BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. Tinjauan Umum tentang Arbitrase1. Pengertian ArbitraseSuatu hubungan keperdataan yakni dalam suatu perjanjian selalu akan adaresiko kemungkinan timbulnya suatu perselisihan dalam prosesnya baikantar pihak maupun dengan objek perjanjian. Sengketa tersebut dapatmuncul ketika terjadi suatu wanprestasi atau dengan kata lain salah satu ataukedua pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang disepakatidalam perjanjian. Sehingga dalam menyelesaian sengeketa tersebut terdapatjalur litigasi dan non litigasi. Lembaga arbitrase merupakan salah satu upayapenyelesaian sengketa non litigasi atau di luar pengadilan. Putusan yangdihasilkan oleh lembaga arbitrase pun memiliki sifat yang berbeda denganputusan pengadilan.“Priyatna Abdurrasyid telah menjelaskan arbitrase adalahsalah satu solusi alternatif penyelesaian sengketa yang merupakanbentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang dimanasalah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanyaketidaksefahamannya ketidaksepakatannya dengan satu pihak lainatau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter – arbiter –majelis) ahli yang professional, yang akan bertindak sebagai hakim /peradilan swasta yang akan menerapkan tata cara hukum negarayang berlaku atau menerapkan tata cara hukum perdamaian yangtelah disepakati bersama oleh para pihak terdahulu untuk sampaikepada putusan yang final mengikat.11”“Kemudian R. Subekti menjelaskan bahwa arbitrase adalahpenyelesaian suatu perselisihan (perkara) oleh seorang atau beberapa11Priyatna Abdurrasyid. 2012. Arbitrase: Solusi Alternatif Penyelesaian SengketaPerdata. dalam http://id.shvoong.com. diakses pada 02 Februari 2018.17
orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para pihakyang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat Pengadilan12”“Menurut Frank Alkoury dan Eduar Elkoury arbitrase adalahsuatu proses yang mudah dan simpel yang dipilih oleh para pihaksecara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru sita yangnetral sesuai dengan pilihan mereka, dimana putusan merekadidasarkan pada dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setujusejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final danmengikat”13 Sedangkanpendapat lain menyatakan arbitrase merupakansuatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang didasarkanpada kesepakatan para pihak yang bersengketa. Sebagaikonsekuensinya maka alternatif penyelesaian sengketa bersifatsukarela dan karenanya tidak dapat dipaksakan oleh salah satu pihakkepada pihak lainnya yang bersengketa. Walau demikian sebagaibentuk perjanjian kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihakuntuk menyelesaikan sengketa melalui forum diluar pengadilan harusditaati oleh para pihak.14Berdasarkan pendapat dari para ahli mengenai arbitrase tersebut makadapat disimpulkan bahwa arbitrase adalah salah satu alternatif penyelesaiansengketa diluar pengadilan yang melibatka antar pihak dengan menunjuksuatu ahli profesional sebagai hakim sesuai dengan pilihan para pihaktersebut dengan menerpkan peraturan hukum yang berlaku dan didasarkanpada dalil-dalil dalam perkara dengan putusan yang bersifat final danmengikat bagi para pihak.Dalam tataran normatif hukum Indonesia, perkembangan arbitrasesebagai hukum positif memiliki sejarah yang menunjukkan betapa jauhketertinggalan arbitrase bila dibandingkan dengan negara lain. Padahal12R. Subekti. 1979. Arbitrase Perdagangan. Bandung. Penerbit Bina Cipta. Hal.3.Salim H.S. 2003. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta .Penerbit Grafika. Hal. 142.14Rahayu Hartini.2010. Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Pailit YangBerklausula Arbitrase (Studi Kasus Putusan Kepailitan), Legality Jurnal Hukum. FakultasHukum. Universitas Muhammadiyah Malang. Hal. 2.1318
