KONSEKUENSI NALAR KEDISIPLINAN DALAM KEBIJAKAN ICT PASCA .

3y ago
54 Views
7 Downloads
5.43 MB
225 Pages
Last View : 29d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Audrey Hope
Transcription

Volume 10, Nomor 2, 2013ISSN: 1829-839KONSEKUENSI NALAR KEDISIPLINAN DALAM KEBIJAKANICT PASCA ORDE BARURachmad GustomyRUANG PUBLIK SEMU: PROBLEM PARTISIPASIDALAM MEDIA SOSIAL DI INDONESIAR KristiawanWEBSITE SEBAGAI MEDIA PEMENUHAN HAK POLITIK WARGADALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHANPuguh Prasetya Utomo

Volume 10, No. 2, 2013ISSN: 1829-839Jurnal MANDATORY adalah pengejawantahan tanggung jawab Institute for Researchand Empowernment (IRE) Yogyakarta sebagai organisasi yang berperan dalammengembangkan pengetahuan untuk mempengaruhi kebijakan strategis menujuterwujudnya negara yang kuat dan masyarakat lokal yang mandiri. Jurnal Mandatorymerupakan ruang untuk memperdebatkan wacana secara lebih akademis, berdasarkanpengelaborasian paradigma, teori, konsep, praktek dan pengalaman empiris parapelaku dan pemikir di bidang democracy, governance reform, dan community developmentand empowerment.Susunan RedakturTim Reviu AhliProf. Dr. Heru Nugroho, SU; Prof. Dr. Susetiawan, SU; Dr. Bambang Hudayana,MA; Dr. Eric Hiariej, M.Phil; Dr. Poppy S. Winanti, MPP., M.Sc.; Dr. Suharko,M.SiPemimpin RedaksiAbdur Rozaki, M.SiDewan RedaksiArie Sujito, M.Si,; Dina Mariana, SH; Krisdyatmiko, M.Si; Sg. Yulianto, SS; SunajiZamroni, M.Si,; M. Zainal Anwar, M.SI; Titok Hariyanto, S.IPRedaktur PelaksanaAshari Cahyo Edi, MPAIlustrasiCandracoretLayoutIpankSekretarisRiana DhaniatiKeuanganRika Sri WardaniAlamat RedaksiJl. Palagan Tentara Pelajar Km. 9.5 Dusun Tegalrejo Rt 01/RW 09Desa Sariharjo Kec. Ngaglik Sleman Yogyakarta 55581Telp. 0274-867686, 7482091. Email. office@ireyogya.org

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR REDAKSI . vKONSEKUENSI NALAR KEDISIPLINAN DALAMKEBIJAKAN ICT PASCA ORDE BARURachmad Gustomy. 1RUANG PUBLIK SEMU: PROBLEM PARTISIPASIDALAM MEDIA SOSIAL DI INDONESIAR Kristiawan. 31WEBSITE SEBAGAI MEDIA PEMENUHAN HAKPOLITIK WARGA DALAM PENYELENGGARAANPEMERINTAHANPuguh Prasetya Utomo. 59MEMBUAT E-GOVERNMENT BEKERJA DI DESA:ANALISIS ACTOR NETWORK THEORY TERHADAPSISTEM INFORMASI DESA DAN GERAKAN DESAMEMBANGUNAmbar Sari Dewi. 89Jurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013iii

TIK, MEDIA KOMUNITAS, DAN PEMBERDAYAANKOMUNITAS: BERANGKAT DARI DINAMIKALAPANGANIwan Awaluddin Yusuf. 115ICT AND GENDER EQUALITY IN ASIAN ISLAMICCOUNTRIES: CASE OF BANGLADESH, INDONESIA,AND PAKISTANAbdul Rohman. 145MEMPERKUAT GAGASAN DEMOKRASI RADIKALDALAM RUANG MAYA: BERKACA PADA GERAKANZAPATISTAEko Prasetyo . 173AKADEMI BERBAGI: SEBUAH CERITA TENTANGMEMBANGUN GERAKAN BERBASIS ONLINEAinun Chomsun dan Dian Adi Prasetyo. 193PARA PENULIS . 210ivJurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013

