ETIKA DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

3y ago
67 Views
2 Downloads
417.15 KB
16 Pages
Last View : 2d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : River Barajas
Transcription

ETIKA DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIKOleh : Dr. Ismiyarto, SH, M.SiABSTRAKKinerja pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara, baik pemerintahpusat maupun daerah belum memuaskan masyarakat, hal ini salah satunyadikarenakan belum berakar pada norma-norma etika yang benar. Di sisi lainmenunjukkan bahwa pola penyelenggaraan pelayanan publik cenderung sentralistikdan didominasi pendekatan kekuasaan, sehingga yang dirasakan oleh masyarakatadalah perilaku penyelenggara atau aparatur dirasakan diskriminatif, berbelit-belit,dengan biaya mahal, sehingga pelayanan publik kurang memuaskan masyarakat.Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan berupa peraturan perundangundangan, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteriterkait dengan etika penyelenggaraan pelayanan publik.Dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundang-undngan terkait etika danpelayanan publik dimaksud, penyelenggaraan pelayanan publik akan lebih baik danmemuaskan masyarakat.Kata kunci: etika, pelayananan publik dan azas umum pemerintahan yang baik.A. PendahuluanDalam kehidupan masyarakat modern saat ini, setiap individu atau anggotamasyarakat diharapkan untuk dapat bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya.Namun dalam kehidupan bermasyarakat tunduk pada kaidah-kaidah yang terdapatdalam lingkungannya, baik itu norma hukum, kesopanan, kesusilaan dan agama yangdisebut sebagai etika. Kondisi ini menimbulkan konsekuensi berupa penghormatanterhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (Hartini dkk, 2010:47).Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti kebiasaan atauwatak. Jadi dalam hal ini etika merupakan pola perilaku atau kebiasaan yang baik dandapat diterima oleh lingkungan pergaulan seseorang atau sesuatu organisasi tertentu(Fernanda, 2003:2). Dengan demikian, tergantung pada situasi dan cara pandangnya,seseorang dapat menilai apakah etika digunakan atau diterapkan itu bersifat baik atau1

buruk. Dalam konteks organisasi administrasi publik atau pemerintah, pola-pola sikapdan perilaku serta hubungan antar manusia dalam organisasi maupun hubungannyadengan pihak luar organisasi pada umumnya diatur dalam peraturan perundangundangan. Etika bagi penyelenggara negara merupakan hal penting yang harusdikembangkan karena dengan adanya etika diharapkan mampu untuk membangkitkankepekaan birokrasi atau pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik.Dewasa ini administrasi publik menghadapi tantangan yang cukup pelik sebagaiakibat dari adanya tuntutan yang semakin beragam, sementara itu sumber daya yangdimiliki sangat terbatas baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Oleh karena ituadministrasi publik dituntut mampu menjawab berbagai tantangan dengan menempuhberbagai cara yang dapat dilakukannya.Salah satu cara yang dapat ditempuh guna menjawab tantangan itu adalahdengan melakukan berbagai aspek dalam reformasi administrasi publik, salah satuaspek yang penting diperhatikan dalam proses reformasi administrasi publik adalahaspek etika dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat atau yang lebihdikenal sebagai etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik.Etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik bagi aparatur pemerintah seringkurang tersentuh dalam kajian-kajian bidang administsrasi publik yang ngatditentukanolehetikapenyelenggara negara yang melaksanakan pelayanan kepada publik atau masyarakat.Apabila penyelenggara memahami dan menerapkan etika dalam penyelenggaraanpelayanan publik secara benar, maka kinerja pelayanan diharapkan akan meningkatdan memenuhi keinginan masyarakat yang dilayani. Sebaliknya, apabila dalam beretikatidak dipahami, dihayati dan dilaksanakan secara benar maka kinerja pelayanan publikmenjadi buruk dan akan timbul banyak pengaduan dari masyarakat yang dilayani.Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kinerja pelayanan publik yangdiberikan oleh penyelenggara belum berakar pada norma-norma etika yang benar.Fenomena lain yang terlihat di lapangan menunjukkan bahwa pola pelayananpenyelenggara cenderung sentralistik dan didominasi pendekatan kekuasaan, sehinggakurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat,yang seharusnya terbuka, profesional dan akuntabel. Implikasi dari ketidakhadiran2

