BAB IX PEMBANGUNAN DAERAH A. UMUM - Bappenas.go.id

3y ago
14 Views
2 Downloads
229.38 KB
23 Pages
Last View : 15d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Lee Brooke
Transcription

BAB IXPEMBANGUNAN DAERAHA.UMUMPada tahun 2004, bidang pembangunan daerah terutama ditujukan untukmengurangi kemiskinan di wilayah perkotaan maupun perdesaan melaluipemberdayaan masyarakat, pelaksanaan otonomi daerah yang lebih berkualitastermasuk aparat pemerintah daerah yang bersih dan akuntabel sejalan denganperkembangan politik yang ada, serta mewujudkan pengembangan wilayah yanglebih seimbang, termasuk percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI)dan wilayah tertinggal lainnya serta wilayah perbatasan, melalui pengembanganekonomi lokal yang berbasis pada masyarakat dan peningkatan kualitas pengelolaanSDA. Bidang pembangunan daerah dilaksanakan melalui program-program antaralain: pemantapan otonomi daerah, peningkatan ekonomi wilayah, pengembanganwilayah strategis dan cepat tumbuh, pembangunan perdesaan dan perkotaan,pengembangan perumahan dan permukiman, pembangunan wilayah tertinggal,pengembangan daerah perbatasan, penataan ruang dan pengelolaan pertanahan,peningkatan keberdayaan masyarakat, dan percepatan penanganan khusus NanggroeAceh Darussalam (NAD), Papua dan Maluku.Tantangan dan KendalaProses desentralisasi saat ini telah memasuki tahun terakhir tahapan instalasiyang berlangsung dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 2004,tahapan desentralisasi akan memasuki tahapan konsolidasi yang direncanakanberlangsung sampai dengan tahun 2007.Tantangan konsolidasi otonomi daerah adalah: (1) masih rendahnyaprofesionalisme aparatur pemerintahan daerah (eksekutif, legislatif, dan yudikatif)baik dalam hal manajerial dan teknis pemerintahan maupun dalam hal pelayanankepada masyarakat dan pihak terkait lainnya serta meningkatkan kerjasama antardaerah maupun antar sektor yang dapat memperbaiki dan mengefisiensikan kegiatanpembangunan daerah; (2) masih rendahnya efisiensi dan efektivitas kinerjakelembagaan; (3) masih rendahnya kualitas proses perencanaan dan pengendalianpembangunan daerah, antar daerah, dan antara daerah dengan pusat; (4) belumsempurnanya syarat pembentukan daerah otonom baru; (5) masih rendahnyapengelolaan keuangan daerah berbasis kinerja dan kemampuan keuangan daerah; (6)masih rendahnya kemampuan daerah menarik investasi; (7) masih rendahnyakemampuan teknis anggota DPRD; dan (8) masih rendahnya pelayanan publik.Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum lengkapnya perangkat pelaksanaan,terutama peraturan perundang-undangan penjelasan UU No. 22 Tahun 1999 danbelum sejalannya pengaturan kegiatan sektoral dengan semangat otonomi daerah; (2)rendahnya kualitas dan kapasitas teknis aparatur daerah; (3) belum lengkap danmemadainya sarana dan prasarana; (4) belum optimalnya partisipasi organisasi nonpemerintah dan masyarakat; dan (5) masih rendahnya kemampuan pengelolaan dankapasitas keuangan daerah dibandingkan dengan tanggung jawabnya yang semakinIX – 1

