PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES KEBIJAKAN

3y ago
49 Views
2 Downloads
550.14 KB
14 Pages
Last View : 1d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Albert Barnett
Transcription

Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958PARTISIPASI MASYARAKATDALAM PROSES KEBIJAKANDede Marianae-mail: dedemariana@yahoo.comABSTRAKTeori kebijakan era tahun 60-an lebih memandang proses kebijakan dariperspektif administrasi publik. Proses kebijakan dipandang linear dan mekanistik.Sementara, partisipasi masyarakat hanya dipandang sebagai formalitas bagilegitimasi kebijakan. Selama ini, partisipasi cenderung dimaknai secara kuantitatif(hanya dihitung dari jumlah partisipan atau jumlah organisasi masyarakat yangdilibatkan). Padahal, proses kebijakan akan jauh lebih bermakna sebagai prosesdemokrasi manakala partisipasi diperluas sebagai kesempatan bagi seluruh wargamasyarakat untuk menyampaikan aspirasinya secara argumentatif. Artikel inimenjelaskan bagaimana pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan untukberpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, yakni melalui pendekatan strukturaldengan mengadvokasikan berbagai instrumen hukum dan kelembagaan yangmemberi peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan pendekatan sosiokulturalmelalui proses pendidikan, pengorganisasian, dan pendampingan masyarakat.Kata Kunci: Kebijakan, Proses Kebijakan, Partisipasi Masyarakat, Pemberdayaan.ABSTRACTPolicy theories in years of 60’s era more viewed policy process from publicadministration perspective. Policy process has been regarded linear andmechanistic. Meanwhile, public participation only viewed as formality by policylegitimation. All this time, participation tends to be interpreted quantitatively–onlyaccounted from participant amount or public organization amount which involved.Even though, policy process will be more meaningful as democracy process whenparticipation expanded the meaning as opportunity to all citizens to deliver theaspiration argumentatively. This article explained how empowering peoples couldbe doing to participate in the making of policy, that is through by structural approachwith advocated any law instruments and institutions that will give the change topeople to participated and sociocultural approached by educating process,organizing, and accompaniment.Keywords: Policy, Policy Process, Public Participation, Empowerment216 CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015

Jurnal Ilmu kembang selama dekade 19501980-an memandang proses kebijakandari perspektif administrasi publik.Dalam perspektif ini, proses kebijakanmulai dari formulasi hingga evaluasidipandang secara linear layaknyaproses yang mekanistis. Karena beradadalam ranah administrasi publik,proses kebijakan dipandang sebagaikewenangan internal pemerintah,sehingga partisipasi masyarakat hanyadipandang sebagai formalitas untukmenambahlegitimasikebijakantersebut. Idiom black box seringkalidigunakan untuk menggambarkanproses legislasi yang berlangsungterbatas dalam ranah suprastrukturmerupakan bukti bahwa proseslegislasi merupakan proses yangtertutup dari intervensi luar, termasukmasyarakat. Pendekatan semacam itumembawa implikasi negatif karenakebijakan yang dibuat menjadi tidakatau kurang berpihak pada masyarakat.Oleh karena itu, pandangan ten tang studi kebijakan sebagai prosesbirokratis-administratif yang hanyamenjadi domain dari institusi peme rintah menjadi sulit digunakan untukmenjelaskan proses politik yang ber langsung dalam keseluruhan tahapproses kebijakan. Lahirnya suatuproduk kebijakan tidaklah otomatismen capai idealisasinya meskipuntelah melalui keseluruhan tahap seba gaimana dikemukakan dalam konseprasional-komprehensif. Esensi dari ke ISSN 2442-5958bi jakan publik sesungguhnya terletakpada hubungan antara negara dan ma sya rakat. Paradigma kebijakan pub likyang kaku dan tidak responsif meru pakan cerminan dari hubungan negaradan masyarakat yang kaku dan tidakresponsif pula. Sebaliknya, paradigmakebijakan publik yang luwes danresponsif akan merupakan luaran darihubungan yang luwes dan responsifantara negara dan masyarakat.Untuk membangun paradigmake bi jakan publik yang berorientasipada aspirasi dan kebutuhan masya rakat, perlu dikembangkan paradigmaalternatif yang tidak lagi menempatkankebijakan publik dalam ranah supra struktur atau penguasa, tapi sebagaiproses interaksi yang seimbang antarasuprastruktur dan infrastruktur politik.Proses interaksi yang seimbang inime nsyaratkan adanya ruang-ruangpub lik yang terbuka bagi partisipasima sya rakat dalam pembuatan ke bijakan.Pada mulanya, pelibatan masya rakat hanya dimungkinkan dalamruang-ruang di luar ranah suprastrukturdan dilakukan melalui institusi per wakilan, seperti kelompok kepen tingan, kelompok penekan, dan partaipolitik. Institusi-institusi inilah yangkemudian berperan sebagai penyaluraspirasi masyarakat untuk selanjutnyadiagregasi oleh parlemen sebagailembaga perwakilan masyarakat.Modelpenyaluranaspirasisemacam itu merupakan karakter khasdemokrasi perwakilan. PermasalahanCosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 217

