Analisis Spasial Aspek Kesehatan Lingkungan Dengan Kejadian Filariasis .

1y ago
1 Views
1 Downloads
1.77 MB
100 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Casen Newsome
Transcription

ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATANLINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DIKOTA PEKALONGANSKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syaratUntuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan MasyarakatOlehShobiechah Aldillah WulandhariNIM. 6411411187JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN2015

PERNYATAANSaya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwaskripsi ini hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak (plagiat) karya ilmiahorang lain, baik seluruhnya maupun sebagian. Bagian di dalam tulisan ini yangmerupakan kutipan dari karya ahli atau orang lain, telah diberi penjelasansumbernya sesuai dengan tata cara pengutipan. Apabila pernyataan saya ini tidakbenar, saya bersedia menerima sanksi akademik dari Universitas Negeri Semarangdan sangsi hukum sesuai yang berlaku di wilayah negara Republik Indonesia.Semarang, Juli 2015Shobiechah Aldillah W.ii

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHANMOTTO1. Dari Ibnu Mas‟ud Ra., ia berkata: Rasulullah Saw.bersabda: “Tidak bolehhasud (dengki) kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap orang yang diberi hartaoleh Allah, kemudian ia mempergunakannya untuk membela kebenaran, danterhadap orang yang diberi ilmu pengetahuan oleh Allah, kemudian iamengamalkannya dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)2. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. kanuntuk:1. Ayahanda Chasan Noor danIbunda Agustina yang senantiasamendukung dan mendoakanku.2. KakakkuIndri,Adik-adikkuAzis dan Dinar atas semangatdankeceriaanyangkalianbagikan serta sahabatku atiku3. Teman-teman IKM 2011 yangselalujosdanalmamaterkuUniversitas Negeri Semarang.iv

KATA PENGANTARPuji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Spasial Aspek KesehatanLingkungan dengan Kejadian Filariasis di Kota Pekalongan” berjalan denganlancar sehingga selesai pada waktunya. Keberhasilan penulis dalam menyusunskripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulismengucapkan terima kasih kepada:1.Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas suratkeputusan penetapan Dosen Pembimbing Skripsi,2.Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan UniversitasNegeri Semarang, yang telah memberikan izin penelitian,3.Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu KeolahragaanUniversitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes., ataspersetujuan penelitian,4.Dosen pembimbing skripsi, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S.KM., M.Kesyang telah banyak memberikan masukan dalam skripsi ini,5.Penguji Sidang Skripsi, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes dan Ibu ArumSiwiendrayanti, S.KM., M.Kes., atas saran dan masukan dalam perbaikanskripsi ini,6.Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FakultasIlmu Keolahragaan Unnes, atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya,7.Kepala Kantor Riset, Teknologi, dan Inovasi Kota Pekalongan, atas izinpenelitian,v

8.Kepala Kelurahan Padukuhan Keraton, Bandengan, Kuripan Kertoharjo,Kuripan Yosorejo, Banyurip, dan Jenggot atas izin penelitian di wilayahtersebut,9.Bapak dan Ibu di Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, Pak Opik dan Bu Tutiserta staf DKK yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkandata,10. Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang selalu mendoakan danmemberi semangat hingga skripsi ini terselesaikan,11. Sahabatku, Ade, Sundari, Ikan; teman-teman survei, Sigit, Kiki, dan Pungki;dan teman-teman pemayungan penelitian filariasis, Mumun, Novia, Inna,Emy, Feby, dan Gilang atas motivasi, semangat, dan bantuan kalian,12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan moral sertamaterial dalam menyusun skripsi sampai dengan selesai yang tidak dapatdisebutkan satu per satu.Semoga bantuan yang telah diberikan untuk penyelesaian skripsi ini kepadapenulis mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya penulisberharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Semarang, Juli 2015Penulisvi