besar terutama untuk daerah-daerah pemekaran baru, daerah perbatasan dan daerahyang SDAnya terbatas.Tantangan pengembangan wilayah adalah: (1) masih besarnya kesenjanganpembangunan antar daerah dan perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat (qualityof life) antar daerah dan antar desa-kota yang diperkirakan akan semakin meningkatdi era desentralisasi dan otonomi daerah apabila faktor-faktor penyebabnya tidakditangani secara mendasar; (2) meningkatnya kemiskinan; (3) masih banyaknyadaerah-daerah terisolasi; (4) menurunnya kesempatan kerja dalam berbagai sektorpembangunan wilayah; serta (5) masih belum optimalnya penanganan wilayahwilayah konflik di beberapa daerah.Kendala utama yang dihadapi adalah: (1) rendahnya kualitas SDM; (2)lemahnya struktur kelembagaan; (3) kurangnya konsistensi dan keterpaduanprogram-program pembangunan maupun berbagai peraturan dan perundangan; (4)kurangnya keterlibatan masyarakat luas, terutama pihak swasta dan dunia usahadalam keputusan publik dan pembangunan ekonomi wilayah; serta (5) kurangmenariknya iklim investasi, khususnya yang menyangkut: (a) keterbatasan jaringanprasarana dan sarana wilayah, (b) keterbatasan akses kepada modal/kapital, dan (c)masih kurangnya insentif fiskal, khususnya di kawasan timur Indonesia.Tantangan pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh adalah: (1)masih rendahnya laju pertumbuhan kawasan-kawasan tersebut karena rendahnyainvestasi dalam maupun luar negeri akibat munculnya wilayah-wilayah lain di luarnegeri yang menjadi pesaing wilayah strategis dan cepat tumbuh di dalam negerisejalan dengan penerapan perjanjian perdagangan bebas seperti AFTA dan APEC.Kendala yang dihadapi adalah: (1) keterbatasan jaringan jalan dan saranaperhubungan lainnya serta jaringan telekomunikasi yang menghubungkan wilayahwilayah strategis dan cepat tumbuh di dalam negeri dengan pusat-pusatperekonomian dunia; (2) belum optimalnya keterlibatan swasta, lembaga nonpemerintah, dan masyarakat lokal dalam pembangunan kawasan; (3) minimnyainformasi dan akses masyarakat di daerah terhadap modal, input produksi, teknologi,pasar, serta peluang usaha dan kerjasama investasi; serta (4) belum sinkronnyapersepsi dalam pengelolaan kawasan-kawasan khusus seperti kawasan perdaganganbebas dan pelabuhan bebas yang pada akhirnya akan menimbulkan rendahnyaefisiensi dan efektivitas pengembangan kawasan tersebut.Tantangan percepatan pengembangan KTI dan wilayah tertinggal lainnyaadalah: (1) masih besarnya jumlah dan sebaran lokasi wilayah tertinggal yangsebagian besar berada di KTI; (2) beragamnya tingkat ketertinggalan sertakarakteristik masing-masing wilayah yang menuntut perhatian seksama dalam jangkapanjang.Kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan wilayah tertinggaladalah: (1) belum optimal dan sinergisnya upaya-upaya percepatan pengembanganwilayah tertinggal; (2) tidak adanya kebijakan yang memprioritaskan penangananwilayah tertinggal, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.Tantangan pengembangan wilayah perbatasan adalah: (1) panjangnya garisperbatasan darat dan laut yang harus diawasi; (2) belum adanya perjanjiankesepakatan batas negara pada beberapa bagian wilayah perbatasan; dan (3)perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan denganmasyarakat di negara tetangga, khususnya di perbatasan RI dan Malaysia.IX – 2

