PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK .

3y ago
33 Views
2 Downloads
474.65 KB
16 Pages
Last View : 14d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Julia Hutchens
Transcription

Majalah Ilmiah UNIKOMVol.11 No. 1bidangEKONOMIPERMASALAHAN OTONOMI DAERAHDITINJAU DARI ASPEK PERIMBANGAN KEUANGANPEMERINTAH PUSAT DAN DAERAHDr. SURTIKANTI, SE., M.Si., AkProgram Studi Akuntansi - Fakultas EkonomiUniversitas Komputer IndonesiaPerlunya undang-undang yang mengatur tentang hubungan keuangan Pusatdan Daerah serta permasalahan-permasalahan yang sering timbul selamapelaksanaan otonomi daerah. Pokok-pokok penyelenggaraan otonomi daerah,pokok-pokok perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, isuisu kritis penyelenggaraan otonomi daerah, hal-hal yang harus dilakukan untukmengatasi isu-isu kritis dalam penyelenggaraan otonomi daerah, serta implikasipenerapan UU No 33 Tahun 2004 terhadap hubungan antara Pemerintah Pusatdan Daerah.Kata kunci:Perimbangan keuangan pusat dan daerah, otonomi daerah, UUNo 33 Tahun 2004PENDAHULUANAwal tahun 80-an, pemikiran tentangperlunya undang-undang yang mengaturtentang hubungan keuangan Pusat dandaerah (HKPD) sudah ada. Namundemikian, sebagaimana kita ketahui bersama, UU 25/1999 tentang PerimbanganKeuangan Pusat dan Daerah (PKPD) barubisa lahir bersamaan dengan adanya tuntutan reformasi di berbagai bidang, atausetelah berakhirnya Orde Baru. Pemikiranterhadap perlunya undang-undang yangmengatur HKPD timbul atas pengalamanselama ini khususnya berkaitan dengansiklus pengelolaan dana yang berasal dariPusat kepada Daerah, terakhir berupa Subsidi (untuk belanja rutin daerah) dan Bantuan berupa Inpres (untuk belanja pembangunan daerah) sering kurang jelas. Palingtidak, permasalahan yang sering timbuladalah: Aspek perencanaan, dominannya peranan Pusat dalam menetapkan prioritas pembangunan (top down) didaerah, dan kurang melibatkan stakeholders; Aspek pelaksanaan, harus tundukkepada berbagai arahan berupa petunjuk pelaksanaan maupun petujuk teknis dari Pusat;Aspek pengawasan, banyaknya institusipengawasan fungsional, seperti BPKP,Itjen Departemen, Irjenbang, Inspektorat Daerah, yang satu sama lain dapat saling tumpang tindih (Kamaludin,2007).Beberapa kelemahan tersebut di atas menjadi bahan untuk pokok-pokok pemikirantentang pembaharuan di bidang HKPD.Oleh karena itu, lahirnya UU-PKPD tidakbisa lepas kaitannya dengan upaya untukmendukung pelaksanaan otonomi daerah,efisiensi penggunaan keuangan negara,serta prinsip-prinsip good governanceseperti: partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.Pokok-pokok Penyelenggaraan OtonomiDaerahReformasi penyelenggaraan pemerintahandaerah serta pengaturan hubungan ke-H a l a ma n15

