TRANSFORMASI BENTUK ARSITEKTUR JAWA

2y ago
63 Views
4 Downloads
670.50 KB
14 Pages
Last View : 1d ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Pierre Damon
Transcription

Transformasi Bentuk Arsitektur Jawa Gatot Adi SusiloTRANSFORMASI BENTUK ARSITEKTUR JAWA11)1)Gatot Adi SusiloDosen Prodi Arsitektur FTSP-ITN MalangABSTRAKSIBanyak penggunaan unsur-unsur tradisi sebagai sarana untukmenyampaiakan misi kedaerahan. Dalam dunia arsitektur khususnya,arsitek harus faham benar apa yang harus akan dilakukan bila dituntutmenyampaikan misi kedaerahan, ketajaman analisa dalam prosespendekatan masalah sangat dituntut bagi seorang arsitek. Mengingatsebenarnya sebuah arsitektur tradisipun tumbuhnya juga melaluisebuah proses tumbuh kembang.Transformasi bentuk adalah salah satu saluran untuk mewujudkankarya arsitektur yang kreatif, karena tuntutan tradisi yang harusdihadirkan maka arsitek harus mampu untuk mentransformasikannyakedalam bentukan arsitektur. Akan tetapi ternyata dalam meletakkandimana posisi tradisi dalam proses transformasi bentuk harusmengalami proses dengan ketelitian yang khusus.Bentukkan arsitektur Jawa menurut Sasrawiryatman terdiri dari typetajug, joglo, limasan dan kampung, dalam perkembangannyatransformasi terjadi didalamnya. Dengan menunjuk contoh obyekdilapangan di sekitar Ponorogo, hal ini akan nampak perkembangantransformasinya. Sehingga memunculkan sebuah diskusi untukmemunculkan kreatifitas dalam berarsitektur, selain itu pembahasan inidapat digunakan untukpenyusunan dan pelengkapan naskahArsitektur Nusantara.Kata Kunci: transformasi, arsitektur, Jawa.PENDAHULUANUpaya untuk mencari identitas sebuah daerah banyak hal yang dapatdilakukan, salahsatunya adalah dengan mencari identitas karya arsitekturdaerah. Dengan adanya identitas suatu daerah akan menunjukkan suatupertanda tentang daerahnya. Namun ada beberapa identitas arsitektur yangdipakai sebagai identitas daerah yang kehadirannya tampak dipaksakan.Salah satu kehadiran wisatawan di Indonesia adalah wisatawanbudaya, dimana hal-hal yang bersifat asli (original) dan tampak primitip akanmenjadi daya tarik wisatawan. Maka tidak heran lagi bahwa mereka ingin1Telah dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Jurusan Arsitektur Universitas MerdekaMalang13

