KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG PENERIMA HIBAH DARI ORANG TUA .

2y ago
33 Views
2 Downloads
290.74 KB
16 Pages
Last View : 17d ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Alexia Money
Transcription

Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 2, Desember 2017: 218-233P-ISSN: 1693-4458E-ISSN: 2598-5906KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG PENERIMAHIBAH DARI ORANG TUA TERHADAP AHLIWARIS LAINNYA PADA PROSES PEMBAGIAN WARISUmar Haris Sanjaya, Muhammad Yusuf SupraptonFakultas Hukum Universitas Islam IndonesiaEmail: umarharis@uii.ac.id, muhamadyusufsup@gmail.comAbstrakPenelitian ini memfokuskan pada penjelasan tentang keberadaan dari ahli waris yangtelah mendapatkan hibah dari orang tua semasa hidupnya, sehingga ahli waris yanglainnya dan belum menerima hibah menganggap penerima hibah tidak berhak untukmendapatkan harta warisan lagi dari orang tuanya. Penelitian ini memuat rumusanmasalah yang bagaimana kedudukan ahli waris penerima Hibah terhadap ahli warislainnya dalam harta warisan pada perspektif hukum, apakah penerima hibah terhalanguntuk menerima warisan ?. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pengertian hibah dari 3perspektif hukum perdata yaitu perdata barat (KUHPerdata), adat, dan fiqih islam (KHI)menjelaskan bahwa penerima hibah dari orang tua diperhitungan sebagai harta warisan,tetapi kedudukan mereka tidak terhalang untuk dapat menerima harta warisan.Sepatutnya para ahli waris bermusyawarah terlebih dahulu untuk mengutarakankeberadaan ahli waris yang sebelumnya menerima hibah untuk diperjelas bagiannyaketika membahas warisan. Sehingga ketika dibuat surat keterangan pembagian hartawarisan tidak ada lagi ahli waris yang disimpangi dalam pengurusan harta warisannya.Kata kunci : Hibah, WarisanAbstractThis research focused on the clarification in the meaning of legal status of the heirwhich is the heir received the donation (grant) from the parents before. In fact, theother heirs does not recognize the position of donation receiver to gets inheritancerights belong to parents. This research using context of probles as how the legal statusof the heir (donation receiver) belong to the other heirs in receiving inheritance, is thedonation receiver does not has rights in inheritance. Research result found thatmeaning of donation in the 3 perspective of private law giving the similarconsequences, thus are based on private law (civil code), adat law, and islamic fiqihlaw (KHI). Those are giving perspective that donation is recognized as the inhertance.And the legal status of receiver donation is available to receive inheritance.Keywords : Donation , InheritanceA.PENDAHULUAN1.Latar BelakangPermasalahan waris dan hibah masih menjadi penyebab timbulnyasengketa di masyarakat, hal ini memungkinkan terjadi karena mereka belummemahami tentang waris secara mendalam. Terkadang permasalahan warisdan hibah ini dipandang kurang begitu penting dalam kaidah keilmuan,mengingat masalah itu dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dalamkehidupan.1 Tetapi begitu timbul sengketa dimasyarakat akan hal itu,1Hadis Nabi Muhammad SAW.218

