JURNAL HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA

3y ago
41 Views
3 Downloads
2.27 MB
239 Pages
Last View : 18d ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Jamie Paz
Transcription

JURNAL HUKUMLINGKUNGAN INDONESIAVolume 01 Issue 01, Januari 2014Indonesian Center for Environmental LawLembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN INDONESIAVol. 01 Issue 01 / Januari / 2014Website: www.icel.or.id/jurnalE-mail: jurnal@icel.or.idDiterbitkan oleh:INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW (ICEL)Jl. Dempo II no. 21, Kebayoran BaruJakarta Selatan 12120Telp. (62-21) 7262740, 7233390Fax. (62-21) 7269331Tata Letak dan Desain Sampul: Matacakra DesignRedaksi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi, mahasiswa danmereka yang berminat untuk memberikan tulisan ilmiah mengenai hukumlingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Tulisan dapat dikirimkanmelalui pos atau e-mail sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Penulisan(hal. xi)DISCLAIMEROpini yang dimuat dalam Jurnal ini tidak mewakili pendapat resmi ICEL,melainkan merupakan pendapat pribadi masing-masing Penulis.

REDAKSI DAN MITRA BEBESTARIDewan PenasehatMas Achmad Santosa, SH. LL.M.Prof. Dr. Muhammad Zaidun, SH. M.Si.Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH., M.H.Indro Sugianto, SH. M.H.Sandra Moniaga, SH., LL.M.Yuyun IsmawatiDadang Trisasongko, S.H.Penanggung JawabHenri Subagiyo, S.H., M.H.Pemimpin RedaksiYustisia Rahman, S.H.Redaktur PelaksanaMargaretha Quina, S.H.Sidang RedaksiLaode M. Syarief, S.H., LL.M., Ph.D. Feby Ivalerina, SH., LL.M.Wiwiek Awiati, S.H., M.Hum. Dyah Paramita, S.H., LL.M.Sukma Violetta, S.H., LL.M. Haryani Turnip, S.H.Josi Khatarina, S.H., LL.M. Dessy Eko Prayitno, S.H.Rino Subagyo, S.H. Citra Hartati, S.H., M.H.Windu Kisworo, S.H., LL.M. Raynaldo G. Sembiring, SH.Prayekti Murharjanti, SH., M.Si. Astrid Debora, S.H.Mitra BebestariDr. Ari Mohammad, S.H., M.H.Redaksi dan segenap Penulis Artikel mengucapkan terima kasih sedalam -dalamnyakepada Sidang Redaksi dan Mitra Bebestari atas peer review dan saran yang diberikandalam penyempurnaan Artikel Ilmiah yang diterima.iii

P ENGANTAR REDAKSIAdakah Demokrasi Lingkungan?Democracy is when the indigent,and not the men of property, are the rulers(Aristoteles)Demokrasi bisa jadi merupakan istilah dalam politik yang paling bebasdigunakan. Istilah ini dengan mudah dilekatkan pada suatu lematertentu untuk memberikan penegasan corak dan keberpihakankepada rakyat, pihak yang dalam kredo tentang demokrasi menjadi episentrumkekuasaan. Hal yang kemudian memunculkan istilah-istilah kontemporerseperti demokrasi ekonomi, demokrasi sosial, dan demokrasi lingkunganmisalnya.Munculnya istilah kontemporer yang (mencoba-coba) mengaitkandengan demokrasi ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan seputar aspeksemantik semata, tetapi juga pertanyaan filosofis dan mendasar berkaitandengan konsepsi dan praksis pelaksanaannya. Dalam kontes demokrasilingkungan misalnya. Apakah termin ini memang benar “ada”, atau hanyasekedar termin populer yang ramai digunakan oleh aktivis dan pegiatlingkungan saja? Apakah demokrasi lingkungan sebuah termin yang dapatdipertanggungjawabkan secara ilmiah, atau jangan-jangan ia hanyalah jargonpopuler yang mengandung contradictio in terminis di dalamnya?Secara literal, demokrasi bermakna kekuasaan rakyat, hal yang kemudianditegaskan oleh Abraham Lincoln dalam pidatonya yang legendaris, GettysburgAddress (1863), sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untukrakyat (government of the people, by the people, for the people ). Gagasan demokrasidengan cepat berkembang menjadi gagasan ideal yang paripurna, sedemikiansehingga pada awal abad ke-20 hampir semua negara mengklaim sebagainegara demokratis yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalampenyelenggaraan pemerintahannya. Dalam konteks ini munculnya terminologikontemporer seperti demokrasi lingkungan tentu menjadi hal yang dapat kitamaklumi. Mereka yang memunculkan dan mempopulerkanterminologi initentu memiliki idealisme tentang kekuasaan yang berorientasi kepada rakyatnamun dalam pelaksanaannya tetap menjunjung prinsip keseimbangan dankeserasian dengan alam. Pertanyaannya kemudian: tepatkah penggunaanterminologi ini, baik secara semantik maupun substantif ?Berbicara demokrasi tidak bisa tidak akan membawa kita pada diskursustentang kedaulatan sebagai manifestasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupanbernegara. Demokrasi sendiri merupakan wujud kedaulat an rakyat, gagasanyang menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Gagasankedaulatan rakyat berkembang secara dialektis dan merupakan antitesis dariiv

