MODEL INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH LINTAS .

3y ago
130 Views
3 Downloads
223.17 KB
51 Pages
Last View : 11d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Mollie Blount
Transcription

MODEL INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAHLINTAS AGAMA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS(RISET DAN PENGEMBANGAN)Tedi Rohaditriaincrbn@gmail.comAhmad RifaiSmart.rifai@gmail.comABSTRAKKurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasilpendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak muliapeserta didik secara utuh tetapi pada saat bersaam Indonesia memilikikeragaman agama. Oleh karena perlu suatu model pendidikan karakter lintasagama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan.Pada tahap awal ini produk yang dihasilkan adalah gambaran kontekspembelajaran karakter di sekolah-sekolah dan bentuk model teoretis integrasipendidikan karakter lintas agama.Key words: lintas agama, pendidkan karakter, penelitian dan pengembangan.

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahPendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkanmutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekertidan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai denganStandar Kompetensi Lulusan (SKL) pada setiap satuan pendidikan. Melaluiimplementasi Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sekaligus karakter,dengan pendekatan tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampusecara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji danmenginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak muliasehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang harus dipahamiterlebih dahulu sebelum membahas mengenai pengembangan kurikulum. Sebab,dengan pemahaman yang jelas atas kedua konsep tersebut diharapkan parapengelola pendidikan, terutama pelaksanakurikulum, mampu melaksanakantugas dengan sebaik-baiknya. Kurikulum dan Pendidikan bagaikan dua kepinguang, antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tak bisaterpisahkan.Secara kodrati, manusia sejak lahir telah mempunyai potensi dasar (fitrah).Fitrah merupakan potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir yang harusditumbuh kembangkan agar fungsional bagi kehidupannya di kemudian hari.Untuk itu, aktualisasi terhadap potensi tersebut dapat dilakukan usaha-usaha yangdisengaja dan secara sadar agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan secaraoptimal.Pendidikan, sebagai usaha dan kegiatan manusia dewasa terhadap manusiayang belum dewasa, bertujuan untuk menggali potensi-potensi tersebut agarmenjadi aktual dan dapat dikembangkan. Dengan begitu, pendidikan adalah alatuntuk memberikan rangsangan agar potensi manusia tersebut berkembang sesuai

dengan apa yang diharapkan. Dengan berkembangnya potensi-potensi itulahmanusia akan menjadi manusia dalam arti yang sebenaruya. Di sinilah, pendidikansering diartikan sebagai upaya manusia untuk memanusiakan manusia. Sehinggamampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga negara yangberarti bagi suatu negara dan bangsa.Pendidikan dapat terjadi melalui interaksi manusia dengan lingkungannya,baik lingkungan fisik maupun sosial. Proses interaksi tersebut akan berlangsungdan dialami manusia selama hidupnya. Interaksi manusia dalam lingkungansosialnya menempatkan manusia sebagai mahluk sosial. Yakni, makhluk yangsaling memerlukan, saling bergantung, dan saling membutuhkan satu sama lain,termasuk ketergantungan dalam hal pendidikan. Di samping itu, manusia sebagaimakhluk sosial terikat dengan sistem sosial yang lebih luas.Sekolah, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tidak dapatdipisahkan dari sistem kehidupan sosial yang lebih luas. Artinya, sekolah itu harusmampu mendukung terhadap kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik.Dalam pendidikan sekolah, pelaksanaan pendidikan diatur secara bertahap ataumempunyai tingkatan tertentu. Dalam sistem pendidikan nasional, jenjangpendidikan dibagi menjadi pendidikan dasar, pendidikan menengah, danpendidikan tinggi. Masing-masing tingkatan itu mempunyai tujuan yang dikenaldengan tujuan institusional atau tujuan kelembagaan, yakni tujuan yang harusdicapai oleh setiap jenjang lembaga pendidikan sekolah. Semua tujuan institusitersebut merupakan penunjang terhadap tercapainya tujuan pendidikan nasional.Kurikulum 2013 membentuk siswa melakukan pengamatan (observasi),bertanya, dan menalar terhadap ilmu yang diajarkan. Siswa diberi mata pelajaranberdasarkan tema yang terintegrasi agar memiliki pengetahuan tentanglingkungan, kehidupan, dan memiliki pondasi pribadi tangguh dalam kehidupansosial serta kreatifitas yang lebih baik. Pendidikan karakter mengatur tata kelakuanmanusia pada aturan khusus, hukum, norma, adat kebiasaan dalam bidangkehidupan sosial manusia yang memiliki pengaruh sangat kuat pada sikap mental(mental attitude) manusia secara individu dalam aktivitas hidup.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menuliskan bahwa“sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakuppengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuksetiap satuan pendidikan.” Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasanperolehan (proses psikologis) yang berbeda. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah(scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran, dan tematik g).Untukberbasismendorongkemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik nakanpendekatanpembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (projectbased learning). Rincian gradasi, sikap, pengetahuan, dan keterampilanPendidikan di sekolah diharapkan dapat mendidik para peserta didiknyauntuk menjadi manusia cerdas, berkarakter serta berakhlak mulia. Sekolah tidakhanya dituntut untuk mengutamakan aspek pengetahuan saja namun karakter yangluhur harus ditanamkan pada peserta didik salah satunya melalui programpendidikan karakter yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, programpengembangan diri, dan budaya sekolah. Pada tanggal 14 Januari 2010Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan pendidikan budaya dan karakterbangsa sebagai gerakan nasional.Pendidikan karakter telah diterapkan di berbagai peloksok negeri dan diberbagai jenjang pendidikan termasuk SMA/SMK/MA atau sederajat yang beradadi wilayah Cirebon. Berdasarkan pra observasi yang dilakukan peneliti pada bulanAgustus 2017, diketahui bahwa pendidikan karakter di SMA/SMK/MA atausederajat yang berada di wilayah Cirebon telah terintegrasi dalam mata pelajaranyang tertuang pada silabus dan RPP, serta dalam proses pembelajaran.Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi pendidikan karakter antara lainyaitu peserta didik memiliki latar belakang agama, budaya, sosial, ekonomi danadat istiadat yang kompleks, sehingga guru kesulitan menumbuhkembangkan nilai