DAFTAR ISIHalamanHALAMAN JUDUL . iPERNYATAAN . iiPENGESAHAN . iiiMOTO DAN PERSEMBAHAN . ivKATA PENGANTAR .vDAFTAR ISI . viiDAFTAR TABEL . xiDAFTAR GAMBAR . xiiDAFTAR LAMPIRAN . xivABSTRAK .xvABSTRACT . xviBAB I PENDAHULUAN .11.1 Latar Belakang Masalah .11.2 Rumusan Masalah .71.3 Tujuan Penelitian .81.4 Manfaat Penelitian .81.5 Keaslian Penelitian .91.6 Ruang Lingkup Penelitian .13BAB II TINJAUAN PUSTAKA.142.1 Landasan Teori .142.1.1 Pengertian Filariasis .14vii

2.1.2 Gejala Klinis Filariasis .142.1.3 Penentuan Stadium Limfedema .172.1.4 Diagnosis .182.1.5 Patogenesis .202.1.6 Epidemiologi Filariasis .212.1.7 Penetapan Endemisitas .242.1.8 Rantai Penularan Filariasis .242.1.9 Nyamuk sebagai Vektor Filariasis .292.1.10 Lingkungan .372.1.11 Pencegahan Filariasis .442.1.12 Pengobatan Filariasis .452.1.13 Analisis Spasial .462.1.14 Sistem Informasi Geografi .512.2Kerangka Teori .52BAB III METODE PENELITIAN .543.1Kerangka Konsep.543.2Fokus Penelitian.543.2.1 Komponen Lingkungan .543.2.2 Komponen Kejadian Penyakit.543.3Definisi Operasional .553.4Jenis dan Rancangan Penelitian .573.5Objek dan Subjek Penelitian .573.5.1 Objek Penelitian .57viii

3.5.2 Subjek Penelitian.573.6Sumber Data Penelitian .583.6.1 Data Primer .583.6.2 Data Sekunder .583.7Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data.583.7.1 Instrumen Penelitian.583.7.2 Teknik Pengambilan Data .583.8Prosedur Penelitian .593.8.1 Tahap Pra Penelitian .593.8.2 Tahap Penelitian .593.8.3 Tahap Pasca Penelitian.603.9Teknik Pengolahan dan Analisis Data .603.9.1 Teknik Pengolahan Data .603.9.2 Teknik Analisis Data .60BAB IV HASIL PENELITIAN .624.1 Gambaran Umum .624.2 Hasil Penelitian .634.2.1 Peta Faktor Risiko Tempat Peristirahatan Nyamuk .634.2.2 Peta Faktor Risiko Tempat Perindukan Nyamuk .664.2.3 Peta Persebaran Penyakit Filariasis dan Faktor Risikonya di LokasiPenelitian Kecamatan Pekalongan Utara dan Selatan .71BAB V PEMBAHASAN .775.1Pembahasan .77ix

5.1.1 Komponen Lingkungan Berupa Semak-Semak dengan Kejadian Filariasis775.1.2 Komponen Lingkungan Berupa Genangan Air dengan Kejadian Filariasis795.1.3 Komponen Lingkungan Berupa Keberadaan Ternak dengan KejadianFilariasis .805.1.4 Komponen Lingkungan Berupa Keberadaan dan Kondisi SPAL denganKejadian Filariasis .815.2Kelemahan Penelitian .83BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .856.1 Simpulan .856.2 Saran .866.2.1 Bagi Petugas Kesehatan .866.2.2 Bagi Masyarakat.866.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya .86DAFTAR PUSTAKA .87LAMPIRAN .90x

DAFTAR TABELHalamanTabel 1.1 Keaslian Penelitian.9Tabel 1.2 Matriks Perbedaan Penelitian.12Tabel 2.1 Stadium limfedema/tanda kejadian bengkak, lipatan dan benjolan padapenderita kronis filariasis .18Tabel 2.2 Penyelidikan jumlah mikrofilaria pada Cx.fatigans untuk W.bancrofti 31Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .55Tabel 4.1 Tabel jumlah lokasi penderita di lokasi penelitian.63xi

