Generasi Milenial Dalam Industri 4.0: Berkah Bagi Sumber .

3y ago
70 Views
2 Downloads
3.59 MB
17 Pages
Last View : 5d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Carlos Cepeda
Transcription

Deloitte Indonesia Perspectives Edisi Pertama, September 2019Generasi Milenial dalamIndustri 4.0: BerkahBagi Sumber DayaManusia Indonesia atauAncaman?Gelombang orang muda berusia 18 – 37 tahunmulai menduduki posisi-posisi penting didunia kerja. Beberapa dari pemimpin merekayang berasal dari generasi sebelumnya mulaimengeluhkan sikap-sikap generasi milenialini saat harus bekerjasama dengan mereka.Mereka dinilai tidak sama dengan generasisebelumnya dalam kacamata yang negatif.Bagaimana menjembataninya?24

Deloitte Indonesia Perspectives Edisi Pertama, September 2019 The World Economic Forum tahun 2015 memprediksi Indonesia akanmenempati urutan ke-8 ekonomi dunia di tahun 2020. Pernyataan inididukung oleh Standard Chartered Bank yang memprediksi hal yang sama,sementara Goldman Sachs memprediksi Indonesia akan menjadi kekuatanekonomi nomor tujuh dunia setelah China, Amerika Serikat, India, Brazil,Meksiko, dan Rusia. Prediksi ini tidak main-main. Salah satu pendukungkekuatan ekonomi adalah geliat e-commerce yang diyakini menjadi kekuatanekonomi masa depan. Pada tahun 2015 pengguna internet di Indonesia telahmencapai 47,9% dari populasi atau sebanyak 93,4 juta orang dan diprediksimengalami peningkatan hingga 140 juta pengguna di tahun 2020. Sedangkanberdasarkan data 2017 dari katadata.coid diperkirakan pengguna ponseltelah mencapai 142% dari total populasi sebanyak 262 juta orang, denganasumsi satu orang menggunakan dua hingga tiga kartu telpon seluler.Tak bisa dipungkiri, kekuatan ekonomi yang diprediksi semakin kokohdimotori oleh orang muda, mulai dari soal menggunakan internet hinggabisnis yang mulai dimasuki bahkan dipimpin oleh orang muda. Mayoritaspengguna internet adalah generasi milenial yang lahir ketika teknologiinternet sudah mulai dikenal. Sebuah survei yang dilakukan IDN ResearchInstitute bekerjasama dengan Alvara Research Center di 12 kota besar diIndonesia berjudul Indonesia Millenial Report 2019 menunjukkan bahwagenerasi milenial Indonesia telah terkoneksi dengan internet sebanyak94,4%, bahkan sebagian besar diantaranya telah mengalami kecanduanbahkan ketergantungan terhadap internet. Bagaimana dengan dunia kerja?Dunia bisnis sudah mulai dikuasai oleh orang-orang muda generasi milenial.Bagaimana karakteristik mereka mempengaruhi dunia kerja saat ini?Bagaimana pula perusahaan perlu melihat dan mempersiapkan merekamembangun masa depan ekonomi Indonesia?Generasi Milenial, Tech Savvy yang Kurang Sabar?Jumlah para milenial atau angkatan yang lahir antara tahun 1981-2000menurut Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2017 berjumlah88 juta jiwa atau 33,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia, sepertidikutip dalam buku Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial terbitanKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak denganBadan Pusat Statistik 2018. Jumlah ini diperkirakan akan terus naik.25