Jurnal Ilmu Pemerintahankemudian timbul manakala institusiinstitusi perwakilan tersebut lebihberorientasi pada kepentingannyadibandingkan pada kepentingan publikyang diwakilinya. Sistem oligarkhiyang masih mendominasi relasikekuasaan dalam institusi politik jugamenjadi salahsatu penyebab terjadinyadistorsi aspirasi karena pihak elitlahyang lebih menentukan aspirasi manayang akan diperjuangkan, bukanberdasarkan skala prioritas yangobyektif. Alih-alih memperjuangkanaspirasi publik, yang terjadi adalahdistorsi aspirasi, sehingga masukanyang bersumber dari masyarakatberbeda dengan kebijakan yang keluardari proses konversi.Kendala inilah yang kemudianmendorong perkembangan model de mok rasi deliberatif sebagai alternatifuntuk meminimalkan potensi distorsipada pembuatan kebijakan. Di sisilain, melalui model demokrasi deli beratif, diharapkan ruang-ruang parti sipasi bagi publik dapat meluas, karenaproses kebijakan dapat berlangsung diluar ruang parlemen. Permasalahannya,apakah konsep ini dapat diaplikasikanpada tataran praktik? Di manakahruang-ruang publik bagi partisipasidalam pem buatan kebijakan? Apaprasyarat yang harus disiapkan agarperluasan ruang publik benar-benardapat dimanfaatkan oleh masyarakatuntuk menyampaikan aspirasinya?ISSN 2442-5958Proses Kebijakan sebagaiPertarungan WacanaDalam pandangan kritis, studikebijakan publik sebagai proses politikberkaitan erat dengan konsep demok rasi karena proses kebijakan padadasarnya berorientasi pada akomodasikepentingan publik. Ke pen tinganpublik yang dimaksud jelas merupakanproses tarik-menarik dari berbagaikepentingan di masyarakat yang ke mu dian membentuk opini publik.Dengan demikian, proses kebijakanharus dimaknai sebagai proses dialogisdi antara berbagai stakeholders dengankepentingannya masing-masing yangkemudian hasil kesepakatan dariproses dialog itulah yang akan menen tukan isi dari kebijakan tersebut. Da lam banyak kasus, proses dialogis iniseringkali hanya berlangsung di ting kat elit para pengambil keputusan tan pa melibatkan kelompok-kelompokma sya rakat lain yang sebenarnya jugaterkena dampak dari kebijakan ter sebut.Sebagai proses dialogis, kebijakandapat dianalisis dari pertarunganwacana dan argumentative turn yangdikemukakan oleh berbagai stake holders yang terlibat. Pendekatan inidikemukakan oleh Fischer danForester17untukmenganalisiskebijakan sebagai proses praktis dari17 Lebih lanjut dapat dibaca dalam Peter deLeon. “The Policy Science Redux : New Roads toPostpositivism”. Policy Studies Journal Vol. 22 No. 1. 1994.218 CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015