DAFTAR GAMBARHalamanGambar 2.1 Skema Rantai Penularan Filariasis .29Gambar 2.2 Nyamuk Mansonia spp .30Gambar 2.3 Nyamuk Culex spp .30Gambar 2.4 Telur Mansonia spp.32Gambar 2.5 Telur Culex spp .32Gambar 2.6 Larva Culex spp.33Gambar 2.7 Pupa Culex spp .34Gambar 4.1 Peta Persebaran Semak-semak pada Lokasi Penelitian di KecamatanPekalongan Utara .64Gambar 4.2 Peta Persebaran Semak-semak pada Lokasi Penelitian di KecamatanPekalongan Selatan .65Gambat 4.3 Peta Persebaran Rawa dan Genangan Rob pada Lokasi Penelitian diKecamatan Pekalongan Utara .67Gambar 4.4 Peta Persebaran Rawa dan Sawah pada Lokasi Penelitian diKecamatan Pekalongan Selatan .68Gambar 4.5 Peta Persebaran SPAL pada Lokasi Penelitian di KecamatanPekalongan Utara .70Gambar 4.6 Peta Persebaran SPAL pada Lokasi Penelitian di KecamatanPekalongan Selatan .71Gambar 4.7 Peta Persebaran Faktor Risiko Lingkungan pada Lokasi Penelitian diKecamatan Pekalongan Utara .72xii

Gambar 4.8 Peta Persebaran Faktor Risiko Lingkungan pada Lokasi Penelitian diKecamatan Pekalongan Selatan .74xiii

DAFTAR LAMPIRANLampiran 1. Instrumen Penelitian .92Lampiran 2. Peta faktor risiko per kelurahan .93Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian .99Lampiran 4. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing.103Lampiran 5. Ethical Clearance .104Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Kesbangpolinmas .105Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Ristekin .106Lampiran 8. Surat Rekomendasi Research dari Ristekin .107Lampiran 9. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian .108xiv

Jurusan Ilmu Kesehatan MasyarakatFakultas Ilmu KeolahragaanUniversitas Negeri SemarangJuli 2015ABSTRAKShobiechah Aldillah WulandhariAnalisis Spasial Aspek Kesehatan Lingkungan dengan Kejadian Filariasis diKota Pekalonganxvi 89 Halaman 5 Tabel 15 gambar 9 lampiranKota Pekalongan merupakan salah satu kota yang endemis filariasis denganmf-rate 1%. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian filariasis adalahfaktor lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaranspasial aspek kesehatan lingkungan berupa keberadaan semak, genangan air,SPAL, keberadaan ternak dan kejadian filariasis di Kota Pekalongan. Jenispenelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey deskriptif.Analisis data menggunakan analisis spasial berupa SIG. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa kejadian filariasis lebih banyak ditemukan pada area dengankeberadaan semak-semak dan SPAL terbuka. Masyarakat disarankan untukmenjaga kebersihan lingkungan, melakukan pencegahan dan pemberantasansarang nyamuk.Kata kunci : filariasis, lingkungan, analisis spasialKepustakaan : 42 (1997 – 2014)xv

Public Health DepartmentSport Science FacultySemarang State UniversityJuly 2015ABSTRACTShobiechah Aldillah WulandhariSpatial Analysis of Envorinmental Health Aspects with Filariasis Cases inKota Pekalonganxvi 89 pages 5 Tables 15 figures 9 appendixesPekalongan City is one of the endemic city of filariasis with mf-rate 1 %.One of many factors that can influence filariasis occurence is environmentalfactor. The aim of this research was to know the spatial imaging of environmentalhealth such as shrub existence, puddle, wastewater pipeline, and livestockexistence with filariasis occurence in Pekalongan City. The study was quantitativedescriptive with descriptive survey. Data analyzed with spatial analysis that usedGIS. The study showed that filariasis transmission was in the area with shrub andwastewater pipeline existence. The society in Pekalongan city is suggested to keepenvironmental clean, do any preventive action and eradicate mosquito breedingplace.Keywords: filariasis, environment, spatial analysis.References: 42 (1997 – 2014)xvi