Deloitte Indonesia Perspectives Edisi Pertama, September 2019Dibandingkan dengan jumlah generasi lain, saat iniprosentase milenial di Indonesia merupakan jumlahterbesar (33,75%), diikuti dengan jumlah generasi Z(29,23%), generasi X (25,74%), dan yang paling sedikitadalah generasi baby boomers dan veteran (11,27%),seperti terlihat dalam grafik di atas. Jumlah kaum milenialyang semakin menguasai demografi ini merupakantantangan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia baikdi masa sekarang maupun di masa depan. Kunci dalampenanganan kaum milenial terletak pada kata-kata kunci,bahwa mereka akan menentukan masa depan Indonesia.Untuk itu, semua pihak, baik pemerintah, maupun jugapara pemimpin bisnis harus mulai mempersiapkan dirimenghadapi kalangan milenial sebagai tenaga kerjamereka. PT. Astra Internasional, Tbk, sebuah perusahaanmultinasional yang banyak bergerak di bidang otomotif,seperti disebut dalam Indonesian Millenial Report 2019mengungkapkan bahwa saat ini pegawai Milenial merekasebesar 70 persen dari 250 ribu karyawannya, fakta inimendorong mereka untuk mengubah cara berbisnis:menyesuaikan dengan milenial.Generasi milenial memiliki keunikan dibandingkangenerasi sebelumnya, misalnya soal kepiawaian dalamteknologi. Jika Generasi X (lahir 1961-1980) adalahgenerasi yang sangat menikmati televisi dan gempitamedia, maka generasi milenial ini lebih tertarik dengandigital marketing dan juga tayangan termasuk iklan yangberbasis video atau internet. Hal ini senada denganpandangan yang disampaikan Dicky Kartikoyono,Direktur Sumber Daya Manusia Bank Indonesiayang mengatakan bahwa generasi Milenial umumnyatech savvy. “Secara umum mereka adalah generasi yangtidak mengalami kondisi sulit, namun mereka pekadengan perubahan teknologi atau gadget,” kata Dicky.Hal ini membuatnya berbeda dengan Generasi X danBaby Boomers yang melewati jaman perang. GenerasiMilenial sangat terpapar dengan teknologi, bahkan jugamengalami berbagai revolusi dalam teknologi, mulaidengan adanya komputer, informasi, dan kemudianinternet. “(Kondisi) Ini semua membentuk mereka denganhidup yang serba mudah, untuk memahaminya kita perlumelihat bahwa mereka terbentuk dalam kondisi sepertiitu. Mereka tidak pernah terlalu berpikir panjang, caramereka menghadapi masalah juga berbeda dengantuntutan orangtua, proses pendidikannya juga berbeda”kata Dicky memberi komentar tentang generasi Milenial.Pandangan mengenai keakraban Milenial dan teknologi inidiamini oleh Wisudho Harsanto, seorang praktisi SumberDaya Manusia dengan fokus operasional, transformation/change management, corporate culture development,yang kini menjabat sebagai Managing Director RumahSakit Puri Bunda di Bali. Ia juga menyetujui pendapatbahwa generasi Milenial cenderung terbiasa dimanjakanoleh teknologi yang mempermudah hidup manusia,sehingga membentuk sosok mereka sebagai orang yangtidak punya rencana panjang. Menurutnya, secara filosofis26teknologi adalah obsesi manusia untuk menghiburkemalasannya. “Jadi ada indigenious of human kind,”katanya. Ia memberi contoh remote televisi sebagai bendayang membuat orang tidak perlu maju mendekati pesawattelevisi untuk mengubah channel dan sebagainya. “Sepertihalnya ojek online yang kini hanya dengan menggunakanaplikasi di ponsel, orang bisa memindahkan ojek dariyang dulu harus didatangi di pangkalan, kemudian kiniberkat teknologi sudah datang sendiri ke rumah untukmengantar barang atau orang,” kata Wisudho menjelaskanpemikirannya.Namun, ia tidak setuju sepenuhnya dengan pandanganyang membedakan generasi Milenial dan generasisebelumnya secara hitam-putih. “ (Penggambaran) itucenderung terlalu sederhana (oversimplified),” katanya.Menurutnya, selain gap antar generasi tidak begitu sajabisa dibedakan dengan mudah, juga (ada) keterlambatanantara Generasi X dan Y sekitar 10 tahun di Indonesiadibandingkan negara maju, seperti halnya yang terjadidi Indonesia bagian barat dan timur” katanya. Iamenyarankan untuk berhati-hati dalam mendefinisikankarakteristik diantara generasi milenial.Secara mudah tech savvy inilah yang memungkinkanmereka – misalnya - untuk selalu melihat informasi diinternet atau sosial media sebelum memutuskan untukmembeli sesuatu. Bagi generasi ini apa yang dikatakanoleh internet atau media sosial sangat penting bagimereka. Pandangan atau pendapat orang lain di mediasosial sangat menentukan mulai dari soal pembelianbarang hingga hal-hal lain yang lebih serius dalamkehidupan. Kemudahan dalam mencari informasi danberbagai kemudahan lain membuat kehidupan milenialrelatif lebih nyaman dibandingkan generasi sebelumnya.Lalu, bagaimana kaitannya karakteristik milenial dengandunia kerja? Menurut Pambudi Sunarsihanto, KetuaPMSM (Perhimpunan Manajemen Sumber DayaManusia/Indonesian Society of Human Resources)Indonesia, para milenial memiliki attention span (rentangperhatian) yang lebih cepat dibandingkan generasisebelumnya. Tentu hal ini membuat gaya komunikasidan cara hidup mereka berbeda, oleh sebab itu tidaklahmengherankan jika mereka juga berharap perkembangandiri yang lebih cepat, mereka ingin berganti posisi dan kariryang lebih cepat juga, dibandingkan generasi terdahulu.Hal senada dikemukakan dalam laporan yang dirilis Gallupdi tahun 2016 berjudul: “How Millenials Want to Workand Live”, bahwa terdapat empat karakteristik utama paramilenial, yaitu tak punya keterikatan baik dalam pekerjaanmaupun pada merek barang yang mereka beli, sebanyakenam dari sepuluh milenial mengatakan bahwa merekasedang mencari lowongan pekerjaan. Hal tersebut bahkanmengakibatkan kerugian hingga ratusan milyar dollar ASsetiap tahunnya karena hilangnya produktivitas di AmerikaSerikat. Kedua, para milenial saling terhubung berkatkoneksi internet sehingga mereka memiliki perspektif

