Booklet Seri Kedua MENITI JALAN TERANG - CIFOR

1y ago
18 Views
2 Downloads
2.04 MB
22 Pages
Last View : 23d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Tripp Mcmullen
Transcription

Booklet Seri KeduaMENITI JALAN TERANGHUBUNGAN KELEMBAGAAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH)Hkm Sedyo rukun, Banyusoco, KPH Yogyakarta

MENITI JALAN TERANG:HUBUNGAN KELEMBAGAANKESATUAN PENGELOLAANHUTAN (KPH)Andita Aulia PratamaAhmad MaryudiFoto Sampul : Tim PenyusunFoto Isi Booklet : Staf KPH YogyakartaBooklet ini merupakan Seri kedua (dari 6 Seri) hasil Kerjasama Peneli an“Peningkatan Efek vitas Model Pranata dan Tata Kelola dalam MencapaiPengelolaan Hutan Lestari:Studi Kasus di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta”Kerjasama antara Center for Interna onal Forestry Researchdengan Fakultas Kehutanan UGM dan Balai KPH Yogyakartadi Bawah Proyek Peneli an Kanoppi 2:Membangun dan Mempromosikan Wana Tani Berbasis Pasar dan IntegrasiPengelolaan Lanskap untuk Petani Hutan di Indonesia2019

Kata PengantarCIFOR (Center for Interna onal Forestry Research) melalui kegiatanpeneli an aksi par sipa f Kanoppi, sangat bangga dengan diterbitkannya seribooklet yang didukung dana ACIAR (Australian Center for Interna onalAgricultural Research). Booklet ini disusun sebagai bagian dari studi“Peningkatan efek fitas model tata kelola dalam upaya mendukungpengelolaan hutan berkelanjutan: Studi kasus Kesatuan Pengelolaan Hutan(KPH) Yogyakarta.” Studi ini merupakan salah satu kegiatan peneli an dalamrangka memformulasikan rekomendasi untuk penyusunan kelembagaan yangtangguh di ngkat tapak. CIFOR berterima kasih kepada para mitra yang sudahterlibat dalam peneli an ini, terutama Fakultas Kehutanan, UniversitasGadjah Mada, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan D.I. Yogyakarta, danKPH Yogyakarta.Koordinator Peneli an Kebijakan KanoppiAni Adiwinata Nawir, Ph.DPengurusan dan pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia belummenggembirakan, dicerminkan oleh deforestasi dan degradasi hutan yangterus berlangsung. Kebijakan pembentukan KPH ditujukan untuk meresponkebutuhan akan pengelola hutan di ngkat tapak yang profesional danmandiri yang dapat menyelenggarakan pengelolaan hutan yang efisien danlestari. Balai KPH Yogyakarta memiliki sejarah panjang dan saat ini dipandangsebagai salah satu rujukan utama bagi KPH-KPH lain di Indonesia. Walaupundemikian, kami secara kon nyu mengembangkan berbagai inovasi, termasukdengan bersinergi dengan berbagai mitra. Melalui kerjasama dengan Centerfor Interna onal Forestry Research (CIFOR) dan Fakultas Kehutanan UGM ini,kami berharap pengelolaan hutan oleh Balai KPH Yogyakarta semakinprofesional. Dengan seri booklet ini, kami berharap diseminasi model-modelkelola, pengalaman dan tantangan di Balai KPH Yogyakarta, dapat menjadipembelajaran bagi KPH lain di Indonesia.Kepala Balai KPH YogyakartaIr. Aji Sukmono Nurjaman, M.Pi

Sejalan dengan visi universitas sebagai pelopor perguruan nggi nasionalberkelas dunia yang unggul, inova f, dan mengabdi kepada kepen nganbangsa, Fakultas Kehutanan UGM secara kon nyu berupaya menjadi elemenpen ng untuk mewujudkan pembangunan kehutanan nasional berkelanjutandan berkeadilan. Untuk mencapai hal tersebut, Fakultas Kehutanan UGMterus menjalin kerjasama dan sinergi dengan berbagai mitra baik nasionalmaupun internasional. Center for Interna onal Forestry Research (CIFOR)merupakan salah satu mitra pen ng kami. Melalui kerjasama peneli an“Peningkatan Efek vitas Model Pranata dan Tata Kelola dalam MencapaiPengelolaan Hutan Lestari: Studi Kasus di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)Yogyakarta”, kami bersinergi memfasilitasi agar kebijakan nasional terkaitKPH dapat menjadi solusi bagi berbagai tantangan pengelolaan hutan. Kamiberharap kerjasama ini dapat memberikan sumbangsih yang nyata bagiterwujudnya pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan.Dekan Fakultas Kehutanan UGMDr. Budiadi, S.Hut, M.Agr.Scii