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangFilariasis (elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang ditularkanoleh nyamuk Culex, Anopheles, Mansonia, dan Armigeres dan disebabkan olehcacing filaria seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yangmenyerang saluran dan kelenjar getah bening (Depkes RI, 2008:1). Penyakitfilariasis memiliki ciri khas dan sifatnya menahun serta apabila tidakmendapatkan pengobatan akan mengakibatkan cacat menetap berupa pembesarankaki, lengan, payudara, dan skrotum (WHO, 2014).Cacat yang timbul akibat penyakit ini tidak hanya menghambat produktivitas,akan tetapi para penderita juga merasakan tekanan mental dan sosial karenastigma yang muncul di masyarakat (WHO, 2014). Filariasis tidak memperlihatkansuatu gejala yang berarti hingga infeksi cacing filaria telah mencapai 10-15 tahunmasa infeksi. Infeksi filariasis memiliki tiga tahapan penyakit, yaitu asimptomatik(tanpa gejala klinis), akut, dan kronis (Zulkoni, 2010:67).Pada tahun 2014, diperkirakan 1,4 miliar penduduk dunia di 73 negaraberisiko terserang filariasis. Lebih dari 120 juta penduduk telah terinfeksi, dengan40 juta di antaranya telah mengalami cacat fisik dan keterbatasan dalamberaktivitas (WHO, 2014). Filariasis merupakan penyakit endemis di Asia,Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah (Akre M. Adja et al, 2013:2).Sekitar 65% penduduk berisiko tinggal di kawasan Asia Tenggara, 30% di1

2antaranya menetap di kawasan Afrika, dan sisanya tersebar di beberapa negaratropis (WHO, 2010:1).Di Indonesia, penyakit ini ditemukan hampir di seluruh wilayah kepulauanseperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.Menurut data paling akhir yang dapat ditemukan untuk seluruh Indonesia, kasusfilariasis di Indonesia hingga tahun 2009 yaitu sebanyak 11.914 kasus denganestimasi prevalensi Microfilaria rate (Mf rate) sebesar 19%. Tingkat endemisitasdi Indonesia berkisar antara 0% - 40%. Berdasarkan survei darah jari pada tahun2008, 335 dari 495 kabupaten/kota di Indonesia endemis filariasis, namun terdapat176 kabupaten/kota yang belum melakukan survei. Pada tahun 2009, 176kabupaten/kota tersebut disurvei dan endemisitas filariasis meningkat menjadi 356dari 495 kabupaten/kota atau sebesar 71,9 % (Depkes RI, 2010:3). BerdasarkanProfil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012, secara kumulatif, jumlah kasusfilariasis pada tahun 2012 di Jawa Tengah sebanyak 565 penderita (Dinkes Prov.Jawa Tengah, 2012).Kriteria kabupaten/kota endemis filaria bila Mf rate 1% di salah satu ataulebih lokasi survei maka kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai daerahendemis yang harus dilaksanakan pengobatan massal. Bila Mf rate 1% padasemua lokasi survei, maka kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai daerah nonendemis dan dilaksanakan pengobatan selektif, yaitu pengobatan hanya diberikankepada penderita yang positif mikrofilaria beserta anggota keluarganya (Nasrin,2008:3).