(absence) etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang paling dirasakanmasyarakat adalah perilaku penyelenggara yang diskriminatif dan tidak efisien.Pelayanan yang diterima publik atau masyarakat tidak memperhatikan standarpelayanan publik yang berlaku terkait dengan persyaratan, waktu dan biaya pada setiapjenis pelayanan.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang pemikiran di atas, dapat dirumuskan masalahpenelitian yaitu Bagaimanakah penerapan etika dalam penyelenggaraan pelayananpublik oleh penyelenggara pemerintah pusat dan daerah saat ini ?C. Tujuan PenelitianGuna menganalisis dan mengevaluasi etika dalam penyelenggaraan pelayananpublik oleh birokrasi.D. Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengansifat deskriptif.E. Tinjauan PustakaKajian tentang etika telah dimulai oleh Aristoteles. Kepada anaknya Nikomachus,dia menulis sebuah buku dengan judul Ethika Niromacheia. Pesan moral yang ingindisampaikan Aristoteles kepada anaknya adalah bagaimana tata pergaulan, rupa-rupapenghargaan manusia satu terhadap manusia lainnya. Tata pergaulan ideal antarmanusia seyogianya didasarkan atas kepentingan orang banyak (altruistis) anideal manusiadengansesamanya akan langgeng begitu juga kehidupan bermasyarakat karena padadasarnya manusia itu adalah zoon politicon (Wiranata, 2005:84).Istilah etika dalam bahasa Latin disebut ethos atau ethikos. Kata ini merupakanbentuk tunggal, sedangkan dalam bentuk jama adalah ta etha. Istilah ini juga kadangkadang disebut dengan mores, mos, yang juga berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”3

yang baik sehingga dari istilah ini lahir penyebutan moralitas atau moral. Etikaberkembang menjadi studi tentang berbagai kebiasaan manusia berupa kebiasaandalam konvensi/kesepakatan, yaitu dalam berbicara, berbusana, bergaul, dansebagainya. Studi tentang etika lebih menekankan pada perbuatan yang dilandasi olehtatanan nilai kodrat manusia yang tercermin dalam manifestasi kehendak, bukankebiasaan semata-mata.Terdapat beberapa definisi tentang etika, sebagaimana dikemukakan WJSPoerwadarminta (1986) etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak(moral). Sedangkan Sonny Keraf (1991) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasionalmengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan polaperilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Dalam konteksprofesionalisme, etika memberikan jawaban dan sekaligus pertanggungjawabantentang ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang yang berprofesi harus bersikap,berperilaku dan bertanggungjawab atas perbuatannya.Secara umum etika diartikan sebagai suatu susunan prinsip-prinsip moral dannilai. Prinsip prinsip tersebut kemudian diakui dan diterima oleh individu atau suatukelompok sosial sebagai sesuatu yang mengatur dan megendalikan tingkah laku sertamenentukan hal yang baik dan hal yang buruk untuk dilakukan. Secara konkrit , prinsipprinsip moral dan nilai tersebut biasanya diwujudkan dalam bentuk suatu kode etik(code of ethic), yaitu suatu aturan sistem atau standar yang memuat prinsip-prinsipmengelola moralitas dan tingkah laku yang diterima (accepted conduct) dalam suatulingkungan masyarakat (LAN, 2005).Menurut Keban (2005:2-3) etika penyelenggaraan pelayanan publik memiliki duaarti yaitu arti sempit dan arti luas. Dalam arti yang sempit pelayanan publik adalah suatutindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalamrangka tanggungjawabnya kepada publik baik diberikan secara langsung maupunmelalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat berdasarkan jenis dan intensitaskebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebihmenekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu deliverysystem yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat sehari-hari di bidang administrasi,keamanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air bersih, telekomunikasi, transportasi,4

