DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP

2y ago
40 Views
3 Downloads
306.66 KB
20 Pages
Last View : 2m ago
Last Download : 2m ago
Upload by : Luis Waller
Transcription

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAPPERTUMBUHAN EKONOMI(Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali)1Priyo Hari Adi2Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya WacanaAbstractsFiscal decentralization gives more advantages for regions to manage their own fiscal capacitiesRegions gevernments have opportunity to increase economic efficiency because the governmnetshave informational advantages concerning resource allocation. The governments are in the betterposition to provide the kind of public goods and services that closely meets the local needs.Fiscal decentralization policy started when local governments still manage to eliminate the effects offinancial crisis starting from 1997. Consequently, local governments have different level of fiscalreadiness. Besides, this policy also started when disparity of local economic growth was at peaklevel.This study is intendd to examine the effect of fiscal decentralization on economic growth.It alsotends to compare the economic growth in the implementation of fiscal decentralization betweenregions based on the the economic growth before fiscal decentralization.The result shows that the economic growth during the implementation of fiscal decentralizationsignificantly better than before the implementation. The other result shows that the regions withbetter economic growth before fiscal decentralization still have better economic growth during theimplementation of fiscal decentralizationKey Words : Fiscal decentralization, economic growth,, regionsPENDAHULUANPengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kotamemasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU no. 25tahun 1995 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan inimerupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola sumber dayayang dimiliki secara efisien dan efektif. Bagi daerah-daerah yang memiliki potensi sumberdaya yang dapat diandalkan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam,kebijakan ini disambut baik, mengingat lepasnya campur tangan pemerintah akanmemberikan kesempatan yang lebih cepat untuk meningkatkan kesejahteraannya.Hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian (Saragih 2003).Daerah tidak lagi sekedar menjalankan instruksi pemerintah pusat, tetapi benar-benarmempunyai keleluasaan untuk meningkatkan kreatifitas dalam mengembangkan potensiyang selama era sentralisasi bisa dikatakan terpasung (Mardiasmo 2002).12Artikel ini dipublikasikan dalam Jurnal Interdispliner Kritis UKSW (Terakreditasi). 2005Email : priyohari@staff.uksw.edu; priyohari18@yahoo.comDampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi1

Sebagian kalangan bahkan menyatakan bahwa pelaksanaan desentralisasi sebagaipendekatan Bing Bang karena jangka waktu persiapan yang terlalu pendek untuk ukurannegara yang begitu besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan (Brodjonegoro2003).Terlebih ditengah-tengah upaya bangsa melepaskan diri dari krisis ekonomimoneter yang berkepanjangan dari pertengahan tahun 1997.Akibatnya kebijakan inimemunculkan kesiapan (fiskal) daerah yang berbeda satu dengan yang lain. Kebijakan inijustru dilakukan pada saat terjadi disparitas pertumbuhan (ekonomi) yang tinggi.Sebagai solusi, pemerintah menetapkan alokasi transfer dana (DAU) yang berbeda. Daerahyang mempunyai kapasitas fiskal tinggi akan mendapat pasokan dana yang lebih kecildaripada daerah yang kapasitas fiskalnya rendah. Pemberian transfer ini bertujuan untukmenjamin tercapainya standar pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan horizontal(antar daerah) dan kesenjangan vertikal (pusat- daerah) (Simanjuntak dalam Sidik 2003,Abdullah dan Halim 2004, Wurzel 1998 )Aspek pertumbuhan ekonomi daerah menjadi faktor penting untuk menentukan besarnyatransfer pemerintah pusat kepada daerah. Terkait dengan pertumbuhan, daerah-daerah yangmempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seharusnya mendapatkan alokasiDAU yang lebih kecil. Namun demikian, meskipun konvergensi antar daerah mamputeratasi (dengan adanya transfer DAU), kinerja pemerintah daerah bisa jadi berbeda.Daerah yangmempunyai tingkat pertumbuhan lebih baik relatif mempunyai tingkatkesiapan yang lebih baik pula untuk menghadapi desentralisasi. Pengalaman dankapabilitas dalam pengelolaan keuangan menjadi modal dasar yang kuat untukmeningkatkan kemandirian daerah dalam era desentralisasi fiskal.Pemberian otonomi kepada daerah ini lebih cepat memacu pertumbuhan ekonomi secaranasional.Bohte dan Meier (2000) melakukan komparasi pertumbuhan ekonomi padapemerintahan yang tersentralisasi dengan pemerintahan terdesentralisasi. Kedua peneliti inimenemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan lebih tinggi ternyataterjadi pada pemerintahan yang terdesentralisasi.Menjadi pertanyan menarik apakahdaerah akan mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang sama terlebih ditengahperbedaan kesiapan daerah memasuki era baru ini.Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi2

PERUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka penulis merumuskanberbagai permasalahan sebagai berikut :1. Apakah terjadi perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah memasuki eradesentraliasi fiskal2. Apakah terjadi perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah dikarenakan tingkatkesiapan daerah yang berbeda ?TELAAH TEORITISPertumbuhan Ekonomi Di Era Desentralisasi FiskalPembangunan dalam bidang ekonomi ditujukan agar dapat menciptakan pertumbuhan yangtinggi. Kuncoro (2004) menyatakan bahwa tolak ukur keberhasilan ekonomi dapat dilihatdari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, semakin kecilnya ketimpangan pendapatanantar penduduk, antar daerah dan antar sektor.Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono 1985). Secaratradisional, pembangunan ekonomi ini ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutanProduk Domestik Bruto/PDB atau Produk Domestik Regional Bruto/PDRB (Saragih 2003,Kuncoro 2004). Namun demikian, dalam realita penggunaan indikator ini saja kurangmencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya.Sebagai alternatif digunakanpendapatan per kapita (Income Per Capita). Indikator ini menekankan kemampuan suatunegara/daerah untuk meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhanpenduduk. Gambaran ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan daerah mengalamipertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun tingkat pendapatan per kapitanya rendahdikarenakan laju pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi.Dengan menggunakan dua indikator itu, dapat dikembangkan 4 (empat) tipologi daerahuntuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masingdaerah (Kuncoro 2004). Keempat tipologi daerah itu adalah sebagai berikut (gambar 2-1) :1. Daerah Cepat Maju dan Tumbuh (High Growth and High Income)Adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapitayang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten dan kotaDampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi3

2. Daerah Maju dan Tertekan (High Income but Low Growth)Adalah daerah yang memiliki tingkat pendapatan per kapita lebih tinggi, namunpertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata kabupatan dan kota3. Daerah Berkembang Cepat (High Growth but Low Income)Adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, namuntingkat pendapatan per kapitanya masih lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten dankota.4. Daerah Relatif Tertinggal (Low Growth, Low Income)Adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pendapatanperkapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten dan kota.Pertumbuhan ekonomiRata-rata pendapatanper kapitaBerkembang cepatCepat maju dantumbuhRata-rata pertumbuhanTertinggalMaju, tetapitertekanPendapatan per kapitaGambar 1 : Empat Tipologi Daerah (Sumber : Kuncoro 2004)Lin dan Liu (2000) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat terjadi melalui 2(dua) cara, yaitu : pertama dengan menaikkan investasi modal dan kedua melakukanefisiensi terhadap sumber daya yang dimiliki Paparan ini menunjukkan bahwaDampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi4

desentralisasi fiskal mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomisuatu daerah. Beberapa alasan yang mendasari adalah. sebagai berikut :1. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan lebih besar untuk berinvestasi danmembelanjakan lebih banyak untuk berbagai sektor produktif (Lin dan Liu 2000,Brodjonegoro dan Vasques 2002).2. Pemerintah daerah mampu menyediakan barang-barang publik dan jasa yangdibutuhkan. Bagaimanapun pemerintah lokal tetap akan lebih sensitif terhadap kondisiekonomi lokal. Pemberian kewenangan (otonomi) yang lebih besar, membuat pemdalebih leluasa melakukan alokasi yang efisien pada berbagai potensi lokal sesuai dengankebutuhan publik (Lin dan Liu 2000, Mardiasmo 2002, Wong 2004). Hal ini padagilirannya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan pendapatan per kapita.3. Adanya pemberdayaan dan penciptaan ruang bagi publik untuk berpartisipasi dalampembangunan (Mardiasmo 2002).Bohte dan Meier (2000) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat danlebih tinggiternyata terjadi pada pemerintahan yang terdesentralisasi.Denganmenggunakan data lag 1 dan lag 2 (data sebelum), Lin dan Liu (2000) membuktikan bahwadesentralisasi fiskal memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhanekonomi. Oates (1995) menemukan hal yang sama, desentralisasi fiskal mempunyaihubungan yang positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi (PDB/PDRB) perkapita.Hipotesis yang dapat ditarik dari pemaparan ini adalah :Hipotesis 1 (H1) :Pertumbuhan ekonomi setelah desentralisasi fiskal lebih baik daripada sebelumdesentralisasi fiskal.Kesiapan Daerah Menjalani Desentralisasi FiskalPelaksanaan desentralisasi fiskal (yang dimulai per 1 Januari 2001) dipandang banyakpengamat sebagai pendekatan bing-bang dikarenakan secara radikal mengubah polahubungan antara pusat dan daerah (Kuncoro 2004) dengan jangka waktu persiapan yangsangat pendek untuk negara yang begitu besar dengan kondisi geografis yang cukupmenyulitkan (Brodjonegoro 2003).Akibatnya, kebijakan ini memunculkan kesiapan daerah yang beragam, terlebih ditengahtengah upaya untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang berkepanjangan Saragih(2003) menyatakan bahwa sebelum terjadi krisis ekonomi pertumbuhan ekonomi (PDRB)Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi5

