MODUL MANAJEMEN BENCANA - Universitas Udayana

2y ago
33 Views
3 Downloads
693.97 KB
89 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Oscar Steel
Transcription

MODULMANAJEMEN BENCANASANG GEDE PURNAMA, SKM, MSCFakultas Kedokteran Universitas UdayanaProgram Studi Kesehatan Masyarakat20171

DAFTAR ISIBAB 1. Manajemen bencana 4BAB 2. Mitigasi Banjir 11BAB 3. Upaya Penanggulangan Pasca Banjir .19BAB 4. Mitigasi Bencana Gempa Bumi .29BAB 5. Manajemen Bencana Pasca Gempa .40BAB 6. Mitigasi bencana gunung berapi . 51BAB 7. Manajemen Pasca Letusa Gunung Berapi 58BAB 8. Mitigasi bencana tsunami .73BAB 9. Manajemen pasca bencana Tsunami .792

KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga karyatulis ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasihatas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materimaupun pikirannya.Dan harapan saya semoga buku ini dapat menambah pengetahuan dan pengalamanbagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isikarya tulis agar menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyakkekurangan dalam karya tulis ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritikyang membangun dari pembaca demi kesempurnaan buku ini.Hormat sayaPenulis3

BAB 1.MANAJEMEN BENCANAPendahuluanUU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaianperistiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yangdisebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehinggamengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,dan dampak psikologis”.Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu: Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard). Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsidari masyarakat. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakatuntuk mengatasi dengan sumber daya mereka.Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguanyang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bilaterjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasisendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidakterjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Suatu bencana dapatdirumuskan sebagai berikut:Bencana Bahaya x KerentananDimana: Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasadan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugianmaterial dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakatsetempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar. Disaster terdiri dari2(dua) komponen yaitu Hazard dan Vulnerability;4

Bahaya ( Hazards ) adalah fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak ataumengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata pencaharian,kerusakan lingkungan. Misal : tanah longsor, banjir, gempa-bumi, letusan gunung api,kebakaran dll; Kerentanan ( Vulnerability ) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangikemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancamanbencana; Risiko ( Kerentanan ) adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkanoleh hazard dan/atau vulnerability.Model Manajemen BencanaBencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitasyang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi darikejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untukmenghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnyahazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima model manajemen bencana yaitu: Disaster management continuum model. Model ini mungkin merupakan model yangpaling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudahdiimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputiemergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan earlywarning. Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi tahapkegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelumbencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkalidigabungkan dengan disaster management continuum model. Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang adapada manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction,mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan padadaerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencanaadalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief)5

sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigationkurang ditekankan. The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan upayamengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan makabencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi. Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya manajemenbencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupunhazard dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yangmeliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatanpencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencanadari UU tersebut mengandung dua pengertian dasar yaitu: Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus. Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yangdidasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggapdarurat, dan rehabilitasi.Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secaraskematis dapat digambarkan sebagai berikut:6

Tanggap Darurat Bencana : Serangkaian tindakan yang diambil secara cepat menyusulterjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage andneeds assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasibencanaTujuan :§ Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia;§ Mengurangi penderitaan korban bencana;§ Meminimalkan kerugian material Rehabilitasi : Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembalipada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang adadi dalam masyarakat. Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yangmengalami trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum,perumahan dan tempat penampungan sampai dengan penyediaan lapangan kegiatan untukmemulai hidup baru Rekonstruksi : Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelumterjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumbersumber ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan masyarakat; Berorientasi padapembangunan – tujuan : mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan manfaatsecara ekonomis pada masyarakat7

Prevensi : Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapatmemberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasateknologi dalam pembangunan fisik;–Upaya memberlakukan ketentuan-ketentuan -Regulasi- yang memberikan jaminanperlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi rawan bencana dari pemukimanpenduduk; Pembangunan saluran pembuangan lahar;–Pembangunan kanal pengendali banjir;–Relokasi penduduk Kesiapsiagaan Bencana : Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu,kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan strukturdan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwadan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upayamengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaansumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana Mitigasi : Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatuperistiwa alam – dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebutterhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural);Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimanamereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana; Pembangunan dam penahan banjir atau ombak; Penanaman pohon bakau; Penghijauan hutan; Sistem Peringatan Dini : Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentangkapan suatu bahaya peristiwa alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinandampaknya pada suatu wilayah tertentu.Kebijakan Manajemen Bencana8

Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami beberapaperubahan kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa kecenderungan yangperlu diperhatikan adalah: Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana menjaditanggung jawab legal. Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat ataupengurangan kerentanan. Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan prosespembangunan.Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjaditerdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasikebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia,Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunanbeberapa Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPBtelah dibentuk dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). SementaraPemerintah Daerah sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan.Beberapa daerah yang mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahapformulasi kebijakan dan implementasi kebijakan.Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yangbenar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut: Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antaraberbagai fungsi yang terkait. Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas. Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkaitdengan bencana.Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia danmenjadi salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat beberapa lembaga danmekanisme yang sebelumnya sudah ada dan berjalan. Kebijakan kelembagaan yang didesaindari Pemerintah Pusat akan berinteraksi dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta9

secara khusus dengan orang-orang yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulanganbencana.Daftar PustakaPusat Data Informasi dan Humas BNPB. Buku Data Bencana Indonesia 2009 (2010).Jakarta.Nugroho, S. P (2010). Karakteristik Fluks Karbondan Kesehatan DAS dari Aliran SungaiSungai Utama di Jawa. Bogor: InstitutPertanian BogorPusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan danKawasan.Year Book Mitigasi Bencana 2003 (2004). Jakarta: BPPTPlate, E.J. 2002. Flood risk and flood management. Journal of Hydrology 267 : 2–11.Prosiding Identifikasi Dampak Perubahan Iklim Pada Sumber Daya Air di Indonesia /dashboard.jsp10

BAB 2.MITIGASI BANJIRLatar BelakangIndonesia merupakan negara yang memiliki banyak kota-kota besar, hal tersebutjuga mendorong terjadinya pemadatan penduduk di wilayah tersebut, salah satunya dikota Jakarta. Jakarta dikenal dengan kota metropolitan, hampir semua kegiatan dilakukandi kota tersebut, sehingga banyak pula lapangan pekerjaan yang ada. Banyaknya lapanganpekerjaan yang ada, mendorong masyarakat desa untuk merantau ke Jakarta dan akanmengakibatkan semakin padatnya penduduk di Jakarta.Semakin banyak penduduk yang ada, semakin banyak juga pemukiman kumuhyang di bangun, bahkan pemukiman tersebut di bangun di pinggiran sungai yang akanmengganggu aliran air. Dengan pembangunan pemukiman di pinggir sungai akanmengakibatkan penyempitan terhadap aliran air sungai dan hal tersebut akan membuatmeluapnya air sungai dan salah satu dampak buruknya adalah banjir. Selain itu, denganbanyaknya penduduk yang ada di Jakarta, volume sampah pun akan ikut bertambah. Haltersebut pun menjadi faktor terjadinya banjir di Jakarta.Bencana banjir termasuk kejadian yang sering terjadi pada setiap datangnyamusim penghujan. Banjir disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor hujan, faktorhancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaanpembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayahdan pembangunan sarana dan prasarana (Maryono, 2005).Selain itu, menurut Seyhan (1977) kejadian banjir yang terjadi juga ditentukanoleh aspek yang lain, yaitu 1) aspek meteorologis-klimatologis terutama karakteristikcurah hujan yang mampu membentuk badai atau hujan maksimum, 2) karakteristik DASdari aspek bio-geofisikal yang mampu memberikan ciri khas tipologi DAS tertentu, 3)aspek sosial ekonomi masyarakat terutama karakteristik budaya yang mampu memicuterjadinya kerusakan lahan DAS, sehingga wilayah DAS tersebut tidak mampu lagiberfungsi sebagai penampung, penyimpan, dan penyalur air hujan yang baik. Untukmemperbaiki keadaan lingkungan di Jakarta, maka perlu dilakukan pendekatan terhadapkejadian banjir, factor penyebab banjir dan perlu adanya penanggulangan banjir denganstrategi mitigasi banjir.11

