2.2.1.1 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

3y ago
43 Views
3 Downloads
1.05 MB
27 Pages
Last View : 9d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Sabrina Baez
Transcription

BAB 2DATA DAN ANALISA2.1 Data Umum KasusData-data untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari sumbersebagai berikut:a. Pencarian data literatur melalui buku, artikel, dan website-Buku Colour Mania-Buku Big Format Advertising-Buku Do Good Design by David B. Berman-Catatan Tahunan tentang Kekerasan Terhadap Perempuanb. Wawancara dengan narasumber dan pihak terkaitKomnas PerempuanPimpinan: Yuniyanti Chuzaifahwww.komnasperempuan.or.idAlamat : Jl. Latuharhari 4B, Jakarta 10310Telp: (021) 390 3963c. Kuisioner kepada 100 koresponden yang terdiri dari 50 laki-laki dan 50perempuan.2.2 Data Khusus Kasus2.2.1 Data Penyelenggara2.2.1.1 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap PerempuanAdalah salah satu lembaga nasional hak asasi manusia (NHRI, National HumanRights Institution), yang berfokus pada penegakan hak asasi manusia perempuanIndonesia. Komnas Prempuan adalah lembaga negara yang independen yang dibentuk3

melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 15 Oktober 1998, yangdiperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaumperempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalammenganggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutantersebut berakar pada tragedy kekerasan seksual yang terutama dialami oleh perempuanetnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.Landasan Kerangka Kerja Komnas Perempuan:1. Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19452. Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi PenghapusanSegala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi MenentangPenyiksaan Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atautidak Manusiawi (CAT)Tujuan Komnas Perempuan:1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentukkekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuandi Indonesia;2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasanterhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.Manfaat dan Kewenangan Komnas Perempuan:1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuanIndonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusansegala bentuk kekerasan terhadap perempuan;2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagiperlindungan hak-hak asasi perempuan;3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasiankekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, sertapenyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkahlangkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan;4. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislative, danyudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunandan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upayapencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,serta perlindungan HAM, penegakan, dan pemajuan hak-hak asasi perempuan;5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkanupaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadapperempuan Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hakasasi perempuan.Peran Komnas Perempuan:4

1. Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisipemenuhan hak perempuan korban;2. Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan;3. Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan;4. Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dankomunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan padapemenuhan tanggungjawab negara pada penegakan hak asasi manusia dan padapemulihan hak-hak korban;5. Fasilitator pengembanan dan penguatan jaringan di tingkat local, nasional,regional, dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitaspenanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.2.2.1.2 Pelaksana Mandat 2010-2014Rapat paripurna komisioner Komnas Perempuan adalah otoritas tertinggi dalampengambilan keputusan dan penanggung jawab pelaksanaan mandat KomnasPerempuan. Para komisioner berasal dari latar belakang yang beragam dan memenuhiprinsip-prinsip Paris untuk sebuah mekanisme hak asasi manusia. Pemilihan komisionerdiselenggarakan secara terbukam dilaksanakan oleh sebuah tim seleksi independen, danmelalui konsultasi dengan mitra-mitra Komnas Permepuan dalam penentuan criteria danproses penyeleksian. Guna memastikan keberlanjutan inisiatif organisasi sekaligusmerawat demokrasi, seorang komisioner dapat dipilih kembali sebanyak-banyaknya satukali dan jumlah komisioner yang menjabat untuk periode kedua paling banyak adalahsepertiga dari total anggota paripurna.Ada 15 orang komisioner yang bertugas untuk masa bakti 2010-2014. Seorangketua dan dua wakil ketua dipilih di antara mereka. Selebihnya, para komisionermembagi diri dalam Subkomisi dan Gugus Kerja untuk mengawal pelaksanaan mandatKomnas Perempuan. Saat ini ada 5 Subkomisi dan 3 Gugus Kerja, yaitu:-Subkomisi Pemantauan,Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Perempuan Korban Kekerasan,Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan,Subkomisi Pendidikan,Subkomisi Partisipasi Masyarakat-Gugus Kerja PapuaGugus Kerja Pekerja Migran,Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum NasionalDalam kerjanya, para komisioner didukung oleh badan pekerja yang dipimpinoleh seorang Sekretaris Jendral. Badan pekerja terbagi dalam divisi dan unit sesuaidengan subkomisi dan gugus kerja yang ada, serta dalam lima bidang kesekretariatan,5