gagasan kedaulatan Tuhan, kedaulatannegara/bangsa yang muncul terlebih dahulu.monarki,dankedaulatanAdalah Jean Jacques Rosseau yang memberikan dimensi kerakyatanpada gagasan kedaulatan. Rosseau, yang hidup dalam suasana kebatinanRevolusi Perancis, menyatakan bahwa kedaulatan tidak berada di tanganmonarki ataupun negara, melainkan di tangan rakyat yang selaku individumenyerahkan kekuasaannya kepada negara melalui kesepakatan bersama(voluntedetout). Rakyat memberikan mandat kepada negara untuk menjalankanpemerintahan yang dilakukan berdasarkan voluntee generale atau suaraterbanyak yang merepresentasikan kemauan umum. Dalam praksisnya,kemauan umum tercermin dalam perundang-undangan yang disusun olehparlemen sebagi representasi politik rakyat yang dipilih melalui pemilihanumum.Diskurus tentang kedaulatan tidak lantas berhenti dengan munculnyagagasan kedaulatan rakyat dan demokrasi. Agar kedaulatan rakyat dapatbenar-benar berjalan dan tidak berkembang menjadi chaos, supremasikepentingan rakyat dalam demokrasi harus dijalankan berdasarkan norma atauaturan hukum. Gagasan ini kemudian dikenal sebagai kedaulatan hukum, yangharus dijalankan beriringan dengan kedaulatan rakyat. Perpaduan keduanyakemudian dikenal sebagai sebagai negara hukum yang berkedaulatan rakyat(democratischerechstaat) atau demokrasi yang berdasarkan atas hukum(constitutionaldemocracy). Indonesia sebagaimana tercermin dalam Pasal 1 angka(2) dan (3) UUD 1945 merupakan salah satu negara yang menganutconstitutionaldemocracy.Demokrasi yang dijalankan dalam koridor hukum merupakan peluanguntuk mewujudkan tata pemerintahan yang berorientasi rakyat namun tetapmenjunjung prinsip-prinsip kelestarian lingkungan. Caranya melaluipenyusunan norma-norma yang memberikan jaminan perlindunganlingkungan sebagaimana perlindungan atas hak sipil politik dan hak sosialekonomi rakyat. Dalam konteks ini maka demokrasi (berwawasan) lingkungandapat dicapai jika representasi politik rakyat dalam dewan/majelis perwakilanmau dan mampu menyusun produk hukum yang selaras dengan citakelestarian lingkungan. Terang kemudian jika “demokrasi lingkungan” dalamkerangka “constitutional democracy” yang saat ini kita anut sangat bergantungpada keberpihakan parlemen sebagai pihak yang memiliki kewenangankonstitusional untuk membentuk norma.Gagasan kedaulatan lingkungan kemudian muncul sebagai alternatif.Sebagaimana dikemukakan oleh JimlyAsshiddiqie (2009), gagasan ini munculsebagai respon atas relasi kuasa yang selalu bertumpu pada manusia(antrhoposentrisme). Jika kedaulatan rakyat menghasilkan demokrasi dankedaulatan hukum menghasilkan nomokrasi (kekuasaan berdasarkan hukum),maka kedaulatan lingkungan menghasilkan konsep ecocracy, yakni ekosistem.v