Daftar IsiKata PengantariDa ar IsiiiiPendahuluan1Konseptualisasi KPH sebagaiUnit Pengelola di Tingkat Tapak2Implementasi Tata Kelembagaan:Pengalaman dari Balai KPH Yogyakarta4Penutup13Pustaka13iii

PendahuluanPengelolaan hutan di ngkat tapak melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan(KPH) menjadi salah satu kebijakan prioritas pemerintah yang dituangkandalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hinggatahun 2019. KPH digadang-gadang sebagai wahana reformasi kehutanan untukmewujudkan pengelolaan hutan yang lestari. KPH dikonseptualisasikan sebagaisebuah kebijakan untuk memperkuat desentralisasi dan pendelegasian wewenangdengan pembagian yang jelas antara fungsi kewenangan urusan pemerintahandan kegiatan operasional pengelolaan hutan (Bae et al. 2014; Kim et al. 2015).KPH diharapkan menjadi sebuah terobosan kebijakan, dengan tugas untukmelakukan pengelolaan hutan secara lestari (Setyarso dan Djajono , 2014).Kehadiran KPH sebagai organisasi baru harus diiku dengan perubahan perandan kewenangan dan perubahan kegiatan pengelolaan hutan. Kartodihardjo(2014) menyatakan bahwa keberadaan KPH yang diharapkan beroperasiprofesional dan mandiri menjadikan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, unitpelaksana teknis (UPT) Kementerian yang membidangi kehutanan harusmelakukan reposisi. Namun operasionalisasi dari konsepsi KPH masih seringmenimbulkan pertanyaan, terutama berkaitan dengan bentuk dan hubungankelembagaan yang ideal. Hal ini sering mengakibatkan dak berjalannya proses danak vitas pengelolaan di hutan secara baik, serta putusnya jalur informasi yangterjadi di lapangan dengan keputusan yang diambil di ngkat pemerintah.Tegakan Pinus, Hutan Pinus Mangunan1

Konseptualisasi KPH sebagai UnitPengelola di Tingkat TapakTumpang ndih peran dan kewenangan di antara berbagai instansi/lembaga terkait seringkali menjadi akar dari carut marut pengelolaanhutan di Indonesia (lihat: Brockhaus et al. 2012; Maryudi, 2015). Olehkarena itu, pengembangan kelembagaan KPH harus mengedepankankejelasan peran, fungsi koordinasi, dan sinergi peran berbagai pihakberdasarkan tata hubungan kerja, hak, dan kewenangan masing-masing untukmenentukan pranata dan prosedur dalam ber ndak (North, 1990).Kelembagaan KPH harus diterjemahkan dalam aturan main yang disepakasebagai sesuatu yang harus diiku dan dipatuhi (memiliki kekuatan sanksi)dengan tujuan terciptanya keteraturan dan kepas an interaksi sosial(Maryudi, 2016).KPH mengadopsi konsep pemisahan kewenangan pengurusan/administrasi (bestuur) dan pengelolaan (beheer) hutan. Konsepsi inimengadopsi “New Public Management” yang mendorong reformasi birokrasidengan memisahkan kedua fungsi tersebut (Maryudi, 2016) untukmendorong efisiensi dalam layanan publik (Nagel, 1997). Light (1997)menyatakan bahwa fungsi pengurusan/administrasi lebih menekankan padapengambilan kebijakan (policy making), sedangkan fungsi pengelolaanditujukan untuk pemberian layanan (service delivery). Dalamoperasionalisasi, dua hal tersebut sering dikatakan sebagai fungsi regulatordan fungsi operator.Fungsi pengurusan (administrasi) merupakan domain dari pemerintahpusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta kementeriankementerian terkait lainnya) dan pemerintah daerah atau provinsi (mengacukepada regulasi desentralisasi urusan kehutanan). Fungsi ini mencakuplegislasi regulasi, prinsip, standar dan norma penyelenggaraan pengelolaanhutan yang berkelanjutan, dan kegiatan pengawasan terhadap unitpengelolaan dalam pencapaian misi yang ditetapkan. Sedangkan fungsipengelolaan berkaitan dengan implementasi dari semua ak vitas lapanganyang ditujukan untuk mencapai pengelolaan hutan yang lestari, sebagaimanifestasi dari prinsip, norma, dan standar yang telah digariskan olehregulator. Maryudi (2016) menyatakan bahwa KPH harus didorong sebagaiins tusi otonom, dengan ruang kreasi yang seluas-luasnya terkait denganpenentuan opsi dan strategi pengelolaan hutan.2