KATA PENGANTAR REDAKSITahun 2010 lalu publik dibikin marah oleh ulah Menteri Sosial SalimSegaf Al-Jufrie. Sang menteri mengendari mobilnya di jalur busway. Riuhnyadiskusi di Twitter, yang mencapai 10,000 orang, akhirnya membuat sangmenteri meminta maaf dan datang ke kantor polisi untuk membayar denda(Reuters, 2010). Kasus tersebut hanyalah satu di antara sekian kasus yangmencuat sebagai isu publik akibat penggunaan teknologi informasi dankomunikasi, yang dalam hal ini adalah social media platform.Dengan 230an juta lebih penduduk, Indonesia memang merupakan pasarpenting bagi pasar teknologi informasi dan teknologi (TIK). Khusus mediajejaring sosial, International Business Times (Januari 10, 2011) menempatkanIndonesia di urutan kedua terbesar sebagai negara dengan 33 juta pendudukyang menggunakan Facebook. Indonesia pun menempati urutan ke-5 di duniadengan estimasi 29,4 juta orang yang punya akun Twitter (Detikcom, 21/08/2013).Fakta ini tak lepas dari kemudahan akses ke smartphone, meskipun kepemilikankomputer pribadi masih terbatas. Survey AC Nielsen terhadap 236,8 penggunaseluler membuktikan, 95% pemanfaatan smartphone adalah untuk menjelajahiInternet (Detikcom, 21/08/2013).Fakta bahwa Indonesia merupakan suatu pasar strategis bagi industri TIKsejatinya juga merupakan potensi. Potensi yang penting untuk mengoptimalkanpenggunaan TIK guna menyemerakkan ruang publik atau bahkan memunculkanruang publik alternatif untuk menumbuhkan kesadaran perihal pentingnyaJurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013v

Kata Pengantar Redaksisuatu isu serta advokasi terhadap isu publik tersebut. Bagi pemerintah, TIKjuga memberikan wahana baru untuk semakin meningkatkan engagement dalamproses-proses kebijakan maupun delivery pelayanan publik, sebagaimana banyakdipromosikan lembaga donor internasional, akademisi, dan aktivis.Terlepas dari potensi di atas, terdapat sejumlah isu yang membutuhkanpemikiran agar TIK benar-benar optimal dalam memfasilitasi proses-prosespendalaman demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.Pertama, perangkat regulasi informasi dan komunikasi masih mengawetkanmindset warisan rezim otoritarian Orde Baru. Perangkat hukum belum secaraoptimal melindungi kebebasan berpendapat. Baik KUHP maupun UU ITEbisa menjerat siapa saja. Pejabat publik, perusahaan ataupun elit politik bisamemberangus kritisisme publik dengan alasan, semisal, pencemaran nama baik.Di titik ini, posisi dan peran social media yang idealnya mampu menjadi ruangpublik alternatif di luar media mainstream yang diskursusnya dikontrol oleholigarki konglomerasi media, terancam dibatasi ruang geraknya oleh kerangkahukum yang represif.Kedua diskusi di jejaring sosial cenderung hanya tempias dari isu-isu yangdiangkat oleh media major seperti koran dan televisi. Bahwa diskusi di sosialmedia memungkinkan berjuta orang Indonesia untuk berdebat lebih dalamdan membangun kesadaran terkait suatu isu publik, hal itu kiranya tak perludiragukan. Tetapi, jika diskusi di jejaring sosial justru tidak tuntas dan mudahberalih ke isu lainnya ketika media major memberitakan kasus baru, maka halitu patut mengundang keprihatinan. Terlebih, sebagaimana temuan Nugroho(2012), maraknya dukungan publik secara online di Facebook maupun Twitterterhadap beragam isu publik ternyata sedikit sekali yang terkonversi dalamgerakan sosial yang nyata (offline). Misalnya, kendati berhasil mengumpulkanratusan ribu koin untuk Prita, kampanye social media gagal memberi dampakbagi reformasi hukum secara sistemik (Dibley, 2012).Ketiga, pemanfaatan TIK dalam proses kebijakan dan komunikasi politikadalah soal komitmen politik (Parks, 2005). Sebagai alat, karakteristik komunikasiviJurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013