SpectraNomor25 Volume XIII Januari – Juni 2015: 13 - 26juga bertempat tinggal di lingkungan yang bernuansa originil. Banyak hoteldan bangunan yang lain berusaha menghadirkan tradisi untuk menciptakansuasana originil, misalnya bernuansa Bali yaitu dengan cara menempelkanukiran-ukiran bali, bernuansa Jawa yaitu dengan menggunakan atap joglo.Permasalahannya adalah bagaimana menghadirkan bentuk arsitekturtradisional pada beberapa fungsi bangunan? Pada hal fungsi-fungsi tersebutdalam arsitektur tradisional tidak ada. Banyak yang sekedar mengkopi apaadanya, ada juga yang hanya menempel unsur tradisional ke dalambangunan, yang akhirnya dapat disebut plageat dalam berarsitektur.Salah satu permasalahan pokok bagi arsitektur adalah bentuk, wujud,atau sosok. Bagaimana suatu bentuk itu dapat tertampilkan sebagai suatukarya arsitektur, dan dari mana memulainya, dan bagaimanamewujudkannya. Itulah beberapa pertanyakan yang muncul setiap kaliberfikir tentang bentuk. Salah satu cara untuk mewujudkan kreatifitas bentukyaitu dengan cara transformasi, cara memperoleh bentuk dimana suatubentuk dirubah dibawah kendali sehingga mencapai bentuk tingkatan yangpaling sempurna.Arsitektur Jawa dalam kontek kajian ini akan lebih umum dimaknaiArsitektur Tradisional Jawa, adalah merupakan identitas arsitekturmasyarakat Jawa. Namun kehadirannya saat ini hanyalah tinggal“peninggalan” semata dalam bentuk fisik bangunan dan ada yang berupanaskah. Hadirnya beberapa naskah “Jawa” yang berkaitan dalamberarsitektur adalah merupakan materi tersendiri dalam bahasan ini. Khususdalam pembahasan makalah ini penulis menggunakan naskah KawruhKalang R. Sasrawiryatmo2 sebagai sumber bahasan naskah, dan ArsitekturPonorogo sebagai bahan kajian obyek.TINJAUAN PUSTAKA.PengertianTransformasi kata dasarnya adalah transform, pada kamus Webster’sdiartikan: “to change the form or outward appearance of”, dan bisa jugadiartikan “to change to the condition, nature, or function of: confert” dan jugadapat diartikan “to change the personality or character of”. Transformasidapat diartikan mengadakan perubahan yangmeliputi pada bentuk,tampilan luar, kondisi alam atau fungsinya, dan transformasi juga dapatdiartikan merubah karakter pribadi. Bahwa dalam mengadakan transformasitidak saja fisik yang bisa ditangani, akan tetapi juga bisa yang bersifat non2Naskah Kawruh Kalang R. Sasrawiryatmo adalah naskah berbahasa Jawa, dan telahditerjemahkan oleh Gatot Adi S. (2000). Dan juga telah diterjamahkan oleh Josep Prijotomodalam Re-Konstruksi Arsitektur Jawa (2006).14

Transformasi Bentuk Arsitektur Jawa Gatot Adi Susilofisik yang dapat dirasakan oleh seluruh indra. Namun dalam pembahasanmakalah ini ditekankan pada transformasi bentuk saja.Arsitektur tradisional adalah merupakan produk fisik dari suatu tradisi,sedangkan tradisi (tradition) diartikan “the handing down orally of stories,beliefs, customs, etc form generation to generation”. Arsitektur tradisionaladalah suatu cara berkarya arsitektur (berarsitektur) yang caranyaditurunkan dari generasi ke generasi dalam bentuk cerita, kepercayaan dankebiasaan. Dalam proses penurunan tradisi, yang dalam hal ini caraberarsitektur, tidak disertai secara detail alasan teknis dan estetikanya,penurunannya hanya disertai dengan alasan-alasan yang bersifat religi danpantangan. Hal ini mengakibatkan sulitnya melakukan analisa-analisatentang arsitektur tradisional lebih lanjut.Jadi apa yang dimaksudkan dengan mentransformasikan bentukarsitektur tradisional adalah mengadakan perubahan, penyesuaian yangmeliputi bentuk, tampilan luar arsitektur sehingga tampilan bentuknya masihbersumber dari proses berfikir tradisi dalam merubah bentuknya. Hasil akhirtransformasi bentuk ini seharusnya masih dapat dilihat jejaknya yangbersumber dari nilai dari olah bentuk arsitektur tradisi.Adapun dalam pembahasan transformasi bentuk arsitektur Jawa iniakan difokuskan pada pembahasan bentuk fisik, tidak menyentuh pada”nilai” yang terkandung dalam tradisi. Dengan bersumberkan NaskahKawruh Kalang R. Sosrowiryatmo dan kajian lapangan akan digalisejauhmana transformasi bentuk dapat dilakukan pada arsitektur Jawa.Adapun ”nilai” akan digunakan dalam rangka membantu untuk mempertegaspemahaman dalam kemungkinan mentransformasikan arsitektur Jawadalam pengembangannya masa kini.Mengapa Arsitektur Tradisional yang Ditransformasikan Bentuknya?Pertanyaan ini memang cukup menarik, di atas telah disinggung,khususnya yang berkaitan dengan aspek pemerintahan dan kepariwisataan.Akan tetapi sebenarnya ada hal yang lebih penting lagi yang harus dikajilebih dalam, mengapa begitu pentingnya peran tradisi dalam arsitektur?Hadirnya tradisi dibutuhkan untuk mendapatkan kepastian dimasayang akan datang, karena apa yang telah dilalui pada masa lampau telahmendapat kepastian dan telah teruji hasilnya3. Tradisi selalu memberiketeraturan dan ketertiban, menjadikan alat komunikasi, sebagai alat untukmenumbuhkan gagasan, sebagai aturan untuk bertindak agar terus berlanjutdan akhirnya dapat tumbuh sebagai norma. Masyarakat dalamkehidupannya adalah selalu melihat ke depan dan juga selalu melihat3Dalam konteks ini tradisi adalah merupakan hasil karya masa lalu yang hasilnya telah adakepastian.15

