LITERASI DIGITAL BAGI GENERASI DIGITAL NATIVES

3y ago
43 Views
6 Downloads
251.80 KB
13 Pages
Last View : 2m ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Carlos Cepeda
Transcription

LITERASI DIGITAL BAGI GENERASI DIGITAL NATIVESRiana MardinaPustakawan Universitas Kristen Krida Wacanariana@ukrida.ac.idABSTRAKSaat ini kemajuan teknologi digitalmempengaruhi kehidupan manusia. Tingginya penggunaan internet berbanding lurus dengankepemilikan seseorang akan perangkat gadget. Generasi digital natives disebut the native gadget, artinya lebih banyak menggunakangadget untuk beraktivitas dalam kehidupannya, dengan munculnya lingkungan berbasis digital. Penggunaan media sosial menanjaktajam seiring era keterbukaan informasi. Perpustakaan sebagai sumber pengetahuan memiliki peran penting dalam mendidik parapengguna perpustakaan untuk memanfaatkan informasi digital baik dalam pembelajaran maupun memberi dampak pada kehidupan dimasyarkat. Pengembangan materi literasi informasi bersifat multi literacies, yang meliputi literasi-literasi seperti: teknologi digital,informasi, multi media, visual (gambar), audio , berpikir kritis, serta pemahaman terhadap isu etika, moral, hukum, sosial, budaya yangmelingkupi lingkungan digital tersebut, serta cara berpartisipasi dalam komunitas online secara santun dan bertanggung jawab. Budayaliterasi tradisional seperti menulis, membaca dan mendengar masih diperlukan generasi digital natives untuk meningkatkanketerampilan literasi digital.Kata kunci: literasi digital, literasi informasi, partisipasi, teknologi digital, media sosial, digital natives1

PENDAHULUANKemajuan teknologi komunikasi dan informasi saat ini banyak mempengaruhi berbagai aspekkehidupan manusia. Penggunaan internet di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Organisasinirlaba yaitu Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menyatakan hasil survei yang dilakukanorganisasi tersebut, bahwa pengguna internet Indonesia mencapai 51, 8% (132,7 juta orang) dari256,2 juta orang penduduk Indonesia. Penduduk Indonesia mengakses internet lebih banyak melaluiperangkat gadget sebesar 47, 6 %, dengan tingkat kepuasan pada skala ‘sangat puas’ sebesar 71,1%mengakses internet melalui perangkat mobile, serta 25,3 % alasan utama terbesar mengakses internetadalah up date informasi (APJII, 2016). Tingginya kepemilikan perangkat gadget and kemudahanmengakses internet, menjadi salah satu petunjuk, perangkat mobile mudah dijangkau dan diperolehdengan harga murah.Pada sisi lain aktivitas kehidupan, penggunaan media sosial juga menanjak tajam seiringmudahnya era keterbukaan. Media sosial menjadi ‘kawan akrab’ bagi penggunanya. Berdasarkanhasil survei APJII 2016, bahwa 97, 5 % berbagi informasi menjadi aktivitas tertinggi dalam mediasosial. Beberapa tahun terakhir ini, dampak negatif media sosial menjadi tak terkendali, ketikainformasi dibagikan atau diciptakan hanya sekedar menaikkan ‘status’ pengirim informasi. Aktivitasberbagi informasi lebih banyak menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan di masyarakat. Saatini berbagi informasi dengan cepat tanpa perlu menyaring benar tidaknya informasi tersebut sudahmenjadi aktivitas sosial. Etika atau prinsip penggunaan media sosial menjadi terabaikan, karena tren‘siapa cepat menyebarkan informasi’, akan menaikkan rangking atau citra diri bagi penyebarinformasi. Banyak orang menjadi antusias untuk berbagi informasi tanpu melakukan pengecekankembali terhadap informasi tersebut. Penyebaran berita bohong atau ‘hoax’ menjadi letupan besar,bila tidak dikendalikan dengan bijak, maka akan memberi ledakan dalam kehidupan sosial.Data APJII 2016 juga menyatakan pengguna internet Indonesia tertinggi sebesar 89, 7 % padakelompok mahasiswa. Jika dilihat dari rentang usia, kelompok mahasiswa merupakan bagian darisivitas akademika perguruan tinggi. Perpustakaan sebagai sumber pengetahuan (resources center)memiliki peran untuk memdayagunakan para pengguna perpustakaan, khusus mahasiswa dalammengakses sumber pengetahuan tersebut. Tidak sekedar memanfaatkan sumber pengetahuan, tetapimenggunakannya, serta berujung pada hasil sebuah pengetahuan baru tercipta. Berbagai programkegiatan pendidikan pemakai seharusnya bisa mendidik pengguna untuk menggunakan informasidengan bijak. Melalui program-program literasi informasi, diharapkan pengguna perpustakaanmemiliki kemampuan memilah informasi, khusunya mengkritisi informasi sebelum dibagikan kepadaorang. Pemahaman literasi informasi saja belum cukup, khususnya dalam lingkungan digital sepertiini, tetapi perlu pengayaan lebih lanjut pada perangkat teknologi digital dengan keragaman format,2