Deloitte Indonesia Perspectives Edisi Pertama, September 2019 "Dicky KartikoyonoDirektur Sumber Daya Manusia Bank Indonesiaglobal yang tergambar dalam interaksi mereka seharihari, cara pandang mereka juga tidak terbatas sehinggamembuat mereka punya pendekatan yang berbeda dalambanyak hal, termasuk soal pekerjaan. Mereka ingin bebasdari aturan tempat kerja dan standar kinerja manajemenperusahaan. Uniknya, laporan Gallup ini menyebutkanbahwa pegawai milenial yang merasa atasannya bisa diajakdiskusi tentang hal-hal di luar pekerjaan, biasanya bisabertahan di satu tempat kerja hingga lebih dari satu tahun.Karakteristik utama keempat adalah mereka percayakehidupan dan pekerjaan harus memiliki makna. Sebanyak87% dari para milenial mengatakan bahwa pertumbuhandi tempat kerja dan karir dangat penting dalam pekerjaan,dan mereka ingin memiliki tujuan dan merasa menjadibagian penting dalam pekerjaan.Pegawai Milenial Identik Dengan TurnoverPegawai Tinggi?Beberapa perusahaan mengeluhkan tingginya tingkatturnover (pergantian pegawai) di kantor masing-masing,yang tentu membuat departemen Sumber Daya Manusiakebingungan menghadapi hal ini. Bank Indonesia adalahsalah satu lembaga negara yang selama ini turnoverpegawai jangka panjang hampir mendekati 0 (close tozero). Dicky mengatakan,” Selama ini keluar masuk pegawaiterjadi jika ada yang sakit, atau kena sanksi, atau menikah.Oleh karena sebagai institusi bank sentral, siklus bisnisnyaadalah pemahaman siklus bisnis secara utuh, mulaidari fungsi sebagai regulator hingga ke peran di globaldengan membawa posisi negara, yang tidak mungkindipahami (jika tidak) dalam jangka panjang, dan juga valueproposition kami membuat turnover-nya close to zero.”Namun hal itu bukan berarti institusi seperti bank sentraltidak waspada.Milenial memang identik dengan angka turnover pegawaiSecara umum generasi milenialtidak mengalami kondisi sulit,namun mereka peka denganperubahan teknologi ataugadget. Mereka tidak pernahterlalu berpikir panjang,cara mereka menghadapimasalah juga berbeda dengantuntutan orangtua, prosespendidikannya juga berbeda.“yang tinggi. “Rata-rata angka turnover industri adalahdi atas 10% saat ini,” demikian menurut Novi Triputra,Direktur Sumber Daya Manusia PT. Deloitte KonsultanIndonesia. Ia menambahkan bahwa angka tersebutbahkan juga terjadi di perusahaan start up yang diyakinimerupakan perusahaan yang lingkungan kerjanya banyakdicari oleh para milenial. Hal ini dikuatkan denganpendapat Pambudi Sunarsihanto yang menekankanbahwa para milenial adalah generasi yang menyukaikebebasan, suka serba cepat, instan, dan digital. “Ketikamereka masuk dalam satu perusahaan dan belum tentumendapatkan apa yang mereka harapkan, mereka bisafrustasi menghadapinya. Selain itu milenial mempunyaimimpi menjadi enterpreneur yang memerlukan berbagaiketerampilan seperti marketing, sumber daya manusia,dan hal lain yang mereka ingin pelajari semua untukmempersiapkan diri mereka sebagai enterpreneur.Mereka juga menginginkan fleksibilitas. “Bekerja disatu tempat selama setahun kadangkala buat merekasudah terasa sangat lama,” kata Pambudi memperkuatpandangannya. I menambahkan pula bahwa, “Merekapunya karakter yang sangat penting bagi kebutuhantenaga kerja di masa depan, namun rentang perhatian(attention span) mereka juga lebih cepat, dan olehkarenanya mereka ingin ganti posisi dan karir dengan lebihcepat jugaAsumsi kegemaran berpindah pekerjaan di kalanganmilenial disikapi secara normal oleh Wisudho. Denganpengalaman lebih dari 20 tahun di bidang sumber dayamanusia, membuatnya sangat memahami dunia kaummilenial. Ia mengisahkan segenap cara yang dicobanyauntuk mempertahankan pegawai milenial. Dalam halbenefit, yang merupakan salah satu strategi perusahaan27

