TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA

3y ago
57 Views
3 Downloads
393.00 KB
8 Pages
Last View : 29d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Julius Prosser
Transcription

TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA (A.A. Oka Saraswati)TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJAA.A. Oka SaraswatiJurusan Arsitektur, Universitas Udayana, Denpasar-BaliABSTRAKBale daja merupakan bale yang mengikuti perletakan sesuai dengan arah mata angin dalam penyebutan masyarakatsetempat. Kaja atau daja merupakan daerah yang lebih tinggi (baca: gunung); untuk Bali Selatan merupakan sebutan bagiarah utara dan untuk Bali Utara merupakan sebutan bagi arah selatan. Fungsi tradisi bale daja adalah fungsi awal yangmerupakan bale tempat tidur saja. Fungsi tradisi lainnya juga ditemukan sebagai ruang melahirkan, ruang tidur untuk anakgadis serta ruang tempat penyimpanan benda-benda pusaka (gedong simpan). Namun perkembangan fungsi tradisinya jugaditemukan yaitu sebagai ruang tidur yang juga berfungsi sebagai ruang untuk aktivitas domestik seperti mencari kutu,ngobrol, majejahitan (membuat bahan persiapan upacara), membaca dan menulis lontar, menerima tamu, rembuk keluargaserta menghadap pimpinan pada rumah pemimpin umat atau pun pemimpin masyarakat. Ditemukan 7 tipe bale daja dalamkapasitasnya sebagai arsitektur tradisional Bali. Pada perkembangannya, ditemukan bale daja dengan tambahan toilet, ruangkerja modern, ruang TV, dengan pencapaian dari samping dan tambahan jendela dengan bukaan yang cukup luas sertamemakai bahan-bahan baru. Tulisan ini mengetengahkan kajian terhadap perkembangan bale daja ditinjau dari kaidahkaidah arsitektur tradisional Bali melalui transformasi, fenomena both-and, dan resultan kompleksitas. Transformasi baledaja saat ini mengarah pada resultan yang membenarkan yang masih mengikuti kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali dansesuai dengan nilai-nilai keyakinan masyarakat Bali. Dengan demikian terlihat bahwa perkembangan arsitektur bale dajamampu mengakomodasi perkembangan masyarakat Bali.Kata kunci: bale daja, transformasi.ABSTRACTBale Daja is a building sited in kaja (northerly) direction which is defined in accordance to local terms. Kaja or Dajahas been tied with a hilly (mountainous) area, lining along Bali’s east to west axis. To those reside on the southern part ofthis line, northerly is insequence with the actual north direction. However, those stand on the opposite side have theirnotherly pointing to the actual south direction. Bale Daja has various inherent functions. These include its usages as asleeping area, space for giving birth, quarantine area for female teenagers, and storage for valuable family belongings. In along run, these usages have been expanded to incorporate further functions of a building for sleeping, numerous domesticactivities, chatting, offering preparation, reading and writing manuscripts, welcoming guests, and meeting with both localand government officers. According to a thorough investigation, there are seven types of Bale Daja found. In several caseswithin its development, a Bale Daja has been completed with one or more additional uses of a toilet, a modern workingspace, and a room dedicated for watching television. Such type of a Bale Daja is usually accessed through its sides withwindows and wide openings attached. These changes are also accompanied by the use of newly available building materials.This writing examines the development of Bale Daja viewed from Balinese Traditional Architecture principles throughtransformation, both-and phenomenon and resultant of complexity. The recent transformation of a Bale Daja shows a trendin which traditional value systems and architectural guidelines remain highly regarded in practice. Thus, such anarchitectural development demonstrates a capacity to accommodate social development taking place within its society.Keywords: bale daja, transformation.PENDAHULUANBale daja merupakan sebutan bale yangmengikuti perletakan sesuai dengan arah mata angindalam penyebutan masyarakat setempat. Kaja ataudaja merupakan daerah yang lebih tinggi (baca:gunung); untuk Bali Selatan merupakan sebutan bagiarah utara dan untuk Bali Utara merupakan sebutanbagi arah selatan. Dalam proses pembangunan suaturumah, bale daja merupakan bangunan peng”awal”yang disebut paturon. Sebagai bangunan paturon,bale daja mempunyai nilai yang sangat penting dalammendirikan rumah atau umah bagi masyarakat Bali.Tulisan ini merupakan dua penelitian yangberkesinambungan. Penelitian pertama merupakanpenelitian mendasar untuk mendapatkan teoriarsitektur tradisional tentang bale daja yang belumpernah ditulis secara lengkap dalam suatu buku.Dengan demikian teori ini menjadi dasar untukmelakukan bahasan transformasi. Dari sampel diumah masyarakat, jero, griya, puri serta dilengkapidari pustaka, diperoleh 7 jenis-jenis bale daja.35