misalnya informasi berbasis teks, audio, film, atau kombinasi diantara ketiga media maupun denganmedia lainnya (seperti virtual reality, augmented, dan lainnya). Pemahaman penggunaan maupundampak yang timbul dari kesalahan penggunaan perangkat teknologi komunikasi dan informasimenjadi sangat penting, karena kelompok kaum muda, khususnya mahasiswa menjadi konsumentertinggi dalam mengakses internet. Pustakawan perlu kreatif mengelola pendidikan literasi informasidengan mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, dan menyesuaikan materiliterasi informasi sesuai generasi manusia yang menjadi pengguna perpustakaan. Pentingnyapemahaman literasi digital, maupun kolaborasi dengan literasi informasi atau literasi lainnya menjadinilai tambah untuk pengembangan kegiatan literasi informasi berikutnyaGENERASI DIGITAL NATIVESHasugian (2011) membagi generasi manusia dalam 6 kategori, pertama, disebut dengan ‘theGreatest Generation’ yaitu generasi yang lahir pada masa perang dunia II (1901-1924); keduadiartikan sebagai the Silent Generation yang lahir pada rentang tahun 1925-1942; ketiga, generasithe Baby Boomers yang lahir pada rentang tahun 1943-1960; keempat, disebut sebagai Generasi X,yaitu generasi yang lahir pada periode 1961-1981; kelima, generasi Millennial dengan rentang lahirpada tahun 1982-2002; keenam, generasi digital natives atau disebut dengan istilah generasi Z atauInternet Generation, adalah generasi manusia yang lahir dari tahun 1994 sampai tahun sekarang.Menurut Prensky (2001), salah satu penggagas teori generasi digital natives, menyebutkankarakteristik digital natives, adalah generasi yang lahir pada era 1980 dan sesudahnya, yaitu generasiyang lahir pada lingkungan teknologi digital. Selanjutnya, generasi digital natives, sebagai generasidengan aktivitas yang melekat pada penggunaan komputer, dan mengganggap teknologi digitalmenjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupannya. Karakteristik lainnya generasi ini sangatmenikmati permainan (games online), serta adanya kebutuhan, keinginan untuk selalu terhubungdengan internet setiap saat, menciptakan konten-konten dan membagikannya kepada orang lain,kemudian, sangat aktif dalam dalam media sosial.Ku & Soulier (2009); Gaith (2010) mengartikan generasi digital natives dengan karakteristiksebagai berikut: menikmati aktivitas dalam lingkungan yang serba online, misalnya lebih seringmenciptakan hubungan pertemanan secara online; sesegera mungkin mendapatkan informasi,berkolaborasi secara berjejaring, mencari informasi secara acak, karena itu lebih menyukai informasiberbasis hypertext. Cara mendapat informasi, jika memungkinkan informasi diperoleh secara instan.Dalam melakukan aktivitas, cenderung bekerja dengan multitasking atau secara pararel dalam kurunwaktu bersamaan; lebih suka memproses informasi visual secara dinamis, menikmati informasi3