SpectraNomor25 Volume XIII Januari – Juni 2015: 13 - 26kemasa yang lampau sebagai alat kajian. Sekarang bagaimana denganarsitektur, tidakkah tradisi berarsitektur yang berupa naskah dan obyekarsitektur tradisional dapat dijadikan pedoman berarsitektur sekarang ini?Setelah mempertimbangkan hal di atas, maka selanjutnya dapatdilakukan kajian bagaimana berarsitektur tradisional, yaitu dengan caramelihat dan mempelajari pada apa-apa yang tercatat dalam naskah atauapa yang telah ada pada peninggalan fisik. Pada arsitektur jawa, hal yangdapat dikaji adalah, bentuk fisik pada beberapa bangunan yang ada (tajug,joglo, limasan, kampung), dan apa yang tertulis pada beberapa naskaharsitektur jawa. Seperti yang dikatakan oleh Jorge Selvitti, bahwa dalammentransformasikan bentuk harus diawali dengan adanya “kode-awal”.Disinilah letak peran arsitektur tradisional dalam merencanakan bangunankhususnya pada proses untuk mendapatkan bentuk, pasisinya berperansebagai “kode awal” dan sebagai alat pengendali pada proses transformasi.Transformasi arsitektur tradisional selain untuk maksud tujuanpemerintahan dan kepariwisataan, sebenarnya masih ada lagi tujuan lain,yaitu digunakan untuk mewujudkan apa yang dikehendaki masyarakatsetempat yaitu muatan “nilai” tradisi, sejauh mana setiap karya arsitek harusdiberi muatan tradisi, ini tergantung dari sejauh mana klien dan arsitekmempunyai tanggung jawab moral terhadap tradisi ini, khususnya tradisisetempat. Bahwa sebenarnya untuk menterjemahkan tradisi ini tidak harusdengan menggunakan saluran transfromasi, akan tetapi arsitek dapatmenggunakan saluran kreatifitas yang lain.Proses TransformasiAda beberapa macam strategi transformasi, antara lain adalah strategitradisional, peminjaman dan dekonstruksi. Yang dimaksud dengan strategitradisional dengan transformasi arsitektur tradisional adalah berbeda,transformasi arsitektur tradisional adalah me-transformasi-kan arsitekturtradisional, sedangkan caranya dapat menggunakan cara tradisional,peminjaman atau dekonstruksi. Seperti telah dibahas diatas, letak arsitekturtradisional pada kajian ini adalah sebagai “kode-awal” dan sekaligus sebagaialat kontrol, sekarang bagaimana arsitektur tradisional itu berperan sebagai“kode-awal”?Seperti apa yang dikatakan oleh Anthony C. Antoniades, bahwa dalamsaluran transformasi dengan cara transformasi tradisional dapat dilakukandengan empat langkah yang dapat dilalui yaitu:1. Pernyataan visual dengan pendekatan konseptual terhadappermasalahan dengan menggunakan gambar tiga demensional.2. Evaluasi terhadap ide-ide dan memilih ide yang paling memuaskansemua pihak sebagai alternatif maksimal, ide ini kemudian menjadidasar dari prosen transformasi.16