Kendala yang dihadapi antara lain adalah: (1) terbatasnya sarana danprasarana keamanan, cukai, imigrasi, dan karantina di pos-pos pelintas batas; (2)terbatasnya prasarana wilayah yang menghubungkan pusat-pusat perkotaan denganpintu-pintu perbatasan; serta (3) belum memadainya pelayanan pendidikan,kesehatan dan fasilitas peningkatan keterampilan penduduk untuk dapatmemanfaatkan peluang yang ada di negara tetangga.Tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan suasana damai yang sudah lamatidak dirasakan masyarakat Aceh adalah masih adanya gangguan keamanan yangdilakukan oleh gerakan separatis bersenjata di berbagai pelosok wilayah.Kendala yang dihadapi adalah tidak efektifnya pelaksanaan perjanjian dankesepakatan penghentian permusuhan antara pihak Pemerintah dengan GerakanAceh Merdeka (GAM) dan belum efektifnya penerapan Undang-Undang OtonomiKhusus.Di Propinsi Papua tantangan yang dihadapi dalam mempercepat peningkatankesejahteraan sebagian besar masyarakat Papua adalah tersebarnya kelompokkelompok masyarakat asli yang belum mendapat kesempatan untuk memberdayakandiri secara maksimal sehngga dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada.Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum terbentuk dan belum tertatanyakelembagaan, kewenangan dan hubungan kerja antara Majelis Rakyat Papua (MRP)dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang mewadahi aspirasi seluruhmasyarakat Papua; dan (2) belum lengkapnya peraturan perundangan yang terkaitdengan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua (UU No. 21 Tahun 2001) danpemekaran wilayah Propinsi Papua (UU No. 45 Tahun 1999 dan Inpres No. 1 Tahun2003).Tantangan yang dihadapi dalam memulihkan kehidupan sosial dan ekonomidi Maluku dan di daerah-daerah lain yang mengalami konflik horizontal adalah: (1)masih belum tumbuhnya kohesi sosial dan semangat persaudaraan dalammenghadapi masalah bersama; (2) masih banyaknya pengungsi yang belum kembaliatau menempati permukiman yang permanen; serta (3) masih adanya upaya-upayauntuk memicu kembali kerusuhan sosial.Kendala yang dihadapi adalah masih belum pulihnya infrastruktur dansuprastruktur pemerintahan dan politik di Propinsi Maluku serta Maluku Utara yangmenyebabkan belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalampercepatan pemulihan pembangunan.Tantangan pembangunan perdesaan adalah: (1) masih rendahnya kemandirianmasyarakat termasuk peran perempuan dalam mengelola potensi lokal/desa sesuaidengan karakteristik lokal; (2) masih rendahnya produktivitas kawasan perdesaandalam menjaga kelestarian SDA dan lingkungan hidup; (3) lemahnya keterkaitanantara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan; dan (4) belum terwujudnyapengelolaan pemerintahan yang baik di tingkat desa.Kendala yang dihadapi terutama adalah: (1) terbatasnya akses danketersediaan prasarana dan sarana; (2) kurangnya pemanfaatan teknologi akibatrendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan; (3) semakin terbatasnyasumberdaya lahan terutama akibat meningkatnya alih fungsi lahan pertanianproduktif khususnya di Pulau Jawa; (4) menurunnya ketersediaan SDA dan kualitaslingkungan hidup akibat pemanfaatan yang berlebihan dan tak terkendali; (5)terbatasnya lapangan kerja alternatif dalam sektor pertanian; (6) lemahnyaIX – 3