Kata Pengantar Redaksidari pemerintah ke warga negara melalui Facebook atau Twitter sangat dipengaruhioleh dinamika kekuasaan yang ada. Platform teknologi tersebut bisa digunakanuntuk melanggengkan corak relasi kekuasaan yang ada (Hand & Ching, 2011),betapapun hal itu tampak sebagai paradoks dengan sifat dasariah dari TIK yangegaliter dan inklusif. Dan kendati banyak politisi kini memiliki akun Twitter,mereka umumnya sekadar menggunakannya sebagai ‘papan iklan’ ketimbangsebagai media komunikasi. Sebagaimana kesimpulan Palmer (2012), elit politikumumnya ingin menaikkan profilnya saja dan tidak menghendaki kritik.Keempat, di ranah birokrasi kita masih sangsi apakah hadirnya TIK telahdiikuti oleh perubahan pendekatan pemerintah dalam memandang informasi,membangun relasi dengan warga negara, dan dalam melaksanakan pelayananpublik. Bahkan di salah satu distrik di Washington DC, Amerika Serikat,ditemukan bahwa institusi pemerintah kota masih memposisikan diri sebagaisumber informasi, membatasi kesempatan komunikasi interaktif, sehinggalebih menunjukkan karakter old government ketimbang new public service yangdicirikan kolaborasi government-citizens di ranah kebijakan dan pelayananpublik (Brainard & McNutt, 2010).Jurnal Mandatory edisi kali ini mengusung tema “Peran TIK dalamMendorong Pendalaman Demokrasi (deepening democracy) dan Tata KelolaPemerintahan yang Baik (good governance). Beragam tulisan mulai dari bahasankebijakan TIK, TIK dan ruang publik, TIK dan inisiatif e-government dilingkungan pemerintah (pusat, daerah dan desa), peran TIK dalam pemberdayaanmasyarakat, serta tema TIK dan transnasionalisasi wacana demokrasi dangerakan sosial.Dalam tulisan pertama, Rachmad Gustomy mengingatkan pentingnyapemahaman kritis atas konstruksi pengetahuan di balik kebijakan TIK diIndonesia. Menggunakan pendekatan Genealogi dan Arkeologi Pengetahuandari Michel Foucault, Gustomy mengungkap bahwa logika pemikiran dalamproses policymaking regulasi TIK di Indonesia masih dikungkung oleh nalarkonvensional, dan belum memaknai teknologi sebagai ruang baru. Konsekuensinya,Jurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013vii

Kata Pengantar Redaksidisadari atau tidak, kebijakan TIK di Indonesia justru banyak mendistorsi tidakhanya gerakan masyarakat sipil tetapi juga legitimasi kekuasaan negara sendiri.Tulisan R. Kristiawan memaparkan dinamika pertarungan kuasa untukmenjadi imperative pemenang di arena media tradisional dan media digital diIndonesia pasca-Suharto. Idealitas dalam kerangka pikir reformasi adalah bahwadaulat rakyat menjadi imperatif dominan, dimana imperatif negara dan ekonomimenjadi fasilitatornya. Tetapi, sebagaimana ditunjukkan Kristiawan, data-datajustru menebalkan kesimpulan bahwa imperatif ekonomi yang dominan dalamstruktur media tradisional. Sayangnya, daulat rakyat ternyata belum jugamenjadi imperative di arena media digital termasuk jejaring sosial. Yang tampak,kontrol negara justru tetap kokoh. Secara esensial regulasi TIK belum mengaturInternet sesuai kaidah-kaidah demokratis yang menjamin kebebasan berpikirdan berpendapat.Puguh Prasetya Utama mengkaji potensi dan sekaligus mereviu praktikpenggunaan website sebagai media untuk transparansi dan partisipasi dalampenyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Sejauh ini, telah muncul sejumlahpraktik baik yang telah dilakukan oleh beberapa institusi seperti UKP4,Kementerian Luar Negeri dan KPK dalam mengoptimalkan fungsi website-nya.Namun, secara mayotitas, lembaga pusat dan daerah masih menggunakanwebsite resminya seperti papan informasi. Pemanfataan Web 2.0 atau Gov 2.0masih terbatas. Untuk itu diperlukan komitmen, kemampuan dan kreativitasyang memadai untuk mengelola website agar teknologi tersebut otimal sebagaimedia transparansi dan partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.Ambar Sari Dewi memaparkan inisiatif e-government di desa dengan studikasus Sistem Informasi Desa dan Gerakan Desa Membangun. Ia menggunakanTeori Jaringan Aktor (Actor Network Theory) untuk menganalisis prosespembentukan jaringan atau translasi. Kesimpulan studi ini yakni bahwaefektivitas inisiatif e-government di desa bergantung pada beberapa aspek berikut:pemilihan teknologi yang tepat dan sesuai kebutuhan pengguna, model organisasiyang terbuka sehingga memungkinkan pelibatan aktor lain yang lebih luas danviiiJurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013