bank, dan sebagainya. Tujuan pelayanan publik adalah menyediakan barang dan jasayang terbaik bagi masyarakat. Barang dan jasa yang terbaik adalah memenuhi apayang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikianpelayanan publik yang terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap publik,kalau perlu melebihi harapan publik.Dalam arti yang luas, konsep pelayanan publik (public service) identik denganpublic administrasion yaitu berkorban atas nama orang lain dalam mencapaikepentingan publik (JL. Perry, 1989:625 dalam Istiyadi, 2006:62). Dalam konteks inipelayanan publik lebih dititikberatkan kepada bagaimana elemen-elemen administrasipublik seperti policy making, desain organisasi dan proses manajemen dimanfaatkanuntuk menyukseskan penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah merupakan pihakprovider yang memberi tanggungjawab. Karya Denhardt yang berjudul The Ethic ofPublic Service (1988) merupakan contoh dari pandangan ini yang menyatakan bahwapelayanan publik benar-benar identik dengan administrasi publik.Dalam dunia administrasi publik atau pelayanan publik, etika diartikan sebagaifilsafat dan profesional standard (kode etik) atau moral atau right rules of conduct(aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayananpublik atau administrator publik (Denhardt, 1988, dalam Istiyadi 2006:61).Berdasarkan konsep etika dan pelayanan publik di atas maka yang dimaksudkandengan etika penyelenggaraan pelayanan publik (delivery system) yang didasarkanatas serangkaian tuntutan perilaku (rules of conduct) atau kode etik yang mengatur halhal yang baik dan harus dilakukan atau sebaliknya yang tidak baik agar dihindarkan.Isu tentang etika dalam pelayanan publik di Indonesia kurang dibahas secaraluas dan tuntas sebagaimana terdapat di negara maju. Telah disadari oleh berbagaipihak bahwa salah satu kelemahan dasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik diIndonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihat sebagai suatu elemen yangkurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik. Pada hal dalam literatur tentangpelayanan publik dan administrasi publik, etika merupakan salah satu elemen yangsangat menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus keberhasilan organisasipelayanan publik itu sendiri.5

Elemen itu harus diperhatikan dalam setiap fase pelayanan publik mulai daripenyusunan kebijakan pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan, sampai padamanajemen pelayanan untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan tersebut. Dalamkonteks ini pusat perhatian ditujukan kepada aktor yang terlibat dalam setiap fase,termasuk kepentingan aktor-aktor tersebut apakah para aktor telah benar-benarmengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan kepentingan yang lain. Misalnyadengan menggunakan nilai-nilai moral yang berlaku umum (six great ideas) seperti nilaikebenaran (truth), kebaikan (goodness), kebebasan (liberty), kesetaraan (equality), dankeadilan (justice), (Denhardt 1988, dalam Keban, 2008:168). Hal ini dapat dinilaiapakah para aktor tersebut jujur atau tidak dalam penyusunan kebijakan, adil atau tidakadil dalam menempatkan orang dalam unit dan jabatan yang tersedia, dan dusta atautidak dalam melaporkan hasil penyelenggaraan pelayanan publik.Perbuatan melanggar moral atau etika dalam penyelenggaraan pelayanan publiksulit ditelusuri dan dipersoalkan karena adanya kebiasaan masyarakat kita melarangorang “membuka rahasia” atau mengancam mereka yang mengadu. Sementara itu, kitajuga menghadapi tantangan ke depan semakin berat karena standar penilaian etikapelayanan terus berubah sesuai dengan perkembangan paradigmanya. Secarasubstantif, tidak mudah pula mencapai kedewasaan dan otonomi beretika karena penuhdengan dilema. Karena itu, dapat dipastikan bahwa pelanggaran moral atau etika dalampelayanan publik di Indonesia akan terus meningkat. Hal ini seperti yang dikemukakanKeban (2008:178-179) kaum teleologis mengemukakan bahwa tidak ada “universalmoral”. Suatu norma dapat dikatakan baik kalau memiliki konsekuensi atau outcomeyang baik, yang berarti bahwa harus didasarkan pada kenyataan. Misalnya, berbohongadalah norma universal yang dinilai tidak baik, tetapi bila berbohong ternyata membawahasil yang baik, maka berbohong itu sendiri tidak dapat dinilai melanggar norma etika.Sebaliknya menceriterakan kebenaran itu baik, akan tetapi bila menceriterakankebenaran akan membawa konsekeunsi yang jelek, maka menceriterakan kebenaranitu sendiri tidak dapat dinilai sebagai sesuatu yang etis. Karena itu, kaum teleologis iniberpendapat bahwa tidak ada suatu prinsip moralitas yang bisa dianggap universal,kalau belum diuji atau dikaitkan dengan konsekuensinya.6