yaitu bidang umum, bidang sumber daya manusia, bidang keuangan, bidang penelitian,informasi dan dokumentasi, serta bidang perencanaan, monitoring, dan evaluasi.Komisi Paripurna Komnas Perempuan 2010-2014Ketua:Yunianti ChuzaifahWakil Ketua:Desti MurdjianaMasruchahAnggota:Agustinus Supriyanto, Andy Yentriyani, Arimbi Heroepoetri, HuseinMuhammad, Kunthi Tridewiyanti, Neng Dara Affiah, Ninik Rahayu SaurTumiur Situmorang, Sri Nurherwati, Sylvana Maria Apituley, TumbuSaraswati, Yustina RostiawatiSekretaris JendralPinky Tantotos2.2.1.3 Kerja Utama 2010-2014Empat Isu Prioritas dari Sebelas Isu Krusial Komnas Perempuan, 2010-20141. Kekerasan terhadap perempuan akibat pemiskinan perempuan, termasuk dalamkonteks migrasi, eksploitasi tenaga kerja di pabrik dan rumah tangga, eksploitasisumber daya alam, dan pengungsian;2. Kekerasan terhadap perempuan akibat politisasi identitas dan kebijakan berbasismoralitas dan agama;3. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu dankonflik;4. Penguatan mekanisme hak asasi manusia bagi perempuan5. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks taahanan dan serupa tahanan;6. Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks perkawinan dan keluarga;7. Kekerasan terhadap perempuan dalam praktik budaya;8. Kekerasan terhadap perempuan rentan diskriminasi, antara lain penyandangcacat, anggota masyarakat adat, dan anggota komunitas minoritas;9. Kekerasan seksual dalam berbagai konteks lainnya, termasuk oleh pejabatpublik, pendidik, pemuka komunitas, dan di media;10. Perlindungan dan dukungan bagi Perempuan Pembela HAM;11. Kekerasan terhadap perempuan dalam praktik politik, termasuk pemilu danpemilukada;6

2.2.1.4 Capaian UtamaTabel 2.2.1.4 Capaian Utama7

2.2.1.5 Kampanye Utama16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (K16HAKTP)Kampanye internasional ini diselenggarakan setiap tahunnya dandimulai pada tanggal 25 November (Hari Internasional AntiKekerasan terhadap Perempuan) hingga 10 Desember (Hari HakAsasi Manusia Sedunia). Di Indonesia, kampanye ini mulaidigiatkan Komnas Perempuan sebagai kampanye nasional sejaktahun 2001, dan diperluas untuk juga mencakup peringatan HariMigran Internasional pada tanggal 18 Desember. TujuanK16HAKTP bertujuan menggalang dukungan publik untukpenghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan bentuk-bentukpelanggaran HAM berbasis gender lainnya.Mulai tahun 2010 hingga 2014, K16HAKTP akan mengangkat tema “KekerasanSeksual: Kenali dan Tangani”. Tujuannya adalah untuk mengajak publik untukmengenali bentuk-bentuk kekerasan seksual, memahami akar permasalahannya,kompleksitas, dan penyelesaiannya. Pada akhir periode kampanye ini, diharapkan akanmuncul kesadaran dan gerakan untuk menghadirkan undang-undang yang mengaturtentang kekerasan seksual sehingga mampu menjamin perlindungan dan jaminan hukumbagi perempuan korban.Pundi PerempuanAdalah inisiatif penggalangan dana publik untuk mendukungupaya pemulihan perempuan korban kekerasan. Danadiperuntukkan bagi pendampingan korban dan rumah aman,dukungan pemulihan perempuan korban dan keluarganya, dandukungan akses kesehatan untuk perempuan pembela HAM.Sejak tahun 2003 Pundi Perempuan telah menyalurkan dukunganbagi 37 lembaga pengada layanan bagi korban, dua paguyubanperempuan korban, dan satu orang perempuan pembela HAM.Mari Berbicara KebenaranAdalah gerakan mengajak setiap warga bangsa untuk membukadiri pada sejarah kelam Indonesia dengan menyimak penuturanpara prempuan korban dan mengintergretasikannya dalam sejarahnasional. Tujuannya adalah untuk menggalang dukungan publikbagi upaya pemulihan hak-hak perempuan korban dan untukmemastikan tidak terjadi lagi pelanggaran HAM serupa padagenerasi berikutnya.8