Mempertimbangkan kerusakan lingkungan hidup yang semakin nyata sebagaibuah dari kapitalisme pasar yang cenderung memandang alam sebagai faktorproduksi dan aset ekonomi, penerapan gagasan kedaulatan lingkunganbersama dengan kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum dalam bingkainegara mutlak dilakukan. Yang harus digali lebih dalam adalah a?Apakahdenganmengarusutamakan pertimbangan lingkungan dalam kebijakan publik?Apakah dengan mempersonifikasikan lingkungan hidup serupa dengan rakyatyang memiliki hak hukum dan hak konstitusional yang dijamin dalamkonstitusi? Apakah kemudian semua itu dapat kita sebut sebagai wujud dari“demokrasi lingkungan”?Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) edisi kali ini mencobamengangkat tema Demokrasi Lingkungan sebagainarasi alternatif atas gagasanmengenai relasi kekuasaan yang terlampau antroposentris, kapitalistik, dancenderung memandang alam sebatas objek untuk akumulasi kekayaan semata.Dengan kesadaran yang utuh bahwa “demokrasi” merupakan konsep yangterus berkembang dan memiliki beragam penafsiran, JHLI edisi ini kamiharapkan dapat menjadi pemantik diskursus tentang gagasan demokrasilingkungan agar dapat berkembang dari sekedar jargon populer menjadisebuah gagasan utuh yang dapat dioperasionalisasikan dalam kehidupanbernegara. Agar demokrasi, seperti yang dikemukakan Aristoteles dalamPolitics, benar-benar memanifestasikan sebuah keadaan dimana yang palingliminal, yang paling miskin dan lemah lah yang berkuasa. Di tengah gempurankapitalisme yang dengan serakah mengeksploitasi alam serta tirani modal yangmengancam kemurnian demokrasi melalui praktek politik transaksional,rasanya saat ini tidak berlebihan mendudukkan lingkungan hidup sebagaisalah satu “pihak” yang juga berada dalam posisi yang lemah.Januari 2014,Redaksivi

DAFTAR ISIRedaksi & Mitra Bebestari . iiiPengantar Redaksi: Adakah Demokrasi Lingkungan?. ivDaftar Isi . viiArtikel Ilmiah1.Jalan Terjal Ekokrasi2.Gerakan Pembaruan Hukum Lingkungan Indonesia dan PerwujudanDr. Al. Andang L. Binawan, S.J. . 1Tata Kelola LIngkungan yang Baik dalam Negara DemokrasiMas Achmad Santosa, S.H., LL.M. . 233.Demokrasi dan LingkunganFeby Ivalerina, S.H., LL.M. . 554.Jaminan Akses Informasi Dalam Perlindungan Dan PengelolaanLingkungan Hidup (Rekomendasi Penguatan Hak Akses InformasiLingkungan)Henri Subagiyo, S.H., M.H. 745.Perubahan Iklim dan Demokrasi: Ketersediaan dan Akses InformasiIklim, Peranan Pemerintah, dan Partisipasi Masyarakat dalamMendukung Implementasi Adaptasi Perubahan Iklim di IndonesiaPerdinan, S.Si, MNREcon, Ph.D. 1096.Analisis Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001Tentang Minyak dan Gas Bumi7.Penerapan Pengaturan Pembuangan Limbah Minyak ke Laut OlehKapal Tanker Dilihat Dari Perspektif Hukum LingkunganIndah Dwi Qurbani, S.H., M.H. 133Diah Okta P., S.H., Irma Gusmayanti, S.H., Ria Mayasari, S.H. . 1558.Artikel Mahasiswa: Peran Hukum di Indonesia dalam PenanggulanganDampak Perubahan IklimFitri Amelina . 181Ulasan Undang-undang No. 18 Tahun 2013Lakso Anindito, S.H. 198Ulasan Kasus: Kriminalisasi atas Partisipasi Masyarakat: MenyisirKemungkinan terjadinya SLAPP terhadap Aktivis Lingkungan Hidup SumselRaynaldo G. Sembiring, S.H. . 207Ulasan Buku Terkini: Anotasi UUPPLH . 219Penutup Redaksi . viiiPedoman Penulisan Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia .xivii

