HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP

2y ago
13 Views
2 Downloads
220.18 KB
43 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Wade Mabry
Transcription

Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis IlmiahHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAPORANGTUA TENTANG KELAINAN REFRAKSI PADA ANAKDiajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratandalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas KedokteranUniversitas Diponegoro SemarangDisusun oleh:Mona R HutaurukG2A 005 129FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2009

LEMBAR PENGESAHANKarya Tulis Ilmiah berjudulHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAPORANGTUA TENTANG KELAINAN REFRAKSI PADA ANAKtelah dipertahankan di depan tim Karya Tulis Ilmiah Fakultas KedokteranUniversitas Diponegoro pada tanggal 22 Agustus 2009 dan telah direvisi sesuaidengan saran-saran yang telah diberikanKetua Penguji,Penguji,dr. Fifin L Rahmi, M.S, Sp.Mdr. Hari Peni Julianti, M.KesNIP 131 844 804NIP 132 205 004Mengetahui,Pembimbingdr.Trilaksana Nugroho, M.Kes, Sp.MNIP. 132 233 165

DAFTAR ISIHALAMAN PENGESAHAN .iDAFTAR ISI. iiDAFTAR TABEL DAN GAMBAR . vABSTRAK INDONESIA .viABSTRAK INGGRIS.viiBAB 1. PENDAHULUAN.11.1. .Latar belakang.11.2. .Rumusan masalah.31.3. .Tujuan penelitian.31.4. .Manfaat penelitian.3BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .42.1. Pertumbuhan dan perkembangan mata .42.2. Kelainan refraksi, deteksi dini dan koreksi .42.2.1. Myopia.5

2.2.2. Hipermetropia .62.2.3. Astigmatisma .72.3. Pengetahuan dan sikap .82.3.1. Definisi perilaku.82.3.2. Bentuk perilaku .82.3.3. Perilaku pasif: pengetahuan dan sikap .92.4. Pengetahuan dan sikap orangtua terhadap kelainan refraksi .112.4.1. Pengetahuan orangtua tentang kelainan refraksi.112.4.2. Sikap orangtua terhadap kelainan refraksi.122.5. Kerangka teori .132.6. Kerangka konsep.142.7. Hipotesis.14BAB 3.METODE PENELITIAN .153.1. Ruang lingkup penelitian.153.1.1. Ruang lingkup ilmu .153.1.2. Ruang lingkup tempat.153.1.3. Ruang lingkup waktu.15

3.2. Jenis penelitian.153.3. Populasi dan sampel.153.3.1. Populasi target.153.3.2. Populasi terjangkau .153.3.3. Sampel .163.3.4. Besar sampel .163.4. Variabel penelitian .173.5. Definisi operasional .173.6. Pengumpulan data.183.6.1. Data yang dikumpulkan.183.6.2. Cara pengumpulan data .183.6.3. Bahan dan alat .183.7. Alur penelitian .193.8. Pengolahan data dan analisis data.19BAB 4HASIL PENELITIAN.204.1. Karakteristik responden.204.1.1. Menurut usia.20

4.1.2. Menurut pekerjaan .204.1.3. Menurut pendidikan .214.1.4. Menurut pendapatan keluarga .224.1.5. Menurut sumber biaya kesehatan .224.2. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap orangtua .234.2.1. Tingkat pengetahuan orangtua .234.2.2. Tingkat sikap orangtua.244.2.3. Analisa hubungan .25BAB 5PEMBAHASAN.265.1. Pembahasan mengenai pengetahuan orangtua.265.2. Pembahasan mengenai sikap orangtua .275.3. Pembahasan mengenai hubungan pengetahuan dengan sikap .28BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN .316.1. Kesimpulan.316.2. Saran.31DAFTAR PUSTAKA .33LAMPIRAN .35

DAFTAR TABEL DAN GAMBARTabel 1Distribusi responden menurut usiaTabel 2Distribusi responden menurut pekerjaanTabel 3Distribusi responden menurut pendidikanTabel 4Distribusi responden menurut total pendapatan keluargaTabel 5Distribusi responden menurut sumber biaya kesehatanGambar 1 Titik fokus pada mata emetropia dan mata ametropiaGambar 2 Kelainan refraksi pada mata myopiaGambar 3 Kelainan refraksi pada mata hipermetropiaGambar 4 Kelainan refraksi pada mata astigmatismaGambar 5 Distribusi pengetahuan orangtua tentang kelainan refraksi pada anakGambar 6 Distribusi sikap orangtua tentang kelainan refraksi pada anakGambar 7 Hubungan pengetahuan dengan sikap orangtua tentang kelainanrefraksi pada anak

Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Orangtua tentang KelainanRefraksi pada AnakMona R Hutauruk1, Trilaksana Nugroho2ABSTRAKLatar Belakang:Sepuluh persen dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di Indonesiamengalami kelainan refraksi. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi pada anakdapat mengakibatkan low vision bahkan sampai terjadi kebutaan. Sebagai sosokyang dianggap paling dekat dengan anak, orangtua dituntut untuk memilikikemampuan preventif, deteksi dini kelainan refraksi dan pencarian bantuan yangtepat. Kemampuan preventif, deteksi dini dan pencarian bantuan yang tepat dapatdimiliki orangtua bila mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentangkelainan refraksi pada anak.Tujuan:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan orangtuadengan sikap orangtua tentang kelainan refraksi pada anak.Metode:Penelitian ini merupakan studi observasi analitikal dengan pendekatan crosssectional. Subjek penelitian adalah orangtua siswa kelas 1 dan 2 SDN Manyaran01, Semarang. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner terpimpinyang telah diujicobakan. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearmanmenggunakan SPSS ver 16 for Windows dengan nilai p 0,05.Hasil:Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antarapengetahuan orangtua dengan sikapnya tentang kelainan refraksi pada anak karenadidapatkan p 0,091. Selain pengetahuan, masih terdapat faktor-faktor lain yangdapat mempengaruhi sikap, antara lain faktor sosioekonomi dan sumber biayakesehatan.Kesimpulan:Pengetahuan orangtua berhubungan secara tidak bermakna dengan sikap orangtuamengenai kelainan refraksi pada anak. Ada faktor-faktor lain yang lebihmempengaruhi pengambilan sikap orangtua sehingga diperlukan penelitian lebihlanjut mengenai faktor-faktor ini.Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Kelainan Refraksi pada Anak

12Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro SemarangStaf Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroSemarangCorrelation between Knowledge and Attitude of Parents about RefractionDisorder in ChildrenMona R Hutauruk1, Trilaksana Nugroho2ABSTRACTBackground:Ten percent of 66 million school-aged children in Indonesia get refractiondisorder. Uncorrected refraction disorder in child can cause low vision,moreover, blindness. As a closest person for children, parents should haveabilities in preventing, early detecting, and looking for the right treatment. Theseabilities could be haven by parents if they had the right knowledge and attitude.Aim:This study aimed to observe the correlation between knowledge and attitude ofparents about refraction disorder in children.Method:This study was an observation analytical study with cross sectional approaching.Samples were parents of SDN Manyaran 01 Semarang students’ 1 st and 2ndgrades. Respondents were asked to fill valid questionnaires. Data was analyzedby Spearman’s correlation test using SPSS ver. 16 for Windows with p value 0,05.Result:The finding shows that there is no significant correlation between knowledge andattitude of parents’ about refraction disorder in children since the p value is0,091. Despite of knowledge, there are other factors which influence the attitude,such as social-economic and health funding resources factor.Conclusion:There is no significant correlation between knowledge and attitude of parents’about refraction disorder in children. There are other factors that influence theattitude more than knowledge. So, it is suggested to conduct followed study,concentrating on factors that influence attitude.Keyword: Knowledge, attitude, refraction disorder in children.1Undergraduate Student, Medical Faculty of Diponegoro UniversityLecturer, Ophthalmology Department, Medical Faculty of DiponegoroUniversity2

BAB 1PENDAHULUAN1.1.Latar belakangKelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama lowvision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antaraInternational Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dan WHO,menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan 153 juta penduduk duniamengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Dari153 juta orang tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara.1,2Survei Indra Penglihatan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1996melaporkan bahwa kelainan refraksi menempati urutan ketiga sebagai penyebabutama kebutaan di Indonesia setelah katarak (0.78%) dan glaukoma (0.20%).3Sepuluh persen dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di Indonesiamengalami kelainan refraksi dan angka pemakaian kacamata koreksi sampai saatini masih rendah yaitu 12,5% dari kebutuhan. Jika kondisi ini tidak ditanganisungguh-sungguh akan berdampak negatif pada perkembangan kecerdasan anakdan proses pembelajaran yang selanjutnya akan mempengaruhi mutu, kreativitas,