Kata Pengantar Redaksikonvergensi media, dan TIK sebagai sarana publikasi dan informasi dari desakepada publik yang lebih luas dan dari publik kepada desa.Iwan Awaluddin mendiskusikan berbagai inisiatif program pemberdayaankomunitas melalui pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),baik yang berbasis media komunitas, Internet, maupun integrasi keduanya.Setelah menelaah berbagai program yang ada, Ia menemukan bahwa, kendatiTIK berpotensi menjadi sarana pemberdayaan komunitas, namun secara praktikternyata masih banyak persoalan. Penulis mengidentifikasi adanya pemahamandan kepedulian komunitas yang kurang tentang pentingnya TIK, kualitassumber daya pengelola yang belum memadai, kondisi teknis dan infrastukturyang masih terbatas, regulasi yang belum jelas atau terlalu represif, hinggakoordinasi antara inisiator dan pelaksana yang belum optimal. Masalah lainyang tak kalah penting adalah bahwa pemberdayaan masyarakat melalui TIKacapkali masih bersifat top-down, berorientasi “project”, dan bukan berangkatdari kebutuhan riil masyarakat.Abdul Rohman memberikan perspektif komparatif perihal perkembanganTIK tiga negara Islam non-Timur Tengah yakni Pakistan, Bangladesh danIndonesia. Pertanyaan utamanya, sejauhmana TIK bisa diakses oleh setiap jenisperan gender. Secara umum, tiga negara studi masih menunjukkan adanyaketimpangan gender. Memang, dari sisi kesetaraan gender, Indonesia lebihunggul dibanding Bangladesh dan Pakistan. Namun dari sisi infrastruktur,Pakiskan memiliki perkembangan TIK yang lebih baik Bangladesh dan Indonesia.Sementara, Bangladesh masih tertinggal baik dari sisi level infrastruktur dankesetaraan gender. Jika ada hal yang relatif sama di tiga negara adalah hukumterkait ICT. Menurut Abdul, intervensi pemerintah di tiga negara moderat danregulasinya mengarah kepada liberalisasi dan kompetisi.Tulisan Eko Prasetyo membahas gerakan Tentara Pembebasan NasionalZapatista (EZLN). Gerakan ini, menurut Eko, merupakan respon atas bencanalingkungan akibat mengguritanya neo-liberalisme. Yang menarik, EZLN dalamkampanyenya diperantarai oleh Internet sebagai wahana penyebarluasan gagasanJurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013ix

Kata Pengantar Redaksidan tulisan. Eko mencatat, Internet telah memfasilitasi gerakan ini untukmeraih dukungan masyarakat luas dan membentuk gelombang gerakan sosialbaru yang aktif melawan kapitalisme. Fakta tersebut, menurut Eko, menjadibukti yang kesekian betapa Internet memiliki peran krusial bagi transnasionalisasigerakan sosial.Tulisan terakhir adalah tentang gerakan Akademi Berbagi, yang ditulisoleh inisiatornya, Ainun Chomsun dan Dian Adi Prasetyo. Akademi Berbagi,yang berdiri sejak 2010 dan kini memiliki 35 chapters di 35 kota di Indonesia,merupakan gerakan sosial yang bertujuan meningkatkan akses pendidikangratis dengan menggunakan strategi online ke off-line. Strategi online digunakanuntuk menemukan relawan yang bersedia berbagi keahlian dan menjadi guru,calon murid dan donasi ruangan kelas. Strategi off-line adalah proses belajar dikelas secara langsung. Tak hanya pendidikan, Akademi Berbagi juga turutmenyediakan wahana pembelajaran kepemimpinan. Posisi kepala sekolah digilirsecara bergantian. Setiap anggota berlatih untuk memimpin sekaligus dipimpin.Ada harapan yang tinggi dari para inisiator Akademi Berbagi, bahwa gerakanonline-offline ini akan menumbuhkan para individu yang memiliki pengalamanmengelola organisasi secara demokratis dan mampu melaksanakan kepemimpinanberbasis kearifan lokal.xJurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013