3Pada tahun 2009 Kota Pekalongan memiliki kasus klinis filariasis pada range1-100 (Kemenkes RI, 2010:3). Akan tetapi pada tahun 2010, kasus klinis filariasisdi Kota Pekalongan berada pada range 101-200 karena berdasarkan survei darahjari (SDJ) yang dilakukan mulai tahun 2004 hingga 2010 oleh Dinas Kesehatan,jumlah kasus klinis yang ditemukan yaitu sebanyak 172 kasus dan kasus kronissebanyak 21 kasus (Dinkes Kota Pekalongan dalam Windiastuti, 2013:51). Padatahun 2012 kasus filariasis meningkat sebanyak 84 penderita khususnya diwilayah Kecamatan Pekalongan Selatan. Jumlah kasus filariasis di KecamatanPekalongan Selatan merupakan yang tertinggi di Kota Pekalongan (Wijayanti dkk,2013). Berdasarkan sampel Survei Darah Jari (SDJ) tahun 2012 di empatkelurahan yaitu Kertoharjo, Jenggot, Pabean, dan Banyurip, terdapat 66 penderitafilariasis yang terdiri dari 59 kasus kronis dan 7 kasus klinis. Data kasus filariasisper puskesmas yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Kota Pekalongan (2012)tahun 2004 hingga 2012 menggambarkan tingginya kasus filariasis di PuskesmasJenggot. Puskesmas yang memiliki dua wilayah kerja yaitu Kelurahan Jenggotdan Banyurip Ageng ini memiliki kasus terbanyak dibandingkan dengan seluruhpuskesmas di Kota Pekalongan, kemudian kasus filariasis di wilayah PuskesmasPekalongan Selatan dan Dukuh tidak setinggi Puskesmas Jenggot namun samasama memiliki Mf-Rate 1%.Pada SDJ tahun 2011 di beberapa kelurahan di Kota Pekalonganmenunjukkan bahwa Mf-rate di Kelurahan Jenggot sebesar 5,4 %, BanyuripAgeng sebesar 1,3%, Kertoharjo sebesar 3,5 %, dan Pabean sebanyak 3 %.Kemudian SDJ yang dilakukan pada tahun 2012 mendapatkan hasil bahwa Mf-

4rate di Kelurahan Kertoharjo yaitu 2,4%, Jenggot 5%, Banyurip Ageng 0,5%,dan Pabean 3,7%. Di samping itu, berdasarkan Profil Kesehatan Kota Pekalongantahun 2013, keenam kelurahan lokasi penelitian memiliki mf-rate 1 %. Bahkandata terbaru pada tahun 2014, mf-rate di Kelurahan Kertoharjo meningkat menjadi6,5%.Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005), vektorfilariasis yang berperan dalam penularan penyakit di Kota Pekalongan adalahCulex spp. Vektor ini menularkan filariasis dengan membawa mikrofilaria W.bancrofti tipe perkotaan. Hal tersebut juga dibuktikan oleh hasil penelitianWindiastuti, Suhartono, dan Nurjazuli dengan pembedahan nyamuk yang ada diwilayah Kecamatan Pekalongan Selatan. Dari tiga spesies nyamuk yang diperolehdari kegiatan penangkapan nyamuk, terbukti bahwa enam ekor nyamuk Culexquinquefasciatus mengandung mikrofilaria.Penularan filariasis dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan ModelGordon atau Segitiga Epidemiologi (Soemirat, 2000:19), terjadinya penyakit dimasyarakat dipengaruhi tiga elemen utama yaitu agent (penyebab sakit), host ataupejamu yang juga dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain derajat kepekaan,dan lingkungan sebagai elemen terakhir. Sanitasi lingkungan yang burukmempengaruhi keberadaan vektor filariasis (WHO, 1997:33). Misalnya untuknyamuk Cx. quinquefasciatus, yang dapat berkembang biak di selokan-selokanyang berisi air bersih maupun selokan pembuangan limbah domestik. Selain itu,keberadaan resting place seperti semak-semak dan pakaian yang bergantung dapatmempengaruhi penularan penyakit filariasis.

