Resolusi Konflik Terhadap Sengketa Penguasaan Lahan Dan Pengelolaan .

1y ago
17 Views
2 Downloads
1.00 MB
70 Pages
Last View : 11d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Louie Bolen
Transcription

Kertas kerja EPISTEMA No. 03/2012Resolusi Konflik terhadap sengketa penguasaan lahandan pengelolaan sumber daya alamMuhammad MuhdarNasir2012

Tentang Kertas Kerja EpistemaPaper‐paper dalam seri ini pada umumnya adalah dokumen sementara dari hasil‐hasilpenelitian yang dilakukan oleh staff, research fellow dan mitra EPISTEMA. Seri ini berisikanpaper‐paper yang mendiskusikan filsafat dan teori hukum, kerangka hukum dan kajiansosio‐legal terhadap hak‐hak masyarakat adat dan komunitas lain atas tanah dan sumberdaya alam termasuk dalam konteks kebijakan dan proyek perubahan iklim.Saran pengutipan:Muhdar, Muhammad, Nasir. Resolusi Konflik terhadap sengketa penguasaan lahan danpengelolaan sumber daya alam, Kertas Kerja Epistema No.03/2012, Jakarta: EpistemaInstitute MA Institute memegang hak cipta atas seri kertas kerja ini. Penyebarluasan danpenggandaan diperkenankan untuk tujuan pendidikan dan untuk mendukung gerakan sosial,sepanjang tidak digunakan untuk tujuan komersial.Paper‐paper dalam seri ini menggambarkan pandangan pribadi pengarang, bukanpandangan dan kebijakan EPISTEMA Institute. Para pengarang bertanggung jawab terhadapisi paper. Komentar terhadap paper ini dapat dikirim melalui epistema@epistema.or.id atauem muhdar@yahoo.com.Penata letak : Andi SandhiEpistema InstituteJalan Jati Mulya IV No.23Jakarta 12540Telepon: 021‐78832167Faksimile: 021‐7823957E‐mail: epistema@epistema.or.idWebsite: www.epistema.or.idii

RINGKASAN EKSEKUTIFPenelitian ini diajukan untuk menjawab tiga pertanyaan, yaitu, pertama, bagaimanakerangka pengaturan hukum nasional dan daerah terhadap sistem penguasaan lahan danpengelolaan sumber daya alam; kedua, bagaimanakah bentuk‐bentuk konflik ataspenguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam; ketiga, bagaimana efektivitas model‐model penyelesaian konflik dari konflik yang terjadi dalam penguasaan lahan danpengelolaan sumber daya alam. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio‐legal denganalasan keragaman variabel yang mempengaruhi isu hukum dalam penelitian.Dari penelitian disimpulkan bahwa pada umumnya, ketentuan‐ketentuan penguasaanlahan dan pengelolaan sumber daya alam diatur oleh hukum nasional. Tidak ada pengaturansecara spesifik di tingkat daerah mengenai sistem penguasaan lahan dan pengelolaansumber daya alam. Ketentuan‐ketentuan yang dibuat pada level daerah lebih sebagaipendukung dari ketentuan‐ketentuan level nasional. Di Kabupaten Kutai Barat ditemukanpenggunaan hukum adat dan kearifan lokal. Hanya saja eksistensinya tengah mengalamitekanan di tengah intervensi hukum nasional, terutama perubahan peruntukan untukkegiatan perkebunan dan pertambangan dengan label penguasaan negara berhadapandengan penguasaan adat.Bentuk‐bentuk konflik atas penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alamdapat dikelompokan dalam beberapa bentuk: (i) Pengambilalihan lahan pertanian tanpaprosedur dalam kegiatan tambang/perkebunan; (ii) Pengeluaran izin oleh pemerintahdaerah tanpa memperhatikan kejelasan status penguasaan lahan; (iii) Pembiaran dan tidakoptimalnya sistem pengawasan pemanfaatan sumber daya alam dari pemerintah daerah;(iv) Tidak terpenuhinya hak dan kewajiban antar pengguna; (v) Meningkatnya nilai ekonomisumber daya alam tetapi tidak adil dalam pendistribusiannya sehingga menimbulkankelangkaan; (vi) Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang mengancam kelangsunganpemanfaatan sumber daya alam bagi sebagian masyarakat.Efektivitas model‐model penyelesaian konflik dalam penguasaan lahan danpengelolaan sumber daya alam dipengaruhi oleh dominasi penggunaan hukum bentukannegara. Hal ini mempengaruhi pilihan dalam penyelesaian konflik. Praktik penyelesaiandengan menggunakan hukum adat maupun di luar pengadilan, dalam beberapa kasus,cukup berhasil di Kutai Barat. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya unsur‐unsurhukum negara dan aparatur negara mereduksi eksistensi hukum adat dan kearifan lokal. Disisi lain, mekanisme penyelesaian sengketa menurut hukum adat dan kearifan lokalmenunjukkan ketidakonsistenan oleh karena kekuatan mengikatnya masih harus diuji olehpengadilan negara jika salah satu pihak tidak menerima putusan adat.iii