Kedudukan Ahli Waris .Umar Haris Sanjaya, Muhammad Yusuf Supraptonmereka tidak tahu cara penyelesaiannya secara damai, sehingga sengketatersebut menjadi sengketa hukum yang dibawa ke ranah gugatan dipengadilan.2 Maksud diatas sedikit mengutip dari hadis Nabi MuhammadSAW yang artinya “pelajarilah Al-quran dan ajarkanlah kepada manusia,pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada manusia karena aku adalah manusiayang pada suatu ketika mati ilmupun akan hilang dan hampir dua orangbersengketa dalam faraid dan masalahnya dan mereka tidak menjumpaorang yang memberitahu bagaimana penyelesaiannya” (H.R Ahmad,Tirmidzi, dan Nasa’i).Hibah adalah kajian yang terkait dengan masalah waris, karena ituberhubungan dengan harta benda dari pemberi hibah3 sehingga bila pemberihibah meninggal maka ia akan berganti menjadi seorang pewaris. 4 Terhadaphal ini maka harta benda yang telah dihibahkan tersebut menjadi hitungandalam suatu masalah kewarisan sehingga seorang penerima hibah pasti akanterlibat dalam masalah pembagian waris.Pemahaman masyarakat terhadap hubungan hibah dan waris disinisering menimbulkan perbedaan pendapat, perbedaan tersebut kemudianyang akhirnya menjadikan suatu sengketa. Sebaik-baik penyelesaiansengketa dalam suatu permasalahan waris adalah dilakukan dengan caraperdamaian. Damai adalah cara yang direkomendasikan sesuai denganperintah dalam Surat An-Nisa ayat 1 memberikan gambaran untuk selalumemelihara hubungan silaturahmi (kekeluargaan). Penyelesaian secaradamai ini diartikan dengan tetap menjaga hubungan silaturahmi dalamkonteks, hukum itu lebih bermaksud kepada penyelesaian secara mediasi.Karena penyelesaian secara damai ini tentunya efektif dan efisien serta tidaksampai ranah di pengadilan.5 Saat ini masyarakat awam masih menganggapbahwa penyelesaian sengketa di pengadilan masih dipandang kurangbijaksana pada konteks waris. Untuk dapat menjelaskan itu, maka perlukiranya dijelaskan tentang hibah dan waris secara analisis dikaitkan padasuatu fakta yang bersinggungan antara hibah dan waris.Masalah kewarisan sendiri sebagai bidang umum dalam masalahhibah diatur pada Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf a yang bunyinyahukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hakpemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yangberhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing sedangkanmengapa terkait dengan hibah karena ada hubungan pemberian dariseseorang (si pemberi) kepada orang lain. Pada saat pemberi hibah itumeninggal maka posisi pemberi hibah menjadi pewaris.2Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Ctk. Kedua, Jakarta: Sinar Grafika,2010, hlm. 153Effendi Perangin, Hukum Waris, Ctk. Pertama, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997, hlm.20-234Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Ctk. Ke-4, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2008,hlm. 1675Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya DiIndonesia, Ctk. Pertama, Yogyakarta: Gama Media, 2007, hlm. 80-90219

Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 2, Desember 2017: 218-233P-ISSN: 1693-4458E-ISSN: 2598-5906Masalah waris dijelaskan pula dalam kajian hukum adat hanya dalam,hukum adat waris sedikit berbeda diartikan. Waris dijelaskan dengan prosesperalihan harta yang dapat dimulai sejak pewaris hidup sehingga terhadapkematian bukan merupakan syarat yang mutlak untuk terjadinya waris. 6Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur masalah waris yangartinya adalah peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seorangpewaris dengan segala akibatnya bagi ahli waris.7Dari pengertian masalah pewarisan perlu kita beri sedikit ulasansingkat tentang hibah. Masalah hibah dalam Islam dijelaskan denganmemberikan hak miliknya kepada orang lain tanpa adanya harapan jasa atauimbalan. Bila itu dilakukan tanpa suatu imbalan maka hibah harus dilakukanbukan untuk sebuah balas jasa, atau ganti kerugian akibat kejadian terdahulusehingga merasa ada kerugian yang kemudian diganti dengan hibah.8 Hibahdalam Islam lebih cenderung mengharap ridha Allah SWT yang dilakukankarena suatu kerelaan. Oleh karena itu, hibah dalam islam dapat dikatakansebagai pemberian hadiah dan sedekah, semua itu ditujukan karena kitamemuliakan seseorang atau karena hendak membantu seseorang.9Dalam hukum perdata sendiri hibah diatur pada pasal 1666 KitabUndang-Undang Hukum Perdata yang bunyinya, penghibahan adalah suatupersetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barangsecara cuma-cuma tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentinganseseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-Undang hanyamengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masihhidup.10 Dalam hukum adat sendiri hibah dijelaskan dengan suatupembagian dari harta peninggalan seorang pemilik yang masih hidup yangdiberikan kepada keluarganya.11Dari gambaran terhadap waris dan hibah sendiri semuanya sama-samamembicarakan tentang pengalihan harta, dimana yang satunya dilakukansaat masih hidup (hibah) dan satunya dialihkan saat seseorang telahmeninggal, namun semua kajian itu sama yaitu tentang pengalihan harta.Yang menjadi kajian penulis adalah bagaimana, bila seseorang yang telahmenerima hibah dari orang tuanya, lalu ketika orang tua itu meninggalapakah si penerima hibah tersebut hendaknya menerima harta warisan lagi,mengingat masih ada ahli waris yang belum menerima harta dari orangtuanya. Pada tulisan ini, penulis akan menggambarkan kajian tersebutdengan sebuah kasus yang terjadi perselisihan paham dalam kajian hibahdan waris.6Sekar Maya, Hukum Waris Kekeluargaan Adat, Depok: Fakultas Hukum UniversitasIndonesia, 2013, hlm. 30-357Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Ctk. Pertama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014,hlm. 258Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hlm.70-749Ramon Menik Siregar, “Fungsi Hibah Dalam Perlindungan Bagi Anak Pada Pembagian Hartadi Tinjau Dari Hukum Perdata”, Skripsi, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008, hlm. 1710Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 166611Teer Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1994, hlm. 210220

