AB 32 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN .

2y ago
37 Views
2 Downloads
292.89 KB
17 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Harley Spears
Transcription

BAB 32PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAMDAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUPSumber daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetapmemperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian sumber daya alammemiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dansekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Hingga saat ini, sumber daya alamsangat berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, dan masih akan diandalkan dalamjangka menengah. Hasil hutan, hasil laut, perikanan, pertambangan, dan pertanian memberikankontribusi 24,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2002, dan menyerap45 persen tenaga kerja dari total angkatan kerja yang ada. Namun di lain pihak, kebijakan ekonomiyang lebih berpihak pada pertumbuhan jangka pendek telah memicu pola produksi dan konsumsiyang agresif, eksploitatif, dan ekspansif sehingga daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnyasemakin menurun, bahkan mengarah pada kondisi yang mengkhawatirkan.Atas dasar fungsi ganda tersebut, sumber daya alam senantiasa harus dikelola secara seimbanguntuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunanyang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utamauntuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan peraturan perundangan, terutama dalam mendoronginvestasi pembangunan jangka menengah (2004-2009). Prinsip-prinsip tersebut saling sinergis danmelengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik (good governance) yang mendasarkanpada asas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas yang mendorong upaya perbaikan pengelolaansumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.A. PERMASALAHANBerbagai permasalahan muncul dan memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam danlingkungan hidup sehingga dikhawatirkan akan berdampak besar bagi kehidupan makhluk di bumi,terutama manusia yang populasinya semakin besar. Beberapa permasalahan pokok dapatdigambarkan berikut ini:Terus menurunnya kondisi hutan Indonesia. Hutan merupakan salah satu sumber dayayang penting, tidak hanya dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga dayadukung lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Indonesia merupakan negara denganluas hutan terbesar dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Namun, bersama Filipina, Indonesiamemiliki laju deforestasi tertinggi. Laju deforestasi yang pada periode 1985-1997 adalah 1,6 jutahektar per tahun meningkat menjadi 2,1 juta hektar per tahun pada periode 1997-2001. Salah satuakibatnya jumlah satwa Indonesia yang terancam punah tertinggi dibandingkan negara ASEANlainnya.Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahanmenimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Akibatnya, DASberkondisi kritis meningkat dari yang semula 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut-turutsebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998. Pada saat ini diperkirakan sekitar 282 DAS dalamBagian IV.32 – 1

kondisi kritis. Kerusakan DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasiantara hulu dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbanganekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi,pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayahpesisir dan laut semakin meningkat, khususnya di wilayah padat kegiatan seperti pantai utara PulauJawa dan pantai timur Pulau Sumatera. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutanmangrove serta terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang dan padang lamun telahmengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi ini jugadiperburuk oleh perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapakegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir lautuntuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untukmemanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan pesisirjuga terus meningkat. Beberapa muara sungai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa mengalamipendangkalan yang cepat, akibat tingginya laju sedimentasi yang disebabkan oleh kegiatan di lahanatas yang tidak dilakukan dengan benar, bahkan mengabaikan asas konservasi tanah. Di samping itu,tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan laut juga berada pada kondisi yang sangatmemprihatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir dan laut terutama berasal dari darat, yaitukegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian. Sumber pencemaran juga berasal dari berbagaikegiatan di laut, terutama dari kegiatan perhubungan laut dan kapal pengangkut minyak sertakegiatan pertambangan. Sementara praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak dan ilegal (illegalfishing) serta penambangan terumbu karang masih terjadi dimana-mana yang memperparah kondisihabitat ekosistem pesisir dan laut.Citra pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan, khususnyatambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi ekosistemdan habitat aslinya. Dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup danberdampak buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini usaha pertambangancenderung ditolak masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI)yang sangat merusak lingkungan.Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity). Sampai saat ini 90jenis flora dan 176 fauna di Pulau Sumatera terancam punah. Populasi orang-utan di Kalimantanmenyusut tajam, dari 315.000 ekor di tahun 1900 menjadi 20.000 ekor di tahun 2002. Hutan bakau diJawa dan Kalimantan menyusut tajam, disertai rusaknya berbagai ekosistem. Gambaran tersebutmenempatkan Indonesia pada posisi kritis berdasarkan Red Data Book IUCN (International Union forthe Conservation of Nature). Di sisi lain, pelestarian plasma nutfah asli Indonesia belum berjalan baik.Kerusakan ekosistem dan perburuan liar, yang dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat,menjadi ancaman utama bagi keanekaragaman hayati di Indonesia.Pencemaran air semakin meningkat. Penelitian di 20 sungai Jawa Barat pada tahun 2000menunjukkan bahwa angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)nya melebihi ambang batas. Indikasi serupa terjadi pula di DAS Brantas, ditambah dengan tingginyakandungan amoniak. Limbah industri, pertanian, dan rumah tangga merupakan penyumbangterbesar dari pencemaran air tersebut. Kualitas air permukaan danau, situ, dan perairan umumlainnya juga menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Umumnya disebabkan karena tumbuhnyaphitoplankton secara berlebihan (blooming) sehingga menyebabkan terjadinya timbunan senyawaphospat yang berlebihan. Matinya ikan di Danau Singkarak (1999), Danau Maninjau (2003) sertaBagian IV.32 – 2