keterkaitan kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan untuk menunjang sistemjaringan agribisnis; dan (7) belum efektifnya penyelenggaraan pemerintahan desabaik dalam menyalurkan aspirasi masyarakat maupun dalam memfasilitasi partisipasimasyarakat.Tantangan utama dalam pembangunan perkotaan adalah: (1) belumterwujudnya kualitas kota yang layak huni dan belum sinerginya perkotaanperdesaan dalam dinamika otonomi daerah dan globalisasi; (2) sulitnyamengendalikan laju pertumbuhan urbanisasi dan perkembangan kota yang meluas(urban sprawl) di kota-kota besar dan metropolitan yang secara spasial menyebabkanterjadinya dominasi kota-kota besar dan metropolitan terhadap kota-kota hinterlandnya, terutama di Pulau Jawa; (3) belum optimalnya fungsi kota-kota kecil danmenengah dalam menahan laju migrasi penduduk desa ke kota-kota besar danmetropolitan sehingga mengganggu sistem hirarki kota; (4) belum terbangunnyasinergi perkotaan-perdesaan; (5) pesatnya peningkatan kebutuhan prasarana dansarana kota terutama jaringan pengendalian banjir dan drainase; (6) masih tingginyatuntutan peningkatan kualitas pelayanan publik di kota; (7) belum efisiennyapemanfaatan lahan kota yang akan menimbulkan konflik, serta tidak diperhatikannyadaya dukung lingkungan; (8) meningkatnya masalah kemiskinan dan kerawanansosial di perkotaan; (9) menurunnya kualitas lingkungan hidup di perkotaan; serta(10) pesatnya perkembangan sektor ekonomi informal seiring dengan peningkatanjumlah angkatan kerja di perkotaan.Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum memadainya kapasitas pengelolaankota (urban management); (2) tumpang tindihnya peraturan yang ada; (3) belummeluasnya pendekatan urban-rural linkages dan agropolitan untuk membangunsinergi kota-desa; (4) belum terintegrasinya pengembangan sektor ekonomi informaldalam struktur ruang kota; serta (5) terbatasnya kerjasama pembangunan antar kotadan antar daerah dalam pengembangan wilayahnya.Tantangan pembangunan perumahan adalah: (1) masih tingginya kebutuhanmasyarakat akan rumah yang belum dapat terpenuhi yang diperkirakan mencapaisekitar 5 juta unit dengan kebutuhan baru sebanyak 800 ribu unit per tahun; (2)masih banyaknya jumlah rumah tangga yang bertempat tinggal dalam rumah dankawasan yang tidak layak huni; dan (3) tidak tersedianya dana jangka panjang untukpembiayaan perumahan.Kendala pembangunan perumahan adalah: (1) belum terbangunnya sistempenyelenggaraan perumahan dan permukiman; (2) belum sistematisnya pembiayaanperumahan dan pasar perumahan; (3) menurunnya kualitas lingkungan permukiman;(4) belum seimbangnya kebutuhan dengan kemampuan pemenuhannya; serta (5)belum tersedianya informasi dan wadah komunikasi dalam penyelenggaraanperumahan – permukiman bagi seluruh lapisan masyarakat.Tantangan pembangunan permukiman adalah: (1) masih rendahnya cakupanpelayanan air minum; (2) masih tingginya tingkat kebocoran penyediaan air minum;(3) masih rendahnya proporsi penduduk kota yang mendapatkan pelayananpengelolaan air limbah; (4) belum terpadunya penanganan drainase kota denganpengendalian banjir dan masih luasnya wilayah tergenang di perkotaan; dan (5)masih lemahnya manajemen penanganan sampah di perkotaan.Kendala yang dihadapi adalah: (1) masih lemahnya pengaturan dan regulasiair minum dan sanitasi; (2) rendahnya kesadaran masyarakat, pemerintah dan pihakterkait lainnya akan pentingnya penanganan penyehatan lingkungan; (3) masihIX – 4

lemahnya manajemen PDAM; dan (4) masih kurangnya keterlibatan swasta dalampenyediaan prasarana, sarana, dan pengelolaan air minum serta penyehatanlingkungan.Tantangan penataan ruang adalah: (1) belum terwujudnya rencana tata ruangsebagai acuan bagi pembangunan nasional dan pengembangan daerah; (2) belumdijadikannya penataan ruang sebagai usaha preventif yang penting dalam prosespelestarian SDA dan lingkungan hidup.Kendala untuk bidang penataan ruang adalah (1) kurang berjalannyamekanisme pengendalian pelaksanaan rencana yang telah mempertimbangkanseluruh aspek penting yang perlu dicapai dan ditargetkan dapat dicapai apabilarencana tersebut dilaksanakan dengan baik; (2) belum adanya mekanisme penegakanhukum bagi penyimpangan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencanabaik yang dilakukan oleh masyarakat ataupun oleh pemerintah sendiri; (3) rendahnyapemahanan, disiplin, konsistensi dan dukungan para pihak terhadap kegiatanpenataan ruang.Tantangan bidang pengelolaan pertanahan adalah: (1) masih lemahnyajaminan kepastian hukum hak atas tanah; (2) belum tuntasnya pelaksanaandesentralisasi pertanahan karena belum sinkronnya peraturan yang ada; (3) belumteratasinya ketimpangan dan ketidakadilan dalam penguasaan dan pemilikan tanah;(4) belum teratasinya penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan fungsinya danpengalihan fungsi tanah beririgasi teknis menjadi tanah non-pertanian; dan (5) belumoptimalnya pelayanan bidang pertanahan.Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum lengkap dan harmonisnya peraturanperundangan-undangan pertanahan yang ada dengan peraturan bidang lainnya; (2)masih terbatasnya kapasitas daerah, baik dalam aspek peraturan daerah,kelembagaan, sumberdaya manusia, sistem informasi maupun pembiayaan, dalammemberikan pelayanan pertanahan pada masyarakat dalam rangka penyelenggaraanotonomi daerah; (3) masih adanya konsentrasi penguasaan dan pemilikan tanah olehpihak-pihak tertentu; (4) belum memadainya kapasitas aparat pemerintah dankurangnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan tanah; serta (5)masih rendahnya kinerja pelayanan pertanahan termasuk belum tertibnyaadministrasi pertanahan, lambatnya proses sertifikasi tanah serta besarnya proporsibidang tanah yang belum disertifikasi.Tantangan peningkatan penanggulangan kemiskinan adalah belum samanyapersepsi dan definisi mengenai sumber-sumber permasalahan kemiskinan yang lebihspesifik.Kendala yang dihadapi adalah: (1) masih dilaksanakannya strategi yang lebihbanyak bersifat subsidi, pemberian bantuan (dana, pendampingan, sarana, prasarana);(2) belum diadopsinya strategi perluasan kesempatan kerja, strategi pemberdayaanmasyarakat, strategi peningkatan kapasitas, dan strategi perlindungan sosial untukmewujudkan penanggulangan kemiskinan yang sistematik; (3) belum responsifnyakebijakan dan program yang ditempuh masing-masing Departemen/LPND dalammengatasi masalah kemiskinan secara langsung; (4) sangat bervariasinya targetingdan belum adanya suatu mekanisme yang jelas tentang desain monitoring danevaluasi sehingga sulit untuk mengetahui kapabilitas program yang dijalankan.Tantangan pemberdayaan masyarakat adalah kurangnya kemampuanmasyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dalam memanfaatkanIX – 5