5Hasil penelitian Yudi Syuhada, dkk (2012:97) menunjukkan bahwakeberadaan selokan, genangan air, dan semak-semak dapat menjadi faktor risikokejadian filariasis dengan masing-masing nilai OR yaitu 2,18, 2,41, dan 2,40.Keberadaan resting place bagi nyamuk memiliki hubungan terhadap kejadianfilariasis dengan p-value 0,006. Penelitian senada mengenai breeding placemaupun resting place nyamuk oleh Ardias dkk (2012:199) membuktikan bahwakeberadaan habitat nyamuk di sekitar tempat tinggal memiliki rasio 38,031 kalilebih besar menderita filariasis dibandingkan dengan responden yang rumahnyatidak terdapat habitat nyamuk. Breeding place berupa Saluran Pembuangan AirLimbah (SPAL) juga berhubungan dengan kejadian filariasis. Menurut Santoso(2011:24) kondisi SPAL dan keberadaan ternak memiliki hubungan yangbermakna dengan kejadian filariasis dengan nilai yang sama yaitu p 0,000.Kota Pekalongan secara umum memiliki kondisi geografis yang hampir samanamun dengan jumlah penduduk yang berbeda-beda hampir di setiap kelurahan.Kedua hal ini dapat menjadi faktor risiko penularan. Jumlah penghuni rumah yangada pada suatu rumah dapat mempengaruhi air yang digunakan untuk kebutuhansehari-hari. Berkenaan dengan ini, semakin banyak penghuni rumah atau semakinbanyak penduduk di suatu tempat maka semakin banyak limbah yang dihasilkan.Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik pembuangannya dapat menjaditempat perindukan nyamuk khususnya vektor filariasis (Nugraheni, 2011). Padalokasi penelitian memiliki jumlah penduduk yang beragam. Kelurahan BanyuripAgeng memiliki sebanyak 5.256 penduduk, Jenggot sebanyak 11.491, Bandengansebanyak 6.413, Pabean sebanyak 4.614, Kuripan Lor sebanyak 6.034, dan

6Kertoharjo sebanyak 3.134. Keenam lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan tigateratas puskesmas yang memiliki kasus klinis dan kronis pada Profil KesehatanKota Pekalongan tahun 2012.Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari tahun2015, karakteristik lingkungan di enam kelurahan tersebut dapat dikatakanberagam. Dua kelurahan lokasi penelitian yakni kelurahan Bandengan dan Pabeanterletak di Kota Pekalongan bagian utara yang cenderung memiliki karakteristikpesisir, sedangkan 4 lokasi lainnya terletak di Pekalongan bagian selatan yangjauh dari pantai. Aspek kesehatan lingkungan yang diamati di kelurahankelurahan tersebut adalah keberadaan semak-semak, keberadaan genangan air,SPAL, dan keberadaan ternak. Komponen dari aspek kesehatan lingkungan yangdiamati cenderung hampir sama, namun warga yang positif mikrofilaria hanyaterpusat di beberapa RW di kelurahan-kelurahan tersebut dari tahun ke tahun.Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan secara spasial untuk mengetahuifaktor risiko lingkungan yang menjadi penyebab utama penularan filariasis dienam kelurahan tersebut karena beragamnya karakteristik lingkungan padamasing-masing lokasi. Usaha pemantauan aspek kesehatan lingkungan dan faktorrisiko filariasis dengan analisis spasial belum pernah dilakukan pada penelitianfilariasis terdahulu. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya menganalisisberbagai faktor risiko yang diduga berhubungan dengan kejadian filariasis.Menurut Jontari (2014:10), analisis spasial dengan menggunakan SistemInformasi Geografi (SIG) merupakan salah satu metode penting untuk surveilansdan monitoring kesehatan masyarakat. Hal ini karena fungsi SIG dalam bidang