lenyapnya beberapa situ di Jabodetabek menunjukkan tingginya sedimentasi dan pencemaran airpermukaan. Kondisi air tanah, khususnya di perkotaan, juga mengkhawatirkan karena terjadinyaintrusi air laut dan banyak ditemukan bakteri Escherichia Coli dan logam berat yang melebihi ambangbatas.Kualitas udara, khususnya di kota-kota besar, semakin menurun. Kualitas udara di 10kota besar Indonesia cukup mengkhawatirkan, dan di enam kota diantaranya, yaitu Jakarta, Surabaya,Bandung, Medan, Jambi, dan Pekan Baru dalam satu tahun hanya dinikmati udara bersih selama 22sampai 62 hari saja. Senyawa yang perlu mendapat perhatian serius adalah partikulat (PM10), karbonmonoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). Pencemaran udara utamanya disebabkan oleh gasbuang kendaraan dan industri, kebakaran hutan, dan kurangnya tutupan hijau di perkotaan. Hal inijuga diperburuk oleh kualitas atmosfer global yang menurun karena rusaknya lapisan ozon distratosfer akibat akumulasi senyawa kimia seperti chlorofluorocarbons (CFCs), halon, carbon tetrachloride,methyl bromide yang biasa digunakan sebagai refrigerant mesin penyejuk udara, lemari es, spray, dan foam.Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan perusak ozon (BPO) atau ODS (ozone depletingsubstances). Indonesia terikat Montreal Protocol dan Kyoto Protocol yang telah diratifikasi untuk ikut sertamengurangi penggunaan BPO tersebut, namun demikian sulit dilaksanakan karena bahanpenggantinya masih langka dan harganya relatif mahal.Selain permasalahan tersebut di atas, juga terdapat berbagai permasalahan lain yang pada akhirakhir ini justru sangat menonjol, termasuk masalah-masalah sebagai dampak dari bencana danpermasalahan lingkungan lainnya yang terjadi karena fenomena alam yang bersifat musiman.Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan. Sejak tahun1970-an hutan telah dimanfaatkan sebagai mesin ekonomi melalui ekspor log maupun industriberbasis kehutanan. Sistem pengelolaan hutan didominasi oleh pemberian hak pengusahaan hutan(HPH) kepada pihak-pihak tertentu secara tidak transparan tanpa mengikutsertakan masyarakatsetempat, masyarakat adat, maupun pemerintah daerah. Saat ini sekitar 28 juta hektar hutan produksipengelolaannya dikuasai oleh 267 perusahaan HPH atau rata-rata 105.000 hektar per HPH. Kontrolsosial tidak berjalan, kasus KKN marak, dan pelaku cenderung mengejar keuntungan jangka pendeksebesar-besarnya. Pada masa yang akan datang, sistem pengelolaan hutan harus bersifat lestari danberkelanjutan (sustainable forest management) yang memperhatikan aspek ekonomi – sosial – lingkungansecara bersamaan.Pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas. Otonomidaerah telah merubah pola hubungan pusat–daerah. Titik berat otonomi daerah di Kabupaten/Kotamengakibatkan pola hubungan Pemerintah Pusat–Propinsi–Kabupaten/Kota berubah, dan karenakurang diatur dalam peraturan perundang-undangan, menjadi berbeda-beda penafsirannya.Akibatnya kondisi hutan cenderung tertekan karena belum ada kesepahaman antara PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya alam. Misalnya, Undang-UndangNomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan lebih menitikberatkan pada aspek-aspek pengelolaanhutan secara ideal, sementara aspek kewenangan pengelolaan hutan tidak terakomodasi secara jelas.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan revisiUndang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, walaupun sudah menegaskan hubungan Pemerintah Pusatdan Pemerintah Daerah dalam hal kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan,pengendalian, bagi hasil, penyerasian lingkungan dan tata ruang, masih memerlukan peraturanperundang-undangan lebih lanjut.Bagian IV.32 – 3

Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging) danpenyelundupan kayu. Tingginya biaya pengelolaan hutan, lemahnya pengawasan dan penegakanhukum mengakibatkan perencanaan kehutanan kurang efektif atau bahkan tidak berjalan. Kasustebang berlebih (over cutting), pembalakan liar (illegal logging), penyelundupan kayu ke luar negeri, dantindakan illegal lainnya banyak terjadi. Diperkirakan kegiatan-kegiatan illegal tersebut saja telahmenyebabkan hilangnya hutan seluas 1,2 juta hektar per tahun, melebihi luas hutan yang ditebangberdasarkan ijin Departemen Kehutanan. Selain penegakan hukum yang lemah, juga disebabkan olehaspek penguasaan lahan (land tenure) yang sarat masalah, praktik pengelolaan hutan yang tidak lestari,dan terhambatnya akses masyarakat terhadap sumber daya hutan.Rendahnya kapasitas pengelola kehutanan. Sumber daya manusia, pendanaan, saranaprasarana, kelembagaan, serta insentif bagi pengelola kehutanan sangat terbatas bila dibandingkandengan cakupan luas kawasan yang harus dikelolanya. Hal ini mempersulit penanggulangan masalahkehutanan seperti pencurian kayu, kebakaran hutan, pemantapan kawasan hutan, dan lain-lain.Sebagai contoh, jumlah polisi hutan secara nasional adalah 8.108 orang. Hal ini berarti satu orangpolisi hutan harus menjaga sekitar 14.000 hektar hutan. Dengan pendanaan, sarana dan prasaranayang terbatas, jumlah tersebut jelas tidak memadai karena kondisi yang ideal satu polisi hutanseharusnya menangani 100 hektar (untuk kawasan konservasi di Jawa), sementara untuk kawasankonservasi di luar Jawa sekitar 5.000 hektar. Di samping itu, partisipasi masyarakat untuk ikut sertamengamankan hutan juga sangat rendah.Belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non-kayu dan jasa-jasa lingkungan.Hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan dari ekosistem hutan, seperti nilai hutan sebagai sumberair, keanekaragaman hayati, udara bersih, keseimbangan iklim, keindahan alam, dan kapasitasasimilasi lingkungan yang memiliki manfaat besar sebagai penyangga sistem kehidupan, dan memilikipotensi ekonomi, belum berkembang seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai jasaekosistem hutan jauh lebih besar dari nilai produk kayunya. Diperkirakan nilai hasil hutan kayu hanyasekitar 7 persen dari total nilai ekonomi hutan, sisanya adalah hasil hutan non-kayu dan jasalingkungan. Dewasa ini permintaan terhadap jasa lingkungan mulai meningkat, khususnya untuk airminum kemasan, obyek penelitian, wisata alam, dan sebagainya. Permasalahannya adalah sampai saatini sistem pemanfaatannya belum berkembang secara maksimal.Belum terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga. Wilayah laut ZEEI(Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) yang belum diselesaikan meliputi perbatasan dengan Malaysia,Filipina, Palau, Papua New Guinea, Timor Leste, India, Singapura, dan Thailand. Sedangkan bataslaut teritorial yang belum disepakati meliputi perbatasan dengan Singapura (bagian barat dan timur),Malaysia, dan Timor Leste. Penyebabnya karena Indonesia belum mempunyai undang-undangtentang pengelolaan wilayah laut, termasuk lembaga yang memiliki otorita mengatur batas wilayahdengan negara tetangga. Di samping itu, kemampuan diplomasi Indonesia dalam kancahinternasional juga masih lemah, sehingga merupakan kendala tersendiri yang perlu diatasi.Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal. Sektor kelautan menyumbangsekitar 20 persen dari PDB nasional (2002). Kontribusi terbesar berasal dari migas, diikuti industrimaritim, perikanan, jasa angkutan laut, wisata bahari, bangunan laut, dan jasa-jasa lainnya. Namundemikian, bila dibandingkan dengan potensinya, sumber daya laut masih belum tergarap secaraoptimal. Kebijakan pembangunan nasional selama ini cenderung terlalu berorientasi ke wilayahdaratan, sehingga alokasi sumber daya tidak dilakukan secara seimbang dalam mendukungpembangunan antara wilayah darat dan laut.Bagian IV.32 – 4

Merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan ikan yang merusak. Pencurian ikan(illegal fishing), baik oleh kapal-kapal domestik dengan atau tanpa ijin maupun kapal-kapal asing diperairan teritorial maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), menyebabkan hilangnyasumber daya ikan sekitar 1-1,5 juta ton per tahun dengan nilai kerugian negara sekitar US 2 milyar.Hal ini diperburuk oleh upaya pengendalian dan pengawasan yang belum optimal akibat kurangnyasarana dan alat penegakan hukum di laut. Selain itu, jumlah dan kapasitas petugas pengawas, sistempengawasan, partisipasi masyarakat, dan koordinasi antar instansi terkait juga masih lemah.Sementara itu, penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bahan peledakdan racun (potasium) masih banyak terjadi, yang dipicu oleh meningkatnya permintaan ikan karangdari luar negeri dengan harga yang cukup tinggi. Kegiatan ini menyebabkan rusaknya ekosistemterumbu karang yang merupakan habitat ikan yang sangat penting.Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal. Indonesia memiliki banyak sekali pulaupulau kecil, tetapi lebih dari tiga dasawarsa terakhir pulau-pulau kecil tersebut kurang atau tidakmemperoleh perhatian dan atau tersentuh kegiatan pembangunan. Pulau kecil, yang didefinisikansebagai pulau yang luasnya kurang dari 10.000 km² yang umumnya jumlah penduduknya kurang dari200.000 jiwa, sangat rentan terhadap perubahan alam karena daya dukung lingkungannya sangatterbatas dan cenderung mempunyai spesies endemik yang tinggi. Ciri lainnya adalah jenis kegiatanpembangunan yang ada bersifat merusak lingkungan pulau itu sendiri atau “memarjinalkan”penduduk lokal. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya beberapa pulau kecil yang berpotensimemiliki konflik dengan pihak asing, terutama pulau-pulau kecil yang berada di wilayah perbatasan.Pada saat ini terdapat 92 pulau-pulau kecil menjadi base point (titik pangkal) perbatasan wilayah RIdengan 10 negara-negara tetangga. Sampai sekarang baru dengan satu negara, yaitu Australia telahdibuat perjanjian yang menetapkan pulau-pulau kecil Nusantara sebagai titik pangkal batas wilayah.Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang ada, yangberbeda pola pendekatannya dengan pulau-pulau besar lainnya. Pada saat ini telah tersusunrancangan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yangintegratif sebagai dasar pengembangannya.Sistem mitigasi bencana alam belum dikembangkan. Banyak wilayah Indonesia yangrentan terhadap bencana alam. Secara geografis Indonesia terletak di atas tiga lempeng aktif besardunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Disamping itu, juga merupakan wilayahpertemuan arus panas dan dingin yang berada di sekitar Laut Banda dan Arafura. Kondisi ini, darisatu sisi, menggambarkan begitu rentannya wilayah Indonesia terhadap bencana alam, seperti gempabumi, tsunami dan taufan. Apabila tidak disikapi dengan pengembangan sistem kewaspadaan dini(early warning system) maka bencana alam tersebut akan mengancam kehidupan manusia, flora, fauna,dan infrastruktur prasarana publik yang telah dibangun; seperti yang terjadi di NAD, Sumatra Utara,Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Dalam jangka menengah ini, pengembangan kebijakan sistemmitigasi bencana alam menjadi sangat penting, yang antara lain melalui pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi yang mampu membantu mengurangi dampak negatif bencana tersebut.Disamping itu, dukungan pemahaman akan “kawasan rawan bencana geologi” (Geological HazardsMapping) perlu dipetakan secara baik, dan rencana tata ruang yang disusun dengan memperhitungkankawasan rawan bencana geologi dan lokasi kegiatan ekonomi, serta pola pembangunan kotadisesuaikan dengan daya dukung lingkungan lokal. Upaya-upaya lain yang perlu dilakukan adalahpembangunan sabuk alami (hutan mangrove dan terumbu karang) di wilayah pesisir.Terjadinya penurunan kontribusi migas dan hasil tambang pada penerimaan negara.Penerimaan migas pada tahun 1996 pernah mencapai 43 persen dari APBN, dan pada tahun 2003menurun menjadi 22,9 persen. Penurunan ini tampaknya akan terus terjadi. Cadangan minyak bumiBagian IV.32 – 5