Transformasi Bentuk Arsitektur Jawa Gatot Adi Susilo3. Melakukan transformasi, yaitu dengan cara penggeseran, perputaran,pencerminan, penarikan, pemampatan, skala dan memuntir ( translation,rotation, reflection, stretching, shrinking, scale, twisting).4. Penyampaian informasi kepada pihal luar sehingga bisa diterima,dibangun dan dinikmati.Bahwa dalam mentransformasikan bentuk arsitektur tradisional Jawaada dua hal yang harus diambil, yang pertama adalah menentukan bentukdasar sebagai “kode-awal”. Untuk menentukan kode awal ini menggunakanlangkah pertama dan yang kedua dari apa yang diutarakan oleh Anthony C.Antoniades. Yaitu mengulas kembali apa yang ada dari type bentukarsitektur Jawa yang menjadi pokok bahasan secara tajam dan konseptual,serta penetapan parameter pengendali.Untuk selanjutnya arsitek menjalankan proses transformasinya,mengadakan penarikan, pengurangan, penambahan dan sebagainya untukmenyesuaikan dengan faktor-faktor arsitektural (misalnya: lokasi,pandangan, orientasi, fungsi, program ruang dan lain-lain), dengan tetapterus memperhatikan parameter pengendali. Proses perubahan-perubahanini berlangsung hingga mencapai bentuk yang paling sempurna dalammengatasi semua faktor-faktor arsitektur diatas, akan tetapi biasanyaberhentinya proses ini diakhiri dengan batas waktu.Pada saluran transformasi, kreatifitas arsitek akan muncul khususnyadalam mensiasati kesesuaian antara faktor-faktor arsitekturnya dan variabelpengendali, keberhasilan dari saluran transformasi arsitektur tradisional iniadalah sejauh mana arsitek dalam melakukan transformasi tetapberpegangaan dengan variable pengendalinya, sedangkan bila “kode-awal”tidak tampak lagi maka hal ini tidal lagi menjadi ukuran keberhasilan darisaluran ini, dan sebaliknya bila tetap berpegangan dengan bentukan “kodeawal” dan tidak memperhatikan parameter pengendalinya, makakemungkinan besar cara ini akan menghadapi kegagalan. Jadi yang harusdilakukan adalah bentuk “kode-awal” tetap dipertahankan dan dalampengolahan dan perubahannya juga memperhatikan parameter-parameterpengendali. Kekawatirannya adalah justru akan mempersempit kreatifitasarsitek.Transformasi Bentuk dalam Arsitektur JawaSeperti apa yang dikatakan oleh Jorge Selvitti, saluran kreatifitastransformasi bentuk yang pertamakali harus dicari adalah penetapan “kodeawal”nya dan mencari pengendalinya. Posisi arsitektur Jawa (tradisional)dapat ditetapkan sebagai “kode-awal” dalam konteks arsitektur sekarang.Dalam hal ini adalah bentuk fisiknya, dimana dalam kasus pembahasanbentuk digali dari naskah Kawruh Kalang R. Sosrowiryatmo dan kajianlapangan di Ponorogo.17