DAFTAR ISIRingkasan Eksekutif. iiiDAFTAR ISI. ivBAB I PENDAHULUAN .11.1. Latar Belakang.11.2. Rumusan Masalah .31.3. Tujuan Penelitian .31.4. Kerangka Konsep.41.5. Metode Penelitian.6BAB II KERANGKA PENGATURAN HUKUM NASIONAL DAN DAERAH TERHADAPSISTEM PENGUASAAN LAHAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM .92.1. Sistem Penguasaan Lahan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam .92.2. Pengakuan Pemerintah Daerah terhadap Sistem Kepemilikan Lahan danPengelolaan Sumber Daya Alam.12BAB III BENTUK‐BENTUK KONFLIK DAN MODEL PENYELESAIAN KONFLIK ATASPENGUASAAN LAHAN DAN SUMBER DAYA ALAM . 223.1 Latar Belakang Konflik dan beAntuk‐bentuk Konflik dalam Penguasaan Lahan danPengelolaan Sumber Daya Alam.223.2 Model Penyelesaian Konflik atas Penguasaan Lahan dan Sumber Daya Alam .32BAB IV EFEKTIVITAS MODEL PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DANSUMBER DAYA ALAM . 484.1 Efektivitas Model Penyelesaian Konflik Penguasaan Lahan dan PengelolaanSumber Daya Alam.484.2 Penggunaan Hukum Adat dan Ancaman Intervensi Hukum Negara.50BAB V PENUTUP . 585.1 Kesimpulan .585.2 Rekomendasi.58DAFTAR PUSTAKA. 60iv

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSejarah peradaban manusia kerap melahirkan berbagai konflik sebagai wujud dariperbedaan kepentingan dalam relasi antar individu, kelompok, negara, dan bahkan negaradengan individu. Konflik selalu ada, untuk itu, kehadiran tata nilai yang disepakati dalamrelasi kehidupan umat manusia selalu berisi ajaran tentang bagaimana menghidari konflikdan menyelesaikannya.Hukum sebagai tata nilai dalam kehidupan umat manusia telah melahirkankonsepsinya tersendiri untuk menyelesaikan sengketa dan menciptakan ketertibanmasyarakat. 1 Hukum sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa diharapkan mampuuntuk menjembatani pencapaian solusi konflik yang terjadi di tengah masyarakat termasukkonflik dalam penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam.Keterbatasan sumber daya alam tidak berbanding lurus dengan jumlah pertambahanmanusia. Ini melahirkan potensi konflik pemanfaatan lahan dan sumber daya alam.Keterbatasan dan kelangkaan sumber daya alam yang beriringan dengan meningkatnya nilaiekonominya semakin mempertegas asal‐muasal konflik pemanfaatannya. Konflikpenguasaan lahan termasuk pengelolaan sumber daya alam menjadi hal yang umum didaerah‐daerah pemilik sumber daya alam itu. Konflik di bidang kehutanan, pertambangan,lahan pertanian/perkebunan bahkan sejak otonomi daerah digulirkan di Indonesia. 2Sementara itu, konflik pemanfaatan laut muncul sebagai objek konflik baru dalampemanfaatan sumber daya alam. 3Konflik pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya dapat pula dipicu oleh statushukum terhadap penguasaan lahan‐sumber daya alam, ketidakadilan dalam pendistribusian,kebijakan pemerintah yang dipersepsikan sebagai bagian dari perlindungan investor,perusakan dan/atau pencemaran lingkungan (pengaruh negatif terhadap kawasan sebagaidampak dari kegiatan tertentu). Dalam perspektif ini, hukum yang tersedia saat ini1Pada umumnya, fungsi tradisional dari hukum difahami sebagai sarana menciptakan ketertiban tetapihukumpun seyogyanya harus menghadirkan kesejahteraan dalam masyarakat. Sebaliknya, jika tidakmenghadirkan kesejahteraan kolektif seharusnya dianggap sebagai hukum yang gagal.2Kaltim masih mengandalkan ekonomi sumber daya alam. Kegiatan ekonomi di luar sumber daya alam jugadipengaruhi kegiatan pengelolaan sumber daya alam seperti jasa transportasi, pangan, energi, properti, jasakeuangan, jasa boga, dan kesehatan. Investas di Kaltim pada Tahun 2011 berjumlah Rp. 28,33 Triliun terdiriatas PMDN Rp. 16.20 Triliun dan PMA Rp. 12,13 Triliun, jauh lebih besar dari investasi di Tahun 2010 yaitusejumlah Rp. 16,87 Triliun. Jika investasi swasta tersebut dikumulasikan dengan jumlah investasi yangdilakukan oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota maka akan ditemukan jumlahinvestasi yang cukup besar di provinsi ini. Demikian juga Provinsi Kaltim adalah kontributor eksport terbesarpertama nasional yang berjumlah US . 38, 21 Milyar (investasi tersebut di atas pada umumnya berasal darisumber daya alam. Lihat, Dokumen LKPJ Gubernur Kaltim untuk Tahun 2011.3Contohnya kasus pembakaran kapal nelayan Jawa Tengah di Balikpapan, Nelayan Manggar versus PengusahaMigas, atau masyarakat Seloloang dengan Chevron Indonesia.