Tabel 1. Fungsi Pengurusan dan Pengelolaan Hutan.CakupanKajianTeoritisPengurusan engelolaan HutanRegulasi prinsip, norma danperaturanterkaitdenganpengelolaan hutanPerencanaan hutan (makro)Pemberian ijinRegulasi sistem manajemen (isuketenaga-kerjaan, tenurial,mekanisme resolusi konflik dll)·Penunjukan dan pengukuhankawasanPembentukan wilayah kelolaPengesahan rencana pengelolaandan rencana usahaPenerbitan ijinPengaturan penatausahaanPenerimaan negaraPembinaan dan pengendalianbidang kehutananPengawasan bidang kehutananPengaturan �Perencanaan pengelolaanhutanPemanfaatan hutanRehabilitasi hutanPerlindungan hutanPemanenan hasil hutanManajemen konflikInventarisasi hutan, pena taan batas dan pemetaankawasanPerencanaan pengelolaanhutan yang telah dibentuk(jangka panjang, menengah,pendek)Pemanfaatan (pemanenan)hasil hutanIndustri kehutananRehabilitasi lahan dankawasanPemberdayaan masyarakatPembangunan sistem infor masi sumberdaya padakawasan kelolaSumber: Maryudi (2016)Sekolah Hutan, Hutan Pinus Mangunan3

Implementasi Tata Kelembagaan:Pengalaman dari Balai KPH YogyakartaPengelolaan hutan oleh Balai KPH Yogyakarta telah melewa sejarah yangcukup panjang, yang dimulai dari zaman kolonial Belanda. Pada awalkemerdekaan, Pemerintah Daerah Is mewa Yogyakarta mendapatkankewenangan pengurusan dan pengelolaan hutan (berkaitan dengan kedudukanKeraton Yogyakarta dan Keis mewaan Yogyakarta, UU No. 3/1955). Pada tahun2008, dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai KPH Yogyakarta,dengan wilayah kelola hutan produksi dan hutan lindung di Daerah Is mewaYogyakarta, yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.721/Menhut-II/2011, dan kemudian SK Menteri Lingkungan Hidup danKehutanan (Men-LHK) No. 122/2018. Tiap daerah mempunyai keunikan dankekhasan pengelolaan hutan, serta kondisi sosial dan lingkungan yang berbedabeda sehingga diperlukan tata hubungan kelembagaan yang spesifik pula.Namun, pengalaman dari Balai KPH Yogyakarta dapat dijadikan rujukan bagi KPHKPH lain di Indonesia. Hubungan kelembagaan KPH dengan Ins tusi terkaitlainnya diilustrasikan melalui gambar 1.a. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA);b. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai(BPDAS);c. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH);d. Taman Nasional;e. Balai Besar Penelitian Bioteknologi danPemuliaan Tanaman Hutan (B2PBPTH).a. Balai Laboratorium Lingkungan;b. Balai Pengelolaan Sampah;c. Balai Perbenihan Kehutanan;d. Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta;e. Balai Taman Hutan Raya Bunder.Gambar 1. Struktur organisasi yang menggambarkan hubungan antar lembaga4

3.1 KPH sebagai unit pengelolaan mandiri dan otonomKPH harus didorong untuk menjadi sebuah unit pengelolaan yang mandiri kreasidalam menerjemahkan arahan kebijakan yang ada, dan dalam menetapkan pilihanpilihan kegiatan berdasarkan analisis trajektori dan proyeksi pengelolaan sumberdayahutan. Kemandirian yang dimaksudkan agar KPH mampu menjalankan layanan publikdengan baik mencakup dalam hal pengelolaan operasi maupun pendanaan (Nugroho,2014). KPH Yogyakarta memberikan contoh ideal dalam operasionalisasi dari unitpengelolaan yang mandiri namun tetap didasarkan pada kepen ngan pemanfaatanhutan dari daerah. Gubernur Daerah Is mewa Yogyakarta memberikan delegasi kuasaatas pengelolaan hutan ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Is mewaYogyakarta. Dalam operasionalisasinya, Dinas Lingkungan Hidup dan KehutananDaerah Is mewa Yogyakarta menyiapkan grand design dari pengelolaan hutanwilayahnya secara makro. Peran KPH dalam hal ini memberikan per mbangan teknismaupun non-teknis dalam perencanaan tersebut. Perencanaan hutan secara makrotersebut belum bisa berjalan apabila KPH Yogyakarta belum memberikan persetujuan.Oleh karena itu, peran keduanya berjalan beriringan dan masing-masing salingmembutuhkan, dimana Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan memerlukanper mbangan KPH ke ka akan melaksanakan suatu arahan kebijakan sumber dayahutan di wilayahnya. KPH Yogyakarta secara hirarkis berada di bawah DinasLingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Is mewa Yogyakarta, namun dalamoperasionalisasinya diperlukan per mbangan teknis maupun non-teknis dalammelaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan yang secara administra f akandiotorisasi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Operasionalisasi KPH Yogyakarta didukung secara penuh oleh Gubernur DaerahIs mewa Yogyakarta. Dalam pendanaannya, KPH Yogyakarta beroperasi daridukungan dana pemerintah. Hasil bisnis dari pengelolaan hutan oleh KPH padaumumnya diatur sendiri oleh KPH dengan tetap berkontribusi ke PAD Daerah. KPHdiberi kebebasan untuk menentukan kontribusi bagi hasil yang ideal antara KPHbeserta mitra usahanya termasuk dengan masyarakat di daerah.Hutan Pinus Mangunan5