Nomor25 Volume XIII Januari – Juni 2015: 13 - 26SpectraTelah diketahui bersama type bentuk bangunan pada arsitektur Jawaterdiri dari 4(empat) type yaitu, tajug, joglo, limasan dan kampung 4. Adapundi dalam masing-masing type bentuk dapat dibagi menjadi tiga sektor yaitusektor Guru, sektor Pananggap dan sektor Emper, arah orientasi dari semuatype ini ada dua arah yaitu panyelak dan pamanjang.TAJUGJOGLOLIMASANKAMPUNGGambar 1Tipe bentuk bangunan Jawa berdasarkan Kawruh Kalang R. mbar 2Menunjukkan sektor pada bangunan Jawa dan arah orientasi. Pamanjang adalah yangmenunjukkan arah yang lebih panjang, panyelak adalah arah yang lebih pendek. Untuktype Tajug maka orientasi ini tidak dapat disebutkan.Penetapan ”kode-awal” pada pengembangan empat type bentukrumah Jawa dapat digali dari naskah Kawruh Kalang R. Sosrowiryatmoyang diterjemahkan oleh Prijotomo,disebutkan didalamnya;”Dari griya taju ini lalu dibuat pemencaran menjadi beberapadhapur hingga menjadi dua, tiga bahkan lebih dari tiga. Adapunpemencaran tersebut, yang pertama disebut dhapur joglo. Jadidhapur itu aslinya dari taju yang merupakan pula asal mula griya.Untuk nama joglo ini, asal katanya adalah jug-loro (loro dua) atauju-loro atau lengkapnya taju-loro, kemudian lebur menjadi joglo”5Dari sini diutarakan bahwa type tajug itu merupakan asal mula semuatype, type yang lainnya adalah merupakan hasil ”pemencaran” type tajug.4Pembagian type bentuk bangunan ada 4 type berdasarkan Kawruh Kalang R.Sosroworyatmo, adapun type Panggang-pe sama sekali tidak disebut dalam naskah ini.5Awit sangking purnaning panggarap griya taju puniko lajeng kapencar capuripun malih.Ngantos dados kalih utawi tiga tuwen langkung sangking tiga, dening pamencar ingkangkapisan winastan dhapur joglo wawaton sangking griya taju ingkang dados baboning griyagriya. Leresipun ing nami juloro, dados sangking taju loro.18

Transformasi Bentuk Arsitektur Jawa Gatot Adi SusiloSemisal type joglo adalah merupakan hasil pengembangan pertama daritype tajug, ini dapat juga ditunjukkan dengan penamaan joglo sendiri yangberasal dari ju-loro tajug dua.Dari sudut kreatifitas transformasi munculnya bentuk joglo adalahmerupakan hasil ”penarikan” type tajug sejauh/sepanjang molo 6 (nok). Daripenarikkan ini maka bentuk denahnya berubah dari bentuk persegi berubahmenjadi persegi panjang, orientasi yang panjang disebut pamanjang danorientasi yang tetap karena tidak tertarik disebut panyelak. Perubahanluasan terjadi di sektor guru, pananggap pamanjang, emper pamanjang,sedangkan pananggap panyelak, emper panyelak luasannya tetap.Bagaimana untuk type limasan;”Dari dapur jug-loro ini kemudian dilakukan pemecaran dhapurdengan mengandalkan pada blandar dan juga berdasarkan padapengerat, yaitu dilipat-duakan,. yaitu dari empat griya tajudirangkai menjadi satu.Dan namanya diubah bukan taju atautaju-loro lagi, tetapi mmenjadi griya dapur limasan”7Type limasan adalah merupakan lipat empat dari type tajug, yangberarti juga lipat dua dari type joglo. Pelipatan dalam kreatifitas transformasidapat dimaknai ”penarikkan” molo sepanjang dua kali lipat. Denganpenarikan ini type joglo berubah menjadi type limasan, dimana luasan sektorguru, pananggap pamanjang, emper pamanjang menjadi bertambah,sedangkan pananggap panyelak, emper panyelak luasannya tetap.TAJUGJOGLOLIMASANKAMPUNGGambar 3Proses transformasi dari type tajug, joglo, limasan dan kampung, terjadi “penarikan”molo, sehingga panjang molonya yang berubah pada proses transformasi ini.6Molo adalah balok kayu yang terletak dibagian atas atap, mungkin akan lebih dikenaldengan nama nok.7Josep Prijotomo, Re-konstruksi Arsitektur Jawa, halaman 341.19