dewasa ini sekitar 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Apabilacadangan baru tidak ditemukan dan tingkat pengurasan (recovery rate) tidak bertambah, maka sebelastahun lagi cadangan minyak kita akan habis. Cadangan gas-bumi-terbukti tahun 2002 sebesar 90 TCF(trillion cubic feet) baru dimanfaatkan setiap tahun 2,9 TCF saja. Rendahnya tingkat pemanfaatan inikarena kurangnya daya saing Indonesia dalam hal suplai. Berbeda dengan Malaysia dan Australiayang selalu siap dengan produksinya, ladang gas di Indonesia baru dikembangkan setelah adakepastian kontrak dengan pembeli, sehingga dari sisi supply readiness Indonesia kurang bersaing.Pertambangan mineral seperti timah, nikel, bauksit, tembaga, perak, emas, dan batubara tetapmemberikan kontribusi walaupun penerimaannya cenderung menurun. Penerimaan negara daripertambangan pada tahun 2001 sebesar Rp2,3 triliun, tahun 2002 menjadi Rp1,4 triliun, dan tahun2003 Rp1,5 triliun.Ketidakpastian hukum di bidang pertambangan. Hal ini terjadi akibat belum selesainyapembahasan RUU Pertambangan sebagai pengganti Undang-Undang

sangat berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, dan masih akan diandalkan dalam jangka menengah. Hasil hutan, hasil laut, perikanan, pertambangan, dan pertanian memberikan kontribusi 24,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2002, dan menyerap 45 persen tenaga kerja dari total angkatan kerja yang ada.

Related Documents:

Perpendicular lines are lines that intersect at 90 degree angles. For example, To show that lines are perpendicular, a small square should be placed where the two lines intersect to indicate a 90 angle is formed. Segment AB̅̅̅̅ to the right is perpendicular to segment MN̅̅̅̅̅. We write AB̅̅̅̅ MN̅̅̅̅̅ Example 1: List the .

1.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan ilmu dan seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk encapai tujuan tertentu, Hasibuan (2008). menurut penjelasan tersebut dijelasan bahwa sumber daya manusia haruslah .

berjudul manajemen Sumber Daya Manusia adalah, bahwa sumber daya manusia terdiri dari empat suku kata, yaitu manajemen, sumber, daya, dan manusia, keempat suku kata terbukti tidak sulit untuk dipahami artinya. Dimaksudkan dengan manajemen terhadap daya yang bersumber dari manusia.2 Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang

Pengelolaan perangkat lunak, perangkat keras dan jaring komunikasi sandi; Pelaksanaan operasional pengelolaan pengamanan komunikasi sandi; Pengawasan dan evaluasi tata kelola persandian, pengelolaan sumber daya persandian dan operasional pengamanan informasi; Selain itu,

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia . 2. 1.1. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia di perusahaan perlu dikelola

atan pemeliharaan & perbaikan alat & fasilitas lain diperhitungkan se-bagai bagian dari aset & investasi. Oleh karena itu, bagian atau unit pemeliharaan & perbaikan merupa-kan bagian yang sangat penting dari organisiasi semacam ini. 1.2. Kegiatan Pemeliharaan & Perbaikan Sebelum membahas lebih

mempermudah dalam hal pengelolaan dan pencatatan keuangan sekolah diperlukan suatu sistem informasi. Dengan sistem informasi pengelolaan keuangan sekolah ini, diharapkan bisa membantu proses pengelolaan keuangan dari tahap pembuatan rencana anggaran, pencatatan dana masuk/keluar, sampai dengan pembuatan laporan.

- Menjelaskan pendekatan dalam pengelolaan kelas - Membuat model pengelolaan Lab Komputer dalam pembelajaran - Menyusun aktivitas kolaboratif dalam pembelajaran yang mengitegrasikan TIK Kuis: diberikan 5 soal pilihan ganda untuk mengetahui pengetahuan awal peserta pelatihan Materi: A. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas B. Pengelolaan Lab .