Hutan Pinus MangunanDi sisi lain hal ini juga mencerminkan kemandirian dimana KPH dituntutagar dapat mencari sumber-sumber pendanaan dan menentukan kontribusiyang ideal bagi KPH. Selain pendanaan, KPH secara mandiri diberi keleluasaanuntuk menentukan bentuk-bentuk kerjasama serta bisnis yang strategis daninova f yang dikembangkan dengan tetap bertanggung jawab ke PemerintahDaerah melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Is mewaYogyakarta.KPH Yogyakarta merupakan KPH yang berhasil memberikan fundamentaluntuk perkembangan KPH-KPH lainnya dengan menginisiasi kerangkakebijakan dalam operasionalisasinya menuju kemandirian. Perkembanganwisata alam di wilayah Yogyakarta telah memicu tumbuhnya des nasi wisataalam berbasis masyarakat termasuk di kawasan KPH Yogyakarta. KPHYogyakarta melakukan inovasi dengan mendukung pengembangan wisataalam berbasis masyarakat dan mendorong pemerintah daerah dan pusatuntuk memberikan dukungan berupa kerangka hukum yang menjadi dasarkegiatan tersebut.Perjalanan KPH Yogyakarta dalam mencapai hal ini bukan tanpa tantangan.Inisia f yang diluncurkan harus memiliki nilai kepen ngan dan manfaat yangluas dak hanya bagi satu dua pihak saja. KPH dituntut harus profesionalkarena diperlukan analisis dan pemahaman yang mendalam mengenaisituasi, kondisi, dan jejaring kerjasama yang ada, sehingga suatu inisia fdapat dijalankan dan didukung oleh banyak pihak.6

3.2 Hubungan KPH dengan Kementerian dan UPTKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan DirektoratJenderal (Dirjen) merupakan kementerian teknis yang diposisikan sebagaisalah satu unit administrasi yang merumuskan norma dan regulasi yangmengatur kegiatan pengelolaan hutan di ngkat tapak. Pembentukan KPHmerupakan kewenangan dari pusat namun dalam operasionalisasipengelolaannya adalah kewenangan pemerintah daerah seper yang diaturoleh Undang-Undang No. 23/2014. Ada beberapa jenis KPH, yaitu: KPHKonservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), dan KPH Produksi (KPHP).KPHK diproyeksikan untuk menggan kan UPT Pusat, sedangkan KPHL danKPHP merupakan bagian dari struktur organisasi pemerintah daerah.Sementara itu, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian merupakanperpanjangan tangan KLHK di daerah. UPT yang mempunyai tupoksi tertentuyang memiliki hubungan kerja yang erat dengan KPH juga diharapkan menjadiins tusi pendukung sebagian pelaksanaan pengelolaan hutan, terutamapada masa transisi, sebelum KPH menjadi unit pengelola yang mandiri(Maryudi, 2016). Fasilitas dan dukungan yang diberikan UPT mencakup aspekperencanaan, pengelolaan, teknis kehutanan, dan sumber daya manusia(ibid).Beberapa UPT KLHK yang ada di Daerah Is mewa Yogyakarta yaitu BalaiKonservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta dan Balai PengelolaanDaerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Serayu Opak Progo, BalaiBesar Peneli an Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, danBalai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Yogyakarta. KPHYogyakarta merupakan KPH Produksi sehingga menjadi bagian daripemerintah Daerah Is mewa Yogyakarta. KPH Yogyakarta sebagai UPTDmembawahi kawasan hutan produksi beserta lindung di Daerah Is mewaYogyakarta, sehingga dalam kebijakannya memiliki fungsi dan peran yangberbeda namun tentunya tetap diperlukan komunikasi antar keduanya. UPTPusat dan UPTD di Yogyakarta tentunya saling bersinergi dan salingmemberikan dukungan dalam pembangunan hutan karena memiliki wilayahyang saling berhubungan dan berdekatan. Contohnya, dalam kegiatanreboisasi dan intensifikasi tanaman hutan di kawasan Yogyakarta, KPH akanberkoordinasi dengan UPT Pusat seper BPDASHL untuk penyediaan bibitdan rencana penanamannya untuk memenuhi kebutuhan bibitnya.7