Deloitte Indonesia Perspectives Edisi Pertama, September 2019untuk menahan karyawan, Wisudho memiliki pengalamansaat menawarkan program perumahan untuk karyawandengan sistem kepemilikan mobil (car ownership plan/CoP) dengan cicilan selama 5 tahun dan rumah dicicilselama 15 tahun. Reaksi para milenial mengagetkan,karena mereka dengan terbuka mengatakan,”Do youthink I will be that long? I don’t think I will work here formore than two years.” Reaksi yang nampak tidak seriustersebut ‘disikapi’ secara serius oleh Wisudho yang saatitu menjabat sebagai Direktur Sumber Daya Manusia.“Itu merupakan gejala, itu adalah underlying motive,bawah sadar mereka mengatakan,”kok saya diikat?”, kataWisudho mengisahkan pengalamannya. Jika generasiX melihat program perumahan itu sebagai anugerah,generasi milenial melihatnya secara berbeda. Ia menyebutfenomena perubahan dalam diri generasi, tersebutsebagai tsunami generasi. “Itu merupakan tsunamigenerasi, jangan dihalangi, kita sebagai surfer ya ikutisaja ombaknya, tapi kita harus survive,” katanya. Novimengiyakan hal tersebut. “Tendensi mereka (milenial)ingin bekerja cepat, ingin cepat mendapatkan umpan balik(feedback), pekerjaan juga ingin yang challenging, tingkatkebosanan lebih cepat dibandingkan generasi-generasisebelumnya. Itu tantangan, meski dalam pekerjaan sifatnyatidak selalu begitu,” kata Novi.kata memberikan deskripsi lebih lanjut.Ridho Utama (Edo, 27 tahun) adalah salah satu contohgenerasi milenial yang sering berganti pekerjaan. LulusanUniversity of California, San Diego, Amerika Serikat yangmengambil bidang Studi Media (Media Studies) ini dalamwaktu empat tahun telah bekerja di lima perusahaanberbeda, dua diantaranya di Amerika Serikat, duaperusahaan di Jakarta, dan pekerjaannya di Bali saat ini.“Aku termasuk kategori milenial yang suka loncat-loncatkerja,” katanya membenarkan. Ia merasa kebebasan,flesibilitas adalah hal yang dicarinya. Ia mengaku setiapkali wawancara pekerjaan ia juga megatakan bahwa iaselalu terbuka dengan kesempatan baru. “Untuk menilaisituasi sebenarnya waktu enam bulan buatku cukup untukmelihat budaya perusahaannya. Apakah cocok atau tidak.Kalau tidak cocok, aku mulai mencari peluang yang lain,”Bank Indonesia juga menyadari bahwa turnover dikalangan milenial sangat tinggi. Namun sebagai banksentral, bank Indonesia tidak bisa seperti bank lain. “Jadi,kita harus menjaga posisi tersebut,” kata Dicky. Ia tidakmenutup mata bahwa “ancaman” turnover yang tinggijuga mungkin dialami oleh institusinya, oleh karenakarakteristik tertentu tenaga kerja yang sebagian besarmilenial tersebut. Institusinya menyikapi kondisi ini denganberusaha melakukan refleksi latar belakang kehidupanpara milenial dan apa yang mereka cita-citakan danmereka harapkan dari dunia kerja. Dengan bantuan parakonsultan dalam pengelolaan organisasi moderen, BankIndonesia menemukan kunci yang tepat yakni memberikanruang untuk berkreativitas, diharapkan dengan ruangtersebut mereka akan berkembang melebihi harapan.Contoh pengalaman kerja milenial lain dapat ditemukandalam pengalaman Darwin Boy Xsander (27 tahun)yang setelah lulus lima tahun lalu dari London School ofPublic Relation (LSPR) kini tengah menjalani pekerjaankeempatnya. Pekerjaan paling lama yang dijalaninya adalahdi sebuah perusahaan periklanan, yakni selama 1 tahun 9bulan, sedangkan pekerjaan yang lain dijalaninya rata-rataenam bulan hingga satu tahun. Ia juga mencari tantangandari setiap pekerjaan yang dijalani. “Setelah bekerja selamabeberapa waktu, aku merasa tidak berkembang, akumemilih mengundurkan diri saja,” katanya.Meski melihat pengalaman para milenial dan pandanganpara pimpinan Sumber Daya Manusia di beberapa institusiterkemuka, hasil survei terbatas yang dilakukan DeloitteIndonesia justru mengungkapkan bahwa mereka yangingin bekerja selama satu tahun saja di satu perusahaanrelatif cukup kecil, yakni sebesar 5%, dibandingkandengan 40,8% responden milenial yang mengatakanbahwa rentang waktu ideal mereka untuk bekerja di satutempat adalah 3-5 tahun, dan 20% dari para milenial inimenyatakan bahwa waktu antara 1-2 tahun adalah durasiwaktu yang ideal untuk bekerja di satu tempat kerja.milenial tidak lagi bisa ditahan" Generasidi tempat kerja dengan memberikanfasilitas-fasilitas kenyamanan, sepertimobil atau rumah, kini fasilitas semacamitu tidak bisa lagi dianggap sebagairetention seperti untuk generasi sebelummilenial, tapi lebih sebagai fridge benefit.Wisudho HarsantoPraktisi Sumber Daya Manusia dengan fokus operasional, transformation/changemanagement, corporate culture development, Managing Director Rumah Sakit Puri Bunda28“