potensi SDA dan sosial yang dimiliki serta peluang-peluang yang muncul dengansemakin membaiknya keadaan ekonomi.Kendala yang dihadapi adalah: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilanmasyarakat berpenghasilan rendah; (2) adanya kondisi kemiskinan struktural yangdialami sebagian masyarakat; (3) adanya keengganan untuk membagi wewenang dansumberdaya yang ada pada pemerintah kepada masyarakat, atau dari kelompokekonomi kuat kepada kelompok ekonomi lemah; (4) rendahnya tingkat pelayanandasar dan sosial; (5) terbatasnya lapangan kerja bagi penduduk perdesaan; (6) belumterbangunnya sistem agribisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat; dan (7)rendahnya penguasaan teknologi bagi masyarakat perdesaan, serta rendahnya aksesterhadap jaringan pemasaran.Hasil-hasil yang Dicapai Selama Periode 2000 – 2003Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program kebijakandesentralisasi dan otonomi daerah meliputi pelaksanaan peraturan perundangundangan, penataan manajemen pelayanan publik untuk daerah-daerah pemekaran,dan penyiapan pedoman keuangan daerah berbasis kinerja, dengan perincian sebagaiberikut: (1) diselesaikannya peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaankebijakan otonomi daerah yaitu 45 undang-undang, 39 peraturan pemerintah, 14keppres, 1 inpres, dan beberapa keputusan berbagai menteri tentang norma, standar,prosedur, dan manual yang menunjang pelaksanaan desentralisasi dan otonomidaerah; (2) telah dibatalkannya beberapa perda yang dinilai kontraproduktif; (3)terbentuknya 6 propinsi baru (total menjadi 32 propinsi), 56 kabupaten baru (totalmenjadi 325 kabupaten), dan 6 kota baru (total menjadi 91 kota); (4)dilaksanakannya kembali reorganisasi di seluruh propinsi, kabupaten, dan kota sesuaidengan kewenangan, kebutuhan, dan kemampuan daerah; (5) disosialisasikan dandilaksanakannya pengelolaan keuangan daerah yang berbasis kinerja; (6) disusunnyakebijakan, peraturan, perumusan formula, dan pedoman bagi desentralisasi fiskal; (7)dilaksanakannya pengaturan personil ke dalam organisasi pemerintah daerah; (8)dilakukannya penyusunan standar pelayanan minimum kebijakan sektoral; (9)diselenggarakannya pelatihan dan fasilitasi bagi pemerintah daerah di berbagaibidang; (10) direalisasikannya otonomi khusus bagi propinsi NAD dan Papua; (11)diimplementasikannya fungsi dan kewenangan tingkat pemerintahan menurut daerahdan sektor; (12) terbentuk dan berfungsinya sistem kelembagaan untuk menjalankankewenangan secara efektif dan efisien; dan (13) dialokasikannya sumber dayapembiayaan, personil, dan peralatan dari pusat ke daerah.Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pengembanganwilayah strategis dan cepat tumbuh adalah: (1) dilaksanakannya pengembangankawasan di beberapa daerah, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sendirimaupun yang difasilitasi oleh pemerintah pusat; (2) dikembangkannya KAPET olehpemerintah daerah yang bersangkutan di 13 propinsi dan persiapan 5 KAPET baru di5 propinsi; (3) diselenggarakannya program kerjasama dan forum-forum kerjasamaekonomi sub-regional BIMP-EAGA, IMT-GT, dan IMS-GT; (4) terbangunnyasistem data dan informasi potensi daerah untuk menarik investasi dari dalam dan luarnegeri oleh beberapa pemerintah daerah; (5) dilaksanakannya penguatan SDM dankelembagaannya melalui pemberdayaan dan pembinaan masyarakat, baik yangdilaksanakan secara sektoral, program-program pemberdayaan masyarakat, melaluiskim pengembangan wilayah secara terpadu dan pengembangan kawasanIX – 6