Pembentukan KPH Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)diatur dalam Peraturan Gubernur No. 36/2008. Dalam peraturan tersebutdijelaskan bahwa dalam melaksanakan pembangunan kehutanan, UPTD yangdibentuk untuk melaksanakan teknis pembangunan hutan, yaitu:1. UPTD Balai Pengembangan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan danPerkebunan (BP3KP)2. UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH)3. UPTD Balai Ser fikasi, Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi TanamanKehutanan dan Perkebunan (BSPMBPTKP)4. UPTD Balai Pengelolaan Tahura BunderRegulasi tersebut secara singkat menjelaskan bahwa KPH memiliki tanggungjawab untuk menyusun program dan melaksanakan operasional teknis danpenatausahaan di bidangnya. Kemudian dalam pelaksanaannya, KPH dapatberkoordinasi dengan UPTD ataupun UPT Pusat untuk mendapatkan dukungandukungan teknis spesifik dari UPT terkait. Dalam penyusunan RencanaPengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) yang disusun KPH denganberkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, rencanapengelolaan tersebut harus disetujui Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestaridan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelum dapat dijalankan.Tentunya, RPHJP ini kemudian mengiku grand design perencanaanpembangunan hutan dan diketahui oleh Kementerian LHK.Tugas dan fungsi KPH sudah diamanatkan dalam UU No. 41/1999 sebagaioperasionalisasi pengelolaan kawasan hutan produksi dan lindung terkecil dingkat tapak. Selain itu, fungsi ini tertuang dalam UU No. 23/2014 yangmengamanatkan bentuk KPH sebagai UPTD milik pemerintah daerah, namun jugamelaksanakan amanat dari pusat (dalam hal ini Kementrian LHK). Implikasinya,KPH mendapatkan alokasi dana APBN ap tahunnya untuk melaksanakankegiatan operasional pengelolaan hutan. KPH Yogyakarta juga diwajibkan untukmenyelaraskan program dan melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan yangtelah diprogramkan Kementrian LHK melalui Balai Pengelolaan Hutan Produksi(BPHP) wilayah VII, Denpasar. Ins tusi dan regulasi yang mewajibkan KPHberkoordinasi dan menjalankan amanat-amanat tersebut di satu sisi dapatmenjadi kerangka pendukung kuat untuk KPH dalam melaksanakan mandatpengelolaan hutan. Di sisi lain, banyaknya garis koordinasi yang diperlukanmenuntut KPH inova f dan proak f dalam menyusun inisia f kegiatanpengelolaan yang mampu menjalin semua ins tusi dan regulasi dalampendukungnya.8

Box 1.Daftar Peraturan Kementrian yang menyangkut KPH:1. Permenhut No.6/2009 tentang pembentukan wilayah KPH2. Permenhut No.6/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan KriteriaPengelolaan Hutan pada KPH Lindung3. Permendagri no.61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata KelolaKPH Lindung dan KPH Produksi4. Permenhut no.41/2011 tentang standar fasilitas sarana dan prasaranaKPH Lindung dan KPH Produksi model5. Permenhut No.42/2011 tentang kompetensi bidang teknis kehutananpada KPH Lindung dan KPH Produksi6. Permenhut No.47/2013 tentang pedoman kriteria dan standar pemanfaatan hutan di wilayah KPH7. Permenhut No.49/2017 tentang kerjasama pemanfaatan hutan padakesatuan pengelolaan hutan3.3 Hubungan Dinas (Pemerintah Daerah) dengan Kementerian LHKOrganisasi Perangkat Daerah (OPD) bidang Kehutanan bertanggung jawabkepada pimpinan daerah (Gubernur atau Bupa / Walikota), yang merupakanelemen ver kal dari Kementerian Dalam Negeri. Hal ini menyebabkanKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya memiliki jalur koordinasidan/atau memberikan petunjuk teknis/pelaksanaan apabila Peraturan Daerahatau Peraturan Pimpinan Daerah (Gubernur dan Bupa / Walikota) akan disusununtuk menghindari terjadinya kontradiksi regulasi.Di lain sisi, keberadaan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di provinsimerupakan salah satu bentuk desentralisasi kewenangan dari KementerianTeknis, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam contoh yang ada diYogyakarta, pembuatan surat perjanjian kerja sama oleh KPH Yogyakarta cukupdiketahui oleh pemerintah daerah. Dalam hal ini, gubernur mendelegasikankewenangannya kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta.Gubernur dapat membuat peraturan gubernur (Pergub) dengan menyesuaikanperaturan yang ada di atasnya (Permenhut) dan kemudian akan dimanifestasikandalam naskah perjanjian kerja sama. Keberadaan Pergub ini kemudian dapatmemperpendek jalur birokrasi dan meningkatkan efek vitas tata kelolapengelolaan hutan.9