KONSEKUENSI NALAR KEDISIPLINAN DALAMKEBIJAKAN ICT PASCA ORDE BARURachmad GustomyJurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,Universitas Brawijaya, Malang“Pemuda kami ini bisa dibilang paling ‘connected’.Saat ini kita adalah pengguna Facebook tertinggi kedua di dunia,dan tertinggi ketiga pengguna Twitter,”(Presiden SBY, 4 Mei 2011)1AbstractICT policy relates deeply with power relations for its ability to create newspaces and to change the relation between actors within. Therefore, beingsuspicious towards the policy is a must as the changes in policy do not occurin vacuum. This article tries to scrutiny the government’s policy on ICT andwhat implications of the policy on power relation lies beneath. Using Foucault’sapproach of genealogy and archeology, this articles tries to trace the episteme,discourses and practices of power holders. This article, for instance, identifies1Pidato ini disampaikan dalam sambutan Overseas Private Invesment Corporation (OPIC)Jakarta, 4 Mei 2011. DetikNews, SBY Bangga Pengguna Twitter RI Terbesar Ketiga Dunia,dapat dilihat di a-dunia, diunduh Senin, 16 Desember 2013, pukul 07.30 WIB.Jurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 20131

Rachmad Gustomythat the New Order’s policy on ICT was trapped into ‘blind’ liberalism thatput citizens as customers instead of the real citizen. This shows us that ICTpolicy is still being used as an instrument for controlling and disciplinizingthe citizen rather than for improving the quality of democracy.Key words: Episteme, control, discipline, discurcive, and practicePendahuluanPernyataan di atas adalah ekspresi kebanggaan seorang Presiden karenatelah menjadi bagian dari negara-negara yang ikut menikmati perayaan kemajuanteknologi. Sebuah gambaran jika selalu update dalam akses teknologi terbaru,maka seolah memperoleh ‘token of membership’ yang menjadi bagian dari kelaselit tertentu. Pernyataan ini muncul begitu saja, bahwa banyaknya warga negarayang menjadi pengguna Facebook dan Twitter adalah prestasi tersendiri, terlepasangka ICT Development Index (IDI) Indonesia di peringkat 101, ICT PriceBasket (IPB) dipertingkat 105, dibawah Malaysia, Thailand bahkan Vietnam.2Satu pesan penting dari peristiwa kecil ini, bahwa menjadi bagian dari perayaankemajuan teknologi menggambarkan optimisme bahwa teknologi adalah sebuahkeharusan dalam mencapai kemajuan. Hal ini mendorong kesimpulan bahwadalam benak pengucap (Presiden) sedang terjadi euforia terhadap teknologi,(yang sayangnya) sama sekali tidak muncul kecurigaan adanya kemungkinanperubahan relasi kekuasaan baru. Antisipasi kemungkinan paling kritis daripernyataan ini hanyalah sebatas kekhawatiran penyalahgunaan teknologiterhadap kekuasaan.Padahal sejarah pernah bercerita lain, bahwa temuan teknologi sekecilapapun membawa pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan relasikehidupan manusia. Kambing hitam kolonialisme di abad ke-15 misalnya,mestinya tidak hanya ditimpakan kepada penjelajah Columbus yang dianggapmenginspirasi kolonialisme. Kesalahan juga harus dibebankan kepada biarawanRoger Bacon yang menemukan kaca pembesar. Karena dengan ditemukannya22Buku putih tahun 2011Jurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013