2.2.2 Data Kasus2.2.2.1 Gambaran Umum: Data KTP Tahun 2011Tabel 2.2.2.1a Jumlah Kasus KTP (Tahun 2001-2011)Berdasarkan kompilasi data kekerasan terhadap perempuan dari 383 lembagamitra pengada layanan yang mengisi dan mengirim kembali datanya kepada KomnasPerempuan diperoleh jumlah korban KTP tahun 2010 ini, yaitu 105.103 korban. Jikadibandingkan dengan kompilasi data tahun yang lalu, angka kekerasan pada tahun inilebih kecil kurang-lebih 27%.Lebih kecilnya angka korban KTP tahun ini tidak dapat diartikan bahwa dalamtahun 2010 kekerasan terhadap perempuan berkurang. Ada sejumlah faktor yangditengarai menjadi penyebab, khususnya berkaitan dengan pendokumentasian kasuskekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga. Di antarasejumlah faktor penyebab yang hampir selalu disebutkan oleh lembaga mitra pengadalayanan adalah: keterbatasan SDM (dalam hal ketrampilan pendataan dan pergantian –turnover yang cepat), keterbatasan fasilitas (perangkat komputer, dan peralatan lain yangdiperlukan untuk pendataan), pemahaman akan pengisian format pendataan (yang jugaseringkali diubah atau disesuaikan dengan keadaan pengaduan dari tahun ke tahun),pendanaan dalam rangka mendukung pendokumentasian kasus, dan keengganan korbanuntuk secara formal dicatat kasusnya (karena kekhawatiran dan ketakutan akan adanya9

stigma atau tanggapan negatif dari masyarakat tentang kasus kekerasan yangdialaminya).Kendala lain yang ditengarai oleh Komnas Perempuan di antaranya pembenahaninternal organisasi sehingga yang biasa turut berpartisipasi mengirimkan data pada tahunini tidak berhasil mengirimnya tepat waktu. Ada pula sejumlah lembaga yang pada tahunini secara khusus mempersiapkan dokumentasi laporan dalam rangka memperingati 100Tahun Hari Perempuan Internasional. Secara umum, kendala seperti disebutkan olehberbagai pihak ini menunjukkan bahwa memang ‘kesadaran’ akan pentingnyapendokumentasian kasus KTP masih sangat kurang. Oleh karena itu, KomnasPerempuan berupaya melakukan sosialisasi pentingnya CATAHU bagi semua pihak dalamkerangka advokasi kebijakan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadapperempuan.10