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 35 - 42Selanjutnya dilakukan penelitian kedua berupapenelusuran perkembangan bale daja ditinjau darikaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali baik yangtercantum dalam asta kosala-kosali ataupun yangdidasari oleh nilai-nilai yang diyakini masyarakatBali. Penelusuran dilakukan melalui transformasi,dari fenomena both-and, pendapat Kahn juga daripengertian-pengertian tansformasi lainnya.Bila melakukan penilaian, ada suatu kecenderungan membuat penilaian dengan gkandengan membuat pengecualian/”either-or”. Darifenomena both-andi diungkapkan bahwa arsitekturkadang-kadang mengandung penyimpangan-penyimpangan namun masih dibenarkan dalam kontekskeseluruhannya. Bila terjadi kontradiksi pada ”bothand” maka perhatikanlah hirarhinya.Selain itu, Kahn (dalam buku Complexity andContradiction in Architectureii) mengatakan bahwaarsitektur mempunyai space yang buruk dan jugaspace yang bagus. Ada suatu resultan yang dapatdicarikan benang merah yang dapat dikompromikan.Keputusan untuk mendapatkan kompromi yang utuhmerupakan tugas utama seorang arsitek.Selanjutnya diungkapkan bahwa transformasimempunyai pengertian perubahan rupa (bentuk, sifat,fungsi dan sebagainya) atau pengalihaniii, menjadibentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-nilaiyang sama, perubahan dari satu bentuk atau ungkapanmenjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atauungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan,fungsiiv, perubahan bentuk atau penampilan ataukarakter atau penempatan dari,mengubah daripengakuanv, mengubah/mengganti bentuk ataupenampilan luarnya, mengubah kondisi, alam,fungsivi.Lebih jauh, transformasi dalam arsitektur hanyaakan berarti bila di pertimbangkan dari suatu tindakanyang komplek, sama sekali tanpa kecacatan visualdan bentuk dari kondisi yang lama, serta diperolehmelalui metodologi “keseretakan/simultaneity”, dantidak mengajurkan metodologi monodimensi.Transformasi tidak hanya merupakan saluran, tetapilautan kreativitas yang bersungguh-sungguh dan jujurpada elemen, yang memiliki cukup resiko, ketertibandan upaya. Terdapat suatu kecenderungan bahwasaluran transformasi dapat sangat menolong dalammencapai tujuanvii. Lebih jelasnya, transformasimerupakan resultan kompleksitas dari upaya untukmengubah, mengalihkan, menyatukan beberapa haldalam mencapai nilai yang sama-sama dapat diterimasecara serentak. Dalam penelitian kedua ini dilakukanpengambilan sampel di rumah masyarakat umum,rumah masyarakat dengan penghasilan menengah keatas, jero, griya dan puri.36BALE DAJA SEBAGAI ARSITEKTURTRADISIFungsi tradisi yang diamini oleh bale dajaadalah fungsi awal yang merupakan bale tempat tidursaja. Dalam fungsinya sebagai tempat tidur bale dajadisebut sebagai bale meten. Fungsi profan lainnyajuga ditemukan yaitu sebagai ruang melahirkan, danruang tidur untuk anak gadisviii. Fungsi sakral metenadalah untuk menyimpan benda-benda keramat/pusaka dan juga untuk upacara manusa yadnyaseperti misalnya tempat ngekeb dalam upacara menekdaha. Dalam fungsinya hanya sebagai ruang tempatpenyimpanan benda-benda pusaka bale daja disebutgedong simpan. Tulisan ini tidak membahas bale dajadalam kapasitasnya sebagai gedong simpan.Dalam perkembangan fungsi tradisinya jugaditemukan bale daja sebagai ruang tidur yang jugaberfungsi sebagai ruang untuk aktivitas domestikseperti mencari kutu, ngobrol, majejahitan (membuatbahan persiapan upacara) dan rembuk keluarga.Fungsi lainnya juga sebagai ruang membaca danmenulis lontar, menerima tamu, serta menghadappimpinan pada rumah pemimpin umat (griya) ataupun rumah pemimpin masyarakat (puri). Dalamkapasitasnya sebagai arsitektur tradisional Bali,ditemukan 7 tipe bale daja.Diawali dari tipe terkecil yaitu Bale DajaSakutus yang memiliki 8 saka, memiliki 2 bale-baledan berstruktur atap kampyah (Gambar 1). Tipekedua adalah Bale Sakutus Maemper/Maikuh Kekerkarena adanya perpanjangan atap di depan pintu yangmenyerupai ekor ayam (Gambar 2). Tipe ketigaberupa Bale Sakutus Maamben/Mamben yangperpanjangan atap di depan pintu di tumpu oleh 2saka (Gambar 3). Tipe keempat berupa Bale SakutusMajajar. Bale ini memiliki 4 saka tambahan yangberjajar menumpu atap tambahan. Saka tambahan initerletak pada lantai dengan peil lantai lebih rendahdari peil lantai bale daja sakutus pada awalnya(Gambar 4). Tipe kelima adalah Bale Bandung. Baleini memiliki 12 saka dengan atap berstrukturkonstruksi payung (Gambar 5). Tipe keenam berupaBale Gunung Rata dengan 16 saka (Gambar 6) danyang terakhir adalah Bale Gunung Rata Agengdengan 22 saka (Gambar 7). Tipe terakhir inimerupakan bale daja untuk raja.Sebagai arsitektur tradisional, seluruh bale dajatersebut tidak memiliki KM/WC, hanya memiliki satupintu, kisi-kisi jendela yang sangat kecil, dan garisatap yang pendek (overstek yang tidak lebar). Selainitu, tembok bale daja setebal 1 hingga 1,5 batu sertamenggunakan bahan bangunan tradisional.

TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA (A.A. Oka Saraswati)Sumber: Modifikasi dari Arsitektur Tradisional Bali–ProyekInventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan DaerahSumber: Dokumentasi pribadiGambar 4. Bale Sakutus MajajarGambar 1. Denah Bale SakutusSumber: Arsitektur Tradisional Bali–Proyek Inventarisasi danDokumentasi Kebudayaan DaerahGambar 2. Tampak Bale Sakutus Maemper/Maikuh KekerSumber: Dokumentasi pribadiGambar 5. Bale BandungSumber: Dokumentasi pribadiSumber: Dokumentasi pribadiGambar 3. Perspektif Bale Sakutus Maamben/MambenGambar 6. Bale Gunung Rata.37

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 35 - 42positif memberi dukungan atas kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali. Demikian sebaliknya pada vektornegatif.Bale Daja dengan bale-bale yang diganti sring bedserta dilengkapi dengan KM/WCBale daja meten sakutus, memiliki 8 saka dan 2bale-bale yang tiap bale mengikat 4 saka menjadisatu. Bale-bale ini merupakan tempat tidur yang arahtidurnya dengan kepala mengarah ke luan (arah utarauntuk daerah Bali Selatan). Dengan berkembangnyagaya hidup yang menghendaki kenyamanan makatimbul keinginan untuk mempergunakan alas tidursring bed (Gambar 8).Sumber: Arsitektur Tradisional Bali– Proyek Inventarisasi danDokumentasi Kebudayaan DaerahGambar 7. Bale Gunung Rata AgengTRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJAMasyarakat Bali kini bukanlah merupakanmasyarakat tradisi meskipun sebagian kegiatannyamasih merupakan kegiatan tradisi. Dari hasil penelitian, masyarakat Bali, dengan tingkat pendidikanyang tinggi, gaya hidup modern, tetap membutuhkanadanya bale-bale yang berhubungan dengan kegiatanritual keagamaan dan kemasyarakatan. Bangunanyang tetap dibutuhkannya adanya; pamerajan/sanggah sebagai tempat sembahyang, serta bale dajadan bale dangin sebagai ruang tidur dan tempatpendukung upacara keagamaan. Namun dilain pihak,tuntutan kebutuhan pribadi sebagai seorang yang telahmengenyam pendidikan serta berpenghasilan cukupmenyebabkan terjadilah perkembangan padaarsitektur umah-nya. Kajian kali ini membahastransformasi arsitektur bale daja.Masyarakat Bali kini merupakan masyarakatmodern yang kerjanya tidak hanya berprofesi sebagaipetani dan profesi tradisi lainnya tetapi juga membacabuku dan bekerja di depan komputer. Selain ituperubahan gaya hidup juga menuntut aktivitas yangserba praktis dan kenyamanan yang lain.Dalam kapasitasnya sebagai arsitektur Balikekinian atau saat ini, transformasi bale dajaditelusuri dari kaidah-kaidah arsitektur tradisionalBali. Penelusuran menghasilkan penilaian atas vektorvektor yang berpengaruh dalam transformasi. Vektor38Sumber: Dokumentasi pribadiGambar 8. Bale daja dengan bale-bale yangdiganti sringbed serta dilengkapi dengan KM/WCSpring bed memiliki dimensi-dimensi standardengan panjang 210 cm dan lebar yang disesuaikan.Dimensi ini tidak bisa diakomodasi oleh bale dajayang memakai saka sebagai konstruksi kolomnya.Jarak antar saka adalah selebar bah saka (saka yangdirebahkan/ditidurkan, dihitung dari atas sundukbawak/pendek sampai di bawah lambang) ditambahkan dengan pengurip. Sedangkan tinggi saka menurutlontar asta kosala-kosali adalah 23 hingga 28 raiditambah pengurip yang diyakini juga memberikankehidupan yang berbahagia. Dari perhitingan tersebutdiperoleh jarak saka maksimal selebar 2.00 cm.Oleh sebab itu, terjadi perubahan konstruksi bale dajadari rangka kayu dengan dinding yang lepas darirangka menjadi rangka beton yang kolomnyamenyatu dengan dinding. Dengan kondisi ini,

TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA (A.A. Oka Saraswati)kemudian sebuah alas/tempat tidur baru tersebutdiletakkan di sisi Timur dengan arah tidur yang tetapyaitu kepala di sisi luan. Hal ini sesuai dengan nilainilai yang diyakini yang merupakan prilakumasyarakat Bali. Bila tidak dilakukan sering kalidirasakan membuat mereka linglung ketika terjagadari tidur. Masyarakat dalam mengembangkan baledaja-nya ini tidak merubah bentuk awalnya sehinggadimensi-dimensi tradisional tetap tergambar dalamwujud bangunannya. Jadi penambahan spring bedmampu diakomodasi oleh arsitektur bale dajasehingga merupakan vektor positif dalam transformasi (membenarkan).Bale daja dengan bale-bale yang diganti sringbed sudah mengalami perubahan struktur konstruksidari rangka kayu menjadi rangka beton yang rigit.Sistem struktur tradisional berbahan kayu menggunakan sunduk, canggahwang, waton, parbasebagai pengakunya dan lait sebagai pengunci.Sistem struktur bangunan bale ini dikenal tahangempa yang akan ikut bergoyang saat gempa terjadi,namun tidak patah. Setelah gempa selesai, penghuniakan menguatkan pengunci dengan memukul laithingga rapat dengan lubangnyaTidak ada yang salah dengan rangka beton rigitbila hitungannya sudah mempertimbangkan faktorresiko gempa. Namun dalam prakteknya, untukmembangunan rumah tinggal, masyarakat memakaitenaga tukang yang tidak memiliki keahlian dalamperhitungan gempa. Hal ini menjadi pelajaran saatgempa di Desa Seririt Kabupaten Buleleng. Dengangempa 7,5 skala Richter, bangunan yang masihberdiri hanyalah bangunan-bangunan bale tradisionalBali. Perkembangan tuntutan fungsi ini membawakonsekuensi bahwa tenaga tukang harus ditingkatkankeahliannya.Dimensi bangunan bale daja masih memakaiperhitungan tradisi lengkap dengan pengurip-nyayang dipercaya membawa kebahagiaan bagipenghuninya. Posisi letak lambang/balok penumpuiga-iga/usuk/kaso tetap dipertahankan pada strukturyang baru dengan membuat konstruksi rangka betonberpelengkung sebagai dudukannya. Dengan kondisiini, penelusuran transformasi pada peletakan baloklambang mampu diakomodasi oleh arsitektur baledaja sehingga merupakan vektor positif dalamtransformasi (membenarkan).Selanjutnya, tuntutan kenyamanan lainnyajuga ditemukan berupa kebutuhan akan KM/WC.KM/WC yang pada awalnya terletak di teba ataupundi dekat dapur kini mulai didekatkan ke ruang tidur.KM/WC kini dapat dicapai langsung dari ruangtidur/bale daja dan diletakkan di sisi belakang baledaja (Gambar 8). Alas tidur ini diletakkan di sisiTimur, selanjutnya di arah sisi Barat bale dajasakutus, diletakkan meja kerja, meja rias serta jalurmenuju ke toilet.Peletakan KM/WC mengarah ke arah teben biladilihat dari poros Timur-Barat tapi terletak di arahluan/utama dari poros Utara-Selatan. Kondisi KM/WC ini terbantu oleh peil lantainya yang lebih rendahdari peil lantai bale daja sehingga bale daja lebihutama bila dilihat dari poros atas-bawah. Dengandemikian, dari 3 poros vektor peletakan ruang, 2poros masih mendukung atau membenarkan peletakan KM/WC tersebut. Kondisi ini masih diterimadalam keyakinan masyarakat dengan catatan,KM/WC tersebut tidak melebar hingga di sisi luantempat tidurnya. Dengan demikian perkembangan inimampu diakomodasi oleh arsitektur bale dajasehingga merupakan vektor positif dalam transformasi (membenarkan).Bale Daja dengan ruang keluarga berfasilitas TVserta ruang kerja modernRumah masyarakat tradisi dengan status sosialyang lebih di masyarakat kebanyakan seperti rumahpamekel, griya, jero serta puri memiliki bale dajadengan tipe bale bandung ataupun bale gunung rata.Pada sebagian puri tempat kedudukan raja dapatditemukan bale gunung rata agung. Pada balebandung maupun bale gunung rata yang tradisional,terdapat beranda di depan ruang tidurnya yangberfungsi sebagai tempat rembuk keluarga, membacalontar ataupun menerima tamu.Bale sakutus pada rumah masyarakat kebanyakan kini mengalami perkembangan menjadibale bandung atau bale gunung rata. Bale yang barudikembangkan ataupun yang dari awalnya pembangunannya berupa bale bandung atau gunung rata,kini cenderung mengalami perkembangan menjadiruang tidur yang dilengkapi dengan ruang keluargaberfasilitas TV. Ruang keluarga di beranda depanruang tidur tersebut memungkinkan ditempati olehlebih dari 10 orang dengan cara duduk bersila. Stratasosial penghuni tetap diterapkan saat menonton TVantara lain anak-anak duduk pada lantai yang peil-nyalebih rendah dari peil lantai tempat duduk orang yanglebih tua.Untuk masyarakat dengan penghasilan yangcukup, mereka memiliki TV yang dilengkapi denganmeja penyimpanan DVD player dan receiver TVsatelit. Dalam posisi ini, pemirsa akan menyaksikanTV dengan kepala mendongak. Kondisi ini kurangnyaman karena standar menikmati TV adalah dengangaris mata rata atau di atas bidang layar TV.Kenyamanan ini dapat diselesaikan dengan mendudukkan TV tetap tanpa alas meja sehingga tidakdibutuhkan kursi sebagai perlengkapan bale daja.39