berbentuk gambar interaktif, khususnya ‘games’ yang interaktif. Disamping itu pula keinginan agarpendapat mereka dihargai oleh orang lain.Generasi digital natives disebut juga sebagai sebagai the native gadget yang lahir pada abaddigital (Brynko, 2009; Prensky, 2001), artinya lebih banyak menggunakan gadget untuk beraktivitasdalam kesehariaan.Penggunaan teknologi informasi tidak hanya berdampak pada aktivitas sosial, tetapi pengaruhteknologi pada generasi digital natives dapat dilihat juga terhadap gaya belajarnya. Hal ini sesuaidengan penelitian yang dilakukan Ghaith (2010), gaya belajar generasi digital natives, dengan ciriciri: cara belajar dengan cepat, memproses informasi secara cepat, walaupun pada akhirnya tidak bisaberkonsentrasi dengan baik, karena mencari informasi serba cepat dalam waktu singkat.Kecenderungan generasi digital natives yang serba cepat dan instan menjadikan mereka lebihmemilih melakukan browsing informasi, tanpa mau berlama-lama membaca informasi denganlengkap (Law, 2009). Aktivitas browsing dan reading informasi (Gilster, 1997) memiliki perbedaanterutama pada pengalama yang diperoleh dari aktivitas tersebut. Seseorang mendapatkan informasidari buku, memiliki experience berbeda ketika pengguna membaca buku dengan melakukanbrowsing informasi di internet. Kegiatan browsing bersifat dinamis, artinya jika mengakses suatusitus informasi yang ditampilkan di internet hari ini akan berbeda konten dalam hari berikutnya.Pengalaman membaca buku bersifat statik, artinya kebaruan konten buku tidak secepat kebaruaninformasi dalam sebuah situs. Disamping itu, pembaca tidak akan kehilangan makna buku tersebut,meskipun sudah dicetak berkali-kali atau berganti edisi.Berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan generasi digital natives merupakan generasiyang dilingkupi dengan lingkungan berbasis teknologi, bekerja dengan cara multitasking, berjejaringdengan banyak orang, menyukai suatu permainan yang interaktif, akses informasi secara acak, inginsegera mendapatkan informasi secara instan, cepat, tanpa harus membaca informas secara detail,pilihan rujukan informasi dominan pada sumber-sumber yang tersedia online, dibanding sumberinformasi yang disediakan perpustakaan. Perilaku orang dalam mengadopsi teknologi dipengaruhidari adanya teknologi yang muncul di setiap generasi yang berbeda.LITERASI INFORMASIMenurut World’s Most Literate Nations Ranked tahun 2016, budaya literasi Indonesia beradadi posisi ke-60 dari 61 negara. Data ini menunjukkan bahwa literasi Indonesia sangat rendah.Menurut Kajian Perpustakaan Nasional (A’La, 2017) yang dimuat dalam Harian Kompas, bahwaminat membaca masyarakat Indonesia pada 12 Propinsi dan 28 Kabupaten/Kota di Indonesiatermasuk kategori rendah (25,1 %).Kondisi yang memprihatinkan bahwa minat membaca4

masyarakat Indonesia dalam angka kecil dan kontradiksi dengan hasil survei APJII 2016, masyarakatIndonesia memiliki angka tertinggi dalam mengakses internet, disamping kemudahan mencariinformasi melalui internet.Penggunaan informasi tidak hanya sekedar membaca, tetapi perlu sampai tingkat melek ataupaham informasi. American Library of Assocation (2000) mengartikan standar literasi informasi diperguruan tinggi terpenuhi, jika seseorang sudah mampu menentukan informasi yang dibutuhkan,mengakses informasi dengan efisiensi dan efektif, mengevaluasi informasi secara kritis,mensintesakaninformasi terpilih ke dalam suatu dasar pengetahuan,menggunakan informasidengan efektif untuk menyelesaikan suatu tugas, memahami aspek isu sosial, ekonomi, hukum yangmelingkupi informasi tersebut serta menggunakan informasi secara etis dan legal. Dalam lingkungandigital, UNESCO (2017) mensyaratkan seseorang telah memiliki keterampilan literasi informasi, jikatelah mampu mengakses informasi, menggunakan teknologi komunikasi, menginterpretasikan,membuat pendapat terhadap informasi yang ditemukan, dan mampu menciptakan informasi.Standar kompetensi literasi informasi menurut Deleo, Eichenholtz, & Sosin (2009), yaituseseorang harus memiliki kemampuan seperti:, pertama, menentukan ruang lingkup informasi yangdibutuhkan, kedua, mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien; ketiga,mengevaluasi sumber informasi secara kritis; keempat, mensintesakan informasi yang telah diseleksike dalam dasar sistem pengetahuan dan nilai individu; kelima, individu sebagai pribadi ataupunsebagai anggota kelompok menggunakan informasi dengan efektif untuk menyelesaikan untuk suatumaksud/tujuan tertentu; (e) memahami isu ekonomi, hukum dan sosial disekitarnya dan penggunaandan akses informasi secara etis dan legal. Ketiga standar literasi informasi dapat disimpulkan bahwaseseorang harus mampun mencari, mengevaluasi informasi dengan benar, memilih proses yangefektif, menggunakannya dengan etis, memperhatikan aspek sosial, ekonomi, hukum sebagai kondisiyang paling rentan melingkupi informasi, bertanggung jawab dalam penciptaan informasi baru.Penerapan literasi informasi di lingkungan perguruan tinggi sudah lama dilakukan, dan lebihbanyak terintegrasi dalam program pendidikan pemakai, atau pengenalan mahasiswa baru.Implementasi kegiatan literasi informasi perlu dilakukan evaluasi, mengingat pengguna perpustakaanberasal dari berbagai generasi, dan literasi informasi memberi impak baik bagi penggunaperpustakaan. Hasil penelitian yang dilakukan Deleo, Eichenholtz & Sosin (2009) pada sekelompokmahasiswa, bahwa masalah yang muncul dalam mengajarkan literasi informasi:pertama,beragamnya pengetahuan tentang literasi informasi, khususnya dari kelompok pembelajar dewasa;kedua, pada kelompok pembelajar dewasa, kapasitas pengetahuan komputer masih terbatas, bahkanadanya indikasi keraguan pada penggunaan teknologi; ketiga, persyaratan kemampuan teknologi5