Tabel 2.2.2.1b Jumlah Kasus KTP Menurut Wilayah (CATAHU 2019-2011)Tahun 2009Jumlah korban kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun ini mencapai143.586 orang. Angka ini meningkat sebesar 263%, dibandingkan tahun lalu (54.424korban).Jika melihat data korban (yang ditangani oleh lembaga mitra) dari tahun ke tahunmengalami kecenderungan meningkat cukup tajam. Keadaan ini berkaitan dengan teknispengumpulan data dan ditengarai ada sejumlah faktor yang mendorong korban lebihmudah ‘bicara” atau membuka kasus kekerasan yang dialaminya. Seperti dijelaskanterdahulu, secara teknis, data dari sejumlah lembaga lebih mudah diakses lewat situs11

web dan/atau cara lain sehingga berdampak pada lebih banyak kasus (korban) yangdapat dicatat.Beberapa tahun belakangan ini banyak kasus kekerasan terhadap perempuandengan mudah dapat disimak lewat media massa (baik elektronik dan media cetak). Danbiasanya yang banyak mendapat sorotan adalah tokoh publik – dikenal oleh masyarakatsecara luas (kalangan artis, pejabat, tokoh masyarakat dan tokoh lain yang cukup mudahdikenali). Pemberitaan ini sedikit banyak mendorong para perempuan lain untuk lebih‘berani’ membuka kasus kekerasan yang dialaminya. Demikian pula, secara umumpublik lebih peka terhadap kasus-kasus tindak kekerasan terhadap permepuan, dan lebihmau menerima (tidak lagi tabu) ketika ada perempuan mengadukan/membukapengalaman tindak kekerasan.Tahun 2010Gambaran umum tentang jumlah korban KTP menurut wilayah dapat dilihatpada grafik di atas. Angka paling tinggi korban KTP dicatat oleh lembaga mitra pengadalayanan di wilayah Jawa: 63.229 korban, Sumatera: 19.741 korban, dan wilayahKalimantan: 14.258 korban.Jumlah korban paling banyak di wilayah Jawa adalah yang tercatat di lembagamitra Jawa Timur (22.071 korban), di urutan kedua terbanyak tercatat sejumlah 15.641korban di Jawa Tengah, dan DKI Jakarta sejumlah 13.956 korban. Di masing-masingwilayah ini Pengadilan Agama menyumbang catatan paling tinggi, rata-rata di atas 90%dari seluruh angka kekerasan terhadap perempuan yang dicatat oleh lembaga-lembagamitra.Di wilayah Sumatera, lembaga mitra yang paling banyak mendokumentasikankorban kekerasan terhadap perempuan adalah lembaga mitra di Sumatera Barat (9.626korban), urutan kedua terbanyak Sumatera Selatan (5.211 korban). Sedangkan wilayahSumatera Utara dan Riau masing-masing mencatat sejumlah 1.932 dan 1.017 korban.Lebih dari 75% sampai 90% dari jumlah tersebut diperoleh dari Pengadilan Agama.Lembaga mitra di wilayah Kalimantan yang paling banyak mencatat kekerasanterhadap perempuan adalah lembaga di Kalimantan Timur: 6.175 korban, terbanyakkedua diperoleh dari lembaga di Kalimantan Selatan: 4.673 korban dan lembaga diKalimantan Barat mendokumentasikan sejumlah 3.143 kasus yang merupakan urutanketiga terbanyak di wilayah Kalimantan ini. Lebih dari 95% kasus tersebut diperolehdari catatan Pengadilan Agama.Pengadilan (tinggi) agama merupakan lembaga mitra yang paling banyakmencatat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, yaitu sejumlah 93.133 kasusatau hampir mencapai 89% dari keseluruhan kasus kekerasan terhadap perempuan ditahun 2010 ini. Komnas Perempuan menyadari perlunya mencermati kembali jumlahkasus yang dicatat di pengadilan (tinggi) agama karena masalah teknis administratif dansistem pendokumentasian kasus KTP di jajaran lembaga tersebut. Pendokumentasiankasus KTP di pengadilan tinggi agama seyogyanya merupakan kompilasi seluruh kasusdari pengadilan agama yang tercakup dalam wilayah kerjanya, termasuk kasus-kasus12