SpectraNomor25 Volume XIII Januari – Juni 2015: 13 - 26Demikian juga dengan type kampung juga merupakan proses”penarikkan” molo sejauh lebar sektor pananggap dan sektor emper,sehingga meniadakan sektor pananggap panyelak dan sektor emperpanyelak. Untuk type kampung didalam Kawruh Kalang R. Sosrowiryatmohanya disebutkan;“.adapun atap yang berbentuk kampung dinamakan rumahkampung, atau ”kapung” mengambil nama dari ”empyakketepung.”Tidak ada penjelasan di dalamnya bahwa type kampung adalahkelanjutan dari ”penarikkan” type limasan, namun bila diamati adanya jejaktersebut, seperti apa yang tertulis di atas dengan cara memanjangkan molo.Dalam proses penarikan ini peran elemen molo menjadi elemen yangpenting.Dari proses transformasi type arsitektur Jawa, yang berperan sebagai”kode-awal” adalah type tajug, adapun yang berperan sebagai pengendalimasih belum dapat ditentukan. Namun bila diamati dari proses penarikkanini perubahan yang menyolok adalah terteriknya sektor guru denganmunculnya molo pada type joglo, dan kemudian pada type selanjutnyapenarikkan terjadi pada sektor guru lebih panjang lagi sehingga typekampung. Jadi dapat dikatakan bahwa sektor guru berperan sebagaipengendali dalam proses transformasi ini.Jadi ”kode-awal” dari sebuah type arsitektur Jawa adalah sektor guru,adapun sektor pananggap dan sektor emper pada prinsipnya ukuran dankeberadaannya adalah sangat tergantung dari kondisi, lokasi, bahan,keinginan dan kemampuan pemilik rumah, demikian pula dengan kehadiranragam hiasnya juga tergantung dari pemilik rumah dan tukang yangmelaksanakannya8. Disektor guru inilah pengukuran (petungan) dimulai daripengukuran midhangan, soko, dudur dan sebagainya 9. Perubahanpengukuran akan menentukan type, kehadiran elemen molo pada type tajugmerubah type menjadi joglo dan seterusnya. Jadi transformasi yang berupa”penarikan” dilakukan di sektor guru, sedang sektor lain mengikuti. Sektorguru yang posisinya sebagai ”kode-awal”, posisinya bisa hadir tanpahadirnya sektor pananggap dan sektor emper. Demikian juga denganhadirnya sektor pananggap dan emper bisa tidak merata. Panjangnya duduryang menentukan kemiringan atap sektor guru ini juga menentukan typebangunannya. Pembahasan tentang panjang dudur dan dikaitkan dengantype tidak dilakukan dalam kajian ini, namun benang merah keterkaitannyaada dalam konteks pengetahuan konstruksinya.89Gatot Adi Susilo, Kawruh Kalang Arsitektur Ponorogo (2000) halaman 181Dalam makalah ini masalah pengukuran tidak dibahas mendetail, pembahasan secaramendetail telah dilakukan penulis di Kawruh Kalang Arsitektur Ponorogo (2000).20

Transformasi Bentuk Arsitektur Jawa Gatot Adi SusiloTAJUGJOGLOLIMASANKAMPUNGGambar 4”Penarikan” dilakukan disektor guru, ter-khusus dilakukan pada molo, keberadaansektor pananggap dan sektor emper sangat tergantung unsur lainnya, yang dalam inidapat ditunjuk sebagai elemen pengendali.HASIL DAN PEMBAHASANDari bahasan di atas terungkap bahwa sektor guru bentuk tajugditunjuk sebagai ”kode awal” dalam proses transformasi. Dengan penarikkantertentu akan merubah nama type dapat digambarkan perubahannya sepertidibawah ini.ATAJUGBJOGLOCLIMASANDKAMPUNGGambar 5Proses “penarikan” sektor guru secara tiga dimensi. (A) tajug; (B) joglo; (C) limasan;(D) kampungRegolBerfungsi sebagai gerbang masuk ke dalam komplek rumah,menggunakan sektor guru yang berdiri sendiri tanpa hadirnya sektorpananggap. Hadirnya dinding hanyalah sebagai elemen pembatas tidakmendukung struktur atapnya, tetapi didukung oleh soko (kolom). Kemiringanatap tidak securam ”kode awal”, demikian juga dengan tinggi soko.Dari proses transformasi bentuk gambar 6 sebagai kode-awal joglo(B), yang

