PEMBIMBING KE DALAM “ OKUM N K SAAN G R JA” (DKG)

2y ago
62 Views
2 Downloads
770.65 KB
29 Pages
Last View : 1d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Josiah Pursley
Transcription

PEMBIMBING KE DALAM“DOKUMEN KEESAAN GEREJA”(DKG)1

Pendahuluan1.Sejak Sidang Raya (SR) X DGI/PGI di Ambon 1984 menyepakatiLima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG), sangat dirasakanpentingnya dokumen ini dimiliki, dibaca, dipahami dandilaksanakan oleh seluruh warga gereja, terutama oleh parapejabat di gereja, mulai dari tingkat Majelis Jemaat sampai ketingkat Majelis Sinode. SR XI PGI tahun 1989 di Surabayamenguatkan keputusan itu dengan Keputusan nomor 05/SRXI/1989, dan menyetujui penyusunan Buku Penjelasan LDKGdalam upaya menjemaatkannya, yang dilaksanakan oleh Gerejagereja dalam kerjasama dengan PGI, PGI Wilayah, LembagaPendidikan Teologi dan lembaga-lembaga pembinaan lainnya.2.Khusus mengenai Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima(PSMSM), Keputusan SR XI PGI No. 09/SR-XI/1989 Sidang Rayamemberikan catatan dan pokok-pokok pikiran, antara lainsebagai berikut: 3.4. LDKG perlu dimasukkan sebagai materi pembinaanwarga jemaat oleh gereja-gereja anggota PGI. 3.5. LDKG perlu dimasukkan menjadi salah satu mata-kuliahpendidikan teologi bagi lembaga-lembaga pendidikan teologidi Indonesia.”3.Mengingat pengalaman gereja-gereja antara Ambon-Surabayayang tidak sedikit merasakan kesulitan untuk mengerti LDKGtanpa pembimbing atau petunjuk, maka di bawah ini diberikancatatan-catatan ringkas sejarah lahirnya LDKG, perubahannyamenjadi DKG, maupun pengantar guna memahami PTPB(Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama) 2014 – 2019, sertahubungan dan sistematika masing-masing dokumen dalam DKG.Sejarah Kelahiran “Lima Dokumen Keesaan Gereja” (LDKG)4.Secara resmi, LDKG lahir sebagai keputusan Sidang Raya X DGIdi Ambon tahun 1984. Dalam perkembangan kemudian LDKGrumusan Ambon itu mengalami beberapa perubahan dalamupaya penyempurnaan dalam Sidang Raya XI PGI di Surabayatahun 1989. Dalam SR XII PGI di Jayapura tahun 1994, LDKG2

yang disempurnakan di Surabaya lebih disempurnakan lagi.Namun, kita menyadari bahwa sebelum LDKG ini memperolehbentuknya seperti sekarang ini, telah terjadi proses yang cukuppanjang.5.Ketika DGI dibentuk tahun 1950, dengan tujuan ”PembentukanGereja Kristen Yang Esa di Indonesia” belum ada bayangan ataugambaran mengenai Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia. Barukemudian dikembangkan pemahaman dan gambaran mengenaiapa yang dimaksud dengan Gereja Kristen Yang Esatersebut.Dalam proses pengembangan pemahaman dangambaran tersebut dari satu Sidang Raya ke Sidang Rayaberikutnya, semakin dirasakan adanya semacam keteganganantara dua kecenderungan: Kecenderungan untuk mengutamakan ”keesaan rohanidalam Kristus, dan karena itu enggan membahas hal-halyang menjurus pada penyatuan secara structuralorganisatoris. Kecenderungan untuk mengutamakan keesaan strukturalorganisasi, dan karena itu kurang sabar terhadap segalaperbedaan dan sikap mempertahankan identitas diri masingmasing.6.Dalam upaya menampung kedua kecenderungan tadi danbersamaan pula dengan iklim yang sedang mempengaruhiDewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) dengan polapendekatannya melalui tiga komisi, yaitu:Komisi Faith andOrder (Iman dan Tata Gereja), Komisi Life and Work (Hidup danKarya Gereja), dan Komisi Mission and Evangelism (Misi danPekabaran Injil), maka DGI pun menata diri dengan polatersebut. Dimulailah studi dan penyelidikan bersama mengenaiPengakuanIman, Tata Gereja, Katekisasi, Liturgi yangdigunakan oleh gereja-gereja anggota (Lih. Keputusan SidangRaya II DGI 1953).Studi dan penyelidikan bersama inimemuncak dalam Sidang Raya VI di Ujung Pandang (sekarangMakassar) tahun 1967, dengan munculnya konsep: Tata Sinode Oikoumene Gereja di Indonesia (SINOGI) Pemahaman Iman Bersama (PIB).3

7.Namun Gereja-gereja Anggota PGI tampaknya belum siap untukmenerima gagasan SINOGI dan PIB tersebut. Sidang Raya VIIDGI di Pematang Siantar tahun 1971 kemudian berhasilmenampung sebagian dari konsep SINOGI dengan memperbaruistruktur DGI. Perubahan pokok yang terjadi ialah bahwa BadanPekerja Lengkap (BPL) DGI bukan lagi hanya sejumlah kecilorang-orang yang dipilih oleh SR untuk bertindak atas namasemua gereja, akan tetapi keanggotaan BPL itu terdiri dariunsur pimpinan tiap Gereja Anggota yang ditunjuk olehgerejanya dan disahkan oleh SR. Dengan demikian, kesepakatanyang diambil sepenuhnya mendapat dukungan oleh danberakar di dalam gereja.8.Sejak itu tidak sedikit yang telah kita capai dalam upayamewujudkan keesaan gereja itu secara nyata. Namun,sementara itu banyak pula yang merasa bahwa apa yang telahdicapai itu terlalu sedikit dan bahwa kita bergerak terlalulamban. Perlu diambil langkah yang lebih berani untuk segeramemproklamasikan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia. Dipihak lain terdapat pandangan yang merasa bahwa apa yangtelah tercapai itu justrusudah cukup maju. Kedua pola pandangini jelas sekali tampak dalam Sidang Raya IX di Tomohon tahun1980. Ada pihak yang mendesak supaya segeradiproklamasikan Gereja Kristen Yang Esa itu dengan nama”Gereja Kristen di Indonesia. Sedangkan kelompok lainmengatakan bahwa apa yang dicapai selama 30 tahun ini sudahcukup banyak. Hal yang sudah dicapai itu kita pelihara dankembangkan, sambil meningkatkan usaha-usaha pembaruandan mengatasi tembok-tembok pemisah yang masih ada.9.Sidang Raya IX di Tomohon, 1980 itu akhirnya memutuskan:”1. Supaya masa 4 (empat) tahun mendatang ini sungguhsungguh dimanfaatkan DGI dan Gereja-gereja Anggota untuksecara bersama-sama menyusun dan melaksanakanprogram-program yang konkrit secara bertahap, di tingkatsetempat, sewilayah dan nasional, guna mempersiapkanpembentukan satu Gereja Kristen Yang Esa di dalam SidangRaya X DGI.”4

Kurun waktu 4 (empat) tahun antara Tomohon dan Ambonharus digunakan untuk mencari jalan keluar yang kreatif, agardalam Sidang Raya X itu tidak terjadi jalan buntu, tapi dapatlahdicapai sesuatu yang lebih maju dan dapat diterima semuapihak. Semua menyadari bahwa keesaan gereja itu bukan hanyasekadar keesaan rohani saja, tetapi sekaligus juga tampak dalamwujud yang kelihatan (kelembagaan), sehingga keesaan rohaniitu menjadi kesaksian kepada dunia. Juga disadari bahwakeesaan bukanlah keseragaman (uniformitas) dan bukan pulaketerpisahan, melainkan keragaman dalam kebersamaan.10. Segera setelah Sidang Raya IX Tomohon, Badan Pekerja Harian(BPH) DGI menyampaikan gagasan mengenai pembaruanstruktur, nama dan sarana DGI. Dalam gagasan tersebutdikemukakan dua langkah penting:a. Bertolak dari peristiwa pembentukan DGI selaku badanpersekutuan oikoumene gereja-gereja di Indonesia, kitamulai dengan kegiatan-kegiatan yang dapat kita laksanakanuntuk mengungkapkan keesaan gereja yang baru secaralebih nyata.b. Sesudah itu, setiap kali sesudah jangka waktu tertentu, kitamempersiapkan langkah-langkah baru, dan dalam bagakan kemajuan-kemajuan yang kita capai di tahuntahun yang akan datang.”Titik tolak inilah yang kemudian melahirkan konsep LDKG.Kita mencatat di mana kita berada selama 30 tahun lebih.Hal-hal apa yang dapat kita kerjakan bersama.Hal-hal yangtelah kita terima dan laksanakan, kitalembagakan untukkemudian dikembangkan lebih maju lagi.11. Dengan mempelajari keputusan-keputusan sidang raya-sidangraya sebelumnya, dan dengan memperhatikan perkembanganpemikiran-pemikiran baru yang dilahirkan dari GerakanOikoumene sedunia (DGD), maka dibuatlah suatu daftarmengenai pemahaman Keesaan Gereja.Daftar tersebutmenyebut bahwa Gereja yang Esa itu:1) harus mempunyai satu Pengakuan Iman;2) harus mempunyai satu Tata Gereja Dasar;5

3) harus dapat beribadah bersama dan merayakan PerjamuanKudus bersama;4) mempunyai wadah di setiap tingkat untuk bermusyawarahdan menentukan hal-hal yang menyangkut pelaksanaantugas panggilan bersama;5) diwarnai oleh tindakan saling mengakui dan salingmenerima di antara bagian-bagian yang berbeda-beda itu,atas dasar pemahaman bahwa bagian-bagian itu adalahsama-sama manifestasi penuh dari gereja yang satu, yaitutubuh Kristus;6) terpanggil untuk memberitakan Injil yang satu di wilayahyang satu pula;7) diwarnai oleh tindakan saling membantu dan salingmenopang di antara bagian-bagiannya dalam kekurangandan kelebihan masing-masing, untuk dapat mewujukankeseimbangan.12. Dalam perkembangan selanjutnya, daftar tersebut dipadatkanmenjadi lima butir, karena butir 2 dan butir 4 adalah senyawa,yang menyangkut masalah wadah. Sedangkan butir 3 dapatdisatukan dengan butir 5, dalam pemahaman bahwa ibadahbersama dan perayaan Perjamuan Kudus bersama barusungguh-sungguh terjadi karena ada tindakan saling mengakuidan saling menerima.Lalu lahirlah Lima Ciri Pokok GerejaKristen Yang Esa di Indonesia.1) Satu Pengakuan Iman.2) Satu wadah bersama.3) Satu tugas Panggilan dalam satu wilayah bersama.4) Saling mengakui dan saling menerima.5) Saling menopang.13. Pada Sidang BPL-DGI tahun 1981 lahirlah konsep tentang”SIMBOL-SIMBOL KEESAAN”, yang meliputi 4 (empat)dokumen:1) PIAGAM PRASETYA KEESAAN2) PEMAHAMAN IMAN BERSAMA3) PIAGAM SALING MENGAKUI DAN SALING MENERIMA4) TATA GEREJA DASAR6

Penyusunan rancangan-rancangan naskah dan pembahasan-nyaberlangsung secara intensif antara tahun 1981-1983. SidangBPL 1983 di Rantepao – Tana Toraja, digunakan sepenuhnyauntuk membahas dan mematangkan rancangan-rancangannaskah tersebut. Disusul kemudian di tahun 1984 selama 7bulan dengan 6 Pertemuan Wilayah untuk membahasRancangan Naskah hasil Rantepao, disamping pembahasan yangdiselenggarakan oleh Gereja-gereja, DGW, Lembaga-lembagaPembinaan dan Sekolah-sekolah Teologi.14. Dalam proses pembahasan itulah terjadi perubahan-perubahan,bukan hanya menyangkut isi rancangan naskah, tetapi jugamenyangkut jumlah dokumen dan pokok-pokok dari tiapdokumen. Piagam Prasetya Keesaan yang semula merupakandokumen tersendiri kemudian ditiadakan dan ditampung dalamdokumen baru, karena dipandang sebagai Mukadimah bagiPBIK dan Tata Dasar.Konsep awal mengenai Simbol-simbolKeesaan mengalamiperluasan, pembaruan dan peningkatan,sehingga akhirnya lahirlah LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA(LDKG) yang terdiri dari:1) Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB)2) Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK)3) Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM)4) Tata Dasar PGI (TD-PGI)5) Menuju Kemandirian Teologi, Daya dan Dana (MKTDD).15. Dari proses sejarah lahirnya LDKG ini, jelas bahwa keprihatinangereja-gereja pada mulanya tertuju pada PBIK, PSMSM dan TataDasar. Dokumen I dan V, yaitu yang awal dan yang akhir, adalahhasil suatu proses yang baru kemudian dikembangkan, yangtentunya berdasarkan mandat Sidang Raya IX DGI Tomohon.PTPB sebenarnya sudah ada dalam kandungan, ketika SidangRaya IX DGI Tomohon menetapkan ”Garis-garis Besar Haluandan Kebijaksanaan di Bidang Membarui, Membangun danMempersatukan Gereja”. Demikian pula halnya denganKemandirian Teologi, Daya dan Dana sudah digarisbawahi olehSidang Raya IX DGI, Tomohon.16. Cukup penting untuk kita pahami ialah urutan dokumen dalam7

LDKG ini, yang pada dasarnya mencerminkan pendekatan baruterhadap proses keesaan gereja di Indonesia. Pengalaman sejaktahun 1950 sampai tahun 1980 (selama 30 tahun)membuktikan bahwa pendekatan struktural kurang banyakmembawa kemajuan. Pendekatan kreatif justru dimulaidenganhal-halkonkrit, urgen dan aktual. Tanpamempersoalkan terlebih dahulu masalah struktur organisasi,semua sepakat bahwa gereja diutus dan ditempatkan olehTuhan untuk melaksanakan panggilan yang sama di tengahtengah masyarakat yang sama, yaitu di tengah-tengah prosessejarah Bangsa dan Negara yang sedang membangun. Dalamsituasi tersebut gereja terpanggil untuk menerjemahkan shalomsebagai kelimpahan anugerah Allah, dengan terus-menerusmenyatakan tanda-tanda shalom itu, sehingga dapat menjadisumber inspirasi dan motivasi bagi pembangunan. Tantangantantangan yang nyata, urgen dan aktual ini lebih memudahkangereja-gereja menyepakati pokok- pokok tugas panggilannya.Itulah sebabnya mengapa PTPB merupakan dokumen awaldalam LDKG.17. Untuk mampu melaksanakan secara bersama-sama tugaspanggilan bersama itu, dibutuhkan suatu pemahaman bersamamengenai pokok-pokok dasar iman kristiani. Tanpa adanyapemahaman bersama akan sulit melaksanakan tugas panggilangereja secara bersama-sama. Visi yang jelas mengenai misibersama seperti tertuang dalam PTPB memerlukan landasanyang sama. Berdasarkan pemahaman ini, maka gereja-gerejalebih terbuka dan lebih berani menyepakati pemahamanbersama iman Kristen dalam konteks nyata Indonesia. Dengandemikian, maka PBIK disepakati selaku Dokumen ke-2 dalamLDKG. Selaku dokumen ia belum merupakan Pengakuan Iman,tetapi adalah langkah awal menuju suatu Pengakuan ImanBersama.18. Tindakan berikut adalah menata sisi praktis kehidupanpersekutuan antar-gereja. Dari pengalaman perjalanan bersama30 tahun, maka hal-hal yang secara praktis sudah dilaksanakanbersama, demikian pula kemajuan-kemajuan yang telah dicapaiselama ini, perlu dilembagakan. Dari pengalaman tersebut8

menjadi jelas bahwa secara praktis seluruh aspek kegiatangereja telah tercakup, walaupun tidaksemuanya berjalandengan mulus dan lancar. Misalnya pengakuan dan penerimaanjabatan gerejawi, perpindahan keanggotaan gereja, perayaanPerjamuan Kudus bersama, dan lain sebagainya. Denganmelembagakannya dalam satu Piagam Saling Mengakui danSaling Menerima (PSMSM), maka langkah-langkah lebih majuuntuk masa mendatang lebih terbuka dalam prosesmeningkatkan hubungan kreatif antar-Gereja Anggotamenampakkan keesaan secara lebih nyata. Dokumen ke-3 inisangat penting dan memiliki nilai historis yang sangat berarti,mengingat latar belakang warisan teologis yang beranekaragam, namun mampu saling mengakui dan saling menerimadalam penyelenggaraan kehidupan persekutuan, kesaksian danpelayanan gereja.19. Dengan disepakatinya ketiga dokumen tersebut, semakindisadari pula betapa pentingnya wadah kebersamaan yang adaitu dilanjutkan, ditingkatkan dan diperbarui. Kesadaran akankebutuhan untuk melanjutkan, meningkatkan dan membaruiwadah kebersamaan ini lebih memudahkan dan memperlancarpercakapan dan pengertian yang menyangkut sisi strukturorganisasi. Dalam kerangka inilah kita memahami posisi TataDasar PGI sebagai Dokumen ke-4. Dalam segalakesederhanaannya, dokumen ini mencerminkan bahwa gerejagereja di Indonesia telah memasuki tahap keesaan yang lebihmaju.20. Untuk menopang proses kebersamaan dan keesaan gereja diIndonesia, disadari mutlaknya gereja-gereja di Indonesia itumandiri di bidang teologi, daya dan dana. Terutama mengingatbahwa gereja-gereja berada di tengah-tengah dan adalah bagianintegral dari bangsa Indonesia yang tengah mempersiapkan dirimenuju tinggal landas, yang berarti menyelenggarakankehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sertamelaksanakan Pembangunan Nasional sebagai PengamalanPancasila atas kemampuan sendiri. Dalam konteks itukemandirian gereja menjadi semakin mutlak. Dari kesadaran inilahirlah Dokumen ke-5; ”Menuju Kemandirian Teologi, Daya9

dan Dana”.21. Dari catatan sejarah kelahiran LDKG ini dapatlah dipahamilogika dari urutan atau sistematika LDKG. Ia tidak dimulaidengan segi struktur, karena bahaya salah paham akan suatu”super struktur” dapat menjadi penghambat. Ia juga tidakdiawali dengan pemahaman iman, karena keragaman latarbelakang tradisi teologis yang banyak dapat memperlambatjalannya arak-arakan keesaan. LDKG bertolak dari pemahamantentang ”apa tugas panggilan kita bersama”. Dari titik tolak inilangkah berikutnya terbukti lebih ringan.Dari LDKG ke DKG22. Sidang Raya DGI/PGI X Ambon tahun 1984 telah menyepakatidan menerima Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG).Keputusan Sidang Raya X tersebut adalah hasil pergumulanyang lama dan luas, yang mencerminkan pandangan historisteologis gereja-gereja kita di Indonesia. Ia adalah upaya gerejauntuk memahami bersama apa yang tengah berkembang dalammasyarakat bangsa serta rekaan-rekaan tentang apa danbagaimana perkembangan masyarakat itu selanjutnya dalamkurun waktu 5-10 tahun mendatang. Ia merupakan jawabangereja atas persoalan-persoalan yang dihadapi dan yang akandihadapi, karena gereja sadar bahwa gereja ikut memikultanggungjawab agar cita-cita dan harapan Bangsa dan Negaradalam Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila itudapat tercapai. Oleh karena itu, LDKG ini dengan segalakekurangan dan keterbatasannya merupakan dokumen yangbersejarah dan sangat penting bagi perjalanan bersama gerejagereja di Indonesia.23. Melalui pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupanpersekutuan, kesaksian dan pelayanan, sesudah jangka waktutertentu, kita tiap-tiap kali terpanggil untuk memahami kembalimasalah-masalah dan tantangan-tantangan baru – apa yangdisebut sebagai “membaca tanda-tanda zaman”. Denganmemperhatikan dan berupaya memahami tantangan baru itu,10