memerlukan penelusuran eksistensi pada peristiwa‐peristiwa sistem penguasaan lahan,pengelolaan sumber daya alam. Di samping itu, konflik penguasaan lahan dalampengelolaan sumber daya alam memerlukan penelusuran terhadap perlindungan hukumyang tersedia dalam memberikan jawaban terhadap konflik yang terjadi atas penguasaanlahan dalam pengelolaan sumber daya alam.Persoalan tenurial sangat terkait dengan pengakuan hukum terhadap hak‐hak warganegaranya. Pada sisi inilah politik hukum negara melahirkan Undang‐Undang Nomor 5Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA). Dalam konsepsi hukum agraria, seluruh bumi 4 ,air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalam Wilayah NegaraRepublik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaannasional. Konsepsi ini melahirkan dua kewajiban negara, yaitu, menentukan relasi antarapenguasaan negara terhadap sumber‐sumber kekayaan nasional sekaligus perlindunganhukum terhadap pemanfaatan sumber kekayaan nasional oleh warga negara.Penguasaan atas tanah dipahami dalam dua aspek, yakni aspek penguasaan dankepemilikan yang meliputi relasi hukum manusia dan tanah. Penguasaan terdapat dalambentuk penguasaan oleh seseorang, pemerintah dan badan swasta. Aspek penguasaanmengatur bentuk‐bentuk hak. Dengan demikian, penguasaan tanah terbagi menjadi tigahak, yaitu, hak ulayat, hak perseorangan dan badan hukum. Hak ulaayat dipegang olehmasyarakat adat, yang memiliki pola kepemilikan komunal.Selain UUPA, persoalan terkait tanah dalam bentuk penguasaan lahan juga diaturdalam Undang‐Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Meskipun mendapatkanpengaturan dalam dua peraturan tersebut, secara substansi memiliki ketidakjelasanpemaknaan dari sisi hukum.Dalam bentuk lain, terlah ada upaya‐upaya untuk mengakomodir dan menghormatikeberadaan masyarakat adat melalui upaya yang digagas oleh Aliansi Masyarakat AdatNusantara (AMAN) untuk mendorong terjaminnya keberadaan hak tersebut melalui Notakesepahaman Badan Pertanahan Nasional dan AMAN tahun 2011, untuk mendaftarkantanah‐tanah komunitas adat dalam Badan Pertanahan Nasional. Kesepakatan tersebut darisisi kepedulian perlu diapresiasi, tetapi dalam perspektif hukum akan menimbulkanketidakjelasan secara hukum terutama aspek rechtsicherheit yang mestinya menjadipertimbangan. Pada tingkatan tata norma yang tersedia, produk hukum yang dihasilkanmelalui Nota Kesepahaman bukanlah dalam artian hukum memiliki mengandung norma(prasyarat untuk mengikat subyek hukum). Rezim hukum saat ini cenderung tidakmemberikan ruang terhadap bentuk kesepakatan‐kesepatan dalam bentuk MoU untukmengikat secara kolektif, terlebih lagi ancaman dari politik hukum negara (legal instrument)saat ini masih berorientasi eksploitatif terhadap pemanfaatan sumber daya alam.4Pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada dibawah air; sedangkan air meliputi perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia serta ruang angkasayang meliputi ruang diatas bumi dan air, di wilayah Indonesia.2