Dalam rangka menjelaskan mengenai kaitan antara etika dengan pelayananpublik, Keban (2008:3) menyatakan bahwa : Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929untuk memisahkan administrasi dari politik (dikotomi) menunjukan bahwa administratorsungguh-sungguh netral, bebas dari pengaruh politik ketika melakukan pelayananpublik. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi administrasi politikpada tahun 1930 an, sehingga perhatian mulai ditujukan kepada keterlibatan paraadministrator dalam keputusan-keputusan publik atau kebijakan publik. Sejak saat inimata publik mulai memberikan perhatian khusus terhadap permainan etika nkeberhasilanseorangadministrator atau aparat pemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteriaefisiensi, ekonomi dan prinsip-prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria moralitaskhususnya terhadap kontribusinya terhadap publik interest terhadap kepentingan umum(Henry, 1995:400 dalam Istiyadi, 2006:64).Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa alasan mendasarmengapa pelayanan publik harus diberikan adalah adanya publik interest ataskepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah kepada pemerintahan yangmemiliki “tanggungjawab” atau responsibility. Dalam memberikan pelayanan inipemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya dan harus mengambilkeputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak, dimana,kapan atau dengan kata lain masyarakat dalam setiap jenis pelayanan apa syaratnya,berapa lama waktu yang diperlukan, dan berapa biayanya. Padahal, dalamkenyataannya menunjukkan bahwa pemerintah belum memiliki pegangan kode etikatau moral secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihakyang telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidakselamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga,kelompok, partai bahkan struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorangbirokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki “independensi”dalam bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”.Alasan lain lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam birokrasi yangmemberikan pelayanan itu sendiri. Desakan untuk memberi perhatian kepada aspekkemanusiaan dalam organisasi (organizational humanism) telah disampaikan oleh7

Denhardt. Dalam literature tentang aliran human relation dan human resources, telahdianjurkan agar manager harus bersikap etis, yaitu memperlakukan manusia atauorganisasi secara manusiawi. Alasannya adalah bahwa perhatian terhadap manusia(concern for people) dan pengembangannya sangat relevan dengan upaya peningkatanproduktivitas, kepuasan dan pengembangan kelembagaan.Alasan berikut berkenaan dengan karakteristik masyarakatyang terkadangbegitu variatif sehingga membutuhkan perhatian khusus. Mempekerjakan pegawainegeri dengan menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya”merupakan prinsip yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akanmenghasilkan ketidakadilan, dimana calon yang dipekerjakan hanya berasal daridaerah tertentu yang telatif lebih maju. Kebijakan affirmative action dalam hal inimerupakan terbosan yang bernada etika karena akan memberi orang yang lebih luasbagai kaum minoritas, miskin, tidak berdaya dan sebagainya untuk menjadi pegawaiatau menduduki posisi tertentu. Ini merupakan suatu pilihan moral (moral choice) yangdiambil oleh seorang birokrat pemerintah berdasarkan prinsip justice as fairness sesuaidengan pendapat John Rawls yaitu bahwa distribusi kekayaan, otoritas, dankesempatan sosial akan terasa adil apabila hasilnya memberikan kompensasikeuntungan kepada setiap orang, dan khususnya terhadap anggota masyarakat yangpaling tidak beruntung. Kebijakan mengutamakan “putera daerah” merupakan salahsatu contoh yang popular saat ini.Alasan penting lainnya adalah peluang untuk melakukan tindakan yangbertentangan dengan etika yang berlaku dalam penyelenggaraan pelayanan publiksangat besar. Pelayanan publik tidak sesederhana sebagaimana dibayangkan ataudengan kata lain begitu kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilaipenyelenggara pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yangdidasarkan kepada “keleluasaan bertindak” (diskresi). Keleluasaan inilah yang seringmenjerumuskan penyelenggara pelayanan publik atau aparat pemerintah untukbertindak tidak sesuai dengan kode etik atau tuntutan perilaku yang ada.Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di Indonesia, pelanggaran moraldan etika dapat diamati mulai dari proses kebijakan (penyusuan program, proyek dankegiatan yang tidak didasarkan atas kenyataan), desain organisasi pelayanan publik8