Pengertian Banjir dan Kejadian Banjir di JakartaBanjir merupakan salah satu fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yangbanyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir definisi banjir adalah hadirnya airdi suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan kawasan tersebut. Dalam siklushidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominanditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah. Secaraalamiah, banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan bagian penting dari mekanismepembentukan dataran di Bumi kita ini. Perlu kita sadari, selain akibat curah hujan, banjirmelibatkan air, udara dan bumi. Ketiga hal itu hadir di alam ini dengan mengikuti hukumhukum alam tertentu yang selalu dipatuhinya. Seperti: air mengalir dari atas ke bawah,apabila air ditampung di suatu tempat dan tempat itu penuh sedangkan, air yang terusmenerus dimasukkan maka air akan meluap, dan sebagainya.Banjir yang terjadi akan menimbulkan banyak kerugian bagi mereka yang terkena banjirbaik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga segala aktivitas akan terganggu danlingkungan menjadi kotor dan tidak nyaman yang berdampak pada sarana air bersih danberbagai penyakit yang akan muncul. Di kota Jakarta yang terkenal dengan kota metropolitanini sudah sering menjadi perbincangan dalam masalah banjir. Menurut catatan sejarahIbukota Jakarta telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yangpernah terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampirsebagian besar wilayah Batavia terendam air. Daerah yang terparah saat itu adalah gunungSahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat bendungan kali Grogol jebol.Hingga kini banjir pun belum berhenti meyerang Jakarta. Apalagi ketika musim penghujantelah tiba seperti sekarang. Oleh karena banjir yang terus menerus melanda sebagian wilayahdi Jakarta kini kota Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir.Faktor-Faktor Penyebab BanjirJika ditinjau dari letak geografisnya, iklim, factor demografi dan kondisi socialmasyarakatnya kemungkinan terjadinya banjir di Jakarta cukup besar. Peristiwa banjir tidakakan menjadi masalah sejauh banjir tidak menimbulkan gangguan atau kerugian yang berartbagi kepentingan manusia. Fenoma banjir disebabkan oleh tiga faktor yaiut kondisi alam,peristiwa alam, dan kegiatan manusia.a. Faktor-faktor kondisi alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir adalah kondisiwilayah, misalnya : letak geografis suatu wilayah, kondisi topografi, dan geometri12

sungai seperti kemiringan dasar sungai, meandering, penciutan ruas sungai,sedimentasi, pembendungan alami pada suatu ruas sungai.b. Peristiwa alam yang bersifat dinamis yang dapat menjadi penyebab banjir seperticurah hujan yang tinggi, pecahnya bendungan sungai, peluapan air yang berlebihan,pengendapan sendimen / pasir, pembendungan air sungai karena terdapat tanahlongsor , pemanasan global yang mengakibatkan permukaan air laut tinggic. Faktor kegiatan manusia yang dapat menyebabkan banjir adalah adanya pemukimanliar di daerah bantaran sungai, penggunaan alih fungsi resapan air untuk pemukiman,tata kota yang kurang baik, buangan sampah yang sembarangan tempat, danpemukiman padat pendudukStrategi Mitigasi Bencana BanjirDalam UU No. 24 tahun 2007 , mitigasi didefinisikan sebagai serangkaian upaya untukmengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran danpeningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatuaktifitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usahayang dilakukan untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian ketika bencana terjadi.Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006: Mitigasididefinisikan sebagai “Upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana baikbencana alam,bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negaraatau masyarakat”. Mitigasi bencana yang merupakan bagian dari manajemen penangananbencana, menjadi salah satu tugas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangkapemberian rasa aman dan perlindungan dari ancaman bencana yang mungkin dapat terjadi.Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu :1. Tersedia informasi dan petakawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalammenghadapi bencana, karena permukim di daerah rawan bencana3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui carapenyelamatan diri jika bencana timbul, dan4. Perngaturan dan penataan kawasanrawan bencana untuk mengurangi ancamanbencana.Salah satu factor penting dalam tata kelola air di Jakarta adalah perubahan musim dan polacurah hujan yang terjadi karena perubahan iklim. Ketika curah hujan di Jakarta tinggi,terjadilah banjir, tetapi pada musim kering hal sebaliknya terjadi, air menjadi langka dan13

tinggi permukaan air di sungai- sungai menurun dratis. Maka dari itu perlu adanya strategimitigasi bencana banjir dimana sejak tahun 2007 Pemerintah DKI Jakarta sudah melakukanmitigasi bencana banjir yaitu:1. Pembangunan Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal BaratDalam mengendalikan banjir, prinsip dasar yang digunakan oleh Pemerintah DKI Jakartaadalah mengalirkan air sungai yang masuk ke Jakarta melalui pinggir kota dan langsung kelaut. Tujuannya adalah agar air yang datang dari daerah hulu di atas Jakarta tidak memasukiwilayah- wilayah tengah Kota Jakarta, tetapi dialirkan langsung menuju laut melalui BanjirKanal Barat dan Cengkareng Drain di bagian Barat dan di bagian Timur melalui BanjirKanal Timur dan Cakung Drain.Meskipun demikian pengendalian banjir di kawasan DKI khususnya di bagian BaratJakarta kian hari bertambah parah, hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan yangdrastis dibagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Kali Pesanggrahan dan Kali Angke. Daerah

Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus. Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara

Related Documents:

penanggulangan bencana di Desa Windurejo sudah diketahui oleh masyarakat.Selama ini peran BPBD dalam penanggulangan bencana dimulai dari sebelum terjadi bencana, saat tanggap darurat (saat bencana) dan pasca bencana.Peran BPBD dalam penanggulangan bencana ini berkaitan dengan perannya sebagai coordinator.Semua koordinasi dalam

E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana terbit online sebulan sekali dengan tujuan mempublikasikan kajian empiris maupun konseptual dalam bidang manajemen pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, produksi, serta kewirausahaan yang belum dipublikasika

BAB 2. MANAJEMEN BENCANA BANJIR Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di wilayah rawan terhadap berbagai kejadian bencana alam, misalnya bahaya geologi (gempa bumi, gunung api, longsor, tsunami) dan bahaya hidrometeorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar). Hal ini mengingat

Mata kuliah mengenai bencana sudah ada diberbagai program studi pendidikan tenaga kesehatan. Akan tetapi, belum ada pendidikan resmi atau pelatihan bersertifikat untuk pengelolaan bencana. Buku-buku dan artikel-artikel penelitian mengenai bencana belum banyak diterbitkan. Berpijak pada pengalaman ini sudah selayaknya ilmu manajemen dipergunakan untuk penanganan bencana di sektor kesehatan .

Peta Risiko Bencana Banjir Bandang di Kabupaten Kendal.40 Gambar 10. Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim di Kabupaten Kendal.41 Gambar 11. . bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kendal sebagai perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Kendal.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebong Page 10 1) Meningkatkan upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dalam rangka pengurangan resiko bencana. 2) Memantapkan pelaksanaan penanggulangan bencana pada setiap tahapan bencana. 3) Meningkatkan upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi Infrastruktur publik pasca bencana.

E. Dasar Hukum F. Materi Pokok dan Sub Materi MATERI POKOK 1 KARAKTERISTIK MODUL A. Self Instructional B. Self Contain C. Stand Alone D. Adaptive E. User Friendly MATERI POKOK 2 PENGEMBANGAN MODUL DAN MUTUNYA A. Pengembangan Modul B. Mutu Modul MATERI POKOK 3 PROSEDUR PENYUSUNAN MODUL A. Analisa Kebutuhan Modul B. Penyusunan Modul PENUTUP A .

The SRD is the ultimate axial pile capacity that is experienced during the dynamic conditions of pile driving. Predictions of the SRD are usually calculated by modifying the calculation for the ultimate static axial pile capacity in compression. API RP 2A and ISO 19002 refer to several methods proposed in the literature.