Indonesia sudah memiliki kodifikasi atas lembaga arbitrase yang sudahsangat tua yakni dalam salah satu bagian reglement op se rechtsvordingS.1847 No. 52 jo. S.1849 No.60.15Arbitrase didasarkan pada kesepakatan dalam perjanjian yang dipilih parapihak untuk menyelesaikan sengketa melalui lembaga arbitrase. Selain ituklausula arbitrase didasarkan pada sah atau tidaknya klausula arbitrasetersebut. Pasal 1320 KUHPerdata menjelaskan syarat sahnya suatuperjanjian harus memenuhi empat syarat yakni1. Adanya kesepakatan di antara para pihak;2. Para pihak telah cakap untuk melakukan perbuatan hukum;3. Adanya objek tertentu;4. Objek dalam kesepakatan adalah sebab yang halal.Empat syarat tersebut dikelompokkan oleh R. Subekti ke dalam duakelompok. Syarat sepakat dan cakap termasuk dalam kelompok syaratbersifat subjektid. Dan syarat objek tertentu dan klausula halal termasukdalam kelompok objektif. 16Syarat objektif terkait arbitrase jika ditinjau dari Undang- Undang Nomor30 Tahun 1999 dalam pasal 5 menyatakan.15Rahayu Hartini. 2009. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia : DualismeKewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase. Jakarta. Penerbit Kencana. Hal 29.16R. Subekti. 2001. Hukum Perjanjian. Jakarta. Penerbit PT Intermasa. Hal. 17.19
(1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturanperundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa;(2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketayangmenurutperaturan perundang-undangantidakdapatdiadakanperdamaian penolakan pelaksanaan.Badan arbitrase pun dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok yakniArbitrase Nasional dan Arbitrase Internasional.“Ridwan Widiastoro mengatakan arbitrase nasional adalahpenyelesaian suatu sengketa melalui badan arbitrase yang dilakukandi dalam satu atau negara dimana unsur-unsur yang terdapat didalamnya memiliki nasionalitas yang sama.Sedangkan arbitraseinternasional yaitu penyelesaian melalui badan arbitrase yang dapatdilakukan di luar ataupun di dalam suatu negara salah satu pihakyang bersengketa di mana unsur-unsur yang terdapat didalamnyamemiliki nasionalitas yang berbeda satu sama lain”17Sehingga berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan terdapatsuatu perbedaan antara lembaga arbitrase nasional dan lembaga arbitraseinternasional yakni terletak pada unsur-unsur nasionalitas yang digunakan.Jika lembaga arbitrase internasional maka terdapat unsur nasionalitas yangberbeda atau adanya unsur nasionalitas asing.5. Putusan Arbitrase AsingSebelum membahas tinjauan umum tentang putusan arbitrase asing,penulis akan membahas terlebih dahulu penjelasan arbitrase internasional.17Ridwan Widiastoro.Op. Cit. Hal. 164.20
Arbitraseinternasional adalah suatumetodeyang digunakan untukmenyelesaikan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjiandagang internasional. Suatu arbitrase dapat dikatakan internasional apabila parapihak perjanjian mempunyai tempat usaha yang berkedudukan di negaranegara yangberbeda. Misalnya antara pengusaha di Indonesia denganpengusaha di Singapura, kemudian jika terjadi suatu sengketa yang timbul dariperjanjian tersebut dan para pihak menggunakan arbitrase untuk menyelesaikansengketa, maka arbitrase ini disebut sebagai arbitrase internasional. 18 Sehinggaputusan yang dikeluarkan pun menjadi suatu putusan arbitrase internasionalatau putusan arbitrase asing. Istilah ini pun sudah disinggung dalam regulasiarbitrase di Indonesia.Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1990tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing Mahkamah AgungRepublik Indonesia mengenal istilah putusan arbitrase asing denganmenyebutkan dalam pasal 2 bahwa “putusan arbitrase asing adalah putusanyang dijatuhkan oleh suatu Badan Arbitrase ataupun Arbiter perorangan di luarwilayah hukum Republik Indonesia, ataupun putusan suatu Badan Arbitraseataupun Arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum RepublikIndonesia dianggap sebagai suatu putusan Arbitrase Asing, yang berkekuatanhukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 Tahun 1981 Lembaran NegaraTahun 1981 No. 40 tanggal 5 Agustus 1981”.18Sudiarto. 2013. Negosiasi, Mediasi & Arbitrase (Penyelesaian Sengketa Alternatif diIndonesia). Bandung. Penerbit Pustaka Reka Cipta. Hal. 6521
Pengertian putusan arbitrase asing, dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1)Konvensi New York 1958. Dalam pasal ini dijelaskan, yang dimaksud putusanarbitrase asing adalah putusan-putusan arbitrase yang dibuat di wilayah negaralain dari negara tempat dimana diminta pengakuan dan pelaksanaan eksekusiatas putusan arbitrase yang bersangkutan (made in the territory of a statesother than the states where the recognition and enforcement of such awardsare sought).Sedangkan dalam Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase danAlternatif Penyelesaian Sengketa tidak menyebutkan istilah putusan arbitraseasing. Namun lebih kepada putusan arbitrase internasional, yakni pada pasal 1point 