XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

2y ago
35 Views
3 Downloads
498.28 KB
6 Pages
Last View : 2m ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Tripp Mcmullen
Transcription

XI. PENGEMBANGANAGROINDUSTRI UBI KAYUUbi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015–2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif danberkelanjutan sebagai pangan maupun non pangan. Ubi kayu pada umumnyadiolah menjadi tepung tapioca dan pati. Pati diproses lebih lanjut menjaditepung kasava (mocaf ) pengganti terigu dan dihidrolis menghasilkan sirupglukosa dan turunannya. Ubi kayu untuk non pangan dimanfaatkan sebagaibahan baku kosmetik, bioethanol, bahan kimia, dan industri tekstil. Fokuspengembangannya adalah sebagai bahan makanan pokok lokal, produk industripertanian, dan bahan baku industri. Hal ini sejalan dengan Peraturan MenteriPertanian Nomor 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan KawasanPertanian dengan sasaran peningkatan diversifikasi pangan untuk menurunkankonsumsi beras setidaknya 1,5% per tahun, dan peningkatan nilai tambahmelalui produk tepung untuk mensubstitusi 20% gandum atau terigu impor.Berkembangnya industri pengolah hasil pertanian berbasis sumber dayalokal berskala home industry hingga industri besar dan peningkatan kompetensiinti daerah merupakan salah satu cita-cita industri Indonesia, dengan harapanpotensi masing-masing daerah dapat dimanfaatkan secara optimal serta tidakbergantung pada impor bahan baku. Industri yang dikelola dengan baik dimasing-masing daerah akan semakin memperkuat struktur industri manufakturnasional (Kuncoro 2010).PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU 59

Sektor pertanian yang diperkuat dengan integrasi antarsektor dimulai darihulu sampai dengan hilir di kabupaten atau daerah dapat meningkatkan perekonomian, penyerapan tenaga kerja, dan pemerataan pembangunan daerahyang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta memperkokohperekonomian negara. Hal ini dapat diwujudkan melalui peningkatan perandalam rantai nilai, dimana dengan menambah aktivitas dan kemampuan meningkatkan nilai produk akan memberikan kemandirian bagi daerah-daerahpenghasil komoditas pertanian, sehingga bukan hanya menjadi obyek tetapimampu menjadi subyek pembangunan yang disebabkan oleh kemampuanuntuk mengolah dan memasarkan komoditas pertanian.Rantai nilai yang terdiri atas berbagai pelaku (produsen utama, pengolah,pedagang, penyedia jasa) dapat terbentuk jika semua pelaku dalam rantai tersebut bekerja sedemikian rupa sehingga memaksimalkan terbentuknya nilaisepanjang rantai tersebut (Kaplinsky and Morris dalam ACIAR 2012). Strukturrantai nilai ubi kayu idealnya mencakup lima elemen, yaitu: peluang pasar akhiratau konsumen, bisnis dan lingkungan yang mendukung, hubungan vertikal,hubungan horizontal dan pasar penunjang (Sewando 2012). Kelima elementersebut apabila berfungsi dengan baik dapat mengefisienkan biaya pemasarandan meningkatkan koordinasi.Penelitian ubi kayu belum banyak diperhatikan, terutama yang membahasmengenai modifikasi rantai nilai komoditas ubi kayu, padahal dimasa mendatang ubi kayu akan memberikan nilai produk yang tinggi. Dengan menelitirantai nilai komoditas ubi kayu, maka dapat diketahui keuntungan dan kerugian dalam budi daya ubi kayu. Seiring dengan peningkatan permintaanubi kayu untuk usaha pengolahan, maka produksi juga dituntut meningkat.Budi daya ubi kayu merupakan kegiatan pertanian yang cukup penting bagimasyarakat, karena pada tiap kegiatan tata niaga memberikan keuntungan bagipara pelakunya. Kegiatan usahatani ubi kayu sering menemui kendala mulaidari produksi hingga pemasaran produk dan olahannya, sehingga tidak jarangpetani rugi karena harga yang diterima rendah, sedangkan yang mendapatkankeuntungan adalah aktor lain dalam tatanan rantai nilai.11.1. Studi Kasus di Kabupaten Pati (Jawa Tengah)Kabupaten Pati merupakan salah satu sentra ubi kayu ke-2 di Jawa Tengah.Varietas yang banyak ditanam adalah UJ-5 yang memiliki kandungan HCNtinggi untuk kebutuhan industri tepung tapioka. Marjin pemasaran yangdiperoleh antara petani dengan pedagang penebas adalah Rp 250, sedangkanantara pedagang penebas dengan penggiling adalah Rp 3.350. Peningkatan60 PEDOMAN BUDI DAYA UBI KAYU DI INDONESIA