karakter pada peserta didik, guru belum mempunyai catatan mengenai perilakupeserta didik baru yang sedang dalam proses penyesuaian lingkungan dan budayasekolah.Permasalahan lain yang kerap muncul antara lain yaitu masih terdapatpeserta didik yang datang terlambat ke sekolah pada pagi hari, masih terdapatpeserta didik yang melanggar tata tertib sekolah, sebagian peserta didikberperilaku kurang sopan kepada beberapa guru ketika kegiatan belajar mengajarberlangsung sehingga tidak fokus dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, danpeserta didik malas untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, serta pihak sekolahbelum mengadakan pertemuan rutin antara sekolah dengan orang tua/walisehingga komunikasi yang intensif antara sekolah dengan orangtua/wali belumdapat terlaksana. Hal ini diperparah dengan pihak sekolah maupun guru tidakdapat mengontrol pergaulan peserta didik di luar jam sekolah sehingga guru tidakmengetahui perkembangan karakter anak secara optimal. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ImplementasiPendidikan Karakter Lintas Agama di MAN, SMK, dan SMA.”B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasibeberapa masalah sebagai berikut:1.Persolaan budaya dan karakter yang menyimpang dari norma dan nilai- nilaidi masyarakat.2.Satuan pendidikan yang hanya mengutamakan aspek pengetahuan.3.Terdapat permasalahan dalam implementasi pendidikan karakter LintasAgama di MAN, SMK, dan SMA.4.Latar belakang agama, budaya, sosial, ekonomi dan adat istiadat yangkompleks sehingga guru kesulitan menanamkan nilai karakter pada pesertadidik.5.Guru belum mempunyai catatan mengenai perilaku peserta didik baru yangsedang dalam proses penyesuaian lingkungan dan budaya sekolah.

6.Pihak sekolah belum pernah mengevaluasi tercapainya pendidikan karakter.7.Rendahnya kedisiplinan beberapa peserta didik.8.Peserta didik bersikap kurang sopan kepada beberapa guru.9.Beberapa peserta didik malas mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.10. Kurangnya intensitas komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua/walimurid.11. Pihak sekolah dan guru tidak dapat secara maksimal mengontrol pergaulanpeserta didik di luar sekolah.C. Pembatasan MasalahBerdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitianini dibatasi pada adanya permasalahan dalam model Pendidikan Karakter LintasAgama di MAN, SMK, dan SMA.D. Rumusan MasalahBerdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalahdalam penelitian ini yaitu:1.Bagaimanakah pembelajaran Pendidikan Karakter Lintas Agama di MAN, SMK,dan SMA menurut guru?2.Bagaimanakah konteks Pendidikan Karakter Lintas Agama di MAN, SMK, danSMA menurut guru?3.Bagaimanakah model Pendidikan Karakter Lintas Agama di MAN, SMK, danSMA yang pernah digunakan guru?4.Bagaimanakah rancangan capaian pembelajaran/learning outcomes PendidikanKarakter Lintas Agama di MAN, SMK, dan SMA menurut guru?5.Bagaimanakah prinsip Pendidikan Karakter Lintas Agama di MAN, SMK, danSMA menurut guru berdasarkan kajian teoretik, identifikasi kebutuhan, dananalisis pembelajaran berbasis riset yang ada?6.Bagaimanakah rancangan model awal Pendidikan Karakter Lintas Agama diMAN, SMK, dan SMA menurut guru

E. Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:1.Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran Pendidikan Karakter Lintas Agama diMAN, SMK, dan SMA menurut guru2.Mengidentifikasi konteks pembelajaran Pendidikan Karakter Lintas Agama diMAN, SMK, dan SMA3.Mengidentifikasi model pembelajaran Pendidikan Karakter Lintas Agama diMAN, SMK, dan SMA menurut guru yang ada yang pernah digunakan guru.4.Mengidentifikasi prinsip Pendidikan Karakter Lintas Agama di MAN, SMK, danSMA berdasarkan kajian teoretik, identifikasi kebutuhan, dan analisispembelajaran berbasis riset yang ada5.merancang capaian pembelajaran/learning outcomes Pendidikan Karakter LintasAgama di MAN, SMK, dan SMAF. Manfaat Penelitian1. Manfaat TeoritisHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran daninformasi bagi penelitian berikutnya di masa yang akan datang, terutama yangtertarik untuk meneliti tentang implementasi pendidikan karakter.2. Manfaat Praktisa. Bagi penelitiPenelitian ini diharapkan memberikan masukan sekaligus untuk mengetahuigambaran deskriptif untuk Implementasi Pendidikan Karakter Lintas Agamadi MAN, SMK, dan SMA.b. Bagi seluruh stake holder di MAN, SMK, dan SMA.Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan masukanmengenai implementasi pendidikan di sekolah.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. KarakterIstilah karakter sering dihubungkan dengan istilah akhlak, etika, moral, nilai, ataukepribadian. Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani(Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan & Bohlin, 1999: 5) yangditerjemahkan menjadi mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols &Shadily, 1995: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat,sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapatdimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orangberkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak.Dengan demikian, karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi dasaruntuk membedakan seseorang dari yang lainnya.Karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang, yang terbentuk darihasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan sebagaicara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak (Kemendiknas, 2011). Menurut ThomasLickona (1992), karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secarabermoral. Sifat alami tersebut diimplementasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah lakuyang baik, jujur, bertanggung jawab, adil, menghormati orang lain, disiplin, dan karakterluhur lainnya. Selanjutnya Hill (2002) berpendapat bahwa karakter menentukan pikiran dantindakan seseorang. Karakter yang baik adalah motivasi diri untuk melakukan yang baiksesuai dengan norma-norma perilaku yang terbaik dalam segala situasi.Sedangkan menurut Suyanto (2010), karakter adalah cara berpikir dan berprilakuyang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan kerja sama, baik dalam lingkupkeluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari sudut pandang behavioral yang menekankanunsur somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, Sehingga Doni Kusuma (2007) istilah karakterdianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yangbersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.

Karakter menurut Lickona (1991: 51) meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moralkhowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), danakhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karaktermengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi(motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Dalam prosesperkembangan dan pembentukannya, karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitufaktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara psikologis perilakuberkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient (IQ), EmotionalQuotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki olehseseorang. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-kulturalpada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yakni 1) olah hati (spiritual andemotional development), 2) olah pikir (intellectual development), 3) olah raga dan kinestetik(physical and kinestetic development), dan 4) olah rasa dan karsa (affective and creativitydevelopment). Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren saling terkait dansaling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhurdalam diri seseorang (Kemdiknas, 2010: 9-10).Secara mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilaikebaikan, mau berbuat baik nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadaplingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Secara koheren,karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsaseseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompokorang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalammenghadapi kesulitan dan tantangan (Pemerintah RI, 2010: 7).Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak,sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputiseluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan dirisendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran,sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakarma, budaya, dan adat istiadat. Menurut Ahmad Amin (1995: 62) bahwa kehendak (niat)merupakan awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itudiwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku. Dari konsep karakter ini munculkonsep pendidikan karakter (character education).