9 tinjauan umum tentang Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing diIndonesia menjelaskan bahwa Putusan Arbitrase Internasional adalah putusanyang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luarwilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atauarbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesiadianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.6.Penolakan Putusan Arbitrase AsingSuatu putusan arbitrase asing meskipun telah bersifat final and bindingnamun tidak serta merta dapat diterapkan di suatu negara. hal tersebutbergantung dengan bagaimana putusan asing harus mampu menyesuaikandengan sendi-sendii asasi sistem hukum suatu negara yang akan dimintakanpelaksanannya.22
Penolakan pelaksanaan putusan arbitrase asing pada dasarnya berbedadengan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana yang diatur dalamKonvensi New York 1958. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkankonsekuensi atau akibat hukum yang ditimbulkannya. Perbedaan antarapenolakan dan pembatalan juga dapat dilihat berdasarkan jurisdiksi primerdan jurisdiksi sekunder dari putusan arbitrase yang telah dibuat. Pembatalanputusan arbitrase dapat dilakukan oleh tempat jurisdiksi primer dari putusanarbitrase dibuat. Sedangkan penolakan putusan arbitrase asing dilakukanoleh jurisdiksi sekunder putusan arbitrase dibuat.19Kemudian perbedaan antara penolakan dan pembatalan putusan arbitraseasing juga disampaikan oleh Hikmahanto Juwana yakni sebagai berikut.“perbedaan dapat dilihat dari: pertama, berdasarkan prosesdan alasan untuk pembatalan putusan arbitrase diatur dalamperaturan perundang-undangan suatu negara dan tidak diaturdalam sebuah perjanjian internasional; sedangkan proses danalasan penolakan putusan arbitrase asing justru diatur dalamperjanjian internasional yang kemudian ditransformasikan dalambentuk peraturan perundang-undangan nasional. Kedua,berdasarkan konsekuensi hukumnya, pembatalan putusanarbitrase berakibat pada dinafikannya atau seolah tidak pernahdibuat suatu putusan arbitrase dan pengadilan dapat meminta agarpara pihak mengulang proses arbitrase. Pembatalan putusanarbitrase tidak membawa konsekuensi pada pengadilan yangmembatalkan untuk memiliki wewenang memeriksa dan memutussengketa. Sementara itu, penolakan putusan arbitrase olehpengadilan, tidak berarti menafikan putusan tersebut. Penolakanmempunyai konsekuensi tidak dapatnya putusan arbitrasedilaksanakan di yurisdiksi pengadilan yang telah menolaknya.Apabila ternyata di negara lain terdapat aset dari pihak yangdikalahkan, pihak yang dimenangkan masih dapat memintaeksekusi di pengadilan negara tersebut.” 2019Sudargo Gautama. 2004. Arbitrase Luar Negeri dan Pemakaian Hukum Indonesia.Bandung. Penerbit PT Citra Aditya Bakti. Hal 73.20Hikmahanto Juwana. 2002. Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional OlehPengadilan Nasional. Jakarta : Jurnal Hukum Bisnis Vol.21. Hal. 67.23
Pelaksanaan putusan suatu arbitrase asing beserta syarat yang harusdipenuhi, diatur dalam pasal 66 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakanPutusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan diwilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syaratsebagai berikut :a. Putusan Arbitrase Intemasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelisarbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat padaperjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuandan pelaksanaan Putusan Arbitrase Intemasional;b. Putusan Arbitrase Intemasional sebagaimana dimaksud dalam huruf aterbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasukdalam ruang lingkup hukum perdagangan;c. Putusan Arbitrase Intemasional sebagaimana dimaksud dalam huruf ahanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidakbertentangan dengan ketertiban umum;d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelahmemperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dane. Putusan Arbitrase Intemasional sebagaimana dimaksud dalam huruf ayang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihakdalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur24
dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkankepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Sedangkan pengaturan alasan diajukannya suatu pembatalan putusanarbitrase asing diatur dalam pasal 70 Undang- Undang Nomor 30 Tahun1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yangmenyatakan terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukanpermohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandungunsur-unsur sebagai berikut :a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusandijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan,yang disembunyikan oleh pihak lawan; atauc. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satupihak dalam pemeriksaan sengketa.Sehingga berdasarkan penjelasan pengaturan pelaksanaan dan pembatalanputusan arbitrase asing di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 30Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapatdiketahui bahwa penggunaan alasan ketertiban umum merupakan alasandari dapat dilakukannya pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesiasebagaimana diatur dalam pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.25
7. Asas Ketertiban UmumAsas ketertiban umum menjadi salah satu alasan penolakan pelaksanaanputusan arbitrase asing di suatu negara. hal tersebut tercantum dalam pasal66 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan AlternatifPenyelesaian Sengketa. Selain itu adanya asas ketertiban umum yangberkenaan dengan alasan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase ini puntelah diatur di dalam Konvensi New York pada Pasal V ayat (2) huruf byang menyatakan “The recognition or enforcement of the award would becontrary to the public policy of that country”.Ketertiban umum memiliki istilah yang berbeda-beda. Selain berbedaistilah, definisi dari ketertiban umum pun berbeda antara satu negara dengannegara yang lain. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh sistem negara yangdianut, falsafah dan juga kondisi politik serta kepribadian bangsa. 21“Charles Brocher membagi asas ketertiban umum manjadiketertiban umum intern dan ekstern, asas ketertiban umumsebagaimana diuraikan di atas termasuk asas ketertiban umumekstern atau disebut juga dengan asas ketertiban umuminternasional. Yang dimaksud dengan ketertiban umuminternasional ini adalah hukum asing yang harus digunakanmenurut hukum perdata internasional suatu negara tidak digunakanatau dikesampingkan yang disebabkan karena hukum asing inidianggap bertentangan dengan sendi-sendi asasi hukum nasionalnegara tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan asas ketertibanumum intern atau nasional adalah ketentuanketentuan yang hanyamembatasi hak perseorangan”2221Dedi Harianto. 2003. Beberapa Faktor Penghambat Pelaksanaan Keputusan ArbitraseAsing. Medan. Penerbit Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.22Mochammad Basarah. 2010. Pelaksanaan Asas Ketertiban Umum di PengadilanNasional Terhadap Putusan Arbitrase Asing (Luar Negeri). Bandung. Jurnal Wawasan Hukum.Vol.22.No. 01. Fakultas Hukum. Universitas Islam Bandung.26
“M. Yahya Harahap menjelaskan arti dan penafsiran dariketertiban umum. “Ketertiban umum memiliki makna luas dan bisadianggap mengandung arti mendua (ambiguity). Dalam praktiktelah timbul berbagai penafsiran tentang arti dan makna ketertibanumum. Menurut penafsiran sempit arti dan lingkup ketertibanumum hanya terbatas pada ketentuan hukum positif saja. Dengandemikian yang dimaksud dengan pelanggar/bertentangan denganketertiban umum, hanya terbatas pada pelanggaran terhadapketentuan peraturan perundang-undangan saja. Oleh karena itu,putusan arbitrase yang bertentangan/melanggar ketertiban umum,ialah putusan yang melanggar/bertentangan dengan ketentuanperaturan perundang-undangan Indonesia. Sedangkan dalampenafsiran luas tidak membatasi lingkup dan makna ketertibanumum pada ketentuan hukum positif saja, tetapi meliputi segalanilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum yang hidup dan tumbuh dalamkesadaran masyarakat termasuk ke dalamnya nilai-nilai kepatutandan prinsip keadilan umum (general justice principle). Oleh karenaitu, putusan arbitrase asing yang melanggar/bertentangan dengannilai-nilai dan prinsip-prinsip yang hidup dalam kesadaran danpergaulan lalu lintas masyarakat atau yang melanggar kepatutandan keadilan, tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.”23Sementara itu Sudargo Gautama mengartikan ketertibanumum sebagai sesuatu yang dianggap bertentangan denganketertiban umum suatu negara apabila di dalamnya terkandungsuatu hal atau keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dannilai asasi sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa. 24Kemudian Erman Rajagukguk menyebutkan bahwa kepentinganumum diartikan sebagai “ketertiban, kesejahteraan, dankeamanan”, atau disamakan dengan pengertian “ketertiban umum”atau “keadilan”.25 Sementara itu Tony Budidjaja memberikan saranagar pelanggaran kepada ketertiban umum dianggap sebagai suatupelanggaran yang bobotnya melampaui atau lebih berat dari alasanalasan yang termuat di dalam pasal 70 Undang- undangarbitrase”. 