Jurnal Ilmu Pemerintahanargumentasi. Analisis kebijakan dite kankan pada pengertian-pengertianistilah sosio logis, yaitu karakterretorika dalam konteks spesifik yangmeliputi makna dari argumen maupunisu yang dikemukakan.Proses kebijakan dipandangsebagai kompleksitas kejadian politikyang melibatkan banyak aktor danbanyak kepentingan. Proses kebijakantidak dipandang sebagai suatu prosesyang linier yang dapat dengan mudahdiamati dalam rapat-rapat danpembahasan yang berlangsung dalamruang parlemen. Sebaliknya, proseskebijakan justru berlangsung melaluilobby, negosiasi, advokasi, pertarunganopini di media massa, bahkandemonstrasi di jalanan. Di sinilahberkembang konsep tentang ruangpublik.Dalam konsepsi ini, ruang publiktidak diartikan secara fisik tetapimerupakan ruang sosial (social space)yang dihasilkan oleh tindakankomunikatif. Ruang publik menjaditempat bagi terbentuknya opini publikyang merefleksikan isu-isu yangberkembang dalam tataran elit maupunmassa18. Pembentukan opini publikmelalui debat publik akan memiliki ISSN 2442-5958kekuatan (communicative power)untuk mempengaruhi pengambilankeputusan yang secara formal dila kukan melalui mekanisme perwakilan.Ketersediaan ruang publik yangterbuka dalam memfasilitasi prosesargumentative turn dari pihakparlemen (DPR/DPRD), Pemerintah,maupun kelompok masyarakat yangsecara bebas menggunakan berbagaimedia untuk mengemukakan argu mentasinya19.Bentuk-bentuk ruang publikdalam pembuatan kebijakan sangatberagam. Ia dapat berupa pemberitaandi media massa; hearing denganlembaga legislatif; diskusi di kalangankelompok-kelompokmasyarakat;audiensi dengan lembaga legislatifatau lembaga lain yang berwenangdalam pengambilan keputusan; bahkanjajak pendapat. Dengan demikian,sesungguhnya terdapat peluang yangbesar untuk memperluas ruangpartisipasi publik dalam pembuatankebijakan.Ketersediaan ruang publik yangmemfasilitasi pertukaran argumentasimenjadi esensi penting untuk mening katkan kadar partisipasi publik dalamproses kebijakan. Selama ini,18 John Dryzek, Deliberative Democracy and Beyond: Liberals, Critics, Contestations. Oxford:Oxford University Press. 2000, hal. 24.19 Caroline Paskarina. 2005. “Dilema Ruang Publik dalam Demokratisasi”. Artikel dalam BujetEdisi 07/III/Oktober-November 2005.CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 219

Jurnal Ilmu Pemerintahanpartisipasi cenderung dimaknai secarakuantitatif (hanya dihitung dari jumlahpartisipan atau jumlah organisasimasyarakat yang dilibatkan). Padahal,proses kebijakan akan jauh lebihbermakna sebagai proses demokrasimanakalapartisipasidiperluasmaknanya sebagai kesempatan bagiseluruh warga masyarakat untukmenyampaikan aspirasinya secaraargumentatif. Tujuannya, agar aspirasiyang disampaikan dapat mengubahpersepsi dari para elit pembuatkebijakan. Transparansi dalam ruangpublik juga meminimalkan potensiterjadinya distorsi aspirasi dalampembuatan kebijakan. Masyarakatdimungkinkan untuk “mengawal”aspirasinya tanpa khawatir “dibajak”oleh elit-elit tertentu.Perluasan ruang publik jugamerupakan bagian dari strategiperubahan kebijakan. Jordan20 pernahmenggagas sebuah bentuk strategiperubahan kebijakan yang disebutvenue change (perubahan tempatkebijakan). Ini adalah strategiperubahan kebijakan dengan caramengubah fokus kebijakan yang adapada fokus yang lain, namun masihterkait dengan konteks kebijakan yangada. Perubahan fokus kebijakan dapatISSN 2442-5958dilakukan dengan melontarkan wacanatandingan (counter discourse) yangmemberikan alternatif perspektif da lam memandang suatu isu kebijakan.Misalnya, kebijakan tentang pener tiban Pedagang Kaki Lima (PKL)sebenarnya tidak hanya dapatdipandang dari perspektif ketertibankota, tetapi juga dari perspektifpemberdayaan sektor informal. Iniadalah wacana tandingan yang dapatdimunculkan, sehingga pembuatankebijakan penertiban PKL perlumengakomodasi kenyataan sosialbahwa keberadaan PKL ternyatabermanfaat untuk menopang sektorinformal dalam perekonomian kota.Selama ini, protes dan penolakanterhadap suatu kebijakan seringkalitimbul akibat ketiadaan wacanatandinganyangmemperkayapertarungan argumen selama proseskebijakan berlangsung. Akibatnya,substansi kebijakan hanya memuatsatu atau dua perspektif saja yangumumnya bersumber dari kelompokmayoritas. Padahal, kebijakan publikhakikatnya merupakan suatu bentukkonsensus dari seluruh pihak yangakan terkena dampak dari pem berlakuan kebijakan tersebut. Karenaitu, perluasan ruang publik sebagai20 Dalam Fadillah Putra. 2001. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan danInovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 205.220 CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015