marjin yang tinggi tersebut karena ubi kayu telah melalui proses pengolahan.Marjin pemasaran antara penggiling dengan makelar krosok (tepung tapiokakasar) adalah Rp 0, karena makelar bertindak sebagai komisioner. Marjin antaramakelar krosok dengan pedagang besar tepung tapioka adalah Rp 1.700, danmarjin antara makelar ampas onggok dengan pedagang besar ampas onggokadalah Rp 1.150.Pelaku yang diuntungkan dalam rantai nilai ini (Gambar 27) adalahpedagang besar tepung tapioka, dengan profit marjin Rp 1.084/kg. Hal inikarena pedagang besar memiliki kekuatan dalam pemasaran serta informasiyang luas mengenai keadaan pasar dan harga. Disisi lain, R/C tertinggi diperolehmakelar krosok sebesar 6,67 karena aktivitas yang dilakukan dalam pemasaranhampir tidak mengeluarkan biaya. Peningkatan rantai nilai menjadi hal yangpenting diupayakan dalam rangka mengefisienkan rantai sehingga manfaatnyalebih dirasakan oleh petani (Nugraheni 2014).Ubi kayu AmpasMakelarTepungMakelarAmpasGambar 27. Alur produksi dan perdagangan ubi kayu di Kabupaten Pati (Nugrahaeni 2014).11.2. Studi Kasus di LampungPengolahan industri tepung tapioka membutuhkan 4 kg singkong untukmenghasilkan 1kg tepung, sedangkan pabrik bioetanol membutuhkan 8 kgsingkong untuk menghasilkan 1 kg bioetanol absolut. Selain mendapatkantepung tapioka, pabrik juga bisa menjual limbah kulit singkong, produk Elot,dan produk Onggok, serta air limbah untuk memproduksi biogas sebagaisumber energi alternatif guna memproduksi listrik untuk kebutuhan pabrik.Meningkatnya kebutuhan singkong di Lampung memberi efek berantai yangbaik bagi perekonomian masyarakat Lampung, termasuk petani, pemilikLapak/Agen, pemilik truk angkut, investor, karyawan pabrik.PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU 61

Roda perekonomian tumbuh dengan baik dan cepat dan mendorong berkembangnya sektor lain, seperti kesehatan dan pendidikan. Lampung yangdihuni oleh 4 etnis mayoritas (suku Lampung, suku Jawa, suku Bali, dan sukuSunda) tumbuh menjadi daerah industri berbasis agro. Hal ini bisa ditiruoleh daerah lain, karena singkong bisa tumbuh di seluruh wilayah Indonesia,serta mudah perawatannya. Peran Pemerintah Daerah sangat dibutuhkanguna menggandeng investor membangun pabrik serta mengajak petani memanfaatkan lahan yang kurang produktif untuk ditanami singkong.Pengembangan agroindustri ubi kayu di Lampung didukung oleh ketersediaan lahan, menguntungkan, ketersediaan industri pengolahan skala besar dankecil, peningkatan permintaan ubi kayu untuk kebutuhan lokal dan ekspor,ketersediaan sumber daya manusia, serta pengalaman bertani yang cukup lama(Tim Fakultas Pertanian Unila 2006). Sejak tahun 1990, Pemerintah KabupatenLampung Timur sebagai wilayah penghasil ubi kayu menggalakkan upayapengembangan kawasan agroindustri ubi kayu berbasis petani perdesaan, yangdilaksanakan melalui program pengembangan Industri Tepung Tapioka Rakyat(ITTARA). ITTARA merupakan industri pengolahan tapioka berskala kecildengan kapasitas 1–5 ton tapioka setiap kali penggilingan (Anonim 2000).ITTARA berkembang pesat pada tahun 1990-an dengan berbagai kebijakanyang diberikan oleh Pemerintah Propinsi Lampung, antara lain bantuananggaran, kemudahan perizinan serta bimbingan. Melalui berbagai kebijakantersebut, pada tahun 1998 telah berdiri 128 unit ITTARA dari berbagai sumberdana, antara lain APBD I, APBD II, kerja sama dengan bank, serta swadayamasyarakat (Anonim 2000). Kondisi tersebut tidak bertahan lama, dan saat inicenderung banyak yang sudah tidak aktif lagi. Sebagian besar ITTARA, terutama yang pembangunannya difasilitasi oleh pemerintah, saat ini tidak lagimampu berproduksi optimal, bahkan sebagian sudah tidak beroperasi lagi.Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten LampungTimur, pada tahun 2008 terdapat 12 unit ITTARA yang masih beroperasi diLampung Timur. Masalahan yang dihadapi ITTARA adalah pada subsistem onfarm (budi daya), dan off farm (subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran)(Tim Fakultas Pertanian Unila 2006). Keadaan ini menyebabkan tidak adanyakeuntungan sehingga berujung pada penutupan usaha.Permasalahan utama pada subsistem on farm adalah rendahnya produktivitas(15–25 ton/ha umbi segar) dan kadar pati. Rendahnya produktivitas disebabkanoleh teknik budi daya yang semi intensif, sedangkan rendahnya kadar patidisebabkan oleh ubi kayu dipanen pada saat tanaman belum mencapai umuroptimum. Hal tersebut menyebabkan usaha ITTARA kesulitan berproduksisecara efisien pada kapasitas terpasang normal (20–50 ton/hari) dan hanyamampu mencapai 40% dari kapasitas tersebut.62 PEDOMAN BUDI DAYA UBI KAYU DI INDONESIA