Majalah Ilmiah UNIKOMVol.11 No. 1uangan pusat-daerah diatur melalui UU nomor 22 tahun 1999 tentang PemerintahanDaerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian direvisi melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun2004 tentang Perimbangan KeuanganPusat dan Daerah. Pemberian OtonomiDaerah kepada Daerah Kabupaten danKota dalam UU ini diselenggarakan atasdasar Otonomi luas. Kewenangan OtonomiDaerah adalah keseluruhan kewenanganpenyelenggaraan pemerintahan seperti perencanaan, perijinan, pelaksanaan dan lainsebagainya, kecuali kewenangan dibidangbidang Pertahanan Keamanan, Peradilan,Politik Luar Negeri, Moneter/Fiskal danagama serta kewenangan lainnya yang diatur oleh peraturan perundangan yang lebihtinggi. Penyelenggaraan Otonomi pada tingkatPropinsimeliputikewenangankewenangan lintas Kabupaten dan Kota dankewenangan kewenangan yang tidak ataubelum dilaksanakan Daerah Otonom Kabupaten dan Kota serta kewenangan bidangPemerintahan lainnya (Pradityo, 2007).Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakanatas: azas desentralisasi, azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Azas desentralisasi dalam UU ini menganut pengertianbahwa: (1) Pemberian wewenang pemerintahan yang luas pada Daerah Otonom, kecuali wewenang dalam bidang PertahananKeamanan, Politik Luar Negeri, Peradilandan Moneter/Fiskal, Agama serta kewenangan bidang Pemerintahan lainnya; (2)Proses dalam pembentukan Daerah Otonomyang baru berdasarkan azas desentralisasi,atau mengakui adanya Daerah Otonom yangsudah dibentuk berdasarkan perundangundangan sebelumnya.Azas dekonsentrasi yang dianut dalam UUini mengandung pengertian: (1) Pelimpahanwewenang Pemerintahan dari Pemerintahkepada perangkatnya di Daerah; (2) PemH a l a m a n16Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.bentukan propinsi sebagai Daerah Administrasi dan pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur. Pada prinsipnyadalam pemerintahan daerah tidak ada lagiperangkat dekonsentrasi, kecuali perangkatdekonsentrasi untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan Pemerintah dalambidang-bidangPertahanan/Keamanan,Politik Luar Negeri, Peradilan, Fiskal/Moneter, Agama serta kewenangan bidangPemerintahan lainnya dan/atau KebijakanStrategis yang ditetapkan dengan PeraturanPemerintah.Masih menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bidang lainnyayang tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah sebagai berikut:1. Perencanaan nasional dan pengendalianpembangunan sektoral dan nacionalsecara makro;2. Kebijakan dana perimbangan keuangan;3. Kebijakan sistem administrasi negaradan lembaga perekonomian negara;4. Kebijakan pembinaan danpemberdayaan sumberdaya manusia;5. Kebijakan pendayagunaan teknologitinggi dan strategis, serta pemanfaatankedirgantaraan, kelautan, pertambangandan kehutanan/lingkungan hidup;6. Kebijakan konservasi;7. Kebijakan standarisasi nasional.Sedangkan di tingkat Propinsi, kewenanganbidang pemerintahan yang bersifat lintaskabupaten dan kota yang menjadi tanggungjawabPropinsi,misalnyaadalahkewenangan di bidang pekerjaan umum,perhubungan, kehutanan, dan tentulainnya.Kewenangan bidang pemerintahan tertentulainnya mencakup:1. Perencanaan pembangunan regionalsecara makro;2. Pelatihan kejuruan dan alokasi sumberdaya manusia potensial;3. Pelabuhan regional;4. Lingkungan hidup;5. Promosi dagang dan budaya/pariwisata;

Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.6. Penanganan penyakit menular danhama tanaman;7. Perencanaan tata ruang Propinsi.Kewenangan daerah kabupaten dan daerahkota mencakup semua kewenanganPemerintahanselainkewenanganPemerintah Pusat dan Propinsi. Secaraeksplisitdinyatakanbahwabidangpemerintahan yang wajib dilaksanakandaerah kabupaten dan daerah kotameliputi: pekerjaan umum, ngan dan industri, penanamanmodal, lingkungan hidup, penerangan,agama dan pertanahan.Khusus mengenai kepegawaian, Daerahmemiliki kewenangan untuk melakukanpengangkatan, pemberhentian, penetapanpensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraanpegawai, pendidikan dan pelatihan sesuaidengan kebutuhan dan kemampuan Daerahmenurut norma, standar dan prosedur yangberlaku secara nasional. Daerah Propinsidiberi kewenangan melakukan pengawasanpelaksanaan administrasi kepegawaian danpengembangan karier pegawai.Pelaksanaan tugas pembantuan menurutUndang-undangPemerintahanDaerahdimungkinkan tidak hanya dari Pemerintahkepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintahdan Daerah kepada Desa yang disertaidengan pembiayaan, sarana dan prasarana,serta sumber daya manusia dengankewajiban melaporkan pelaksanaan danmempertanggung-jawabkan kepada yangmenugaskannya. Mengenai pertanggungjawaban Kepala Daerah, Gubernur dalammenjalankantugasdankewajibanPemerintah Daerah bertanggung jawabkepada DPRD Propinsi, sedangkan dalamkedudukannya sebagai wakil Pemerintahbertanggung jawab kepada Presiden. Dalampenyelenggaraan otonomi daerah di epadaDPRDKabupaten/Kota dan wajib memberikanlaporan kepada Presiden melalui Mendagri.Majalah Ilmiah UNIKOMVol.11 No. 1Pokok-pokok Perimbangan Keuanganantara Pemerintah Pusat dan DaerahUndang-Undang No 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan Pusat dan Daerahmengandung pokok-pokok muatan sebagaiberikut:1. PenegasanPrinsip-PrinsipDasarPerimbangan Keuangan Pemerintah danPemerintahan Daerah2. Penambahan jenis Dana Bagi Hasil(DBH) sektor Pertambangan Panas Bumi,PPh Pasal 25/29 dan PPh Pasal 213. Pengelompokan Dana Reboisasi yangsemula masuk dalam Komponen DAKmenjadi DBH4. Penyempurnaan Prinsip pengalokasianDAU5. Penyempurnaan Prinsip PengalokasianDAK6. Penyempurnaanpersyaratandanmekanisme Pinjaman Daerah, termasukobligasi Daerah7. PengaturanpengelolaandanPertanggung jawaban Keuangan8. Penegasan Pengaturan Sistim InformasiKeuangan Daerah (SIKD)9. Penambahan Pengaturan Hibah danDana Darurat10.Prinsip Akuntabilitas dan responsibilitasDipertegas dengan pemberian sanksiDalam Undang-Undang No 33 Tahun 2004ini diatur tentang perimbangan keuanganantara Pemerintah Pusat dan PemerintahDaerah yang berdasarkan atas hubunganfungsi, yaitu berupa sistem keuangandaerah yang diatur berdasarkan pembagiankewenangan, tugas dan tanggung jawabantar tingkat pemerintahan sesuai denganpengaturan pada UU tentang PemerintahanDaerah. Pola hubungan ini dapat dilihatpada Gambar 1.Dari Gambar 1, dapat dijelaskantentang pola hubungan keuangan antaraPemerintah Pusat dan Daerah yang diaturdalam Undang-Undang No 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan Pusat danDaerah yang meliputi ruang lingkupH a l a ma n17

Majalah Ilmiah UNIKOMVol.11 No. 1Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.Gambar 1. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Sumber:Aulia Rachmat (2007),pengaturan dari:1. Prinsip-prinsip pembiayaan fungsipemerintahan di Daerah.2. Sumber-sumber pembiayaan fungsi dantugas tanggung jawab Daerah yangmeliputi: Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Pinjaman Pembiayaan pelaksanaan azasdekonsentrasi bagi Propinsi3. Pengelolaan dan pertanggungjawabankeuangan daerah.4. Sistem informasi keuangan daerah.Prinsip-prinsippembiayaanfungsipemerintahan di daerah Dasar-dasarpembiayaanpemerintahandaerahdilakukan menurut hubungan fungsiberdasarkan pembagian kewenangan, tugasdan tanggung jawab antar tingkatpemerintahan.PenyelenggaraantugasDaerah dalam rangka pelaksanaan azasdesentralisasi menjadi beban APBD,sedangkan tugas Pusat yang dilaksanakanoleh perangkat Daerah Propinsi dalamrangka pelaksanaan azas dekonsentrasidibiayai dari APBN.Sumber-sumber pembiayaan fungsi dantugas tanggung jawab Daerah. SumbersumberpenerimaanDaerahuntukmelaksanakan azas desentralisasi terdiridari:H a l a m a n181.2.3.4.Pendapatan Asli Daerah;Dana Perimbangan;Pinjaman Daerah;Lain-lain penerimaan yang sah.Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerahterdiri dari: Hasil pajak daerah; Hasil retribusi daerah; Hasil perusahaan milik Daerah; Lain-lain pendapatan asli daerahyang sahDana Perimbangan terdiri dari: Bagian daerah dari penerimaan PajakBumi dan Bangunan, Bea PerolehanHak Atas Tanah dan Bangunan, danpenerimaan dari sumber daya alam; Dana alokasi umum; Dana alokasi khususBagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumidan Bangunan, Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan, dan penerimaan darisumber daya alam, dana alokasi umumserta dana alokasi khusus merupakanbagian dari penerimaan daerah yang masukke dalam APBD untuk membiayaipenyelenggaraan pemerintah daerah dalamrangka desentralisasi. Kesepakatan yangdicapai tentang bagian daerah daripenerimaan sumber daya alam, Pajak Bumidan Bangunan, dana reboisasi dan bagi

Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.Majalah Ilmiah UNIKOMhasil Hak Atas Perolehan Tanah danBangunan adalah sebagai berikut:1. Lima belas persen hasil tambang minyakdiserahkan ke daerah: 3 persen untuk kabupaten/kotapenghasil 6 persen untuk propinsi 6 persen dibagi rata untukkabupaten/kota lain di propinsi itu2. Tiga puluh persen hasil tambang gasalam diserahkan ke daerah: 12 persen untuk kabupaten/kotapenghasil 6 persen untuk propinsi 12 persen dibagi rata untukkabupaten/kota lain di propinsi itu3. Dana reboisasi dalam dua tahunmendatang 40 persen diserahkan kedaerah.4. Bagi hasil PBB: 90 persen daerah 10 persen pusat5. Bagi hasil Hak Atas Perolehan Tanah danBangunan (pembagian yang sama untuksektor pertambangan umum, perikanan,kehutanan): 80 persen daerah 20 persen pusatDana alokasi umum berfungsi pemerataanantar daerah dengan tujuan semua daerahmemiliki kemampuan yang relatif samauntuk membiayai pengeluarannya dalampelaksanaan azas desentralisasi. Danaalokasi umum dialokasikan berdasarkansuatu rumus yang memasukkan unsurpotensi penerimaan daerah dan kebutuhanobyektif pengeluaran daerah, dan denganmemperhatikan ketersediaan dana APBN.Jumlah dana alokasi umum ditetapkanminimal 25 persen dari penerimaan dalamnegeri yang ditetapkan APBN denganketentuan 90 persen untuk n dana alokasi tersebutdilakukanolehSekretariatBidangPerimbangan Keuangan Pusat-Daerah.DalammemperhitungkandanaalokasiVol.11 No. 1umum untuk propinsi dan kabupaten/kotamadya, akan digunakan kriteria potensidaerah dan kebutuhan obyektif daerah.Kriteriadaerahdicerminkanoleh:Pendapatan Asli Daerah dan Bagian Daerahdari PBB, BPHTB, dan penerimaan sumberdaya alam, atau tingkat pendapatanmasyarakat.Kebutuhanobyektifpengeluaran daerah dicerminkan oleh: luasdaerah, keadaan geografi dan jumlahpenduduk.Dana perimbangan yang berasal dari danaalokasi khusus berasal dari dana APBNkepadaDaerahuntukmembantumembiayai kebutuhan khusus denganmemperhatikan ketersediaan dana APBN.Pembiayaan kebutuhan khusus disyaratkandana pendamping dari APBD. Kebutuhankhusus yang dimaksud di sini adalah: Kebutuhanyangtidakdapatdiperkirakan secara umum denganrumus, antara lain kebutuhan yangbersifat khusus yang tidak sama dengankebutuhan daerah lain, misalnyakebutuhan di kawasan transmigrasi,kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, misalnya pembangunanjalan di kawasan terpencil, saluranirigasi primer; dan atau Kebutuhan yang merupakan komitmenatau prioritas nasional. Disamping danaPAD dan Perimbangan Keuangan,Daerah dapat melakukan pinjaman darisumber dalam negeri atau luar negerimelalui Pusat untuk membiayai sebagiananggarannyayangpengaturannyadilakukan lebih lanjut melalui PeraturanPemerintah.Daerahdapatjugamemperoleh Dana Darurat, yaitu danayang dialokasikan dari APBN kepadaDaerah tertentu untuk keperluanmendesak, misalnya jika terjadi bencanaalam, dan sebagainya. Pengaturan lebihlanjut dari Dana Darurat ini dilakukanmelalui Peraturan Pemerintah.Pembiayaanpelaksanaanazasdekonsentrasi Pembiayaan dalam rangkapelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukanH a l a ma n19