Jurnal Ilmu Pemerintahanwadah pertarungan argumen dalamproses kebijakan menjadi pentinguntuk menguji validitas klaim yangdiajukan pihak-pihak yang terlibatdalam pembuatan kebijakan tersebut,sehingga tidak ada pihak yang men dominasi substansi kebijakan. Inilahmakna substantif dari partisipasi ma sya rakat dalam pembuatan kebijakan.1.Parlemen sebagai pemegangwewenang utama dan penyalursemua aspirasi masyarakat yangmelaksanakan fungsi legislatif;2.Perangkat Pemerintah, yangmenjalankan fungsi eksekutif;3.Masyarakat, terdiri atas masya rakat pada umumnya, tokohtokoh masyarakat formal daninformal, Lembaga SwadayaMasya rakat (LSM), asosiasiprofesi, perguruan tinggi danorganisasi massa lainnya.Peluang Partisipasi dalamPembuatan KebijakanPada tataran praktis, peluangpartisipasi publik dalam pembuatankebijakan bisa berada dalam lingkuppembuat keputusan maupun di luarruang-ruang parlemen. Dalam ranahparlemen, peluang partisipasi beradapada tahap penjaringan aspirasimasyarakat (need assesment). Tahapanini dilakukan untuk memperoleh dataatau informasi dari masyarakat sebagaibahan masukan dalam proses penyu sunan kebijakan. Informasi tersebutdigunakan untuk menjamin agarkebijakan yang dibuat sesuai denganaspirasi murni (kebutuhan dan ke inginan riil) masyarakat, bukan seke dar aspirasi politik. Pihak-pihak yangterkait dalam penjaringan aspirasimasyarakat adalah21:ISSN 2442-5958Tugas parlemen pada tahap penja ringan aspirasi masyarakat antara lain:1.Menjaring aspirasi masyarakatuntuk mendapatkan berbagaima suk an dan informasi tentangkebu tuhan riil melalui metodepenjaringanaktif.Bentukkegiatan berupa: (a) membuatdan menyebarkan kuesioner; (b)melakukan observasi lapanganatau survei untuk mendapatkanaspirasi dan gambaran sesung guhnya yang ada di lapangan;(c) mengadakan dialog interaktifdengan masyarakat secara lang sung.2.Menjaring aspirasi masyarakatuntuk mendapatkan berbagaimasukan dan informasi tentangkebutuhan riil melalui metode21 Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit ANDI. 2002, hal.127.CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 221