transmigrasi; (6) terbangunnya jaringan prasarana dan sarana yang langsung dikelolaoleh daerah melalui pendekatan partisipasi dan pendampingan; (7)terselenggarakannya program-program pengembangan wilayah terpadu di 8 propinsidan pengembangan kawasan transmigrasi seluas 121.341 hektar dengan jumlahpermukiman terbangun mencapai 276 UPT yang prioritasnya antara lain diarahkanuntuk penanganan pengungsi dan masyarakat lokal. Hasil-hasil pengembangankawasan yang memiliki nilai strategis secara nasional

adalah: (1) belum optimal dan sinergisnya upaya-upaya percepatan pengembangan wilayah tertinggal; (2) tidak adanya kebijakan yang memprioritaskan penanganan wilayah tertinggal, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Tantangan pengembangan wilayah perbatasan adalah: (1) panjangnya garis

Related Documents:

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NTB TAHUN 2013-2018 VII- 1. BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1. Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Nasional Visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 2025 adalah: Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan .

pembangunan daerah tertinggal 2.koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertingga 3.pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian pembangunan daerah tertinggal 4.pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian pembangunan daerah tertinggal

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Banten Tahun 2005-2025 merupakan acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (5 tahunan) Provinsi Banten 2012-2017. Selain Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Jangka Panjang, Pola Dasar Pembangunan Jangka Panjang Daerah juga memuat skenario arah pembangunan yaitu arah kebijakan pembangunan .

Instrumen Oppjerasionalisasi Kebijakan Perceppg gatan Pembangunan Daerah Tertingggal dan Khusus (P2DTK) Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT) Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT) Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan (P2WP) Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT)

kebijakan pembangunan ekonomi, dan hambatan-hambatan yang dihadapi. Materi yang dibahas adalah teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, tahap-tahap pertumbuhan ekonomi, teori-teori hambatan pembangunan, kebijakan-kebijakan pembangunan, pembangunan ekonomi di Indonesia, dan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Capaian Pembelajaran: Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa mampu .

Ekonomi Pembangunan dan . Pembangunan Ekonomi . Prof. Lincolin Arsyad . odul 1 ini merupakan sarana bagi mahasiswa untuk memahami konsep dan paradigma-paradigma pembangunan ekonomi yang berkembang hingga saat ini. Pada modul ini, dijelaskan evolusi makna pembangunan dan indikator-indikator pembangunan. Setelah mempelajari modul ini, secara umum, Anda diharapkan dapat menjelaskan evolusi makna .

KERANGKA PAPARAN Slide - 2 RPJMN 2015 –2019 Visi –Misi dan 9 Agenda Prioritas –NAWA CITA Strategi Pembangunan Nasional Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-daerah dan Desa SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DESA DALAM RPJMN 2015-2019 Sasaran Pembangunan Desa Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Desa

Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) adalah suatu proses, upaya, dan tindakan secara terencana untuk meningkatkan kualitas masyarakat dan wilayah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT), adalah keberpihakan dan penajaman terhadap PDT di bidang