Kedudukan Ahli Waris .Umar Haris Sanjaya, Muhammad Yusuf SupraptonPerselisihan paham antara hibah dan waris terjadi karena pemahamandari para ahli waris yang dahulu pernah mendapatkan hibah rumah tinggaldari orang tuanya jauh sebelum orang tuanya meninggal. Setelah itu orangtuanya meninggal yaitu bapak H.K Sumarman pada 1 April 2000, merekameninggalkan 6 orang ahli waris termasuk 2 diantaranya yaitu si penerimahibah, yakni mereka anak pertama dan anak kelima. Ahli waris dari pewarisadalah 1 istri dan 6 anak , yaitu adalah dan bagian hartanya :a.Sanaiyah (istri) mendapatkan tanah seluas 2554 m2;b.Yusuf Hanafiah mendapatkan rumah dan tanah dengan luas 191 m2dan sudah dihibahkan semasa H.K sunarman saat masih hidup;c.Eni Hartini mendapatkan tanah dengan luas 500 m2;Yusuf Effendi mendapatkan tanah dengan luas 500 m2;d.e.Syaiful Anwar mendapatkan tanah seluas 500 m2 dan hibah rumahyang ditinggali pewaris semasa hidupnya;f.Wiwi Iriani mendapatkan tanah dengan luas 500 m2; dang.Muhammad Syufri mendapatkan tanah seluas 500 m2.Itu semua adalah bagian-bagian dari pembagian warisan setelah H.KSunarman meninggal pada tahun 2000 dengan melalui musyawarahmufakat. Pembagian tersebut belum dilakukan proses turun waris hinggapada tahun 2007 istri dari pewaris meninggal dunia. Pada tahun 2007 istripewaris (Ny. Sanaiyah) meninggal dunia dan disusul meninggalnya anakkeempat (Syaiful Anwar). Dengan meninggalnya mereka maka, pembagianwarisan yang telah ditetapkan tersebut dilakukan musyawarah ulang yangdilakukan oleh ahli waris yaitu anak pertama, kedua, ketiga, kelima dankeenam. Dari musyawarah tertanggal 1 November 2007 itu ditentukanbahwa bagian dari Ny. Sanaiyah berupa tanah 2554 M2 dijadikan hartawarisan Ny. Sanaiyah. Kebetulan pada waktu ditentukan/musyawarah tanahtersebut belum bersertifikat atas nama Ny. Sanaiyah artinya, tanahpeninggalan tersebut harus dilalui proses turun waris dan dibagi kepada 5orang ahli waris. Hal tersebut dituangkan dalam surat keterangan waris yangdibuat oleh para ahli waris yaitu anak pertama, kedua, ketiga, kelima dankeenam.Hingga pada tahun 2016 tanah itu hendak diurus pembagiannya sesuaidengan keterangan ahli waris, ternyata tanah seluas 2554 m2 peninggalanNy. Sanaiyah telah bersertifikat atas nama anak kedua, ketiga, dan keenam.Hal tersebut diketahui setelah ada berita bahwa tanah tersebut hendak dijual,dan diketahui penjualnya adalah anak kedua, ketiga dan keenam. Terhadapkebenaran tanah tersebut bersertifikat telah dikonfirmasi kepada pihakBadan Pertanahan Nasional dan dinyatakan benar.Anak pertama dan anak kelima menanyakan perihal kepada merekaahli waris yang hendak menjual tanah dari Ny. Sanaiyah yaitu anak kedua,ketiga dan keenam. Alasan yang diberikan adalah anak pertama dan kelimatelah menerima hibah berupa rumah dari orang tua semasa Tn. H.KSumarman dan Ny. Sanaiyah masih hidup sehingga mereka beralasan221

Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 2, Desember 2017: 218-233P-ISSN: 1693-4458E-ISSN: 2598-5906keduanya tidak berhak atas tanah warisan dari ibunya. Hal itu didasaribahwa seseorang yang telah menerima hibah tidak mempunyai hak lagiterhadap warisan.2.BRumusan MasalahBerdasarkan beberapa fakta dan teori hukum diatas, penulis menarikbeberapa pertanyaan hukum dengan mengambil latar belakang untukdiuraikan dan diteliti dalam permasalahan yaitu: bagaimana kedudukan ahliwaris penerima Hibah terhadap ahli waris lainnya dalam harta warisan padaperspektif hukum ? apakah penerima hibah terhalang untuk menerimawarisan ?PEMBAHASAN1.Hibah Menurut Berbagai Perspektif HukumHibah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdataa.Dapat kita perhatikan sengketa tentang hibah dan waris dapatsaja terjadi antara saudara, sesama ahli waris yang dapat merusakikatan hubungan saudara (silaturahmi). Itu tidak dapat dipungkiri,mengingat masalah harta benda dalam kaitannya dengan warisanmasing-masing ahli waris tentu mempunyai kepentingan di dalamnya.Beberapa penyebab timbulnya suatu sengketa hibah dalam keluargapada umumnya adalah adanya niat untuk mendapatkan harta ataubagian yang lebih besar dari harta yang di tinggalkan oleh orangtuanya, karena tidak diberikan bagian sama sekali, tidak dilibatkandalam pembagian warisan atau tidak sejalan dengan jumlah, prosesdan cara pembagian. Terlebih yang sangat memprihatinkan adalahkomunikasi antar saudara tidak terjalin dengan baik sehingga sejakawal sesama ahli waris memang tidak menghendaki proses pembagianwarisan itu secara damai dan kekeluargaan.12Dalam membahas kasus diatas akan diuraikan terlebih dahulumasalah-masalah tentang hibah dalam perspektif hukum. Penerapanhibah di dalam perspektif hukum di Indonesia maka mengacu pada 3(tiga) perspektif hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Hukum Islam dan Hukum Adat. Hal ini terjadi karena hibahmerupakan kajian pada hukum perdata dan hukum perdata diIndonesia saat ini merujuk pada 3 perspektif hukum tersebut.Kitab Undang-Undang hukum Perdata (selanjutnya disebutKUHPerdata) menjelaskan hibah pada pasal 1666 yang bunyinya :suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengancuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkansesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerimapenyerahan itu, Undang-Undang tidak mengakui lain-lain hibah selain12Muhammad Saifullah, Hukum Islam Solusi Permasalahan Keluarga, Ctk. Pertama,Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm. 205222