rata-rata lebih dari 5% (lima persen). Pada tahun 1998 rata-rata daerah mengalamipertumbuhan negatif. Sedangkan pada tahun 1999 dan 2000 (sebelum pelaksanaanotonomi) beberapa daerah sudah menunjukkan pertumbuhan yang positif, sementarabeberapa daerah lain masih kesulitan untuk melepaskan diri dari belenggu krisis.Gambaran awal ini menunjukkan bahwa potensi fiskal pemda dalam menghadapidesentralisasi fiskal bisa jadi sangat beragam antar satu daerah dengan daerah yang lain(dengan kata lain terjadi kesenjangan fiskal secara horizontal). Perbedaan ini padagilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula.Untuk mengatasi kesenjangan ini, pemerintah pusat menetapkan kebijakan alokasi transfer(dhi dana alokasi umum/DAU) yang berbeda berdasarkan kapasitas fiskalnya. Daerah yangmempunyai kapasitas fiskal rendah akan memperoleh alokasi dana yang lebih besardaripada daerah yang kapasitas fiskalnya lebih tinggi. Penelitian yang dilakukanBrodjonegoro dan Vasques (2002) menunjukkan bahwa distribusi alokasi DAU secarasignifikan menurunkan disparitas penerimaan per kapita, hal ini ditunjukkan denganturunnya koefisien variasi variabel terkait dari 1,9 (satu koma sembilan) menjadi 1,18 (satukoma delapan belas) pada tahun 2001 dan dari 1,9 menjadi 0,9 (nol koma sembilan) padatahun 2002.Namun demikian, harus dipahami bahwa pemberian DAU ditujukan mengatasi persoalankesenjangan fiskal (ketersediaan sumber daya), artinya pemberian DAU ini hanya untukmengatasi kesenjangan dari sisi inputnya. Kesenjangan dari sisi output (yang ditunjukkandengan naiknya pertumbuhan ekonomi) akan sangat bergantung pada kapabilitas daerahdalam mengelola sumber-sumber daya secara efisien dan efektif khususnya pada sektorproduktif. Dilihat dari pendekatan sistemik, ada kemungkinan terjadi perbedaan proses(pengelolaan) yang memungkinkan terjadinya perbedaan pertumbuhan.Pelaksanaan desentralisasi fiskal, bisa jadi menimbulkan perbedaan orientasi kebijakanekonomi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemda lebih menghadapimasalah keterbatasan keuangan (financial constraints) daripada keterbatasan ekonomi(economic constraints) yang justru menjadi perhatian pemerintah pusat (Rafinus 2001).Akibatnya pemda akan lebih banyak terkonsentrasi pada permasalahan alokasi daripadapermasalahan stabilisasi (perekonomian). Dengan kata lain upaya untuk menciptakanpertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil menjadi terabaikan dikarenakan adanyapersoalan keterbatasan (keuangan). Pengalaman dan kapabilitas pemda dalam pengelolaankeuangan menjadi faktor penting dalam mengatasi kedua permasalahan tersebut secarasimultan.Myrdal (1957) sebagaimana dikutip Kuncoro (2004) menyatakan bahwa perbedaan tingkatkemajuan ekonomi antar daerah akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (terjadinyaDampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi6