JALAN TERJAL EKOKRASIAl. Andang L. Binawan1AbstrakIstilah ekokrasi bisa dipahami sebagai kekuasaan dari, oleh dan untuk alamseisinya. Hanya, pengertian sederhana itu mengandung kesulitan filosofis yangsangat besar. Kesulitan itu antara lain terkait dengan paham tentang alamsecara keseluruhan maupun setiap bagiannya, dan juga tentang kedudukanmanusia. Sebagai perbandingan, untuk memenuhi gagasan demokrasi pundiperlukan jalan panjang, bahkan terjal, apalagi ekokrasi. Empat gagasan dasardemokrasi, yaitu kesetaraan, kebebasan, otonomi dan partisipasi tidak bisabegitu saja diterapkan pada ekokrasi, meski untuk bisa merunut kemungkinanekokrasi, perbandingan dengan demokrasi bisa membantu. Meski kemudianmenemukan tanjakan-tanjakan kesulitan, bukan berarti ekokrasi tidak mungkinsama sekali. Beberapa prinsip dari Henryk Skolimowski maupun gagasanprosedural keadilan menurut John Rawls bisa dijadikan titik pijak mendakiekokrasi.Kata kunci: ekokrasi, demokrasi, problematik filosofis, kesetaraan, kebabasan,partisipasi, hormat pada hidup, Skolimowski, John RawlsAbstractEcocracy can be understood as power of, by and for the nature and its contents.However, such a simple definition comprises a great philosophical difficulties. Suchdifficulties inter alia related to the understanding of the nature either holistically orpartially, and also on the human position related to it. As a comparison, even to fulfillthe idea democracy requires a long, even steep road, moreover on fulfilling ecocracy.Four basic ideas of demoracy, which are equality, freedom, autonomy and particip ationcannot be applied as such to ecocracy, although to be able to trace the possibilities ofecocracy, comparison to democracy may help. Although it will possibly crossing theramps of difficulties, does not mean ecocracy is impossible. Some principles fromHenryk Skolimowski, or the idea of procedural justice of John Rawls can be used asstarting point in climbing ecocracy.1Staf pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

AL. ANDANG L. BINAWANKeywords: ecocracy, democracy, philosophical problematic, equality, freedom,participation, respect to life, Skolimowski, John Rawls1. PengantarBerbicara tentang ekokrasi adalah berbicara tentang sebuahkemungkinan jauh. Maksudnya, pemahaman yang komprehensif tentangmakna ekokrasi membutuhkan suatu permenungan yang panjang. Jikademokrasi disederhanakan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat danuntuk rakyat, mengacu pada etimologi demokrasi, apakah ekokrasi akandiartikan sebagai pemerintahan dari alam (Yunani: oikos, rumah-tangga), olehalam dan untuk alam seluruhnya? Andai saja „untuk alam‟ itu dimengerti dandisepakati, tidak mudah memahami istilah „dari alam‟ dan „oleh alam.‟ Adakompleksitas yang rumit di dalamnya, sehingga tidak mudah untukmendapatkan sebuah gagasan yang utuh dan tunggal, padahal untuk sebuahpenerapan, dibutuhkan pemahaman yang relatif bisa diterima banyak pihak.Karena itu, yang paling mungkin hanyalah sebuah pemahaman yang lebihbersifat politis, yang berarti juga bersifat kompromis.Hanya saja, untuk bisa mendapatkan kesepakatan politis ini pun tidakmudah. Banyak liku-liku yang perlu dilalui, terutama terkait dengan prosedurpengambilan keputusan. Belum lagi, jalan berliku masih akan terjadi dalampenerapannya, karena bukan hanya menyangkut politik, tetapi jugakepentingan-kepentingan lain yang tak kalah rumit.Liku-liku ekokrasi ini agak mirip dengan liku-liku demokrasi, meskiakan jauh lebih kompleks. Tulisan ini akan mencoba memaparkan liku -liku itudengan istilah „jalan terjal‟ karena memahami dan menerapkan ekokrasi ibaratnaik gunung yang sangat tinggi. Mengingat, seperti telah dikatakan diatas,untuk penerapan memerlukan basis pemahaman lebih dahulu, tulisan initidak akan membicarakan hal-hal praktis untuk penerapan ekokrasi. Yang akandipaparkan adalah problematik filosofis terkait dengan ekokrasi.Alur paparan ini akan mengikuti liku-liku yang sudah didahuluidemokrasi. Meski demokrasi sering dilihat sebagai masalah politik, hal itu tidakbisa tidak memicu perdebatan filosofis juga. 2 Bagaimana pun demokrasi jugamembutuhkan pendasaran filosofis. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa liku liku itu, baik demokrasi maupun ekokrasi, ada di tiga ranah: filosofis,sosiopolitis, dan praktis. Pada tataran filosofis, problematik akan berkutat padakonsep dan pemahaman. Pada tataran sosiopolitis, problematiknya terletakpada konteks, yang akan mempengaruhi pilihan konsep dan juga prosedur dan2Ross Harrison, misalnya, memaparkan beberapa problem filosofis, termasukproblem pendasarannya. Lihat bukunya Democracy (seri The Problem of Philosophy), Routledge:1993.2