3.4 Hubungan KPH dengan Dinas Lingkungan Hidup dan KehutananKPHP dan KPHL memiliki jalur koordinasi langsung dengan pimpinan PemerintahDaerah (Gubernur dan Bupa /Walikota). Walaupun Permendagri No. 61/2010mengamanatkan penempatan KPHP dan KPHL dalam bentuk OrganisasiPerangkat Daerah (OPD), banyak daerah yang lebih menyukai menempatkan KPHsebagai UPTD di bawah Dinas terkait dengan kehutanan (Sardjono et al. 2014).UPTD dibentuk untuk mengemban tugas pokok: 1) melaksanakan hanya sebagiandari tugas teknis operasional Dinas dan/atau 2) membantu tugas Dinas/OPDinduk atas dasar permintaan/perintah dari Kepala Dinas/OPD dimaksud. SebagaiUPTD, KPH harus bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas/OPD BidangLingkungan Hidup dan Kehutanan (ibid). Pembentukan UPTD, dalam hal ini dibawah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan ditetapkan dengan PeraturanGubernur, setelah dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri(PermenLHK No. 74/2016). Ini menunjukkan Dinas Lingkungan Hidup danKehutanan memiliki tanggung jawab terhadap Mendagri meskipun secara tugasdan fungsi spesifik sektoralnya diatur MenLHK melalui PermenLHK.KPH merupakan UPTD dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Seperyang telah dijelaskan sebelumnya, KPH memiliki tanggung jawab kepadapemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan namun di sisilain Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan memerlukan persetujuan KPH dalammenjalankan arahan strategi kebijakan spesifik dalam Pengelolaan HutanProduksi dan Lindung. Implikasi KPH yang difungsikan sebagai UPTD memberikanruang inovasi dan kreasi dalam pembangunan dan pengelolaan hutan denganfleksibel tanpa terpaku mandat administra f apabila difungsikan sebagai OPD.Contohnya KPH Yogyakarta yang mampu menciptakan inisia f kegiatanpengelolaan hutan yang berbentuk kerjasama, swadaya dan izin. Selanjutnya,KPH mampu melaksanakan inisiasi kegiatan pengelolaan yang paling ideal denganpihak lain yang hal ini berada di luar pakem administra f Dinas Lingkungan Hidupdan Kehutanan sebagai OPD. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam halini menjadi kerangka ins tusi yang mendorong dan mendukung suatu inisia fpengelolaan oleh KPH.3.5 KPH dengan Izin Usaha PemanfaatanDi dalam KPH (P/L) dimungkinkan keberadaan berbagai izin, baik skala besarIzin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu - Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan IzinUsaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) maupun yangskala kecil Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), sertaIzin Usaha Pengelolaan (IUP) pertambangan dengan wilayah menggunakan10

Lanskap Kalibiru, KPH Yogyakartasistem pinjam pakai kawasan hutan. Berdasarkan pemisahan kewenanganpengurusan dan pengelolaan, KPH dak berperan langsung dalam penerbitan izinmaupun kegiatan pengawasan operasionalnya. Namun sebagai pengelola dingkat tapak, KPH dapat berperan pen ng untuk membantu dalam implementasiizin dan pengendaliannya (Kartodihardjo, 2011). Selain itu, KPH dapat menjadikanpemegang izin yang berada di wilayah kelola sebagai sebagai mitra operatorekonomi yang secara bersama bergiat searah dengan misi dan tujuan KPH(Kartodihardjo, 2014).KPH Yogyakarta saat ini sebagai UPTD memiliki proyeksi untuk menjadi BadanLayanan Umum Daerah (BLUD). Nan nya dengan menjadi BLUD, KPH Yogyakartamemiliki kemandirian yang paripurna di bidang finansial, di mana mampumenghidupi dirinya sendiri dan memberikan kontribusi maksimal ke daerah darihasil pembangunan hutannya. Pada saat ini pemanfaatan jasa kawasan hutansebagai objek wisata di dalam wilayah KPH Yogyakarta telah berkembang sangatpesat dan menjadi salah satu core business dari KPH. Kontribusi finansial terbesarKPH berasal dari pengolahan minyak kayu pu h yang berhasil menyumbang 8,4Miliar Rupiah pada tahun 2017.11