Jurnal Ilmu Pemerintahanpenjaringanpasif.Bentukkegiatannya dapat dilakukanmelalui : (a) pembukaan kotak poskhusus yang dapat menampungsurat-suratdarimasyarakatdalam menyalurkan aspirasinya;(b) menyediakan kotak saransebagaitempatmasyarakatmenyampaikan aspirasinya; (c)membuat web site khusus denganfasilitas penerima email darimasyarakat; (d) menyediakantelepon bebas pulsa untukmenerima aspirasi masyarakatmelalui line telepon.3.Menjaring aspirasi masyarakatsecara reaktif untuk mendapatkanberbagai masukan dan informasitentang kebutuhan riil masyarakat.Bentuk kegiatannya berupa:(a) public hearing; (b) kegiataninspeksi mendadak (sidak).4.Merumuskan hasil penjaringanmasyarakat tersebut ke dalamISSN 2442-5958sebuah dokumen aspirasi yangmemuat aspirasi dan kebutuhanriil masyarakat.Masyarakat dapat menyampaikanaspirasinya melalui sejumlah saluranyang tersedia, baik di DPR, DPDmaupun DPRD di tingkat daerah,sebagaimana termuat pada Tabel 1berikut ini. Pilihan untuk menentukankepada badan mana gagasan kita ingindisampaikan, sebenarnya tergantungpada rancangan kebijakan yang akanatau sedang dibuat. Misalnya, untukRUU/Raperda yang sudah masuktahap pembahasan, akan lebih efektifapabila gagasan disampaikan kepadaanggotaDPR/DPD/DPRDyangmembahas RUU/Raperda tersebut.Namun gagasan pada tahap awal,misalnya topik RUU/Raperda tertentuatau Rancangan Akademik RUU/Raperda atau naskah RUU/Raperdatertentu, bisa lebih luas diwacanakan,termasuk melalui media massa.Tabel 1Mekanisme Penyampaian Aspirasi dalam Pembuatan KebijakanNo.ItemKepada siapaaspirasidisampaikan?DPR1.2.3.4.5.Anggota DPRdari Komisi atauPansus atau Panjayang mem bahasRUUBadan LegislasiDPRAsisten I Sekre ta riat Jenderal DPRbidang per un dangundanganPusat Pengkajiandan ota DPDPAH/Tim Kerjayang mengusulkan,membahas ataumempertimbangkanUsul RUU yangmenjadi wewenangDPD.Panitia PerancangUndang-UndangSekretariat JenderalDPDSekretariat DaerahSekretariat DPRD222 CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015DPRD1. Anggota DPRD2. Badan LegislasiDPRD3. Fraksi-fraksiDPRD4. Sekretariat DPRD

Jurnal Ilmu PemerintahanForum apa yangdigunakan?1.2.3.4.5.Penyampaianmelalui hearing/diskusi ataupundalam rapat,misalnya dalamrapat dengarpendapat umum.Audiensi atauhearing denganfraksi-fraksiKonsultasi publikHearing denganBadan LegislasiMelalui surat1.2.3.4.Rapat DengarPendapat Umum(RDPU) denganPanitia Ad-Hoc(PAH) atau PanitiaPerancang UndangUndang (PPUU).Hearing denganPanitia PerancangUndang-Undang(PPUU)Hearing denganAnggota DPDyang merupakananggota PAH yangmengusulkan,membahas UsulPembentukan RUUatau Usul RUU.Melalui suratISSN 2442-59581. Rapat dengar pen dapat2. Audiensi atauhearing denganfraksi3. Konsultasi pub lik4. Melalui suratSumber: www.parlemen.netDitinjau dari sisi forum ataumedia yang dapat digunakan, terdapatberagam mekanisme yang tersediameski cenderung bersifat formal danlimitatif. Hal ini memang menjadisalahsatu kelemahan dari modelperwakilan yang selama ini diterapkan.Mereka yang diundang dalampembahasan rancangan kebijakanbiasanya yang tergabung dalam suatukelompok kepentingan atau kelompokpenekan, sehingga bias kepentinganmungkin saja terjadi dalam artikulasidan agregasi kepentingan. Berbagaiaturan protokoler selama pembahasandalam parlemen juga dapat menjadikendala yang membatasi peluangpartisipasi bagi kelompok masyarakatyang termarginalkan, misalnya masya rakat miskin, komunitas adat, dll.Karena itu, terdapat sejumlah kiatyang perlu diperhatikan manakala kitamemanfaatkan mekanisme formal inidalam menyalurkan aspirasi. Kiat-kiattersebut adalah22:1.Rapat Dengar Pendapat Umum(RDPU)Foruminiadalahforumresmi yang ada dalam prosespembahasan sebuah kebijakan(RUU atau Raperda). Forum inidiadakan pada saat pembahasantingkat I RUU/Raperda, yaitusetelah adanya pemandanganumum fraksi atas RUU/Raperdaatau pemandangan umum peme rintah atas RUU/Raperda dariDPR/DPRD.22 Download dari www.parlemen.net, 11 Oktober 2006.CosmoGov, Vol.1 No.2, Oktober 2015 223