Kedudukan Ahli Waris .Umar Haris Sanjaya, Muhammad Yusuf Supraptonhibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup.13 Dalam pasalini dijelaskan bahwa hibah adalah suatu perjanjian yang dimana itudilakukan semasa pemberi hibah masih hidup dan itu dilakukandengan dasar cuma-cuma ketika diserahkan. Dikatakan cuma-cumakarena pemberian hibah ini tidak mungkin dapat dicela oleh keluargaatau orang lain terhadap suatu pemberian, mengingat pemberi hibahberhak untuk mengelola harta kekayaannya dan leluasa untukmemberikannya kepada siapapun.14Dalam KUHPerdata diutarakan bahwa hibah mempunyaihubungan yang erat dengan waris, hal ini disebabkan karena perilakuhibah adalah sama-sama memberikan pemasukan (inbreng).15 Maksudinbreng diatas disamakan pada pasal 1086 – 1099 KUHPerdata yangartinya perhitungan pemasukan itu harus dilakukan ahli warisketurunan dari orang yang meninggalkan harta warisan. Merekaadalah anak, cucu dan seterusnya kebawah kecuali mereka bila orangyang meninggalkan harta warisan secara tegas membebaskan dariperhitungan ini. Oleh karena itu perhitungan ini patut dilaksanakanoleh ahli waris lainnya, tentunya bila dikehendaki oleh orang yangmeninggalkan harta warisan. Oleh karena itu berdasarkanKUHPerdata maka orang tua yang memberikan harta hibah kepadaanaknya, pemberian tersebut dapat dikatakan dengan pemasukan(inbreng). Konsekuensinya adalah anak tersebut dianggap telahmenerima warisan atau diperhitungkan sebagai warisan.Kenapa hal ini dapat terjadi ?, pemahaman seperti ini merujukpada sistem waris ab-intestato16 dimana ada hubungan langsungketurunan antara pewaris dan ahli waris sehingga penghitungan hibahsebagai harta warisan dimaksudkan untuk memudahkan dalampenghitungan pembagian warisan.17 Artinya hibah yang telahdiberikan sebelumnya tersebut dapat disikapi sebagai bentuk uangmuka dalam konteks bagian waris bila pemberi hibah meninggaldunia. Karena proses pemberian hibah pada konteks ini adalahpemberian hibah dari si pewaris kepada ahli waris (ayah ke anaknya).Oleh karena itu pemberian hibah dari hubungan darah, seperti orangtua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan kedepannyabaik itu dianggap secara penuh atau dengan syarat. Syarat yangdimaksud seperti yang ada pada pasal 1672 yang bunyinya penghibah13Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Ctk. Kedua, Yogyakarta: Seksi NotariatFakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1984, hlm. 187-18814Abdul Manan, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Ctk. Ke- 4, Jakarta Raja: Grafindo, 2001, hlm.11815Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Ctk. Pertama, Bandung: NuansaAulia, 2014, hlm. 22416Maksudnya adalah bila pemberi hibah memiliki hubungan darah, apabila kedepan pemberihibah meninggal maka otomatis ia menjadi pewaris sedangkan penerima hibah menjadi ahli waris17Mohammad Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan PerdataBarat, Ctk.Pertama, Jakarta: Sinar Grafika, 1993, hlm. 63223

Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 2, Desember 2017: 218-233b.P-ISSN: 1693-4458E-ISSN: 2598-5906boleh memberi syarat bahwa barang yang dihibahkannya itu akankembali kepadanya bila orang yang diberi hibah atau ahli warisnyameninggal dunia lebih dahulu dari penghibah, tetapi syarat demikianhanya boleh diadakan untuk kepentingan penghibah sendiri.Hibah sendiri memungkinkan untuk dapat ditarik kembali olehsi pemberi hibah. Hal ini sesuai dengan KUHperdata pasal 1688:181)Karena syarat-syarat resmi untuk penghibahan tidak dipenuhi.2)Jika orang yang diberi hibah telah bersalah melakukan ataumembantu melakukan kejahatan lain terhadap penghibah.3)Penerima hibah menolak memberi nafkah atau tunjangan kepadapenghibah, setelah penghibah jatuh miskin.Apabila hibah ditarik kembali maka hibah yang sudah diberikanitu harus dikembalikan kepada pemberi hibah. Tentunya penarikan(pembatalan) hibah ini harus melalui prosedur di pengadilan sebagaijalan penegakan hukum. Berdasarkan KUHPerdata pelaksanaan hibahharus melalui prosedur akta otentik. Artinya proses pemberian hibahharus dibuktikan dengan akta notaris, bila tidak maka itu menjadibatal. Pasal 1683 berbunyi : “tiada suatu hibah mengikat penghibah,atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selain mulai haripenghibahan itu dengan kata-kata yang tegas telah diterima oleh sipenerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu aktaotentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerimapenghibahan-penghibahan yang telah diberikan kepada si penerimahibah atau akan diberikan kepadanya di kemudian hari. Jikapenerimaan tersebut tidak telah dilakukan didalam surat hibah sendiri,maka itu akan dapat dilakukan didalam suatu akta otentik teremduian,yang aslinya harus disimpan, asalkan yang demikian itu dilakukan diwaktu si penghibah masih hidup, dalam hal mana penghibahan,terhadap orang yang belakangan disebut ini, hanya akan berlaku sejakhari penerimaan itu diberitahukan kepadanya”.19Dijelaskan perlu adanya akta otentik dalam melakukan hibahadalah karena secara esensi-nya hibah harus dalam akta otentik, bukansekadar alat bukti semata. Mengingat hibah adalah pemberian sepihakyang akan berkaitan dengan ahli waris dari pemberi hibah, maka perluadanya akta otentik.Hibah menurut hukum adatSecara sederhana hibah menurut hukum adat dijelaskan denganpembagian harta peninggalan diwaktu pemiliknya masih hidup dandiberikan kepada keluarganya.20 Hal ini diungkapkan Teer Haarbahwa hibah dilakukan semasa si pemberi hibah masih hidup.18Subekti. R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk. Ke-34, Jakarta: Pradnya Paramita,2004, hlm. 44019Raden Soebekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk. Ke-34, Jakarta: PradnyaParamita, 2004, hl