Berkembangnya wisata alam di wilayah kelola KPH dapat dilihat pada sejarahterbentuk Kawasan Wisata Mangunan. Pada tahun 2012 anggota tani hutan diRPH Mangunan masih bekerja sebagai penyadap getah pinus. Menurunnyaproduk vitas getah pinus kemudian menyulitkan kondisi sosial masyarakat petanitersebut. Di saat yang hampir bersamaan, ternyata kawasan tersebut banyakdidatangi warga lokal sebagai lokasi rekreasi. Seiring berkembangnya popularitaskawasan tersebut dan banyaknya pengunjung, kemudian fasilitas dibangunsecara perlahan oleh masyarakat secara swadaya seper penyediaan tempatparkir. Meningkatnya jumlah wisatawan secara signifikan membuat jumlahpengunjung dak tercatat lagi dan fasilitas yang dibangun masyarakat dakmemadai lagi.Bertolak dari masalah tersebut, KPH Yogyakarta sebagai instansi memilikikewenangan dan tanggung jawab untuk mendukung masyarakat untuk dapatmengelola kepariwisataan hutan pinus Mangunan. Inisia f KPH Yogyakarta dalammengembangkan ekowisata di Mangunan ini tentunya perlu didukung dariregulasi pemerintah. Pengembangan wisata adalah salah satu bentukpemanfaatan hutan di Yogyakarta dan merupakan inisia f yang baru pertama kaliditemukan. KPH Yogyakarta berhasil menciptakan landasan peraturan daerah dangubernur yang kemudian disusul peraturan menterinya.Usulan pengelolaan Hutan Pinus Mangunan kemudian disampaikan kepadaGubernur DIY Sri Sultan Hamangku Buwono X yang datang untuk meninjau hutanpinus. Usulan tersebut kemudian diteruskan oleh Gubernur DIY ke KementrianKehutanan Republik Indonesia. Dengan adanya UU No. 23/2014 tentangPemerintah Daerah, teknis pelaksanan pemanfaatan hutan tersebut diserahkanpada pemerintah DIY, sehingga pada tahun 2016 diterbitkan Peraturan DIYNo.7/2015 tentang Pengelolaan Hutan Produksi dan Hutan Lindung dan Perda DIYNo. 4/2016 tentang Retribusi Jasa Usaha dan Peraturan Gubernur No. 84/2016tentang Kerjasama Pemanfaatan Hutan Lindung. Selanjutnya, peraturanoperasionalnya disusun dan diperbarui pada Peraturan Gubernur DIY No. 5/2018tentang Kerja Sama Pemanfaatan Hutan Produksi dan Hutan Lindung Serta KerjaSama dan Perizinan Pemanfaatan Taman Hutan Raya.Balai KPH Yogyakarta juga telah Menjalin kerjasama dengan pemnafaatan jasalingkungan wisata alam dengan ga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yaitu:1. BUMDes Murakabi objek wisata Klayar; 2. BUMDes Bangun Kencana objekwisata Ngingrong; dan 3. BUMDes Ja Lestari objek wisata rest area Sekargama.12

PenutupDalam membangun hubungan kelembagaan dari Kesatuan PengelolaanYogyakarta (KPH) diperlukan pemberian porsi wewenang yang cukup baikterhadap KPH atau Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sehinggapengelolaan masalah akan langsung menyentuh substansi permasalahan yangbermanfaat dalam menyelesaikan persoalan birokrasi dan permasalahan teknislainnya secara cepat dan tepat sasaran. Bentuk kelembagaan KPH saat ini sebagaiUPTD dari Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dinilai cukup luwes dan leluasadalam menjalin sinergi dengan para pihak lain dalam pengelolaan hutan. Saat inibentuk kelembagaan KPH Yogyakarta telah cukup mampu menginisiasi berbagaimacam sinergi dengan berbagai pihak yang kemudian menjadi model yang baikdalam menjalin berbagai kerjasama.Meskipun saat ini sinergi dengan pihak - pihak lain telah berjalan dengan baik,KPH masih memiliki keterbatasan ruang. Contohnya dalam pengadaan sumberdaya manusia, KPH masih bergantung pada mandat dari pemerintah daerah.Proyeksi untuk menjadi BLUD dianggap sebagai tujuan yang tepat karenakelembagaan BLUD mencerminkan kemandirian dan keleluasaan yang utuhdalam menjalin hubungan dengan pihak lain. Dengan berbentuk BLUD nan nya,KPH bahkan dapat mengalokasikan dan mengadakan perekrutan sumber dayamanusia sesuai kebutuhannya. Namun terdapat tantangan untuk menuju BLUDyaitu memas kan KPH dapat mandiri secara finansial sehingga dapat menjadiorganisasi yang benar-benar mandiri dan independen.13