banding. Komnas Perempuan secara khusus mendapat kesulitan untuk mencermatipenghitungan ganda dari kedua lembaga ini karena: 1) tidak semua pengadilan agamamelaporkan data kasusnya tepat waktu ke pengadilan tinggi agama setempat, 2) tidaksemua pengadilan agama mengisi dan mengirimkan kembali formulir data dari KomnasPerempuan, serta 3) adanya kesulitan menelusuri akumulasi jumlah kasus banding dipengadilan tinggi agama (agar bisa memilah dokumentasi kasus banding hanya untuktahun tertentu).Namun demikian, tingginya angka/data dari pengadilan (tinggi) agamamenunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan paling banyak berada diranah/domain domestik – kekerasan dalam rumah tangga dan relasi personal, atau kasusyang berkaitan dengan perceraian dalam rumah tangga seperti data berikut ini.Dari seluruh jumlah 105.103 kasus yang dicatat oleh lembaga mitra pada tahunini, paling besar adalah KTP di ranah domestik–KDRT/RP (kekerasan dalam rumahtangga dan relasi personal), yaitu sejumlah 101.128 kasus (lebih dari 96%). Jumlahkasus KTP terbanyak kedua terjadi di ranah komunitas, sebanyak 3.530, dan kasus KTPdi ranah negara sejumlah 445 kasus. Proporsi jumlah kasus KTP seperti ini sudahditengarai terjadi sejak tahun 2005 (lihat CATAHU 2006). Hal ini terkait dengankehadiran Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yangmemberikan akses lebih besar kepada perempuan untuk dapat melaporkan kasusnya.13

Papua4564001011283530445JumlahTabel 2.2.2.1c Jumlah Korban KTP Menurut Ranah/Domain (2010)Yang menarik dicermati adalah meningkatnya jumlah KTP di ranah/domain yangmenjadi tanggung jawab negara (445 kasus). Jumlah ini dicatat oleh LBH APIK Jakartadan LBH Jakarta (395 korban), P2TP2A Jawa Timur (40 korban) dan KomnasPerempuan yang diterima oleh Unit Pengaduan dan Rujukan (UPR) sejumlah 10 korban.Angka KTP di ranah yang menjadi tanggung jawab negara ini lebih dari 8 kali lipat lebihbesar dibandingkan dengan yang tercatat di tahun 2009 yang lalu (yaitu 54 korban) ataudi tahun-tahun sebelumnya – tidak lebih dari 50 kasus.Tahun 2011Gambaran umum tentang jumlah perempuan korban menurut provinsi inidiperoleh dari kompilasi data yang dikirimkan oleh lembaga pengada layanan di masingmasing wilayah kerjanya, yang kemudian dikategorisasikan sesuai dengan provinsi.Dari grafik di atas terlihat bahwa angka korban KTP paling tinggi terletak diwilayah Jawa, dicatat oleh lembaga mitra pengada layanan di wilayah Jawa Tengah danJawa Timur: 25.628 dan 24.555 korban. Jawa Barat dan DKI Jakarta menyusul: 17.720dan 11.286 korban.Di wilayah lain, korban yang terdata rata-rata di bawah angka sepuluh ribuorang. Sekali lagi, keadaan ini menunjukkan bahwa ketersediaan dan aksesibiliaslembaga pengada layananan menjadi faktor yang perlu mendapat perhatian. Faktanya,14