dalam melakukan penelitian kepustakaan; keempat, perbedaan dan inkonsisten sering muncul, antaraharapan para dosen dengan yang dikerjakan oleh mahasiswa.Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa penguasaan teknologi mempengaruhipenerapan keterampilan literasi informasi. Setiap orang memiliki perbedaan dalam penguasaanteknologi. Penting bagi pustakawan untuk memahami bahwa setiap orang memiliki keterampilanteknologi berbeda-beda. Hal ini juga dibuktikan melalui penelitian Eisenberg, Lowe & Spitzer(2004), bahwa pengajaran literasi informasi sangat terkait dengan penguasaan keterampilanperangkat teknologi atau digital. Dengan demikian keterampilan teknologi atau perangkat digitalsebagai konten terbaik dalam mengajarkan literasi informasi kepada siapapun juga.LITERASI DIGITALLiterasi digital secara sederhana diartikan sebagai kecakapan memahami dan menggunakaninformasi dari berbagai tipe format sumber-sumber informasi yang lebi

Generasi digital natives disebut the native gadget, artinya lebih banyak menggunakan gadget untuk beraktivitas dalam kehidupannya, dengan munculnya lingkungan berbasis digital. Penggunaan media .

Related Documents:

Generasi ini mulai memilah literasi digital sebagai sumber informasi jika bermanfaat meningkatkan kepopuleran mereka. Generasi “X“ (1965 - 80’) Masa peralihan teknologi analog menjadi teknologi digital. Kemampuan menyerap berbagai informasi dari generasi ini membuat literasi digital berkembang pesat penggunaanya. Generasi “Y” (1981 .

Putra, 2016: 125) generasi ini dikenal dengan generasi digital yang memiliki keinginan kuat untuk menjadi generasi yang hebat dibanding dengan generasi sebelumnya. Kualitas hidup generasi milenial tidak lepas dari tanggung jawab dan pengabdian orang tua mereka yang berasal dari generasi baby boomer.

Generasi milenial memiliki keunikan dibandingkan generasi sebelumnya, misalnya soal kepiawaian dalam teknologi. Jika Generasi X (lahir 1961-1980) adalah generasi yang sangat menikmati televisi dan gempita media, maka generasi milenial ini lebih tertarik dengan digital marketing dan juga tayangan termasuk iklan yang berbasis video atau internet.

Istilah literasi digital mulai popular sekitar tahun 2005 (Davis & Shaw, 2011)Literasi digital bermakna kemampuan untul berhubungan dengan informasi hipertekstual dalam arti bacaan takberurut berbantuan komputer. Istilah literasi digital pernah digunakan tahun 1980 an,(Davis & Shaw, 2011), secara umum

digital seperti Internet dan situs sosial networking. Generasi Z (1995 -2010) Generasi ini lahir ke dunia yang baru muncul dari krisis ekonomi yang luas diprediksi akan lebih fasih terhadap teknologi, lebih berpendidikan dari generasi sebelumnya. Generasi ini menjadi saksi pada perubahan Generasi Aplha (2010 -2023)

Statistika Generasi Z (1) Menghabiskan waktu sekitar 7.5 jam perhari berinteraksi dengan gawai digital (hampir 11 jam untuk menikmati konten dan berinteraksi dengan gawai digital) 22% remaja generasi Z masuk ke akun media sosial lebih dari 10 kali setiap hari (data tahun 2009) Sekitar 75% remaja generasi Z memiliki ponsel sendiri, 25%

fenomena, khususnya dalam era generasi millennial. Dalam Era digital, pendidikan kita perlu mengembangkan literasi baru yang tentunya kita harus memahami cara penggunaan teknologi tersebut. Proses pendidikan yang baik juga harus dapat memenuhi kebutuhan dalam literasi manusia, menjadi penting untuk

AS 8 PROTEIN SYNTHESIS QUESTIONSHEET 10 (b) (i) genetic code on DNA is copied into mRNA; double helix of DNA unwinds (in region to be copied); complementary nucleotides line up along coding strand of DNA; A to U and C to G; assemble together to make a complementary strand of mRNA; under influence of RNA polymerase; mRNA unzips from DNA template and passes to ribosomes; max 5 (ii) ATP provides .