Kegiatan ekonomi dengan memberikan porsi kepada pemanfaatan sumber daya alamyang tidak diikuti dengan penataan yang baik, melahirkan praktik sistem penguasaan lahanyang semakin tidak jelas dan menjadi ruang konflik pemanfaatan. Rezim hukum pengaturanpengelolaan sumber daya alam seperti minyak, gas dan batubara, perairan, dan sumberdaya air belum maksimal menjamin hak penguasaan rakyat atau masyarakat adat padakhususnya. Kondisi ini memunculkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan,masyarakat dengan pemerintah, dan untuk kasus tertentu masyarakat dengan masyarakat,yang pada umumnya terkait dengan konflik lahan. Konflik yang terjadi tersebut sudah bukankonflik dalam pengertian perbedaan pemikiran atau pandangan, tetapi sudah pada tatananmuncul kepermukaan dalam bentuk tindakan dari masing‐masing pihak yang berkonflik.Dalam praktik, konflik‐konflik tersebut dimaknai oleh negara sebagai konflik hak sehinggadimaknai lebih sederhana dengan cara mengoptimalkan fungsi‐fungsi lembaga negara yaitupenggunaan pengadilan negara.Dalam kerangka hukum Indonesia, konflik, sengketa atau peristiwa hukum yangmengakibatkan subjek hukum bertikai, memiliki model penyelesaian dalam bentuk litigasidan non litigasi. Kedua pilihan ini masing‐masing memiliki kelemahan dan kelebihan.Umumnya dalam konflik pengelolaan sumber daya alam, para pihak yang bertikai memilihpenyelesaian di luar jalur pengadilan atau non litigasi, yakni dalam bentuk alternativedispute resolution (ADR), yang isinya mengenal pilihan‐pilihan penyelesaiankonflik/sengketa. Namun sejauh mana pilihan‐pilihan penyelesaian konflik tersebut dapatmenjawab atau merespon permasalahan terkait pengelolaan sumber daya alam danpenguasaan lahan, masih perlu diidentifikasi efektivitasnya. Apakah ada kelemahan darimodel penyelesaian tersebut atau ada permasalahan lain yang mempengaruhinya sehinggapenyelesaian tidak tercapai. Pilihan mekanisme penyelesaian konflik penguasaan lahan danpengelolaan sumber daya alam perlu pengujian terhadap pengaruh kerangka hukum sistempenguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam.1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitianini adalah sebagai berikut:1. Bagaimana kerangka pengaturan hukum nasional dan daerah terhadap sistempenguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam?2. Bagaimanakah bentuk‐bentuk konflik atas penguasaan lahan dan pengelolaansumber daya alam di Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kertanegara?3. Bagaimana efektivitas model‐model penyelesaian konflik dari konflik yang terjadidalam penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam?1.3. Tujuan PenelitianPenelitian dilakukan dalam rangka untuk menjawab tiga hal, pertama, penulis inginmenelusuri kerangka hukum pengusaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam baik bagiperlindungan bagi masyarakat maupun untuk kebutuhan investasi. Pada bagian ini, penulis3

akan menelusuri berbagai produk hukum sebagai dasar penguasaan lahan dan pemanfaatansumber daya alam. Kedua, penelitian ini akan memberikan gambaran terhadap konflik‐konflik yang terjadi dalam penguasaan lahan‐sumber daya alam. Pada bagian ini, beberapahal yang akan ditelusuri yaitu anatomi konflik (termasuk pemicu konflik), pilihan hukumyang digunakan, model penyelesaian menurut para pihak yang terlibat konflik, dan posisipemerintah dalam menyelesaikan konflik atas pemanfaatan lahan‐sumber daya alam.Ketiga, penelitian ini akan menelusuri efektivitas beragam model resolusi konflik terkaitsistem penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam yang melibatkan berbagaipihak yang berkepentingan dalam penguasaan lahan. Pada bagian ini akan ditelusurieksisisten hukum adat dan kearifan lokal saat ini ditengah hegemoni pemberlakukan sistemhukum nasional dalam penguasaan lahan termasuk keputusan‐keputusan investasi terhadappemanfaatan sumber daya alam.1.4. Kerangka KonsepKonsep negara hukum di samping mencakup perihal kesejahteraan sosial (welfare state),juga ditujukan terhadap perlindungan hak‐hak asasi manusia sehingga memiliki konsekuensiadanya perlindungan warga negara tanpa ada tindakan diskriminatif baik dalam tingkatperumusan ketentuan hukum maupun pada implementasinya.Hukum bagi setiap negara, terutama bagi pemegang kekuasaan dalam negara, dalammenjalankan tugas dan wewenangnya harus mendasarkan pada prinsip hukum yangberlaku. Dalam kaitan ini, hukum akan berposisi sebagai protection of the citizen againstexcessive or unfair goverment power, including to protecting people against excessive orunfair private power (Mermin, 1982:7), di samping sebagai pengendalian sosial (socialcontrol), penyelesaian sengketa (dispute settlement), dan perekayasaan sosial (socialengineering).Perlindungan hukum terhadap warga negara dalam setiap aspek kehidupan menjadisesuatu yang penting dalam melihat hubungan antara negara dan warga negaranya. Negarasebagai organisasi kekuasaan memiliki kewenangan dalam merumuskan tata hubungannegara dan warga negara sebagai bagian dalam upaya memberikan perlindungan hukum.Pada aspek pemanfaatan sumber daya alam, hubungan antara negara dan warganegara diwujudkan dalam bentuk penguasaan negara dengan memberikan kesempatankepada warga negara dalam memanfaatkan sumber daya alam secara adil. Negara harusmenjamin adanya hak setiap orang untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat,sekaligus mendapatkan jaminan hukum dalam memanfaatkan dan perlindungan bagi setiaporang untuk tidak diganggu penghidupannya oleh aktivitas ekonomi pihak lain. Dalamperspektif ini, negara harus memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sumber dayaalam yang mencakup tiga hal, yaitu:a. Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam sehingga akan memberikanmanfaat yang sebesar‐besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baikgenerasi masa kini mau pun generasi masa depan4

b. Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.c. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yangmenimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.Penggunaan sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi yang tidak terkendali, dapatmemunculkan ketidakadilan dalam pemanfaatannya, termasuk pada level tertentu dapatmengakibatkan bencana bagi kehidupan manusia (Low dan Gleeson, 1998) Berbagaiaktivitas ekonomi yang memanfaatkan sumber daya alam, seperti hutan, tambang,pemanfaatan laut sering menjadi permasalahan yang melibatkan berbagai pihak. Darigambaran tersebut, rumusan hukum harus mampu memberikan jawaban atas berbagaikepentingan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang merugikan manusia danlingkungan hidup. Mertokusumo (2005) mengemukakan, kaedah hukum merupakanperumusan pendapat atau pandangan tentang bagaimana seharusnya atau seyogyanyaseseorang bertingkah laku. Oleh karena itu, hukum harus dibuat dengan prosedur yang bakudan kandungan kaedah yang tidak memihak, objektif, otonom dan konsisten sehinggadengan mudah dapat diaktifkan ketika terjadi peristiwa‐peristiwa konkret yang memerlukanpenyelesaian.Kebijakan negara dalam menempatkan pemanfaatan sumber daya alam sebagai salahsatu sumber pemasukan negara penting untuk dianalisis guna melihat hubungan‐hubunganantara kepentingan individu, masyarakat, negara, dan keberlanjutan pembangunan.Pemanfaatan sumber daya alam bagi kepentingan pembangunan harus mampumenyeimbangkan tujuan negara, pemenuhan hidup individu, masyarakat, dan adanyajaminan keselamatan fungsi lingkungan hidup. Atas dasar pertimbangan ini, banyak negaradi dunia menempatkan pengaturan tentang penggunaan sumber daya alam nasionalnyatermasuk lingkungan ke dalam konstitusi masing‐masing. 5 Demikian pula, isu ini telahmenjadi isu penting dalam pengelolaan pemerintahan (Holder dan Lee, 2007: 9).Faham penyelamatan komponen lingkungan hidup sebagai titik balik dari kelemahanantroposentrisme cukup relevan diperhatikan. Richard Sylvan dan David Bennett (dalamKeraf, 2005: 43) menganggap kelangsungan hidup manusia tergantung dari kelestarian alamsemesta beserta seluruh isinya (prudential and instrument arguments).Mitchell, Setiawandan Rahma (2007:44) menyebutkan bahwa mahluk hidup lain juga tergantung padalingkungan, dan intervensi manusia seringkali memberikan konsekuensi buruk pada mahlukhidup. Kepentingan manusia, tidak hanya dibatasi oleh kepentingan manusia generasi saatini tetapi juga memperhatikan kepentingan manusia generasi akan datang ataumempertimbangkan keadilan antar generasi (inter generational equity). Pemanfaatansumber daya alam yang berkeadilan antar generasi dimaknai juga sebagai pengakuan hak5Environmental rights and duties are rapidly maturing into the a standard feature of national constitutionsConsiderable attention has been devoted to the theory of environmental rights and to the most aptconstitutional formulation of such rights. Lihat: Brandl and dan Bungert dalam Alan E. Boyle and dan MichaelR. Anderson, 1996, Human Rights Approaches to Environmental Protection, Oxford: Oxford University Press,h.1535

atas sumber daya alam. Hak untuk memanfaatkannya dan hak untuk ikut serta dalam prosespembuatan keputusan‐keputusan pengelolaannya (Dietz, 2005:85). Terkait dengan hal ini,Schlosberg (2007:viii) menyebutkan bahwa keadilan lingkungan adalah tentangpendistribusian, but it is also about individual and community recognation, partipation, andfunctioning. Lebih lanjut, David dengan mengutip pendapat Bryant, menyebutkan bahwaenviromental justice refers to place ‘where people can interact with confidence that theenvironment is safe, nurturing, and productive. Environmental justice is served when peoplecan realize their highest potential (Schlosberg, 2007:71).1.5. Motode Penelitian1.5.1. Pendekatan PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan sosio‐legal 6 dengan pertimbangan tingkatkeragaman subyek hukum dalam modus munculnya konflik penguasaan lahan dan sumberdaya alam, termasuk pernilaian terhadap seperangkat hukum negara dan faktor yangmempengaruhinya sebagai pertimbangan utama. Aspek normatifnya terfokus padapenilaian terhadap seperangkat norma dan asas hukum yang digunakan atas konflik yangterjadi, sementara basis empiriknya ingin mengukur modus, cara penyelesaian, pengaruhhukum/lembaga negara, pandangan masyarakat, kelembagaan masyarakat, termasukpengaruh yang belum teridentifikasi sebelumnya.1.5.2. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kutai Barat dengan pertimbangan bahwaKabupaten ini telah memiliki kerangka penyelesaian konflik mulai dari tingkat kampunghingga Kabupaten. Penelitian juga dilakukan di Kabupaten Kutai Kartanegara denganpertimbangan daerah ini memiliki jumlah izin terbanyak dalam pemanfaatan lahan bagikepantingan usaha perkebunan, pertambangan batubara, minyak, dan gas. Di samping itu,pilihan ke dua area tersebut sebagai teridentifikasi adanya konflik dalam lingkup penelitian.1.5.3. Sumber DataData yang ditentukan berdasarkan tingkat relevansinya dengan pertanyaan dalampenelitian. Atas dasar tersebut, data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup dataprimer dan data sekunder, juga termasuk data tersier. Teknik pengumpulan data primerdilakukan melalui wawancara terhadap responden yang sesuai di antaranya Kepala/ ketuaadat, Petinggi dan Apparat kampung lainnya; Masyarakat adat; Perusahaan; PerwakilanPemerintahan Daerah (Bupati, DPRD), Biro hukum); Akademisi yang mengetahui/memahami6Lingkup penelitian dengan pendekatan sosio‐legal paling tidak menyangkut penelusuran pada persoalan‐persoalan: (i) teori dan empirik sifat hukum dan hubungannya dengan masyarakat dan negara dalam konteksperubahan dinamika masyarakat; (ii) analisis permasalahan‐permasalah kontemporer dalam kaitannyadengan peristiwa‐peristiwa sebelumnya (perbandingan dari sisi waktu), dan faktor‐faktor sosial, ekonomi,dan politik yang mengarah ke pengembangan hukum dan proses hukum; (iii) pemeriksaan pengoperasianhukum dalam kontek formal, misalnya pengadilan, atau dalam konteks internal, misalnya kantor hukum; (iv)analisis proses pengambilan oleh mereka yang bertanggung jawab atas administrasi hukum; (v) analisis daripengalaman mereka yang terkena proses hukum, lihat: legal‐research‐centre, diakses terakhir 14‐11‐2012.,6

kondisi masyarakat adat dengan sistem penguasaan lahan dan pengelolaan sumber dayaalam (Simon Devunq); LSM pernah melakukan advokasi terhadap masyarakat adat (JATAM,Bioma, AMAN). Teknik observasi dilakukan dalam hal kasusnya tengah berlangsung ataudiarahkan pada verifikasi objek sengketa. 71.5.4. Pengolahan dan Analisis dataProses analisis terhadap penelitian ini dilakukan melalui mekanisme yang bersifat sirkuleryaitu analisis sudah mulai dilakukan di tengah‐tengah proses pengumpulan data (Nasution,1992:27). Atas dasar tersebut, data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup dataprimer dan data sekunder, juga termasuk data tersier. Teknik pengumpulan data primerdilakukan melalui wawancara terhadap responden yang sesuai di antaranya kepala/ ketuaadat, petinggi dan aparat kampung lainnya; masyarakat adat; perusahaan; unsurpemerintah daerah, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat. Dukungan data sekunderdalam penelitian ini mencakup dokumen yang dimiliki oleh lembaga‐lembaga pemerintahdan dari pihak‐pihak lain yang memiliki relevansi dengan isu penelitian. Tahapan analisispenelitian dilakukan sebagai berikut, yaitu:Pertama, Identifikasi fakta yaitu proses untuk menentukan bahwa rangkaian faktayang terdapat dalam bahan‐bahan hukum dapat dijadikan sumber data termasuk dataprimer. Artinya, data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dapat digali dandiperoleh dari fakta‐fakta yang terkandung dalam peraturan‐peraturan berkaitandengan penguasaan lahan, konflik pemanfaatan, rezim hukum yang relevan,kelembagaan negara, masyarakat (adat), LSM, sebagai dasar bagi pernilaian ataskonflik penguasaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam.Kedua, Penyusunan data yaitu untuk mengelompokkan fakta‐fakta ke dalamklasifikasi‐klasifikasi tertentu. Pemberian makna yaitu proses untuk mendeskripsikansecara sistematis data sebagai proses pemberian jawaban terhadap masing‐masingpermasalahan. Dalam tahapan ini, tim peneliti mengarahkan pendeskripsian terhadapatas pertanyaan tiga pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini.Keseluruhan data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatifyang mencakup empat tahapan. Pertama, menemukan makna atau konsep‐konsepyang terkandung dalam bahan hukum (konseptualisasi). Konsep ini dilakukan dengancara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum berupa kata‐kata dan kalimat‐kalimat. Kedua, mengelompokkan konsep‐konsep yang sejenis atau berkaitan(kategorisasi). Kategori‐kategori dalam penelitian ini adalah perintah‐perintah,larangan‐larangan, perizinan, hak‐hak, kewajiban, kewenangan, tuntutan, gugatan,sanksi, pembuktian, ganti kerugian, tanggung jawab, konflik, model penyelesaiankonflik, pengusaan lahan, dan penguasaan sumber daya alam. Ketiga, menemukan7Oleh Strauss dan Corbin, penggunaan data primer merupakan pendekatan yang mesti dilakukan, yaituperlunya memasuki lapangan jika ingin mengetahui apa yang terjadi.7

hubungan di antara kategori‐kategori. Keempat, hubungan di antara kategori dianalisismenurut aspek perlindungan hukum bagi warga negara terhadap pemanfaatansumber daya alam.8