memang lebih banyak lembaga pengada layanan di daerah Jawa dibandingkan denganprovinsi 3890101128353042KalimantanJumlahTabel 2.2.2.1d Jumlah Korban KTP Menurut Ranah/Domain (2011)Tabel di atas ini menunjukkan gambaran pola kekerasan tahun 2011, berdasarkankasus yang ditangani oleh lembaga mitra pengada layanan di seluruh wilayah diIndonesia.Seperti tahun-tahun sebelumnya, angka kasus KDRT/RP masih mendominasidibandingkan dengan kasus KTP di ranah lain, yaitu 95,61% (113.878 kasus), kekerasandi ranah Komunitas sebesar 4,35% (5.184 kasus) dan kekerasan yang menjadi tanggungjawab Negara 0,03% (42 kasus). Dan dari seluruh jumlah kasus KDRT/RP yangditangani oleh lembaga pengada layanan, lembaga-lembagapengada layanan di sejumlahprovinsi di Jawa mencatat penanganan kasus paling banyak, yaitu Jawa Tengah (25.360)dan Jawa Timur (24.232), Jawa Barat (17.575), DKI Jakarta (10.307).Total jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah Komunitas yangditangani oleh lembaga pengada layanan di tahun 2011 ini adalah 5.187. Di RanahKomunitas ini, jumlah kasus tertinggi dicatat dan ditangani oleh lembaga pengadalayanan di Provinsi Sumatera Utara (1.123) dan lembaga layanan di DKI Jakarta (967).Kasus kekerasan terhadap perempuan yang menjadi tanggung jawab Negara pada tahun2011 ini tercatat 42 korban: lembaga pengada layanan di Provinsi Sumatera Utara (1), diProvinsi Sumatera Barat (24), di DKI Jakarta (12), di Provinsi Jawa Timur (3), diProvinsi NTT (2).15

2.2.2.2 Pola KTP Tahun 2011: Kekerasan SeksualKekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik: KDRT/RPSecara terinci jenis kekerasan terhadap perempuan di ranah rumah tangga/personalditunjukkan dalam grafik di bagian berikut.Tabel 2.2.2.2a Kekerasan terhadap Perempuan

serta perlindungan HAM, penegakan, dan pemajuan hak-hak asasi perempuan; 5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan. Peran Komnas Perempuan:

Related Documents:

Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) dengan pola pendekatannya melalui tiga komisi, yaitu:Komisi Faith and Order (Iman dan Tata Gereja), Komisi Life and Work (Hidup dan Karya Gereja), dan Komisi Mission and Evangelism (Misi dan Pekabar

Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2013. Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 26 Februari 2013; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH UNTUK PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini, yang .

KOMISI C: #2018-C002 – MANUAL BOOK & ACTIVITY DIARY EAGER BEAVER Memutuskan: Menyetujui Manual Book & Activity Diary untuk Eager Beaver menggunakan bahan yang diciptakan dari Divisi Amerika Utara (North American Division) versi tahun 2016. KOMISI C: #2018-C003 – MANUAL BOOK & ACTIVITY DIARY ADVENTURER

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. Memperhatikan : . Logistik Tahun 2013; b) Logistik Tahun 2014. 4) Distribusi Logistik Perlengkapan Pemungutan Suara di tingkat: a) KPU provinsi; b) KPU kabupaten/kota; c) PPK; d) PPS; e) KPPS. 5) Distribusi Logistik Perlengkapan Pemungutan Suara di Luar Negeri a) PPLN dan KPPSLN. -6- Pasal 6 .

Salinan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Pedoman Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Kartel BAB I Latar Belakang BAB II Tujuan dan Cakupan BAB III Pasal Terkait dan Larangan Kartel 3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kartel dan Penjabarannya 3.2. Penjabaran Unsur 3.3. Ketentuan Lain yang Relevan BAB IV Pengaturan Kartel dan Contoh Kasus 4.1. Konsep dan Definisi .

Komisi Penyiaran Indonesia 3 Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) 2012 11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 12. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik .

UU No 22 th 2003 ttg Susduk MPR DPR DPD Dan DPRD . Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah Komisi Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, dan DPRD. BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Bagian Pertama Susunan dan Keanggotaan Pasal 2 MPR terdiri atas Anggota DPR dan Anggota DPD yang .

Kpt/03/KPU/XI/2019 tentang Pedoman Penyusunan Keputusan di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum; 14. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Utara Nomor 138/PP.01.2- Kpt/Prov/X/2019 tentang Pedoman Teknis Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil