EKOLOGI PEMERINTAHAN

2y ago
56 Views
10 Downloads
2.90 MB
234 Pages
Last View : 28d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Melina Bettis
Transcription

EKOLOGI PEMERINTAHANTATA KELOLA DAN KELEMBAMAN BIROKRASI DALAMMENANGANI KEBAKARAN HUTAN, PENGELOLAANSAWIT, SERTA PERANAN ELIT LOKAL

Eko Priyo PurnomoAchmad NurmandiTunjung SulaksonoMega HidayatiRijal RamdaniAgustiyaraEKOLOGI PEMERINTAHANTATA KELOLA DAN KELEMBAMAN BIROKRASI DALAMMENANGANI KEBAKARAN HUTAN, PENGELOLAANSAWIT, SERTA PERANAN ELIT LOKALDidukung oleh:

EKOLOGI PEMERINTAHANTATA KELOLA DAN KELEMBAMAN BIROKRASI DALAMMENANGANI KEBAKARAN HUTAN, PENGELOLAANSAWIT, SERTA PERANAN ELIT LOKALPenulis:Eko Priyo PurnomoAchmad NurmandiTunjung SulaksonoMega HidayatiRijal RamdaniAgustiyaraSirkulasi: Budi Estri & Lubna SalsabilaLayout: Rijal RamdaniDesign: AgustiyaraPenerbit: LP3M UMYISBN 978-602-7577-82-4Cetakan Pertama, November 2016

KATA PENGANTARAssalamualaikum WR WB,Bismilahirohmannirohim,Atas nama Allah yang Maha Pemurah serta Maha Penyayang,segala puji kepada Alalh SWT sang Penguasa Alam. Solawatserta salam kami tujukan kepada Nabi Muhammad SAW.Buku Ekologi Pemerintahan ini bertujuan untuk melihatbagaimana pola penguasaan lahan oleh Small and Mediumsized Agriculturists (SMAs) dalam hal ini adalah elit lokal danmasyarakat di Indonesia. Dipetakan bagaimana pola pembukaanlahan dan pemeliharaan perkebunan sawit oleh SMAs. Ditelaahjuga pola koordinasi dan komunikasi penanganan kebakaranoleh daerah dan para pemangku kepentingan lain. Buku inijuga melihat apakah ada kelembaman birokrasi sehinggapencegahan dan pemadaman belum optimal. Buku ini sangatdirekomendasikan dibaca para pengusaha, penulis sertamahasiswa yang ingin mengetahui tentang tata kelola lahankhusunya dalam pengelolaan sawit dengan fokus bagaimanamengatasi kelembaman birokrasi (bureaucraticinertia) agarmitigasi kebakaran hutan serta lahan dapat diselesaikan secaraoptimal.Kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diRiau tahun 2013 menurut penilaian Bank Dunia mencapai Rp.v

20 triliun (CNNIndonesia, 2015). Kerugian tahun ini dapat jauhmelebihi angka tersebut, jika memperhitungkan kebakarandi berbagai daerah lain. Kebakaran tahun 2015 disebutmemproduksi CO2 sebesar 16 Juta Metrik ton perhari atau lebihbanyak dari produksi US selama sehari dengan 0,5 Juta kenapenyakit ISPA dan 43 Juta orang kena dampak asap (WorldResouces Institute, 2015).Pada sisi yang lain, perusahaan perkebunan sawit seringdituding menjadi penyebab utama karhutla. Riset tim penulisCIFOR (Gaveau et.al, 2014) terhadap karhutla di Riau tahun2013 yang menimpa 3 juta ha lahan di Riau, menunjukkanbahwa: 1) 52% dari kebakaran (84.717 ha) adalah dalamkonsesi sawit dan akasia (Hutan Tanaman Industri/HTI), tetapi2) 60% dari kebakaran di konsesi tersebut, berasal dari areayang ditempati masyarakat/pekebun kecil dalam konsesitersebut (enclave).Buku ini mencoba menggali bagaimana tata kelola lahanyang dilakukan oleh pemerintah pusat serta daerah telahdilakukan. Fokus dari buku ini mencoba mengambarkanmasyarakat yang disebut pekebun kecil-menengah-besar(small-medium-scale agriculturalists/SMAs) dan dalam studiCIFOR (2014), sebenarnya adalah suatu jaringan lokal yangrumit dan memanfaatkan masyarakat, aparat desa, kelompoktani, koperasi, untuk membakar lahan dan kemudian menjuallahan siap tanam maupun sudah ditanam kepada elit lokalyang ada di daerah tersebut maupun di luar daerah (Purnomo,2015). Peraturan Menteri Pertanian tidak mensyaratkan adanyaizin, tetapi justru meminta pemerintah daerah untuk mendaftarpekebun kecil.Buku ini juga memaparkan secara jernih dan cermat beberapatemuan yang melihat tata kelola lahan serta hubungannyadengan kelembaman birokrasi (Bureaucratic inertia) serta peranelit lokal dalam pemanfaatan lahan di Indonesia, khususnyavi

Riau. Birokrasi adalah lembaga yang didorong bekerja secararasional, profesional serta merupakan organisasi besar yangmampu menyediakan kebutuhan publik secara tepat. Akantetapi keadaan di Indonesia menunjukkan hal yang berbeda.Keadaan yang disebut dengan Bureaucratic Inertia ataukelembaman birokrasi. Keadaan ini melihat birokrasi sebagaiorganisasi yang belum efisien, tidak fleksibel atau malah terlalurigid, kolaborasi antar pihak kurang dan tujuan atau sasaranlembaga menjadi tidak tepat serta kurang legitimasi.Paparan menarik berikutnya dari buku ini adalah tentangperan elit lokal dalam mebagi kuasa atau sumber daya didaerah. Elite merujuk pada orang atau kelompok yang memilikikekuasaan, kemampuan ekonomi, penguasaan teknologi ataupengetahuan serta kemampuan sosial di dalam masyarakatatau negara. Jadi Elit lokal adalah orang atau sekelompokorang yang memiliki pengaruh serta kuasa di level daerahatau wilayah tertentu. Pada buku ini dipaparkan bagimanajaringan lokal ini memanfaatkan kemudahan yang diberikanuntuk pekebun sawit kecil (kurang dari 25 ha), dan aturanyang membolehkan membakar lahan untuk masyarakatlokal. Pada sisi ini juga dilihat SMAs dikuasai oleh elit lokal(di antaranya pejabat pemerintah lokal). Praktek yang tidakbertanggung jawab dari SMA ini menyebabkan pemerintahdaerah mengalami kelembamam birokrasi (dari kelalaian/omission atau kesengajaan atau perintah/commission dariaparat pemerintah daerah dan aparat pusat di daerah) dalampencegahan karhutla, mulai dari penyiapan anggaran yangmemadai untuk pencegahan, sampai ke kegiatan pemadaman,disaster relief, sampai rehabilitasi lahan pasca karhutla.Para penulis menggunakan data primer dan sekunder terkaitkarhutla di Riau. Data primer akan diperloleh dari: survey, policyreview, analisis APBD, FGD, cost benefit analysis, networkanalysis. Data sekunder akan diolah dari penulisan sebelumnyavii

terkait karhutla di Riau dan Indonesia, studi terkait elit politiklokal pasca otonomi daerah, penguasaan sumber daya lokaldan sumber lain yang relevan.Semoga buku ini selain menjadi salah satu bacaan parapemikir, penulis serta pengusaha perkebunan di Indonesia,diharapkan buku ini mampu memberi kontribusi positif bagipemanfaat lahan serta pembangunan perkebunan sawit yanglebih lestari.Wassalamualaikum WR WB.Jakarta, 29 September 2016Dr Tachrir FathoniDirektur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam danEkosistem KLHKviii

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR.vDAFTAR ISI. ixDAFTAR TABEL.xiiiDAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM. xvDAFTAR SINGKATAN . xxiBAB I PENDAHULUAN.1I. Gambaran Umum Buku .1BAB II KELEMBAGAAN, BIROKRASI, MANAGEMENTHUTAN SERTA ELIT.5I. Manajemen Kehutanan di Negara Berkembang.5II. Pendekatan Kelembagaan pada Pengelolaan SumberDaya. 11II.1 Pemahaman Kelembagaan. 11II.2 Lembaga dan Badan Pengelolaan Sumber Daya .14II.3 Birokrasi Hutan di Saat Kebakaran .32II.4 Keadaan Bahaya dan Bencana.35II.4.1 Proses .35II.4.2 Struktur dan Tata Kelola.36II.4.3 Tantangan dan Hambatan .37ix

III. Kelembaman Birokrasi .38III.1 Anggaran .41III.2 Ketidakpastian: Keadaan Berbahaya.42III.3 Jalan Ketergantungan: Struktur dan Tata KelolaPemerintah.44III.4 Kekuatan dan Kekuasaan.44IV. Elit Lokal.46BAB III EKSPANSI SAWIT: Penurunan Tutupan danKebakaran Hutan Riau.49I. Ekspansi Perkebunan Sawit .49II. Penurunan Luas Tutupan Hutan .55III. Peningkatan Luas Lahan Sawit di Provinsi Riau .57III.1 Luas Perkebunan Sawit Per Kabupaten .59III.2 Persebaran Jumlah Perusahaan .60IV. Persebaran Titik Api .61BAB IV FAKTOR KEBAKARAN HUTAN DANPENGUASAAN ELIT LOKAL.67I. Pengantar.67II. Pemetaan Karhutla .67II.1 Sebaran Kebakaran .67II.2 Sebaran Kabupaten dan Kecamatan.69II.3 Jenis Lahan Terbakar.71III. Kasus–kasus Kebakaran dan Kepemilikan Lahan .73III.1 Kecamatan Siak Kecil.74III.1.1 Desa Tanjung Belit.74III.1.2 Sumber Jaya.76III.1.3 Desa Sungai Linau .79III.1.4 Peta Kepemilikan Lahan Kec. Siak Kecil .80III.2 Kasus Kebakaran Kec. Bukit Batu.82III.2.1 Desa Dompas.84III.2.2 Desa Sungai Pakning .87x

III.2.3 Desa Sepahat .88III.2.4 Desa Tanjung Leban .93III.3 Kasus Kebakaran Kecamatan Bantan.98III.3.1 Desa Teluk Lancar .99III.3.2 Desa Kembung Baru.102III.3.3 Desa Bantan Tua.104III.3.4 Kasus Kebakaran Kecamatan Bengkalis .108III.4 Analisis Penyebab Karhutla. 110III.4.1 Sengaja Dibakar. 110III.4.2 Lahan Tidur & Semak Belukar. 116III.4.3 Faktor Tidak Sengaja. 118III.4.4 Kekeringan, Cuaca dan Kanalisasi.120III.4.5 Etnis dan Migrasi Etnis .128III.4.6 Konflik Lahan dan Penguasaan Air .131III.5 Analisis Penguasaan Lahan.133III.5.1 Penguasaan HTI dan PBS Sawit .133III.5.2 Penguasaan Elit Lokal.135BAB V KERJASAMA DALAM PENANGGULANGANKARHUTLA .141I. Stakeholder Penaggulangan Karhutla.141I.1 Pusdalkarhutla .142I.2 NGOs & Ormas.150II. Analisis Kerjama .153II.1 Lemahnya Kerjasama .153II.1.1 Analisis Smart PLS.153II.1.2 Social Network Analysis .158II.2 Sentralitas dalam kolaborasi.163II.3 Kolaborasi Tingkat Kabupaten.166xi

BAB VI KELEMBAMAN BIROKRASI.171I. Pengantar .171II. Faktor Kelembaman .177II.1. Kewenangan dan Legitimasi .177II.2 Besarnya Struktur .180II.3 Muatan Peraturan Perundangan.181II.4 Komitmen Pemerintah .183II.5 Aspek Anggaran .188II.5 Korupsi dibalik Karhutla.192DAFTAR PUSTAKA.197DAFTAR INDEKS.205BIOGRAFI PENULIS.207xii

DAFTAR TABELTabel 2.1Tabel 2.2Tabel 2.3Tabel 3.7Tabel 4.1Tabel 4.2Tabel 4.3Tabel 4.4Tabel 4.5Tabel 4.6Tabel 4.7Tabel 4.8Tabel 4.9Rerata Perubahan Bersih Tahunan Hutan.6Demografi, Politik dan Karakteristik Ekonomi.24Faktor yang menyebabkan kelembamanbirokrasi .40Dampak Perkebunan Kelapa Sawit.54Persebaran Kebakaran di Kecamatan Siak Keciltahun 2016 .74Persebaran Kebakaran di Kecamatan Bukit Batutahun 2013 .83Persebaran Kebakaran di Kecamatan Bukit Batutahun 2014.83Persebaran Kebakaran di Kecamatan Bukit Batutahun 2015.84Persebaran Kebakaran di Kecamatan Bukit Batutahun 2016 .84Persebaran Kebakaran di Kecamatan Bantantahun 2015 .99Persebaran Kebakaran di Kecamatan Bantantahun 2016 .99Persebaran Kebakaran di Kecamatan Bukit Batutahun 2016 . 113Gambaran penguasaan lahan oleh petani kelapasawit .138xiii

Tabel 4.10Tabel 5.1Tabel 5.2Tabel 5.2Tabel 5.3Tabel 5.3Tabel 5.4Tabel 5.5Table 5.6Table 5.7Tabel 5.9Table 5.10Tabel 5.11Tabel 5.12Table 5.13Table 5.14Tabel 6.1Tabel 6.2Table 6.3Gambaran penguasaan lahan oleh elit lokal dikabupaten Bengkalis.140Institusi PUSDARKARHUTLA di TingkatProvinsi.144Struktur Organisasi Sub-PUSDALKARHUTLAKabupaten.145Institusi Sub-Satgas PUSDARKARHUTLAdi Tingkat Kabupaten .147Susunan Organisasi Sub-Satgas Sektordi Tingkat Kecamatan.148Institusi Sub-Satgas PUSDARKARHUTLAdi Tingkat Kecamatan .149NGOs yang Concern dalam Isu Lingkungan(Karhutla).150Ormas dan Masyarakat Kampus yang Concerndalam (Karhutla).151Profile Data Responden INSTITUSI.154Data Bidang Responden Jabatan.155Data metrik setruktur jaringan, 2016.161Data metrik sentralitas dalam kolaborasi,2016.163Data metrik sentralitas dalam kolaborasi,2016.163Data metrik aktor dalam konteks degreecentrality, betweeness centrality dan closenesscentrality, 2016.165Network Data Statistik di Tingkat Kabupaten.168Perbandingan Jaringan Stakeholders di Secarakeseluruhan dan tingkat Kabupaten, 2016.168response regulations on Forest Fires .177Anggaran Dinas Kehutanan (2009-2013).189Anggaran Penanggulangan Kebakaran HutanDinas Kehutanan.189xiv

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAMGambar 2.1Gambar 2.2Gambar 2.3Gambar 2.3Gambar 2.4Diagram 3.1Diagram 3.2Diagram 3.3Diagram 3.4Diagram 3.5Diagram 3.6Diagram 3.8Diagram 3.9.Diagram 3.10Diagram 3.11Digram 3.12Kerangka untuk Analisis Kelembagaan.21Model Ekonomi Kelembagaan Baru.27Paradoks Kontrol Negara: Peraturan danEkonomi Informal.28Kualitas Pemerintah.30Kolaborasi Lintas Sektor.34Sawit Pangsa Terbesar Ekspor Riau.50Perkembangan Luas Lahan Sawit.50Produksi Kelapa Sawit di Provinsi Riau.51Perkembangan Produksi Sawit Riau.52Produksi Crude Palm Oil di Provinsi Riau.52Share Ekspor Minyak Sawit di Riau.53Luas Hutan Berdasarkan Fungsi di ProvRiau.55Presentase Hutan Berdasarkan Fungsi.56Penurunan Jumlah Tutupan Hutandi Provinsi Riau.56Pertumbuhan Luas Perkebunan KelapaSawit di Provinsi Riau (Ha) .57Luas Hutan Berdasarkan Status Kepemilikan(Ha).58xv

Diagram 3.13 Sebaran Luas Perkebunan Sawit (Ha) PerKabupaten tahun 2014.59Diagram 3.14 Perkembangan Luas Lahan Sawit perKabupaten di Provinsi Riau.60Diagram 3.15 Persebaran perusahaan sawit di provinsi Riau.61Diagram 3.16 Tiga Kabupaten dengan Titik Api Tertinggi danTerendah.62Diagram. 3.17 Tititk Panas di Provinsi Riau BerdasarkanProvinsi dan Kabupaten.63Diagram 3.18 Perbandingan Lahan, Titik Api danPerusahaan.64Diagram 4.1 Perbandingan Luas Lahan Terbakar di 5Provinsi di Indonesia 2014 .68Diagram 4.2 Perkembangan Titik Api 11 Tahun Terakhir diProvinsi Riau .68Diagram 4.3 Kabupaten Tettinggi Hot Spot dalam 5 TahunTerakhir .69Diagram 4.4 Jumlah Sebaran Kecamatan Rawan Api diProvinsi Riau Per Kabupaten .70Diagram 4.5 Jumlah Titik Api di 5 Kecamatan di KabupatenBengkalis 2013 – 2015 .70Diagram 4.6 Presentase Luas Lahan Gambut di 5Kecamatan Kab. Bengkalis .71Diagram 4.7 Presentase Luas Lahan Gambut perKabupaten di Provinsi Riau .72Gambar 4.1 Pemetaan Kecamatan Rawan TerjadiKebakaran.72Gambar 4.2 Sebaran Ekosistem Kubah Gambut diKabupaten Bengkalis .73Gambar 4.3 Area Lahan Milik Masyarakat yang Terbakar,Akses Jalan dan Perkebunan Sawit .75xvi

Gambar 4.4Gambar 4.5Gambar 4.6Gambar 4.7Gambar 4.8Gambar 4.9Gambar 4.10Gambar 4.11Gambar 4.12Gambar 4.13Gambar 4.14Gambar 4.15Gambar 4.16Gambar 4.17Gambar 4.18Sarang walet di area perkebunan Sawit milikpengusaha lokal tiongkong, 3 km dari lokasikebakaran 150 Ha 2016.78Lahan Terbakar Milik Pemda Kab.Bengkalis diSungai Linau Kec. Siak Kecil .80Kebun Karet yang Sengaja Dibakar DikonversiMenjadi Perkebunan Sawit .85Lahan Tidur Milik Pertamina yang SiapDirambah oleh Masyarakat Sungai Pakning .88Semak Belukar Terbakar Beberapakali 2014 &2015 di Sepahat Jl. Lintas Dumai .89Kebiasan Masyarakat Memerun di TengahPerkebunan Sawit Saat Terik Matahari .91Salah Satu Rumah Warga yang MemilikiLahan Lebih dari 10 Ha di Desa Sepahat .92Kanal Dibuat oleh HTI di Tengah PerkebunanMilik Masyarakat .94Lahan terbakar di tahun 2014 & 2015 yangsudah tertanami kelapa sawit .95Lahan karet milik masyarakat & hutan yangterbakar di Desa Teluk Lancar .101Area konsesi HTI PT. RRL lebih dari 150 haterbakar di tahun 2016 .103Lahan terbakar milik PNS Bengkalis dan milikanggota DPRD Bengkalis di Bantan Tua .105Jalan beton menuju lahan yang dimiliki PNSdan anggota DPRD Bengkalis .106Pembe

Buku Ekologi Pemerintahan ini bertujuan untuk melihat bagaimana pola penguasaan lahan oleh Small and Medium-sized Agriculturists (SMAs) dalam hal ini adalah elit lokal dan masyarakat di Indonesia. Dipetakan bagaimana pola pembukaan lahan dan pemeliharaan perkebunan sawit oleh SMAs. Ditelaah

Related Documents:

1. Kajian ekologi berdasarkan pendekatan habitat yang dapat dibagi lagi menjadi beberapa kajian, seperti ekologi laut, ekologi air tawar, ekologi estuaria, ekologi darat, ekologi padang rumput, ekologi daerah aliran sungai, dan lain-lain. 2. Kajian ekologi

Pemerintahan, Manajemen SDM, Pelayanan Pemerintahan, Manajemen Pemerintahan SubBahan Kajian: 1.Karakteristik dan Perilaku Birokrat 2.Organisasi Pemerintahan 3.Manajemen sumber daya manusia (SDM) 4.Pelayanan Pemerintahan 5.Manajemen Pemerintahan mencatat pokok-pokok materi 6. Presentasi Pen

Arsitektur Ekologi Ekologi Ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya Arsitektur Ekologi: Pembangunan berwawasan lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal

Konsep Dasar Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah Prof. Eko Prasojo, S.IP., Mag.rer.publ., Dr.rer.publ. D esentralisasi telah menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara sesuai dengan teori pemerintahan daerah yang dianutnya.

A. Konsep Dasar Pemerintahan 1. Pengertian Pemerintahan . 12 Arenawati, Administrasi Pemerintahan Daerah, Sejarah, konsep dan penatalaksanaan di Indonesia. 63. 13 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. . bermakna bahwa desentralisasi hanya berhenti di kabupaten/ kota, dan kemudian

1 Gambaran diskriptif dari konsep pemerintahan daerah, . dan Pemerintahan Konkuren : Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan . 1997, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 10. Djokosutono, 1959, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur.

1 SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER 2 PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH 3 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam 4 sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah 5 provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas

The American Revolution Part One: The events leading up the Revolutionary War (1750 – 1775) Background Historically speaking, right now “we” are British. The Colonies are an extension of Britain, so we share their government, their identity, their pride, and also their enemies. There is NO United States of America. Taunton Flag, flown by colonists to show unity with the British crown .