BAB IIKERANGKA PENGATURAN HUKUM NASIONAL DAN DAERAH TERHADAP SISTEMPENGUASAAN LAHAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM2.1. Sistem Penguasaan Lahan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam2.1.1 Pengaturan pada Level Nasionala. Bidang Hukum AgrariaPenguasaan lahan untuk berbagai pemanfaatan dipengaruhi oleh sistem hukum yangberlaku. Berbagai produk hukum telah dilahirkan untuk menjawab kebutuhan dan jaminanpenguasaan lahan. Penguasaan tanah oleh warga negara dapat ditemukan dalam Pasal 16UUPA yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hakmembuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak‐hak lain di luar hak‐hak tersebut. Statuspenguasaan lahan sebagai konsekuensi penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16UUPA tidak mempengaruhi hubungan hukum atas tanah meskipun terjadi perubahanrencana Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 8Dalam berbagai konflik pemanfaatan lahan, permasalahan krusial yang mengemukaadalah status hukum hak ulayat. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyatakan pengakuanadanya hak ulayat tetapi masih harus teruji melalui syarat, yaitu, masyarakat hukum adattersebut sepanjang masih hidup; sesuai perkembangan masyarakat; sesuai prinsip NegaraKesatuan Republik Indonesia, dan diatur dalam undang‐undang. Jauh sebelum AmandemenUUD 1945, hak ulayat juga disebutkan dalam Pasal 3 UUPA tetapi kelihatannya tidak berlakusecara efektif, karena masih mengharuskan adanya syarat hukum dan pergeseranpemanfaatan sumber daya alam.Peraturan Ment

mengatur bentuk‐bentuk hak. Dengan demikian, penguasaan tanah terbagi menjadi tiga hak, yaitu, hak ulayat, hak perseorangan dan badan hukum. Hak ulaayat dipegang oleh masyarakat adat, yang memiliki pola kepemilikan komunal. Selain UUPA, persoalan terkait tanah dalam bentuk penguasaan lahan juga diatur

Related Documents:

Berkali Kali dan Sengketa Batas. (2) Proses penyelesaian sengketa tanah melalui dua cara yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non-litigasi. Pada nonletigasi dilakukan melalui musyawarah, sedangkan apabila tidak ada kesepakatan jalur akhir melalui letigasi. Dalam hal ini penyelesaian sengketa, khususnya sengketa

b. Sengketa tanah antara Pemerintah Daerah dengan warga setempat, dan c. Sengketa yang berkaitan dengan pegelolaan sumber daya alam. 1 Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa tanah Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan, Kompas gramedia, 2008, h. 38.

sengketa batas luas pemakaian lahan adat masyarakat Gampong Cot Mee dan Cot Rambong, kebijakan pemerintah daerah dalam penyelesaian sengketa batas luas pemakaian lahan adat masyarakat Gampong Cot Mee dan Cot Rambong, serta analisis penyelesaian sengketa terhadap batas luas pemakaian lahan adat masyarakat menurut konsep al-ṣulḥu . Penulisan .

sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik. Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. . Jika

Petunjuk Teknis Analisis Spasial Konflik Tenurial di Kawasan Konservasi ini dibuat dengan maksud untuk mendukung percepatan penanganan konflik tenurial di kawasan konservasi. Adapun tujuan tersebut antara lain : 1. Membangun basisdata spasial konflik tenurial di kawasan konservasi yang up to date oleh pengelola kawasan/ unit pelaksana teknis 2.

Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang . Pemarginalan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pematisurian Land reform / Reforma Agraria . POLA/MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN . Peradilan PerdataPs. 47 Peradilan TUN a. perlawanan

BAB I ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA A. Penyelesaian Sengketa Bisnis Sengketa atau perselisihan di dalam berbagai kegiatan bisnis sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi karena dapat mengakibatkan kerugian pada pihak-pihak . Bisnis Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2002), hlm.503-505. 5 d. Adanya kepentingan psikologi.

Artificial Intelligence: what consumers say Findings and policy recommendations of a multi-country survey on AI. 02 Products and services consumers deal with on a daily basis – e.g. insurance policies based on automated risk assessments, pro - duct offers on e-commerce sites and price comparison tools – are increasingly powered by artificial intelligence (AI). This technology promises to .