transformasi bentuk ini seharusnya masih dapat dilihat jejaknya yang bersumber dari nilai dari olah bentuk arsitektur tradisi. Adapun dalam pembahasan transformasi bentuk arsitektur Jawa ini akan difokuskan pada pembahasan bentuk fisik, tidak menyentuh pada ”nilai” yang terkandung dalam tradisi.

Related Documents:

Kata Kunci: arsitektur masjid, perkembangan, tradisionalitas dan modernitas arsitektur, transformasi bentuk dan ruang. Jika ditelusuri dari sejarah perkembangannya, masjid merupakan karya seni dan budaya Islam terpenting dalam ranah arsitektur. Karya arsitektur masjid, merupakan perwujudan dari puncak ketinggian pengetahuan teknik dan

transformasi Fourier - Jika ingin mengetahui informasi tentang kombinasi skala dan frekuensi kita memerlukan transformasi wavelet Transformasi citra, sesuai namanya, merupakan proses perubahan bentuk citra untuk mendapatkan suatu informasi tertentu Transformasi bisa dibagi menjadi 2 : - Transformasi piksel/transformasi geometris

S1 ARSITEKTUR DESKRIPSI MATA AJAR WAJIB ENAR601009 ENAR611009 PENGANTAR ARSITEKTUR 3 SKS Tujuan Pembelajaran: Mengetahui prinsip-prinsip dasar arsitektur, termasuk beberapa teori dasar, kaitan antara arsitektur dan manusia, kaitan arsitektur dan alam, arsitektur dan e

S1 ARSITEKTUR INTERIOR DESKRIPSI MATA AJAR WAJIB. ENAR601009 PENGANTAR ARSITEKTUR 3 SKS Tujuan Pembelajaran: Mengetahui prinsipprinsip dasar arsitektur, termasuk beberapa teori dasar, kaitan antara - arsitektur dan manusia, kaitan arsitektur dan alam, arsitektur dan e

Transformasi 2D . Teknik Transformasi Maka, A'(-20,-20), B'(-100,-20), dan C'(-60,-120). Transformasi 2D Merupakan pengembangan dari transformasi geometri 2D. Dibuat juga dalam bentuk matriks untuk memudahkan perhitungan. Teknik Transformasi Transformasi 3D

etnis Tionghoa Jawa Timur telah terinterferensi oleh bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Tionghoa, maupun dialek Suruboyoan. Hasil analisis tampak dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Bentuk interferensi yang terjadi pada lagam etnis Tionghoa Jawa Timur Bentuk lagam kata Bentuk interferensinya dari bahasa Indonesia atau bahasa Jawa atau bahasa

TRANSFORMASI ARSITEKTUR BUTON DAN BAJO DALAM DESAIN RESORT MASA KINI DI WAKATOBI . Sudiarty Syarif . 321320700. 2. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Ir. . Gambar 2.26 Bantalan Bidang dan Bentuk Geometri. 34 . Gambar 2.27 Penjalinan Bidang dan Bentuk Geometri . 35 . Gambar 2.28 Kombinasi Jepit dan Penembusan Bidang dan Bentuk Geometri . 35 .

America’s Problem-Solving Courts: The Criminal Costs of Treatment and the Case for Reform CYNTHIA HUJAR ORR President, NACDL San Antonio, TX JOHN WESLEY HALL Immediate Past President, NACDL Little Rock, AR NORMAN L. R EIMER Executive Director, NACDL Washington, DC EDWARD A. M ALLETT President, FCJ Houston, TX KYLE O’D OWD Associate Executive Director For Policy, NACDL Washington, DC .