B. Pendidikan KarakterTerminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-anolehThomas Lickona. Pendidikan karakter, menurutnya, mengandung tiga unsur pokok, yaitumengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), danmelakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51). Di pihak lain, Frye (2002: 2)mendefinisikan pendidikan karakter sebagai gerakan nasional yang menjadikan sekolah(institusi pendidikan) sebagai agen untuk membangun karakter peserta didik melaluipembelajaran dan pemodelan.Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan “upaya eksplisitmengajarkan nilai-nilai, untuk membantu siswa mengembangkan disposisi-disposisi gunabertindak dengan cara-cara yang pasti” (Curriculum Corporation, 2003: 33). Persoalan baikdan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalampendidikan karakter semacam ini.Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secarautuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebihtepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, danadat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepadaperilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atautidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kulturalPendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yangmembantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, yangdapatdipertanggungjawabkan. Karakter yang menjadi acuan seperti yang terdapat dalam The SixPillars of Character yang dikeluarkan oleh Character Counts! Coalition ( a project of TheJoseph Institute of Ethics). Enam jenis karakter yang dimaksud adalah sebagai berikut:1. Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegritas,jujur, dan loyal2. Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbukaserta tidak suka memanfaatkan orang lain3. Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli danperhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar4. Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai danmenghormati orang lain.

5. Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturanserta peduli terhadap lingkungan alam.6. Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab,disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajianpembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Diantaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, PendidikanRelijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masingmasing penamaan kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran (interexchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan nilai ataupendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syaratsyarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metodekajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajianpendidikan karakter (Character Education Partnership; International Center forCharacter Education). Pusat-pusat ini telah mengembangkan model, konten,pendekatan dan instrumen evaluasi pendidikan karakter. Tokoh-tokoh yang seringdikenal dalam pengembangan pendidikan karakter antara lain Howard Kirschenbaum,Thomas Lickona, dan Berkowitz.Pendidikan karakter berkembang lsaf

pembelajaran karakter di sekolah-sekolah dan bentuk model teoretis integrasi pendidikan karakter lintas agama. Key words: lintas agama, pendidkan karakter, penelitian dan pengembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah .

Related Documents:

Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama BAB II: PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER SECARA TERINTEGRASI DI DALAM PROSES PEMBELAJARAN 39 A. Pembelajaran Kontekstual 39 B. Integrasi Pendidikan Karakter di Dalam Pembelajaran 45 1. Perencanaan Pembelajaran 45 2. Pelaksanaan Pembelajaran 51 3. Evaluasi Pencapaian Pembelajaran 59 4.

F. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 7 BAB II : PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA MELALUI INTEGRASI MATA PELAJARAN, PENGEMBANGAN DIRI, DAN BUDAYA SEKOLAH A. Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 11 B. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 14

Sangat urgen adanya upaya pengembangan pendidikan karakter pada siswa, menyangkut pula media yang digunakan dalam proses pembelajaran. . untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam media pembelajaran. Kata kunci : integrasi, implementasi, karakter, flip book maker, teknologi pembelajaran. A. PENDAHULUAN .

pendidikan yang terkait dalam program integrasi, serta penguatan sistem pengelolaan, sarana prasarana maupun pembiayaan lembaga terhadap integrasi. 3. Integrasi MDT di sekolah melalui Kurikulum meliputi penyusunan KTSP yang terintegrasi; penyusunan program Penguatan Pendidikan Karakter

Penguatan Pendidikan Karakter bukanlah suatu kebijakan baru sama sekali karena sejak tahun 2010 pendidikan karakter di sekolah sudah menjadi Gerakan Nasional. Satuan pendidikan menjadi sarana strategis bagi pembentukan karakter bangsa karena memiliki sistem, infrastruktur, dan dukungan ekosistem pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia,

implementasi pendidikan karakter di sekolah dilakukan melalui integrasi dalam mata pelajaran, mata pelajaran dalam muatan lokal, dan kegiatan pengembangan diri.2 Sekolah menjadi tempat yang strategis dalam menguatkan pendidikan karakter yang semakin lama mengalami degradasi dan memiliki peran penting dalam menciptakan kultur yang positif.

2. MODEL INTEGRASI Mengintergasikan pendidikan karakter dengan seluruh bidang pengembangan ditepuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter. Pada tingkat PAUD terdapat lima bidang pengembangan yang dapat diintergasikan dengan pendidikan karakter, yaitu bidang pengembangan Nilai Agama dan Moral, bidang pengembangan

The facts and extensive procedural history of Albert Woodfox’s case have been recounted time and again, but they bear repeatingsince they factored into theunconditional writ granted by the district court On April 17, 1972, . Correctional Officer Brent Millerof the Louisiana State Penitentiary in , Angola, Louisiana, was found murderedin the prison dormitory , havingbeen stabbed 32 times. The .