Konsekuensi Nalar Kedisiplinan dalam Kebijakan ICT Pasca Orde Barukaca pembesar, maka akan memberikan kemudahan penemu-penemu lainuntuk membuat alat-alat yang lebih detil dan lebih canggih lainnya, sepertialat navigasi (kompas), pemetaan, survavilitas, teknologi perkapalan dansemacamnya. Pada titik ini, jikapun Columbus tidak pernah dilahirkan kedunia sekalipun, maka akan muncul orang-orang lain yang akan mengambilperan menjelajahi dunia yang akan menginspirasi kolonialisme.Dalam sejarah pemerintahan juga demikian, temuan telegraf, telepon danlistrik membawa perubahan penting pada nalar kekuasaan sejak kolonial HindiaBelanda. Teknologi-teknologi itu memungkinkan proses-proses administratifpemerintahan dilakukan, sehingga kekuasaan pemerintah tidak lagi ditunjukkandalam wajahnya yang represif, namun pendisiplinan administrasi sebagai warganegara yang difasilitasi teknologi baru. Begitu juga dengan temuan radio dantelevisi, alat-alat elektronik ini menghadirkan cara baru pemerintah Orde Baruuntuk melakukan hegemoni wacana dan penyebaran wacana ‘bahaya laten’yang diusung oleh negara (Gustomy, 2009). Namun teknologi juga menjadiruang kekuasaan baru yang produktif. Kehadiran Internet misalnya dapatdimanfaatkan untuk menumbangkan pemerintah Orde Baru, karena Internetadalah ruang baru yang bisa menjadi alat konsolidasi yang lepas dari pemantauannegara (Lim, 2005).Oleh karena itu, menurut Gidden, Beck dan Lash (1994) pada eramodernisasi ini butuh kesadaran bahwa kita hidup sebagai masyarakat resiko(risk society). Dalam konteks ICT, Beck (1992) mengatakan bahwa kemajuanteknologi informasi melahirkan resiko karena sifatnya yang mampu menciptakankedekatan melampaui jarak, namun disisi yang lain menciptakan jarak didalamsebuah kedekatan. Apalagi diadopsinya kapitalisme yang harus dicurigai sebagaibiang resiko, sebagaimana diungkapkan Marx (1846) bahwa “capitalism is itsown grave-digger” bagi resiko-resiko yang akan dimunculkan dari kemajuanteknologi. Pada konteks modernitas inilah

vi Jurnal MANDATORY, Vol. 10, No. 2, 2013 Kata Pengantar Redaksi suatu isu serta advokasi terhadap isu publik tersebut. Bagi pemerintah, TIK juga memberikan wahana baru untuk semakin meningkatkan engagement dalam proses-proses kebijakan maupun delivery pelayanan publik, sebagaimana banyak dipromosikan lembaga donor internasional, akademisi, dan aktivis.

Related Documents:

diperoleh dalam penanaman kedisiplinan tersebut. Akan manfaat yang terkandung dalam penanaman kedisiplinan, hendaknya sertiap guru sadar akan pentingnya kedisiplinan tersebut. Penanaman kedisiplinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti halnya dengan latihan-latihan, hukuman dan reward/ hadiah serta pembiasaan. Dengan cara-cara tersebut

Daftar Isi ix Bab VEvaluasi Kebijakan Pendidikan 101 A. Konsepsi Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 101 B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 104 C. P ermasalahan dalam Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 106 D. Manfaat Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 108 E. Monitoring Evaluasi Kebijakan Pendidikan — 109 F. Kriteria Evaluasi Program Kebijakan Pendidikan — 111

C. Analisis Kebijakan Kesehatan 12 D. Sistem Nasional Kesehatan Indonesia 16. BAB 2 METODE ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN 19. A.engertian Metode Analisis Kebijakan Kesehatan P 19 B. Metode Analisis Kebijakan Kesehatan 21 C. Pengaruh . Stakeholder. Terhadap Kebijakan . esehatan K 24 D.roses Analisis Kebijakan Kesehatan P 26

B. Pola Komunikasi Organisasi Santri dalam menerapkan . Dalam sebuah pesantren suatu lembaga pesantren diindonesia bisa maju karena adanya kedisiplinan, karena kedisiplinan sangat penting dalam 1Burhan Bangun, Sosiologi Komunikasi (Teori, Pradigma. Dan Diskursus Teknologi

kedisiplinan dan tanggung jawab di bentuk melalui kegiatan pembiasaan, tata tertib, sarana prasarana dan keteladanan. Adapun upaya sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dalam membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab yaitu dengan menciptakan kegiatan belajar mengajar yang kondusif, efektif lagi menyenangkan.

Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan dan Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 205.

Program : S.1 Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: . pembentukan karakter religius tidak terlepas melalui penanaman kedisiplinan. Dengan kata lain, pembinaan kedisiplinan dilakukan . yang tidak memiliki orang tua melalui kegiatan-kegiatan yang telah diterapkan oleh pihak panti asuhan. Seperti kegiatan keagamaan dan

in Autodesk AutoCAD 2016 software is easier to work with and reduces eye strain. Start Tab The Start tab (formerly the New tab) is filled with information and speedy ways for you to start new drawings or edit existing ones. The Start tab contains two helpful sliding content frames: Learn and Create. The Create page makes it easy for you to start a new drawing, access recent files, and .