ketidakseimbangan horizontal). Hal ini disebabkan pelaku-pelaku yang mempunyaikekuatan di pasar akan cenderung meningkat, sehingga menyebabkan ketimpangan daerahyang semakin tinggi (Arysad 1999). Kuznets (Kuncoro 2004) menyatakan bahwa padatahap-tahap awal pertumbuhan, disitribusi pendapatan cenderung memburuk, namun padatahap-tahap berikutnya hal ini akan membaik. Hal ini memberikan indikasi diperlukannyadimensi waktu yang panjang untuk melihat pengaruh positif pembangunan terhadappertumbuhan.Bila dikaitkan dengan 4 tipologi daerah (Kuncoro 2004) akan dapat diidentifikasi daerahyang memiliki kesiapan untuk memasuki desentralisasi fiskal dan yang tidak. Daerah yangmemiliki tipologi cepat maju dan tumbuh mempunyai kemungkinan mengalami tingkatpertumbuhan yang lebih baik pada masa desentralisasi dibanding dengan daerah dengantipologi lain dikarenakan kesiapan yang lebih baik.Dari pemaparan ini dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :Hipotesis 2 (H2) :Terjadi perbedaan pertumbuhan ekonomi antara daerah dengan tipologi yang berbeda.(citeris paribus transfer dari pusat)METODE PENELITIANSampel Dan DataSampel dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota se Jawa – Bali. Alasanpemilihan sampel iniadalah daerah kabupaten dan kota ini memiliki karakateristikekonomi dan geografis yang sama dan secara teoritis dan empiris berbeda di luar Jawa-Bali(Abdullah dan Halim 2004). Data yang akan digunakan dalam analisis ini adalah datakeuangan daerah yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Adapun data-data tersebutadalah sebagai berikut :¾ Data PDRB pemerintah kabupaten dan kota se Jawa-Bali tahun 1998 - 2003.¾ Data pendapatan perkapita pemerintah kabupaten dan kota se Jawa-Bali tahun1998 - 2003.Untuk kepentingan analisis, data akan dikelompokkan menjadi data sebelum dan datasesudah pelaksanaan desentralisasi. Data sebelum desentralisasi adalah data PDRB maupunpendapatan per kapita untuk tahun 1998 – 2000. Sedangkan data sesudah pelaksanaandesentralisasi adalah data-data yang sama untuk tahun 2001 – 2003.Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi7

Alat AnalisisDalam penelitian ini akan dilakukan analisis diskriptif untuk memberikan gambaran awalpertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita. Adapun pertumbuhan ekonomi(dalam konteks daerah) maupun pendapatan per kapita dihitung dengan formulasi berikutini (Kuncoro 2004) :Pertumbuhan Ekonomi (Rog) (PDRBt – PDRB t-1)PDRBt-1 x 100%Keterangan :PDRBt Produk Domestik Regional Bruto pada tahun tPDRBt-1 Produk Domestik Regional Bruto satu tahun sebelum tahun tPendapatan per kapita (Ycapita) .PDRB.Jumlah PendudukPertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam analisis ini adalah pertumbuhan denganmenggunakan harga konstan (PDRB riil). Pertumbuhan ekonomi ini memberikangambaran pertumbuhan output secara nyata karena tidak memasukkan inflasi (Kuncoro2004)Dalam pengujian hipotesis digunakan alat uji beda berpasangan (uji t) dan analisis varian(ANOVA). Uji t digunakan untuk membandingkan pertumbuhan ekonomi sebelumpelaksanaan dan setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal (pengujian hipotesis 1).Sedangkan ANOVA digunakan untuk melihat apakah terjadi perbedaan pertumbuhan yangnyata antara daerah dengan tingkat kesiapan yang berbeda dalam menghadapi desentralisasifiskal (Pengujian hipotesis 2). Kesiapan daerah didasarkan pada 4 tipologi daerah(Kuncoro 2004)HASIL DAN PEMBAHASANPertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita Sebelum DesentralisasiPertumbuhan ekonomi sebelum diterapkannya desentralisasi fiskal di semua daerah masihrelatif rendah, terlebih ditengah upaya untuk melepaskan diri dari belenggu krisis. Ratarata pertumbuhan ekonomi di kabupaten dan kota se Jawa-Bali adalah 3,29% (tabel 1).Angka ini masih dibawah rata-rata pertumbuhan sebelum krisis yang mencapai 5% lebih(Saragih 2003).Upaya pemulihan dengan jangka waktu yang cukup singkat ini menunjukkanperkembangan yang menggembirakan pada sebagian daerah.Namun demikian padaDampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi8