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 35 - 42Namun berbeda halnya bila penghuni semakintua dengan penyakit tua rematik, mereka menginginkan tetap ada kursi sebagai alas duduk. Denganadanya perlengkapan kursi ini, hal ini menyulitkanaktivitas tradisi berupa membanca lontar. Membacalontar biasanya dilakukan dengan duduk di lantaibermejakan dulang dengan diameter 40 cm dan tinggi30 cm. Oleh sebab itu terjadi kecenderungan aktivitasharian membanca lontar berpindah ke bale danginsedangkan aktivitas tertentu seperti rembuk keluargabesar, menerima pinangan, upacara menek dahamaupun membaca lontar untuk acara tersebut di atasmasih dilaksanakan di bale daja. Dari hal tersebut,perlu suatu desain kursi yang mampu mengakomodasi kondisi usur para penghuni namun tetapmemperhatikan strata sosial yang berkenaan dengantinggi peil duduk. Dengan tetap diterapkannya stratasosial penghuninya dan kenyamanan menonton TVmaka perkembangan ini memberikan vektor positifdalam transformasi (membenarkan).Bagaimana halnya bila orang tua mendapattugas kantor yang harus dilanjutkan di rumah.Dibutuhkan adanya ruang kerja dengan meja kerjaatau meja belajar lengkap dengan komputer/laptop.Pada bale gunung rata, TV akan berpindah ke lantaidi sisi bawah sedangkan meja kerja berada di bagianatas. Anggota keluarga yang dituakan juga dapatmenyaksikan TV dari lantai bagian atas. Sedangkanuntuk bale bandung, meja kerja disiapkan di dalamruang tidur.Fungsi bale daja sebagai ruang tidur yangdilengkapi dengan ruang kerja memang sangat dekatdengan fungsi tradisinya. Tak ada nilai-nilai yangbertentangan. Perbedaannya hanya pada jenispekerjaannya. Jenis pekerjaan tradisi antara lainberupa menulis dan membaca lontar, sedangkanpekerjaan yang dikerjakan saat ini antara lainpekerjaan kantor, menulis dan mengetik dengankomputer. Jadi pada perkembangan bale daja yangdilengkapi dengan ruang kerja yang modern, tidakbermasalah. Tidak ada vektor yang bernilai negatif,jadi dalam hal ini diperoleh vektor positif dalamtransformasi (memb