Majalah Ilmiah UNIKOMVol.11 No. 1melalui Departemen/Lembaga Pemerintahnon Departemen yang bersangkutan.Pelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukanoleh perangkat Daerah Propinsi sedangkanpertanggungjawaban atas pembiayaanpelaksanaan tersebut dilakukan olehperangkat Daerah Propinsi langsung kepadaDepartemen/-Lembaga Pemerintah nonDepartemen yang bersangkutan. Demikanjuga denganadministrasi keuanganpelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukanterpisah dari administrasi keuanganpelaksanaanazasdesentralisasi.Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaanazas dekonsentrasi dilakukan oleh instansipemeriksa keuangan aban keuangan daerahdalam pelaksanaan desentralisasi yangberkaitan dengan semua penerimaan danpengeluaran dalam rangka pelaksanaanazas desentralisasi tercatat dan dikeloladalam APBD. Sistem dan prosedurpengelolaan keuangan daerah ditetapkanKepala Daerah sesuai Peraturan Daerahdan Kepala Daerah mempertanggungjawabkan pengelolaan Keuangan Daerahkepada DewanPemeriksaan atas keuangan daerahtermasuk kinerja daerah hanya dapatdilakukan oleh pemeriksa keuangan daerah(auditor) dan Bepeka. Sistem informasikeuangan daerah Pusat menyelenggarakansuatu sistem informasi keuangan daerahberdasarkan informasi yang berkaitandengankeuanganDaerahyangdisampaikan Daerah ke Pusat. Informasitersebut merupakan data terbuka yangdapat diketahui masyarakat (Ditjen PKPD,2007).Sekretariat bidang perimbangan keuanganKebijakan perimbangan keuangan pusatdan daerah dilaksanakan pemerintah pusatmelalui sekretariat bidang perimbangankeuangan yang bertugas untuk: Memonitor pelaksanaan dana alokasiumum dan melakukan penyesuaianH a l a m a n20Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.terhadapperubahan/perkembanganvariabel dan kriteria yang ditetapkan; MemberikanpertimbangankepadaPusat atas kebijaksanaan pembiayaanDaerah; Memonitor dan memberikan penilaian/akreditasikualifikasipemeriksaKeuangan Daerah; Melaksanakan tugas-tugas lain yangberkaitan dengan pengelolaan keuanganDaerahIsu-Isu KritisDaerahPenyelenggaraanOtonomiRapat teknis pra raker yang diikuti oleh paraAsisten 1 dan Biro terkait kan di Anyer, Provinsi Bantenpada25Mei2007,berhasilmenginventarisasikan delapan nomidaerah.Kedelapan masalah tersebut dituangkandalam sebuah notulen rapat sebagaiberikut:a. Pembagian urusan pemerintahan antaraPemerintah, Pemerintah Provinsi, danPemerintah Kabupaten/Kota.Pembagian urusan pemerintahan antaraPemerintah, Pemerintah Provinsi, danPemerintahKabupaten/Kotaadalahpersoalan yang paling krusial dalampenyelenggaraan otonomi daerah. Sampaisaat ini, pembagian urusan tersebut masihbelum tuntas dan menyisakan wilayah abuabu yang kerap memicu ketidakharmonisanhubungan antara pemerintah pusat,pemerintah provinsi, dan pemerintahkabupaten/kota.Saatiniurusanpemerintahan yang ditangani sama. Olehkarena itu, perlu ditetapkan secara tuntas(mutually exclusive) lokus dan fokus urusanpemerintahan yang menjadi kewenanganprovinsi, kabupaten dan kota yang salingberimpitan.Keadaaninitelahmengakibatkan munculnya duplikasi ataupengabaian penanganan bahkan saling

Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.lempar tanggung jawab bila urusan ituberimplikasi pada pengeluaran uang, tetapijika urusan itu menghasilkan uang terjadiperebutan penanganan tersebut. Ininampak pada kasus-kasus bencana alamdan pengadaan infrastruktur.b. Kewenangan Gubernur sebagai WakilPemerintah Pusat.Pembahasanihwalkedudukandankewenangan Gubernur tidak lepas darikonsepsi pemerintahan secara keseluruhan.Harus dipahami, pemerintah daerahmerupakansubsistemdarisistempemerintahan negara keseluruhan. Sebuahsistem pemerintahan dalam negara hanyaakan berfungsi jika sub-subsistem yang adaterintegrasi, saling mendukung, dan tidakberlawanan. Pemahaman terhadap hal inimemberi landasan terhadap pentingnyapenataan hubungan kewenangan dankelembagaan antara level pemerintahan dipusat, di provinsi dan di kabupaten/kota.Dalam praktiknya, hampir tidak ada negaradi dunia yang semua pemerintahannyadiselenggarakan secara sentralistis atausebaliknya diselenggarakan seluruhnyasecara desentralistis. Oleh karena itu,dalam sistem negara federal maupunkesatuan selalu ada perimbangan antarakewenangan yang diselenggarakan secarasentralistis oleh pemerintah pusat dankewenangan yang secara desentralistisdiselenggarakan unit-unit pemerintahandaerah yang otonom. Hal ini pula yang melahirkan konsep local state government danlocal self government. Jika local state government melahirkan wilayah administrasipemerintah pusat di daerah yang direpresentasikan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan instansi vertikal didaerah, local self government melahirkandaerah atau wilayah otonom yang direpresentasikan keberadaan DPRD.Di Indonesia, perwujudan local state government dan local self government mengalamiperubahan dari waktu ke waktu. Jika dalamMajalah Ilmiah UNIKOMVol.11 No. 1Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974daerah administratif dan daerah otonomberhimpit baik di kabupaten/kota maupunPropinsi, dalam UU No 22 tahun 1999 berhimpitnya daerah administrasi dan daerahotonom hanya di tingkat provinsi. Jadi,provinsi memiliki kedudukan sebagaidaerah otonom juga sebagai wilayah administrasi. Konsekuensinya, selain sebagaikepala daerah, gubernur juga wakil pemerintah pusat di daerah. Dalam kedudukannyasebagai wakil pemerintah pusat, gubernurmenjalankan kewenangan pemerintahanyang dilimpahkan kepadanya. Sesuai ketentuan UU No 22 Pasal 1 Huruf f, pelimpahanwewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah disebut sebagai dekonsentrasi.Dalam praktik p

PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH Dr. SURTIKANTI, SE., M.Si., Ak Program Studi Akuntansi - Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Perlunya undang-undang yang mengatur tentang hubungan keuangan Pusat dan Daerah serta permasalahan-permasalahan yang sering timbul selama .

Related Documents:

konsep dasar tentang desentralisasi, apakah otonomi daerah, tujuan desentralisasi dan otonomi daerah. 2) Praktek desentralisasi dari prespektif perbandingan di berbagai negara dengan sistem pemerintahan. 3) Dimensi dalam desentralisasi dan otonomi daerah. 4) kelebihan dan kelemahan dalam system desentralisasi,

hukum daerah dalam rangka pengawasan dan pembinaan Pemerintahan Pusat terhadap daerah ditinjau dari perspektif UUD1945. Fokus utama pada penelitian ini yaitu mengkaji konsistensi kewenangan . bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah dalam melaksanakan desentralisasi . permasalahan-permasalahan sebagai berikut.

Permasalahan yang ditemui adalah . Ni’matul Huda, 2009, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah Dan Problematika. Pustaka Pelajar Ni’matul Huda, 2010, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, Fh Uii Press, . Quido Benyamin Ngaji, 2015, Kewenangan Pembatalan Produk Hukum Daerah Oleh Pemerintah Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Dasar .

Kebijakan otonomi daerah memberi peluang bagi perubahan . Ditinjau dari persfektif teori keagenan, masalah-masalah keagenan dapat . bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. Permasalahan belanja modal dapat terlihat pada provinsi Jawa Barat yaitu realisasi belanja pemprov Jabar dinilai masih sangat kecil. .

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Wilayah Karesidenan Surakarta)”. 6 . agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut : 1. Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di

sistem Otonomi daerah yang membagi wewenang-wewenang dari pemerintah pusat ke daerah, atau Otonomi daerah dapat diartikan sebagai pelaksanaan pemerintahan yang desentralistik.

pada saat otonomi daerah dari segi kapasitas kelembagaan dan pelayanan publik. . permasalahan kehutanan di kabupaten Takalar tidak . Ditinjau dari aspek tingkat pendidikan dari sebuah lembaga (Tabel 3) dapat diketahui kapasitas yang dimiliki oleh sebuah lembaga dalam menjalankan .

Copyright National Literacy Trust (Alex Rider Secret Mission teaching ideas) Trademarks Alex Rider ; Boy with Torch Logo 2010 Stormbreaker Productions Ltd .