kita setiap kali menanyakan kembali apa petunjuk sertakehendak Tuhan, melalui Firman dan atas bimbingan RohKudus. Dan berdasarkan petunjuk itu kita menetapkan langkahlangkah lebih lanjut untuk meneruskan perjalanan bersamagereja- gereja Tuhan melaksanakan tugas panggilan yang sama.24. Setelah 5 tahun pengalaman dalam kehidupan PGI denganberpedoman pada LDKG 1984, gereja-gereja makin menyadaribahwa ada hal-hal yang perlu diperbaiki, dikoreksi dandiperbarui. Hal yang sangat mencolok dirasakan adalah bahwakeutuhan LDKG sebagai dokumen yang bulat, lengkap dalamketerkaitan yang tak terpisahkan, kurang tercermin. Maksudnyaadalah bahwa keakraban visi teologis dan pendekatanmisiologis kurang merata dalam semua dokumen.25. Oleh sebab itu Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGI memutuskanuntuk menyampaikan Rancangan Usul Perubahan LDKG kepadaSidang Raya XI PGI di Surabaya tahun 1989. Sidang Raya XI PGIdi Surabaya tahun1989 kemudian memutuskan untukmenetapkan perubahan-perubahan LDKG. Sidang Raya itumembuat suatu Pengantar Umum untuk keseluruhan LDKGsecara utuh dan menempatkannya secara terpisah dari semuadokumen. Istilah yang dipakai adalah PRASETYA KEESAAN,yang mengingatkan kita kepada usul BPL-DGI tahun 1981.Dengan adanya Pengantar Umum tersebut diharapkan kesatuanLDKG makin terlihat.26. LDKG yang ditetapkan oleh Sidang Raya X PGI Ambon yangkemudian telah diperbarui oleh Sidang Raya XI PGI Surabaya,mempunyai makna yang sangat penting dalam sejarah gerejadiIndonesia dan juga dalam sejarah oikoumene di seluruhdunia. Beberapa hal patut kita catat:a. LDKG merupakan dokumen keesaan gereja-gereja kita yangbersifat utuh dan menyeluruh (komprehensif), karena didalamnya terkandung seluruh kekayaan pengalaman kitaberoikoumene di Indonesia sejak DGI berdiri di tahun 1950.Selama ini dokumen-dokumen keesaan yang dihasilkanmasih bersifat fragmentaris. Sekaligus, baik sebagai masing11