kaidah arsitektur tradisional Bali melalui transformasi, fenomena both-and, dan resultan kompleksitas. Transformasi bale daja saat ini mengarah pada resultan yang membenarkan yang masih mengikuti kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali dan sesuai dengan nilai-nilai keyakinan masyarakat Bali.

Related Documents:

transformasi Fourier - Jika ingin mengetahui informasi tentang kombinasi skala dan frekuensi kita memerlukan transformasi wavelet Transformasi citra, sesuai namanya, merupakan proses perubahan bentuk citra untuk mendapatkan suatu informasi tertentu Transformasi bisa dibagi menjadi 2 : - Transformasi piksel/transformasi geometris

Kata Kunci: arsitektur masjid, perkembangan, tradisionalitas dan modernitas arsitektur, transformasi bentuk dan ruang. Jika ditelusuri dari sejarah perkembangannya, masjid merupakan karya seni dan budaya Islam terpenting dalam ranah arsitektur. Karya arsitektur masjid, merupakan perwujudan dari puncak ketinggian pengetahuan teknik dan

S1 ARSITEKTUR DESKRIPSI MATA AJAR WAJIB ENAR601009 ENAR611009 PENGANTAR ARSITEKTUR 3 SKS Tujuan Pembelajaran: Mengetahui prinsip-prinsip dasar arsitektur, termasuk beberapa teori dasar, kaitan antara arsitektur dan manusia, kaitan arsitektur dan alam, arsitektur dan e

S1 ARSITEKTUR INTERIOR DESKRIPSI MATA AJAR WAJIB. ENAR601009 PENGANTAR ARSITEKTUR 3 SKS Tujuan Pembelajaran: Mengetahui prinsipprinsip dasar arsitektur, termasuk beberapa teori dasar, kaitan antara - arsitektur dan manusia, kaitan arsitektur dan alam, arsitektur dan e

Transformasi Linier Transformasi fungsi pemetaan (mapping) DEFINISI 1: Misalkan V dan W adalah ruang vektor. Transformasi yang memetakan ruang vektor V ke ruang vektor W ditulis sebagai T : V W V adalah daerah asal (domain) transformasi T dan W adalah daerah hasil transformasi (kodomain) fungsi. Jika V W, maka T dinamakan operator .

Transformasi 2D . Teknik Transformasi Maka, A'(-20,-20), B'(-100,-20), dan C'(-60,-120). Transformasi 2D Merupakan pengembangan dari transformasi geometri 2D. Dibuat juga dalam bentuk matriks untuk memudahkan perhitungan. Teknik Transformasi Transformasi 3D

transformasi bentuk ini seharusnya masih dapat dilihat jejaknya yang bersumber dari nilai dari olah bentuk arsitektur tradisi. Adapun dalam pembahasan transformasi bentuk arsitektur Jawa ini akan difokuskan pada pembahasan bentuk fisik, tidak menyentuh pada ”nilai” yang terkandung dalam tradisi.

It WAS a powerful good adventure, and Tom Sawyer had to work his bullet-wound mighty lively to hold his own against it. Well, by and by Tom's glory got to paling down gradu'ly, on account of other things turning up for the people to talk about--first a horse-race, and on top of that a house afire, and on top of that the circus, and on top of that the eclipse; and that started a revival, same .