Permasalahan pada subsistem off farm antara lain teknologi pengolahanmasih sederhana, ketersediaan ubi kayu berfluktuasi sepanjang tahun,kemitraan antara ITTARA dengan petani hanya sebatas transaksi jual-beli ubikayu, serta belum dikembangkannya teknologi pemanfaatan hasil samping(limbah) menjadi produk yang lebih bernilai dalam rangka meningkatkannilai tambah bagi pengusaha. Kendala lain pada subsistem off farm terjadipada sistem pemasaran, antara lain belum adanya bantuan pemasaran produkdari pemerintah, terbatasnya pengetahuan tentang manajemen agribisnis danagroindustri, kurangnya keberanian dalam mengambil resiko usaha, sertapersaingan dengan industri tapioka skala menengah dan besar dalam memperoleh bahan baku ubi kayu.PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU 63

64 PEDOMAN BUDIDAYA UBIKAYU DI INDONESIA

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU 59 XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015– 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai pangan maupun non pangan. Ubi kayu pada umumnya diolah menjadi tepung tapioca dan pati.

Related Documents:

tanaman ubi kayu. Badan Pusat Statistik (2015) menyatakan bahwa Provinsi Lampung merupakan provinsi penghasil ubi kayu nomor satu di Indonesia, sehingga ubi kayu dapat menjadi pilihan untuk dijadikan pangan pokok program diversifikasi pangan. Ubi kayu dapat dijadikan alternatif pangan dalam mengurangi konsumsi beras di Indonesia.

Tabel 2. Sentra produksi ubi kayu di Indonesia tahun 2015, serta perkembangannya dalam kurun 2005-2015. . 8 Tabel 3. Varietas unggul ubi kayu yang sesuai untuk pangan. 20 Tabel 4. Varietas unggul ubi kayu yang sesuai untuk industri. . 22 Tabel 5. Pengaruh saat tanam terhadap hasil ubi kayu

Penerimaan pengusaha agroindustri opak ubi kayu dalam satu kali pemasaran dalam satu minggu sebesar Rp 31.500.000. . Agroindustri Opak Ubi Kayu di Kecamatan Pancur Batu, . cukup baik antara lain : mebel rot

varietas ubi kayu berpengaruh terhadap warna dan tingkat kesukaan beras analog tepung oyek. Hasil penelitian terbaik berdasarkan uji kesukaan yaitu beras dan nasi analog tepung oyek kacang hijau dengan varietas ketan. Kata kunci: tepung oyek, beras analog, varietas ubi kayu, kacang hijau.

subtansi program pengembangan daerah melalui pengembangan kawasan . komoditas pertanian/ agroindustri semata namun juga kerajinan dan industri kecil. . - Ubi kayu - Kacang tanah - Tanaman obat (temulawak, laos, lempuyang, kunyit) - Kacang hijau - Ubi jalar - Ikan Laut.

Nusantara XI (PTPN XI) di Jawa Timur mempunyai usaha inti memproduksi gula dengan areal kebun tebu yang . ubi kayu, tetes tebu/molases, jagung, tebu, sorghum, nip ah, . pengembangan agroindustri bioetanol PTPN XI. Faktor-faktor yang telah ada tersebut diidentifikasi

3. Laboratorium Kultur Jaringan Bioteknologi untuk kayu pertukangan dengan pendekatan kultur jaringan Bioteknologi untuk kayu pulp dengan pendekatan kultur jaringan (Acacia mangium & Eucalyptus pellita) Bioteknologi HHBK Non FEM (Gaharu & Cendana) 4. Laboratorium Kayu Pengujian kadar air dan berat jenis kayu Kaliandra sebagai kayu energi 4.

Writing Human Factors Plans & Reports for Medical Technology Development pReVIeW COpY This is a preview edition of an AAMI guidance document and is intended to allow potential purchasers to evaluate the content of the document before making a purchasing decision. For a complete copy of this AAMI document contact AAMI at 1- 77-2-22 or visit www.aami.org. PREVIEW COPY This is a preview edition .