklaniklan kenegaraan tertentu.14C. Bidang KulturalSecara ideal harus dikatakan bahwa iklan semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidakhanya bernilai secara moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para pemasangiklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang menjadi “sasaran”iklan. Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan secarakultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan cerminan darikehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau pun masyarakat dunia pertama yangwajib diimitasi secara niscaya oleh mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat duniaketiga, tetapi merupakan cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri,karena iklan menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka butuhkan,dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang secara etis dipegang teguhadalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, ataumengekspos pola kehidupan baru yang malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannyasendiri.Dalam kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yanglebih suka menonjolkan kompetisi di segala bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauhrasa solidaritas antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standarmoral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian besar iklanmenampilkan warna dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan. Tentang hal terakhir inidokumen kepausan mengenai etika dalam iklan menantang kita dengan pertanyaanpertanyaan mendasar berikut:“How often are women treated not as persons with an inviolable dignity but as objects whose purposeis to satisfy others’ appetite for pleasure or power? How often is the role of women in business lifedepicted as a masculine caricature, a denial or the specific gifts of feminine insight, compassion, andunderstanding, which so greatly contribute to the ‘civilization of love’?” 15D. Bidang Moral dan AgamaAjaran-ajaran moral dan agama juga seringkali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaranmoral dan agama tersebut—kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan,pelayanan dan conta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan, pesan-pesanmengenai kesehatan dan pendidikan, dll—bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke arhkehidupan yang baik dan membahagiakan.Masalah muncul ketika iklan bertentangan dengan ajaran-ajaran moral dan agama. Bagikaum moralis maupun agamawan, hal yang secara jelas bertentangan dengan aharan moraldan agama adalah pornografi dalam iklan. Mengapa demikian? Karena, menurut mereka,14Bdk. Niklos Tomko, “Eastern Europe: The Media in Transition”, dalam Concillium, SCM Press, London,1993/6. Hlm. 47-49.15Dokumen Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. L’Osservatore Romano, N. 16,16 April 1997, hlm. II.5

pornografi yang diekspos itu merupakan sisi gelap dari kodrat manusia—kaum agamawanmenyebut sisi ini sebagai “gudang dosa”—dan pelecehan terhadap martabat manusia. Selainitu, iklan yang diwarnai oleh kekerasan juga bertentangan dengan ajaran moral serta agama,dengan alasan yang kurang lebih sama seperti pada pornografi.IV.Beberapa Prinsip Moral yang Perlu dalam IklanTerdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungandengan penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga hal itu adalah (1) masalah kejujurandalam iklan, (2) masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan (3) tanggung jawab sosialyang mesti diemban oleh iklan. Ketiga prinsip moral yang juga digarisbawahi oleh dokumenyang dikeluarkan dewan kepausan bidang komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklanini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khususmenggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsipetis konsumsi (bagi konsumen).16 Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan“perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.A. Prinsip Kejujuran dalam IklanPrinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkalidilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang danjasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhanbaru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslahsungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementarayang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apapun juga.Di Amerika Serikat, misalnya, dalam pembuatan iklan hal-hal berikut ini dilarang: (1)Pesan yang tidak jujur atau yang sifatnya menyesatkan karena melebih-lebihkan kenyataanapa adanya dari barang dan jasa yang diiklankan. (2) Menafsirkan secara salah isi (content)produksi sebuah barang dan jasa, entah itu dilakukan oleh produsen sendiri (the advertisers)atau oleh pihak editor maupun fotografer. (3) Pernyataan-pernyataan atau pesan-pesan yangbertentangan dengan tatakrama masyarakat. (4) Pernyataan-pernyataan yang bermaksudmelecehkan perusahaan

Maka—sebagaimana juga disinyalir oleh A. Sonny Keraf—tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan . 11 A. Sonny Keraf .

Related Documents:

Etika Bisnis Etika Etika Umum Etika Khusus Etika Individual Etika Sosial Etika Lingkungan Hidup Etika terhadap sesama Etika Keluarga Etika Politik Etika Profesi . Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius 2. Muslich. 1998. Etika Bisnis, Pendeka

Semarang. (4). Kekuatan Iklan ( power ) berpengaruh signifikan terhadap minat beli sepeda motor matic merek Honda Vario di Kota Semarang. Besarnya pengaruh pandangan Iklan, kredibilitas Iklan, daya tarik Iklan, dan kekuatan iklan terhadap minat beli sepeda motor matic merek Honda Vario adalah sebesar 66,2%

Jadi, filsafat etika adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia yang baik dan buruk. Dasar filsafat etika yaitu etika individual sendiri. Menurut hukum etika, suatu perbuatan itu dinilai dari 3 tingkat, yaitu : a. Tingkat pertama: semasa belum lahir menjadi perbuatan, yakni berupa rencana dalam hati atau niat. b.

etika politik, Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara Re-publik Indonesia, nilai-nilai Pancasila seba-gai sumber etika, dan tulisan akan diakhiri dengan pelaksanaan etika politik Pancasila. Pengertian Etika, Nilai, Moral, dan N. orma 1. Etika. Etika secara etimologi berasal dari kata Yu-nani . ethos. yang berarti watak .

Dalam iklan Bukalapak versi Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia ini PT Bukalapak menyuguhkan sajian pesan moral untuk masyarakat. Bagaimana masyarakat dapat bertingkah laku yang bermoral dan peduli terhadap sesama. Disaat iklan Online Shop komersil lainnya berlomba-lomba menonjolkan produk dalam tayangan iklannya, iklan Bukalapak justru sebaliknya.

BAB VI. PEMBELAJARAN ETIKA LINGKUNGAN 111 A. Rambu-Rambu Membelajarkan Etika Lingkungan 111 B. Pembelajaran Etika Lingkungan Melalui Model Pembelajaran OIDDE 121 C. Pengambilan Keputusan Etik dalam Kasus Etika Lingkungan 131 D. Pembelajaran Etika Lingkungan (Pengalaman di Beberapa Negara) 133 DAFTAR FUSTAKA 145 GLOSARIUM 159

Etika secara umum dibagi menjadi sebagai berikut: a. Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar cara manusia bertindak secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moraldasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika

Beberapa Pengertian Dasar 1 . etika dan tujuannya, etiket, moral, perbedaan dan persamaan etika dan etiket, dan etika dalam perkembangan IPTEK. B. Pengertian Etika Dalam setiap aspek kehidupan manusia, manusia berkeinginan untuk hidup pantas dan teratur, oleh karena itu maka timbul peraturan-peraturan yang