Jurnal Ilmu PemerintahanHearing dengan fraksi dapatlebih mudah jika kita mengenalsalahsatu anggota dari fraksiyang bersangkutan. Kalaupuntidak, kita dapat memintanyake sekretariat fraksi. Tentukanalasan serta tawaran waktu untukbertemu untuk memudahkanfraksi/sekretariat fraksi menyusunjadwal. Jangan lupa cantumkanidentifikasi institusi/individu de ngan jelas serta nomor teleponyang dapat dihubungi agar komu nikasi penentuan jadwal dapatlebih mudah terjadi.Untuk dapat terlibat dalam forumini, cara-cara yang harus kitatempuh adalah: Identifikasi terlebih dahulu,sudah sampai tingkat manapembahasan RUU/Raperda. Kirimkan surat kepada keSekretariat Komisi/Pansusyang membahas RUU/Raperda. Sebutkan maksud dan tujuanuntuk meminta adanyaRDPU tersebut. Pastikankitamemilikibahan yang siap dibagikandalam RDPU tersebut, agarpembahasannya bisa fokus. 2.Pantau terus perkembangandari gagasan kita dalampembahasan-pembahasanselanjutnya.Audiensi atau hearing denganfraksi-fraksiForum ini lebih fleksibel, artinyatidak ada waktu yang terjadwalkansehingga kita dapat melakukankapan saja sepanjang prosespem bahasan RUU/Raperda ituberlangsung. Sulitnya, penjad walan dan kesediaan fraksi untukbertemu dengan kita sepenuhnyatergantung pada kemauan fraksitersebut. Namun, hal ini bisadiatasi dengan menyampaikansuratpermohonandenganmaksud, tujuan, serta identifikasiinstitusi/individu yang jelas, danditindaklanjuti melalui hubungantelepon secara intensif.ISSN 2442-59583.Konsultasi PublikDPR/DPRD kadang-kadang me la kukan mekanisme konsultasipublik (sosialisasi) untuk RUU/Raperda banyak mendapatkansorotan. Konsultasi publik (so siali sasi) bisaanya dilakukandi beberapa kota besar. Untukberpartisipasi, cara-caranya se bagai berikut: Mintalah informasi kepadasekretariat

Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan dan Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 205.

Related Documents:

Perda. Partisipasi ini merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat yang sangat penting dalam rangka menciptakan good governance. Oleh karena itu pelaksanaan partisipasi publik dalam pembentukan kebijakan haruslah diatur secara lebih jelas. Kata kunci : Partisipasi, Perspektif dan Kebijakan Publik Pendahuluan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH . Implementasi Kebijakan Publik . 30 3. Partisipasi Masyarakat Pada Implementasi . akan semakin besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor yang produktif; (4) dengan peningkatan program wajib belajar dari 6 ke 9 .

kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih

Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Memonitor Kesesuaian Kegiatan . 53 4.8.Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Memilihara Hasil-hasil . Ada beberapa hal yang menjelaskan mengapa selama ini banyak kebijakan, program dan pelayanan publik kurang responsif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara luas. Pertama, .

antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat nilai signifikansinya (p value) sebesar 0,266. Kata Kunci : Partisipasi masyarakat, Transparansi kebijakan publik, pengetahuan anggaran, pengawasan keuangan daerah

peneliti meneliti tentang “Partisipasi politik masyarakat desa tanak kaken dalam pemilihan kepala desa 2018” perbedaan penelitian dengan peneliti pertama adalah prilaku politik masyarakat dan objek penelitian. 2. Penelitian yang berjudul “Partisipasi politik dalam proses pembangunan desa di kecamatan wori, kabupaten Minahasa utara”

kebijakan publik di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan demokrasi perwakilan. 3. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna. 4. Partisipasi dilaksanakan secara sistematik, bukan hal yang insidental. 5.

Introductory Music Lesson Plan s r 1: To make students aware that notes have "names" 2: To develop the ability to identify any "natural" note with reference to a piano keyboard