(pengaturan, struktur, formulasi, diskresi otoritas) yang sangat bias terhadapkepentingan tertentu, proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dankamuflase (mulai dari perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, SDM, informasi, dansebagainya), yang semuanya itu tidak dapat disangkal, semua pelanggaran moral danetika ini telah diungkapkan sebagai salah satu penyebab melemahnya pemerintahan.Alasan utama yang menimbulkan tragedi tersebut sangat kompleks, mulai darikelemahan atuaran hukum dan peraturan perundang-undangan, sikap mental manusia,nilai-nilai sosial budaya yang kurang mendukung, sejarah dan latar belakangkenegaraan, globalisasi yang tidak terkendali, sistem pemerintahan, kedewasaan dalamberpolitik dan sebagainya. Bagi Indonesia, pembenahan moralitas yang terjadi selamaini masih sebatas lips service tidak menyentuh sungguh-sungguh substansipembenahan moral itu sendiri. Karena itu pembenahan moral merupakan “beban besar”di masa mendatang dan apabila tidak diperhatikan secara serius maka proses“pembusukan” terus terjadi dan dapat berdampak pada disintegrasi bangsa.F. PembahasanJenis peraturan perundang-undangan terkait dengan etika dan penyelenggaraanpelayanan publk, yang dikeluarkan pemerintah sangat beragam, antara lain:1. Kode EtikKode etik sebetulnya bukan merupakan hal yang baru, sudah sangat lamadilakukan usaha-usaha untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompokkhusus dalam masyarakat melalui ketentuan tertulis sehingga dapat menjadipegangan pokok anggota profesi untuk tetap menjalankan hakikat moralitaskegiatan profesinya. Dengan posisi seperti ini, setiap orang yang menjalinhubungan dengan sebuah profesi memiliki jaminan atas kerperluannya berupajaminan pelayanan publik sesuai dengan lingkup profesinya. Dengan demikiankode etik memberikan jaminan dalam perolehan pelayanan publik danmenghindarkan dari perbuatan tercela. Selain jaminan atas mutu pelayanan,kode etik merupakan sebuah kompas yang akan memberikan pencerahan moraldalam pelayanan publik.9

Prinsip-prinsip moral dan nilai biasanya diwujudkan dalam bentuk suatu kodeetik (code of ethic), yaitu suatu aturan sistem atau standar yang memuat prinsipprinsip mengelola moralitas dan tingkah laku penyelenggara pelayanan.Kode etik memiliki beberapa tujuan pokok, antara lain untuk memberikanbatas

Dalam dunia administrasi publik atau pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat dan profesional standard (kode etik) atau moral atau right rules of conduct (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrator publik (Denhardt, 1988, dalam Istiyadi 2006:61).

Related Documents:

Etika Bisnis Etika Etika Umum Etika Khusus Etika Individual Etika Sosial Etika Lingkungan Hidup Etika terhadap sesama Etika Keluarga Etika Politik Etika Profesi . Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius 2. Muslich. 1998. Etika Bisnis, Pendeka

etika politik, Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara Re-publik Indonesia, nilai-nilai Pancasila seba-gai sumber etika, dan tulisan akan diakhiri dengan pelaksanaan etika politik Pancasila. Pengertian Etika, Nilai, Moral, dan N. orma 1. Etika. Etika secara etimologi berasal dari kata Yu-nani . ethos. yang berarti watak .

Pelayanan publik juga harus mengacu dan di dukung oleh undang-undang ataupun regulasi yang berlaku sehingga dapat menjadi acuan dalam penyelenggaranya. Selain dari pihak pemerintah yang menjadi penyelenggara pelayanan publik, dimungkinkan pula penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh non pemerintah seperti swasata. 2.

d) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual; dan e) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. 3. C. Tinjauan Umum Tentang Mall Pelayanan Publik Kota Batam . Mall pelayanan publik (MPP) merupakan tempat berlangsungnya kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik atas baran dan/atau jasa dan/atau

Jadi, filsafat etika adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia yang baik dan buruk. Dasar filsafat etika yaitu etika individual sendiri. Menurut hukum etika, suatu perbuatan itu dinilai dari 3 tingkat, yaitu : a. Tingkat pertama: semasa belum lahir menjadi perbuatan, yakni berupa rencana dalam hati atau niat. b.

sebatas daerah tingkat propinsi tetapi pada daerah tingkat II menjadi pusat pelayanan publik. Dengan pendelegasian melalui otonomi daerah maka pelayanan publik menjadi semakin dekat antara penyelenggara negara di daerah dengan masyarakat. Mendekatkan pelayanan publiklah sasaran utama pendelegasian wewenang melalui

administrasi publik Mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan minimal 3 difinisi administrasi, 2 difinisi publik, dan 3 difinisi administrasi publik dari pakar/ahli administrasi publik mengacu ke perkembangan paradigma 2. Mendifinisikan administrasi publik dengan kata -kata sendiri 3. Menyebutkan peran, kegiatan dan tujuan administrasi publik 4.

Although there are different types of reports, in general, an academic report is a piece of informative writing, an act of communication and an account of an investigation (Reid, 2012). An academic report aims to sell a product, idea or points of view (Van Emden and Easteal, 1995). It should inform, explain and persuade (Williams, 1995) by using well- organised research. Sometimes it will .