Deloitte Indonesia Perspectives Edisi Pertama, September 2019 Karakteristik Milenial Sangat KuatGenerasi milenial adalah sumber daya manusia denganpotensi yang luar biasa yang sangat diperlukan pada masaini, dimana teknologi komunikasi menjadi yang terdepan.Dua karakteristik yang cukup menonjol dari mereka adalahsaling terhubung dan seolah tak bisa dibatasi. Keberadaaninternet, wi-fi, laptop dan smartphone memungkinkanmereka saling terhubung dan memiliki perspektif global.Selain itu mereka juga punya pendekatan berbeda dalamberkomunikasi. Misalnya mereka ingin bebas dari aturantempat kerja dan standar kinerja manajemen. Merekajuga berharap para pemimpin menyesuaikan diri denganmereka, termasuk dalam cara berkomunikasi di tempatkerja. Karyawan yang merasa bisa berdiskusi denganatasannya tentang hal-hal yang tak berkaitan denganpekerjaan, umumnya lebih lama bertahan dalam pekerjaandibandingkan atasan yang hanya diskusi soal pekerjaan.“Mereka saling terhubung (connected) dan digital, cumarentang perhatian mereka juga lebih cepat, dan kemudiangaya komunikasi dan cara hidup mereka juga berbedadengan generasi yang lain,” kata Pambudi mengemukakanpandangannya tentang milenial sebagai tenaga kerja. Iajuga melihat potensi adanya pertentangan antara milenialdengan generasi-generasi sebelumnya.Hal ini diamini oleh Wisudho.Pengalamannya sebagaipimpinan departemen sumber daya manusia di beberapaperusahaan multinasional ternama membuatnya banyakmelakukan pengamatan terhadap tenaga kerja milenial.Ia tidak menidakkan anggapan bahwa para milenial itutenaga kerja yang sulit diatur dan keluar-masuk tempatkerja dengan cepat, namun ia mencoba untuk tidakmenjadikannya celah antar generasi (generation gap).Ia mengaku pernah mencoba berbagai cara menghadapitenaga kerja milanial, misalnya ia pernah melakukanmodel pendekatan kepemimpinan model Generasi Xatau Baby Boomers yang biasa memberikan perintah danmengontrol, segala sesuatunya teratur, tidak suka denganhal yang tak beraturan atau kejutan, namun kurangberhasil. Pada akhirnya ia mengambil kesimpulan,”Weare in the timeline of generation mix in one work place. Itufakta. Saya pribadi menganggapnya sebagai keniscayaan,tidak perlu dihindari atau dilihat negatifnya. Itu kondisinetral, kita hanya perlu melakukan sesuatu untukmenghadapinya,” kata pengamat isu sumber daya manusiayang juga adalah Managing Director sebuah rumahsakit terkemuka yang kini banyak tinggal di Denpasartersebut. Meski ia tidak terlalu setuju definisi milenial yangmenurutnya seringkali terlalu disederhanakan, namun iamengakui bahwa umumnya milenial susah diatur. Namunia melihat melihat hal ini sangat menantang. “Tantanganterberat bekerjasama dengan milenial adalah mereka itukreatif, analitis, kolaboratif, dan berani,” katanya.Pernyataan para milenial sendiri juga memperkuatasumsi tentang karakteristik mereka, Edo yang kinibekerja di sebuah perusahaan rintisan (start up) penyediasustainable living product mengatakan bahwa ia menyukaikebebasan dalam bekerja, baik dalam hal waktu maupunsuasan