beberapa kabupaten dan kota masih tampak adanya pertumbuhan ekonomi dibawah nol(negatif). Sebagai contoh untuk Jawa Barat angka pertumbuhan terkecil adalah negatif5,1%. Pertumbuhan ini dialami oleh kabupaten Indramayu. Beberapa daerah lain di JawaTimur dan Yogyakarta juga mengalami pertumbuhan negatif.Kenyataan cukupmemprihatinkan, terlebih ditengah-ditengah persiapan daerah untuk memasuki eradesentralisasi.Tabel 1Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per KapitaKabupaten dan Kota se Jawa-BaliTahun 1998 - 2000Kode PropinsiJawa BaratJawa TengahJawa TimurDI imumMaksimumDeviasi StandarMeanMinimumMaksimumDeviasi StandarMeanMinimumMaksimumDeviasi StandarMeanMinimumMaksimumDeviasi StandarMeanMinimumMaksimumDeviasi StandarMeanMinimumMaksimumDeviasi StandarMeanMinimumMaksimumDeviasi StandarPendapatan 60,870.00268Sumber : Data BPS tahun 1998 – 2000 (diolah)Kesenjangan antar daerah secara umum masih cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan denganDampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi9

angka deviasi standar yang mencapai 3,197% . Angka penyimpangan ini cukup tinggiterlebih bila diukur dari rata-rata pertumbuhan yang hampir sama dengan penyimpangantersebut (2,9%). Disparitas pertumbuhan terbesar terjadi di propinsi Jawa Barat dan JawaTimur masing-masing sebesar 11,36% dan 10,73%. Gambaran ini memberikan indikasimasih belum meratanya pertumbuhan ekonomi antar kabupaten dan kota di kedua propinsiini.Pendapatan per kapita mempunyai rata-rata sebesar Rp. 1.854.961,67. Angka ini masihsangat kecil. Namun demikian, dari tabel 1 tampak bahwa terdapat kesenjangan yangsangat tinggi dalam hal pendapatan per kapita ini. Kensenjangan tertinggi terjadi di propinsiJawa Timur. Pada propinsi ini terjadi jarak yang cukup tinggi antara pendapatan tertinggidengan terendah.Pendapatan perkapita tertinggi di propinsi ini adalah sebesar Rp.24.572.248. Pendapatan ini terjadi di kota Kediri. Keberadaan industri rokok terbesar diIndonesia di kota ini memberikan konntribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomidaerah setempat. Ditinjau dari kemampuan finansial, kota kediri ini relatif lebih

Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi 1 . tahun 1995 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya . Kesenj

Related Documents:

Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia . sitif terhadap output riil pasca reformasi di China, sebaliknya desentralisasi fiskal ber-dampak negatif terhadap stabilitas harga atau inflasi. Desentralisasi fiskal

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP OUTCOMES BIDANG KESEHATAN: STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/KOTA . (output), hasil (outcomes), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Tujuan yang paling mendasar adalah keinginan atas akuntabilitas pemerintah daerah terhadap . Salah satu

Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Efisiensi Sektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur . pengeluaran dalam output ekonomi barang dan jasa. Dari kedua sudut pandang ini, G- . Dampak kebijakan d

konsep dasar tentang desentralisasi, apakah otonomi daerah, tujuan desentralisasi dan otonomi daerah. 2) Praktek desentralisasi dari prespektif perbandingan di berbagai negara dengan sistem pemerintahan. 3) Dimensi dalam desentralisasi dan otonomi daerah. 4) kelebihan dan kelemahan dalam system desentralisasi,

Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang dampak kebijakan fiskal terhadap output diantaranya adalah Ezejiofor, Adigwe, Exhekoba dan Nwaolisa (2015), menunjukkan bahwa pengaruhpajak terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Nigeria adalah signi

SIMULASI INPUT-OUTPUT 11 Pendahuluan 11 . Hasil Simulasi Dan Pembahasan 16 Dampak Terhadap Nilai Tambah 17. viii Ri Reki Kian F E Kemeni K T 2018 Dampak Terhadap Upah dan Gaji 18 Dampak Terhadap Kesempatan Kerja 19 Dampak Terhadap Pajak Minus Subsidi pada Produk 20 . kerja sama antara Badan

PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP . selain memberi dampak positif juga memberi dampak negatif terutama yang . 2 berkaitan dengan berbagai masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja (Sunusi,

STM32 32-bit Cortex -M MCUs Releasing your creativity . What does a developer want in an MCU? 2 Software libraries Cost sensitive Advanced peripherals Scalable device portfolio Rich choice of tools Leading edge core Ultra-low-power . STM32 platform key benefits More than 450 compatible devices Releasing your creativity 3 . STM32 a comprehensive platform Flash size (bytes) Select your fit .