26Sehingga berdasarkan pada dua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulanbahwa yang dimaksud dengan asas ketertiban umum adalah ketentuan23Yahya Harahap. 2011. Diskusi Online Definisi Ketertiban Umum. dalamhttp://hukumonline.com diakses pada 20 Desember 2017.24Sudargo Gautama. 1999. Undang-Undang Arbitrase Baru 1999. Bandung. PenerbitCitra Aditya Bakti. Hal. 225Erman Rajagukguk. 2002. Arbitrase dan Putusan Pengadilan. Jakarta. Penerbit ChandraPratama. Hal. 726Tony Budidjaja. “Pembatalan Putusan Arbitrase di Indonesia”. dalamhttp://www.cms.sip.co.id/hukumonline/. diakses pada 06 Februari 2018.27
ketentuan yang berkaitan dengan sendi-sendi hukum nasional baik suatuhukum positif berupa perundang-undangan ataupun segala nilai-nilai danprinsip-prinsip hukum yang hidup dan tumbuh dalam kesadaran masyarakattermasuk ke dalamnya nilai-nilai kepatutan dan prinsip keadilan umum.sehingga segala sesuatu hukum asing tidak dapat diterapkan dalam suatunegara apabila bertentangan dengan asas ketertiban umum di negara tersebut.8. Tinjauan umum tentang tentang Pengaturan Arbitrase1.Tinjauan umum tentang Pengaturan Arbitrase Asing di IndonesiaSistem arbitrase di Indonesia telah memiliki landasan hukumtertulis yakni Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrasedan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Arbitrase yang merupakan alternatifpenyelesaian sengketa di luar pengadilan juga tidak menutup kemungkinanadanya putusan arbitrase asing. Dalam domisili nasional, arbitrase diIndonesia ditangani oleh lembaga Badan Arbitrase Nasional Indonesia(BANI). adalah lembaga independen yang memberikan jasa beragam yangberhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain daripenyelesaian sengketa di luar pengadilan. BANI berkedudukan di Jakartadan memiliki perwakilan di beberapa kota besar di Indonesia, yaituSurabaya, Bandung, Medan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Umum tentang Arbitrase 1. Pengertian Arbitrase Suatu hubungan keperdataan yakni dalam suatu perjanjian selalu akan ada resiko kemungkinan timbulnya suatu perselisihan dalam prosesnya baik antar pihak maupun dengan objek perjanjian. Sengketa tersebut dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini berfungsi untuk pedoman dan pembanding penelitian yang akan dilakukan. Urfan (2017) melakukan penelitian berjudul Aplikasi Kalender Event Seni
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL. PENELITIAN . 2.1 Tinjauan Pustaka. Tinjauan pustaka adalah kajian mengenai penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi permasalahan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian terhadap penelitiapenelitian sebelumnya diharapkan memberikan wawasan agar n-
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang aplikasi mobile berbasis android yang dibuat oleh universitas atau berisi info seputar kampus atau panduan bagi mahasiswa atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Keagenan Keagenan adalah hubungan yang mempunyai kekuatan hukum yang terjadi bilamana kedua pihak bersepakat, memuat perjanjian, dimana salah satu pihak diamakan agen, setuju untuk mewakili pihak lainnya yang
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Chronic kidney disease (CKD) a. Definisi Chronic kidney disease merupakan suatu keadaan kerusakan ginjal secar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan tinjauan yang sudah ada dimana masing-masing penulis menggunakan metode yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang di
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bank Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
Providing better graphic representation of design concepts. Modify the architectural design review process to ensure greater municipal input. Consultation with the local development industry and with municipal staf. Although the format and graphics provide a new look for Clarington’s General Architectural Design Guidelines, the majority of the content remains pertinent and thus .