masing bagian maupun sebagai suatu kesatuan yang utuh,LDKG telah dapat berfungsi sebagai dasar tumpuan yangstrategis dan konseptual; yang dapat menjawab segalatantangan pokok yang aktual, yang biasanya jadi kerikilkerikil dan faktor penghambat bagi proses keesaan selamaini. Sehingga dengan penuh kearifan (dan bukan denganpressure atau paksaan) kita bersama dapat memasukisejarah keesaan dalam wadah baru PGI.b. Upaya meningkatkan keesaan gereja dalam LDKG tidakterjebak dalam pendekatan organisatoris atau kelembagaan,suatu hal yang selama ini lebih banyak menimbulkanberbagai masalah dan kendala dalam upaya mencapai”tujuan DGI”. Tetapi gereja-gereja kita di Indonesiamengikuti pendekatan dari segi misi bersama, sebagaimanadinampakkan dalam bobot yang kuat dari PTPB ataupundengan menempatkan posisi PTPB dalam kedudukan awaldan pengarah bagi dokumen-dokumen lainnya.c. Kekuatan LDKG ialah bahwa ia merupakan DokumenKeesaan dengan nilai teologis-eklesiologis, historisdanmisiologis. Secara keseluruhan LDKG mencerminkansuatu pergumulan teologis dan eklesiologis (terutama PTPB,PBIK dan Tata Dasar) dalam upaya keesaan: membarui,membangun dan mempersatukan gereja-gereja kita. Hal initerjadi karena kesadaran untuk meniti jalan keesaan dibawah tuntunan Firman Allah, selalu dikaitkan erat dengankonteks nyata gereja-gereja kita di Indonesia. LDKG(terutama dimotori oleh PTPB dan upaya kemandirian dibidang teologi, daya dan dana) dengan sadar berusahamenguak tabir masa depan gereja-gereja kita di Indonesiadan bagaimana seharusnya kita berparti

Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) dengan pola pendekatannya melalui tiga komisi, yaitu:Komisi Faith and Order (Iman dan Tata Gereja), Komisi Life and Work (Hidup dan Karya Gereja), dan Komisi Mission and Evangelism (Misi dan Pekabar

Related Documents:

penyelesaian tugas akhir. b. Usulan penggantian dosen pembimbing harus diajukan kepada ketua program studi berikut alasan-alasan disertai usulan dosen pembimbing baru. c. Penggantian dosen pembimbing harus disahkan oleh Ketua Program Studi Teknik Kimia. 1.6 Penyerahan Tugas Akhir 1. Tugas akhir diserahkan setelah disetujui oleh dosen pembimbing.

dalam pengarahan dan bimbingan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. vii 7. Hari Prasetyo, AMK, selaku pembimbing lapangan di Bangsal Alamanda 1 RSUD Sleman Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam pengambilan data. 8. Bapak Sukirman dan Ibu Lilis Maryati yang telah memberikan dukungan material, moral, dukungan, dan doa yang selalu dipanjatkan .

Skripsi ini telah diperiksa oleh pembimbing dan telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember Jember,19 Agustus 2020 Pembimbing I Ns. Luh Titi Handayani.,S.Kep.,M.kes NPK. 1979070110112289 Pembimbing II Ns. Ginanjar S.A, M.Kep.,Sp.Kep.M.B

Analisis Nilai-Nilai Budi Pekerti Dalam Syair Abdul Muluk Karya Raja Ali Haji oleh Rudianto. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dosen Pembimbing I: Dra. Hj. Isnaini Leo Shanty, M.Pd. Dosen Pembimbing II: Siti Habiba, Lc., M.Ag.

1. Dr. Endang Poerwanti, M.Pd, selaku dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir ini. 2. Dian Ika Kusumaningtyas, M.Pd, selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam membimbing penulis sehingga

Studi Etnobotani dan Persepsi Konservasi Tumbuhan dalam Perspektif Islam oleh Masyarakat Desa Gubugklakah Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Malang. Dosen Pembimbing I: Romaidi, M. Si. Pembimbing II: Ach. Nasichuddin, M.A. Kata Kunci: Etnobotani, Konservasi Islam.

Penggunaan Bahasa Prokem dalam Komunikasi Bahasa Jawa Siswa SMP N 1 Purbalingga. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs.Widodo, Pembimbing II: Dra. Esti Sudi Utami, M. Pd. Kata kunci: prokem, komunikasi bahasa Jawa. Basa prokem asring dianggo lan disenengi dening para mudha.

Annual Book of ASTM Standards, Vol. 04.02. 3 For referenced ASTM standards, visit the ASTM website, www.astm.org, or contact ASTM Customer Service at service@astm.org. For Annual Book of ASTM Standards volume information, refer to the standard’s Document Summary page on the ASTM website. 4 The boldface numbers in parentheses refer to a list of references at the end of this standard. 1 .