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 1 ISSUE 1, JANUARI 2014hukum yang diambil. Kemudian, pada tataran praktis, akan ada problematikpenerapan.Berdasar tujuan itu, tulisan ini akan didahului dengan sebuah paparansingkat tentang demokrasi dan problematiknya. Tujuannya adalahperbandingan. Artinya, dengan memahami problematik demokrasi, munculsuatu gambaran tentang problematik ekokrasi. Setelah itu, tiga tanjakan akancoba diulas, yaitu tanjakan filosofis, tanjakan sosiopolitis dan kemudiantanjakan praktis. Paparan akan ditutup dengan sebuah usulan sebuah prinsipyang terkait dengan bagaimana mengupayakan ekokrasi.2. Bercermin dari DemokrasiSebelum masuk pada masalah konseptual, ada baiknya melihatkenyataan tentang demokrasi. Tentu, tidak mungkin melihat semua realitas itu.Cukuplah disini melihat seberkas potret tentang demokrasi di Indonesia.Pada tanggal 11 Desember 2013 lalu Kemenko Polhukam, Kemendagri,Bappenas, Biro Pusat Statistik, dengan dukungan Program Pembangunan PBB(UNDP), meluncurkan indeks demokrasi Indonesia. Dikatakan bahwa indeksIndonesia hanya 62,63 dari skala 1-100. Itu adalah hasil dari perhitungan tigaaspek penting demokrasi , yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembagademokrasi. Dalam hal ini, kebebasan sipil mendapat skor tertinggi, yaitu 77,94,sedang hak politik mendapat skor terendah, yaitu 46,33, sementara itu aspekkelembagaan mendapat skor 69,28. Jika dibandingkan dengan indeks tahunsebelumnya, dengan indeks 65,48, indeks tahun ini malah menurun. 3Skor hasil penelitian di atas sedikit lebih tinggi dari skor yang „diberikan‟oleh lembaga Global Democracy Ranking, yaitu 54,2 untuk tahun 2011-2012, danmenduduki peringkat 66 dari 115 negara yang diteliti. Meski sko r-nya sedikitnaik, peringkat ini sama dengan tahun sebelumnya.4 Variabel yang ditelitimemang lebih rinci dengan bobot yang berbeda. Lembaga ini menghitungindeks dengan melihat berbagai aspek lain selain politik (sistem politik), sepertigender (kesetaraan gender), ekonomi (sistem ekonomi), pengetahuan (sejauhmana masyarakat mendapatkan informasi dan pengetahuan, riset danpendidikan), kesehatan (status dan sistemnya) dan juga lingkungan hidup(keberlanjutannya). Politik mendapat porsi terbesar karena diperhitungkan 50persen, sementara yang lain masing-masing hanya 10 persen.5 Hasilpemeringkatan di atas sedikit berbeda dengan perhitungan dari The Economist34Kompas, 12 Desember 2013, hal. 4.http://democracyranking.org/wordpress/?page id 738 diakses pada tanggal 15 Desember2015 jam 20.10.5 c concept.pdf diakses pada tanggal 15Desember 2015 jam 20.15.3