Generasi milenial memiliki keunikan dibandingkan generasi sebelumnya, misalnya soal kepiawaian dalam teknologi. Jika Generasi X (lahir 1961-1980) adalah generasi yang sangat menikmati televisi dan gempita media, maka generasi milenial ini lebih tertarik dengan digital marketing dan juga tayangan termasuk iklan yang berbasis video atau internet.

Related Documents:

Putra, 2016: 125) generasi ini dikenal dengan generasi digital yang memiliki keinginan kuat untuk menjadi generasi yang hebat dibanding dengan generasi sebelumnya. Kualitas hidup generasi milenial tidak lepas dari tanggung jawab dan pengabdian orang tua mereka yang berasal dari generasi baby boomer.

Generasi milenial merupakan modal utama dalam fenomena bonus demografi. Potensi generasi milenial yang dapat dimaksimalkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, peran generasi milenial yang merata tanpa adanya kesenjangan gender juga akan mengoptimalkan manfaat dan potensi yang ada.

digital seperti Internet dan situs sosial networking. Generasi Z (1995 -2010) Generasi ini lahir ke dunia yang baru muncul dari krisis ekonomi yang luas diprediksi akan lebih fasih terhadap teknologi, lebih berpendidikan dari generasi sebelumnya. Generasi ini menjadi saksi pada perubahan Generasi Aplha (2010 -2023)

pada generasi milenial di era digital. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini akan digunakan teknik analisis kualitatif induktif yang dilakukan untuk mengeksplorasi dan menganalisis fokus penelitian. Teknik ini merujuk pada metode analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual .

Generasi ini mulai memilah literasi digital sebagai sumber informasi jika bermanfaat meningkatkan kepopuleran mereka. Generasi “X“ (1965 - 80’) Masa peralihan teknologi analog menjadi teknologi digital. Kemampuan menyerap berbagai informasi dari generasi ini membuat literasi digital berkembang pesat penggunaanya. Generasi “Y” (1981 .

Statistika Generasi Z (1) Menghabiskan waktu sekitar 7.5 jam perhari berinteraksi dengan gawai digital (hampir 11 jam untuk menikmati konten dan berinteraksi dengan gawai digital) 22% remaja generasi Z masuk ke akun media sosial lebih dari 10 kali setiap hari (data tahun 2009) Sekitar 75% remaja generasi Z memiliki ponsel sendiri, 25%

Survei Nasional CSIS“Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik Generasi Milenial”, Periode 23H30Agustus 2017 Kerja sama luar negeri yang menguntungkan dan

Grade 2 Indiana Academic Standards 2014 3 . READING: Literature. There are three key areas found in the Reading: Literature section for grades 6-12: Key Ideas and Textual Support, Structural Elements and Organization, and Synthesis and Connection of Ideas. By demonstrating the skills listed in each section, students should be able to meet the Learning Outcome for Reading: Literature. Learning .