PustakaBae, J. S., Kim, Y. S., Fisher, L., Moeliono, M. & DeShazo, J. (2014). Promises andperils of decentralized forest governance: the case of indonesia's forestmanagement units in reducing emission from deforesta on and forestdegrada on (REDD ). Society & Natural Resources, 27(12), 1346-1354Brockhaus, M., Obidzinski, K., Dermawan, A., Laumonier, Y. & Lu rell, C.(2012). An overview of forest and land alloca on policies in Indonesia : isthe current framework sufficient to meet the needs of REDD ?. ForestPolicy and Economics, 18, 30–37h rjo, H., Nugroho, B. & Putro, H. R. (2003). Pembangunan KesatuanPengelolaan Hutan (KPH): konsep, peraturan perundangan danimplementasi. Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal PlanologiKehutanan Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan ArealPemanfaatan Kawasan Hutan. JakartaKartodihardjo, H., Nugroho, B., Rohadi, D., Suharjito, D. & Dermawan, A. (2011).Community planta on forests in Indonesia: challenges and policyrecommenda on. Info Brief Cifor. BogorKartodihardjo, H., Nugroho, B. & Putro, H. R. (2013). Pembangunan KesatuanPengelolaan Hutan (KPH): konsep, peraturan perundangan danimplementasi. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan ArealPemanfaatan Kawasan Hutan. Debut Wahana Sinergi. YogyakartaKim, Y. S., Bae, J. S., Fisher, L. A., La fah, S., Afifi, M., Lee, S. M., & Kim, I. A.(2016). Indonesia's forest management units: effec ve intermediaries inREDD implementa on?. Forest Policy and Economics, 62, 69-77Maryudi, A. (2015). Rejim poli k kehutanan. UGM Press. YogyakartaMaryudi, A. (2016). Arahan tata hubungan kelembagaan Kesatuan PengelolaanHutan (KPH) di Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan, 10(1), 57-64Nagel, J. H. (1997). Radically reinven ng government: editor introduc on.Journal of Policy Analysis & Management, 16 (3), 349-356North, D. C. (1986). The ins tu onal econo

Booklet ini disusun sebagai bagian dari studi "Peningkatan efekfitas model tata kelola dalam upaya mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan: Studi kasus Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta." Studi ini merupakan salah satu kegiatan penelian dalam rangka memformulasikan rekomendasi untuk penyusunan kelembagaan yang tangguh di ngkat tapak.

Related Documents:

Jika tipe jalan banyak-lajur dan satu arah, dihitung dengan Grafik 2 berikut : 11/23/2018 16 CONTOH PERHITUNGAN - 1 Analisa Operasional Jalan Dua-Lajur Dua-Arah Geometri : Lebar jalur lalu-lintas efektif 6,0 m Lebar bahu efektif pada kedua sisi 1,0 m (rata dengan jalan)

Bab ini menjelaskan perihal pengertian perkerasan jalan, jenis perkerasan jalan dan jenis bahan susun perkerasan jalan. 2. Relevansi Pemahaman perihal pengertian dan jenis perkerasan jalan serta jenis bahan susunnya merupakan dasar pemahaman terhadap bab-bab berikutnya. Oleh karena itu, bab ini berkaitan dengan bab-bab lain dalam bahan ajar ini. 3.

pegangan bagi perencana dalam merencanakan geometrik jalan antar kota. 1.1.2. Tujuan Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam merencanakan geometrik jalan antar kota, guna menghasilkan geometrik jalan yang memberikan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pemakai jalan. 1.2. RUANG LINGKUP

booklet ini merupakan seri keempat (dari enam seri) hasil penelitian "peningkatan efektivitas model pranata dan tata kelola dalam mencapai pengelolaan hutan lestari: studi kasus di kesatuan pengelolaan hutan (kph) yogyakarta" kerjasama antara center for international forestry research (cifor) dengan fakultas kehutanan ugm dan balai kph

15) Lapis Perata Penetrasi Makadam 16) Pengembalian Kondisi Jalan Lama 17) Pengembalian Kondisi Bahu Jalan Lama pada Perkerasan Berpenutup Aspal 18) Pengembalian Kondisi Selokan, Saluran Air, Perlengkapan Jalan dan Pengh

Pembangunan Jalan Tol Dari tahun 2014 sampai 2019, pemerintah menargetkan jalan tol di Indonesia bertambah setidaknya 1.000 km, lebih tinggi dari target seberlumnya yaitu 852 km. Dengan demikian, sampai akhir 2018 diperkirakan total panjang jalan tol yang sudah dioperasikan

Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Malang, 1. Maret 2019. Penulis . vi ABSTRAK . Di Jalan Pattimura 1 Kota Kediri terjadi hambatan samping jalan, seperti kegiatan perparkiran badan jalan, keluar-masuk kendaraan, dan pejalan kaki. Studi ini dilakukan untuk mengetahui kinerja rua

There are also four possible examples of themes which could be followed. Each has a set of readings with an introduction to them. This could either act as a prompt to whoever is preaching, or could be read when there is no preacher present, as sometimes happens in our rural groups of churches where each church holds its own service. There is a linked prayer and suggestions for the music .