7kesehatan yang dapat menghasilkan gambaran spasial dari peristiwa kesehatan,menganalisis hubungan antar lokasi, lingkungan dan kejadian penyakit. Selain ituSIG dapat menstratifikasi faktor risiko suatu penyakit berdasarkan kondisilingkungan (Indriasih, 2008:102). Begitu pula filariasis di Pekalongan yangmemerlukan monitoring yang baik dengan pemetaan kasus sebagai pedomanpengambilan keputusan program pengendalian dan pengobatan filariasis yangsudah mencapai tahun kelima pada 2015. Analisis SIG berguna sebagai strategipengendalian filariasis berbasis kewilayahan dengan mengidentifikasi daerahyang berisiko di enam kelurahan dengan jumlah kasus tertinggi di KotaPekalongan. Komponen yang akan diamati dalam penelitian ini adalah keberadaansemak-semak, genangan air, SPAL, dan ternak di Kelurahan Banyurip Ageng,Jenggot, Bandengan, Pabean, Kuripan Lor dan Kertoharjo yang akan dianalisismenggunakan analisis spasial. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengambiljudul yaitu “Analisis Spasial Aspek Kesehatan Lingkungan dengan KejadianFilariasis di Kota Pekalongan.” Penelitian ini merupakan bagian daripemayungan penelitian yang berjudul “Program Aktif – Mandiri (Aksi TiadakanFilariasis – Media Baca Hindari Filariasis) sebagai Penyempurna AkselarasiEliminasi Filariasis dalam Menurunkan Mf-Rat

Nya, sehingga skripsi yang berjudul "Analisis Spasial Aspek Kesehatan Lingkungan dengan Kejadian Filariasis di Kota Pekalongan" berjalan dengan lancar sehingga selesai pada waktunya. Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis

Related Documents:

C. Analisis Kebijakan Kesehatan 12 D. Sistem Nasional Kesehatan Indonesia 16. BAB 2 METODE ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN 19. A.engertian Metode Analisis Kebijakan Kesehatan P 19 B. Metode Analisis Kebijakan Kesehatan 21 C. Pengaruh . Stakeholder. Terhadap Kebijakan . esehatan K 24 D.roses Analisis Kebijakan Kesehatan P 26

laboratorium kimia terdiri atas aspek tata letak, aspek tata ruang, aspek jumlah ruang dan luas, aspek kelengkapan alat dan bahan dan aspek keselamatan kerja. Dan penjabaran aspek-aspek tersebut dideskripsikan dalam sampel penelitian seb

Petunjuk Teknis Analisis Spasial Konflik Tenurial di Kawasan Konservasi ini dibuat dengan maksud untuk mendukung percepatan penanganan konflik tenurial di kawasan konservasi. Adapun tujuan tersebut antara lain : 1. Membangun basisdata spasial konflik tenurial di kawasan konservasi yang up to date oleh pengelola kawasan/ unit pelaksana teknis 2.

kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Aspek perkembangan meliputi aspek nilai agama dan moral, aspek sosial emosional, aspek kognitif, aspek bahasa, dan aspek fisik motorik. Berdasarkan hasil observasi saat prasurvei pada tanggal 22-24 juli 2019 TK Cahaya Bunda Natar Lampung Selatan, bahwa rata-rata anak kemampuan

Leaflet JS sebagai peta dasar. Codeigniter 3 sebagai framework pembantu bahasa PHP, leaflet JS sebagai library javascript. Leaflet JS juga dibangun untuk menggunakan plugin yang memperluas fungsionalitas (Maclean,2014). Data yang digunakan berupa data spasial dan non spasial. Data spasial berupa koordinat dan batas administrasi.

BAB III : Tinjauan Kota Atambua Berisikan tentang tinjauan lokasi dan lingkungan eksternalnya, aspek fisik, aspek aktivitas, keterkaitan aspek ekonomi dengan pariwisata, serta aspek kebijakan pengembangan kawasan. BAB IV: Analisis Pendekatan Serta Konsep Perencanaan dan Perancangan

Manajemen lingkungan adalah aspek-aspek dari keseluruhan fungsi manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan dan membawa pada implementasi kebijakan lingkungan (BBS 7750, dalam ISO 14001 oleh Sturm, 1998). Manajemen lingkungan selama ini seb

knowledge to the students to ensure the quality of education. The new BS degree shall be of 4 years duration, and will require the completion of 130-136 credit hours. For those social sciences and basic sciences degrees, 63.50% of the curriculum will consist of discipline specific courses, and 36.50% will consist of compulsory courses and general courses offered through other departments. 4 .