warisan tidak ada lagi ahli waris yang disimpangi dalam pengurusan harta warisannya. Kata kunci : Hibah, Warisan. Abstract . This research focused on the clarification in the meaning of legal status of the heir which is the heir received the donation (grant) from the parents before. In fact, the

Related Documents:

BAB IX : HUKUM ADAT WARIS 78 1. Pengertian Hukum Adat Waris 78 2. Beberapa Hal Penting Dalam Hukum Adat Waris 79 3. Sistem Kewarisan Adat 79 4 Penghibahan atau Pewarisan 81 5. Para Ahli Waris 81 BAB X : HUKUM HUTANG PIUTANG 86 1. Hak Atas Perumahan, Tumbuh-Tumbuhan, Ternak, dan Barang 86 2.

Berikut kisi-kisi instrument validasi ahli desain, ahli materi, dan ahli bahasa: 1) Angket ahli desain digunakan sebagai lembar penilaian ahli desain, untuk memvalidasi bahan ajar yang dikembangkan peneliti. Tabel 3.2. Kisi-kisi Angket ahli Desain No. Aspek Penilaian Indikator Nomor Butir Soal 1.

bahasa Indonesia dan 5 siswa di kelas X AP. 3.3.3 Jenis Data Data pada penelitian ini berupa skor hasil validitas oleh ahli media dan ahli materi. Lalu datanya juga berupa skor tanggapan ahli media, ahli materi, guru bahasa Indonesia, dan 5 siswa kelas X AP berkaitan dengan format dan penggunaan LKS.

Lampiran 9. Angket validasi ahli materi tahap I. 109. 110. 111 Lampiran 10. Angket validasi ahli materi tahap II. 112. 113. 114 Lampiran 11. Angket validasi ahli materi tahap III. 115. 116. 117 LAMPIRAN 12. Angket respon guru ANGKET RESPON GURU "TANGGAPAN GURU TERHADAP PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN KOMIK

17. AHLI PERTAMA - GURU SENI BUDAYA 1 30402578 SMPN 3 Tana Tidung 18. AHLI PERTAMA - GURU PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN 1 30407378 SMPN 5 Tana Tidung 19. AHLI PERTAMA - GURU PENJASORKES 1 30402403 SD Negeri 001 Tana Tidung 20. AHLI PERTAMA - GURU TIK 1 30402552 SMPN 1 Tana Tidung 21.

Pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2019, bersama ini kami sampaikan daftar nama penerima pendanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tahun 2019 sebagai berikut: 1. Penerima pendanaan penelitian di Perguruan Tinggi non PTNBH (Lampiran 1) 2. Penerima pendanaan penelitian di PTNBH (Lampiran 2) 3.

Lampiran 3 Nomor : B/87/E3/RA.00/2020 Hal : Pengumuman Penerima Pendanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Tahun 2020 PENERIMA PENDANAAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2020 NO NAMA PENGUSUL PERGURUAN TINGGI JUDUL SKEMA 1 Respati Wikantiyoso Universitas Merdeka Malang .

November 2014 HR: Getting smart about agile working WORK WORKFORCE WORKPLACE in association with . Championing better work and working lives The CIPD’s purpose is to champion better work and working lives by improving practices in people and organisation development, for the benefit of individuals, businesses, economies and society. Our research work plays a critical role – providing the .