AL. ANDANG L. BINAWANIntellegent Unit, yang untuk tahun 2012 menempatkan Indonesia di peringkat 53dengan skor 6,76 berdasarkan lima aspek yang ditinjau, yaitu proses pemilihandan pluralisme, berfungsinya pemerintah, partisipasi politik, budaya politikdan kebebasan sipil.6Hasil di atas tentu saja menunjukkan mediokritas Indonesia. Memang,setidaknya yang disebut dalam penelitian pertama, korupsi menjadi faktorpenting atas situasi mediokritas, atau malah buruknya situasi demokrasiIndonesia ini. Tentu bisa dibayangkan bahwa korupsi para legislator dan jugapenegak hukum adalah korupsi-korupsi ibarat di jantung pertahanandemokrasi. Hanya, faktor-faktor yang menyebabkan buruknya situasidemokrasi ini tidak akan diperdalam dalam tulisan ini, tetapi dariperbandingan ketiga penelitian itu, beberapa hal bisa disimpulkan.Pertama, jika mengingat stagnasi demokrasi Indonesia, makin tampakbetapa terjal jalan yang harus dilalui demokrasi untuk mewujudkan diri secararelatif ideal. Kondisi sosiopolitis dan juga demografis Indonesia jelas menjadisalah satu sebab p

Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) edisi kali ini mencoba mengangkat tema Demokrasi Lingkungan sebagainarasi alternatif atas gagasan mengenai relasi kekuasaan yang terlampau antroposentris, kapitalistik, dan cenderung memandang alam sebatas objek untuk akumulasi kekayaan semata.

Related Documents:

Hukum sebagai ilmu pengetahuan 2. Hukum sebagai disiplin 3. Hukum sebagai kaedah 4. Hukum sebagai tata hukum 5. Hukum sebagai petugas (hukum) 6. Hukum sebagai keputusan penguasa 7. Hukum sebagai proses pemerintah 8. Hukum sebaga perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur 9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai

PENGERTIAN, SUMBER DAN ASAS A. Pengertian Hukum Acara Perdata Menurut fungsinya, hukum dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum formil atau hukum acara. Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan

1. Pengertian Hukum Agraria Sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka dalam pengertian UUPA Hukum Agraria bukan hanya meru-pakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agrar-ia merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang

tentang teori-teori hukum yang berkembang dalam sejarah perkembangan hukum misalnya : Teori Hukum Positif, Teori Hukum Alam, Teori Mazhab Sejarah, Teori Sosiologi Hukum, Teori Hukum Progresif, Teori Hukum Bebas dan teori-teori yang berekembang pada abad modern. Dengan diterbitkannya modul ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para

Penelitian Hukum Empiris 60 a. Pengertian 60 b. Karakteristik 62 SOAL LATIHAN 66 REFERENSI 66 . Universitas Pamulang S2 Ilmu Hukum . Objek Kajian 68 a. Penelitian Asas-Asas Hukum 68 b. Penelitian Sistematika Hukum 70 c. Penelitian Taraf Sinkronisasi Hukum 71 d. Penelitian Perbandingan Hukum 73 e. Penelitian Sejarah Hukum 75 f. .

1.2 Hukum dan Kelembagaan Lingkungan 8. Menjelaskan fungsi hukum. 9. Menjelaskan sumber hukum Modul 1 terdiri atas 2 (dua) kegiatan belajar yaitu: 1. Pengertian Lingkungan Hidup. 2. Pengertian Hukum Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang optimum, ikutilah semua petunjuk dalam modul ini dengan cermat. Baca semua uraian materi ini

1.2 Hukum Lingkungan Kerusakan lingkungan di dalam modul ini dibahas dalam kaitannya dengan peran hukum lingkungan. Hukum dalam perspektif sosial (non-doktrinal), bisa dimaknai sebagai dokumen antropologi (law is the great anthropological document) karena ketentuan hukum sesungguhnya

Contents—Continued The Army language and cultural enterprise † 1–5, page 1 Scope † 1–6, page 2 Section II Responsibilities, page 2 The Secretary of the Army † 1–7, page 2 The Assistant Secretary of the Army (Financial Management and Comptroller) † 1–8, page 2 The Assistant Secretary of the Army (Manpower and Reserve Affairs) † 1–9, page 2