dan produktivitas angkatan kerja. Pada akhirnya permasalahan ini dapatberdampak buruk bagi laju pembangunan ekonomi nasional.4Kelainan refraksi pada anak merupakan suatu permasalahan yang harussegera ditanggulangi. Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama padaanak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materipembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan karena30% informasi diserap dengan melihat dan mendengar. 5Anak-anak yang mengalami kelainan refraksi sering tidak kangejala-gejalayangmenandakan adanya gangguan penglihatan melalui perilaku mereka sehari-hari. 6Sebagai sosok yang dianggap paling dekat dengan anak, orangtua dituntut untukmemiliki kemampuan deteksi dini kelainan refraksi dan pencarian bantuan yangtepat. Dengan perilaku tersebut diharapkan koreksi refraksi dapat segeradilakukan untuk menghasilkan visus optimal.7,8Kemampuan deteksi dini dan pencarian bantuan yang tepat tentu sajadapat dimiliki orangtua bila mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang benar. 9Pengetahuan tentang arti, gejala dan cara mendeteksi dini anak yang mengalamikelainan refraksi akan membentuk sikap yang mendukung penanganan kelainanrefraksi bila terjadi pada anaknya.6,7,10Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubunganantara pengetahuan orangtua tentang kelainan refraksi pada anak dengan sikaporangtua terhadap kelainan refraksi pada anak.

1.2.Rumusan masalahApakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap orangtua terhadapkelainan refraksi pada anak?1.3.Tujuan penelitian1.3.1. Tujuan umumPenelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan dengansikap orangtua tentang kelainan refraksi pada anak.1.3.2. Tujuan khusus1.Mengetahui tingkat pengetahuan orangtua tentang kelainan refraksi padaanak.2.Mengetahui tingkat sikap orangtua tentang kelainan refraksi pada anak.1.4.Manfaat penelitian1.Sebagai bahan informasi mengenai hubungan pengetahuan dengan sikaporangtua terhadap kelainan refraksi pada anak.2.Sebagai bahan pertimbanganpetugas kesehatan untuk membuatpenyuluhan kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan sikaporangtua tentang kelainan refraksi pada anak3.Sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1.Tinjauan tentang pertumbuhan dan perkembangan mataMata anak-anak adalah mata yang sedang bertumbuh. Sistem imunitasanak yang sedang berkembang dan sistem saraf pusat yang juga berada dalamperiode pembentukan mengakibatkan rentannya mata anak terhadap gangguanyang bisa mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan abnormal. 11Pertumbuhan dan perkembangan mata berlangsung dengan cepat dalamdua tahun pertama kehidupan. Kemudian berkembang secara perlahan sampaiusia pubertas12. Selama periode ini banyak perubahan yang terjadi pada strukturdan fungsi mata.Salah satu manifestasi dari gangguan pada fase pertumbuhan danperkembangan sistem penglihatan adalah kelainan refraksi. Jika selama periodekritis perkembangan mata, yang berlangsung kira-kira sampai usia 8 tahun12,kelainan refraksi tidak segera dikoreksi maka pembentukan penglihatan normalakan terhambat dan terjadi ambliopia. Ambliopia yang tidak segera dikoreksidapat menuju pada suatu kondisi low vision bahkan kebutaan. Tetapi, bila

ambliopia semakin awal terdeteksi dan terkoreksi maka prognosis untuk menjadinormal kembali semakin besar.72.2.Tinjauan tentang kelainan refraksi, deteksi dini dan koreksiAmetropia merupakan suatu kondisi kelainan refraksi. Penyebab kelainanbisa diakibatkan kelainan pada axial length maupun kelainan daya refraksi mediarefrakta. 13 Pada ametropia axial, panjang sumbu bola mata bisa lebih panjang darinormal (myopia) atau lebih pendek (hipermetropia). Pada ametropia refraktif,panjang sumbu bola mata biasanya normal tetapi daya refraksi dari lensa maupunkornea tidak adekuat (hipermetropia) atau bahkan berlebihan (myopia).14Gambar 1. Titik fokus pada mata emetropia (garis hitam) dan mata ametropia (I,II)132.2.1. MyopiaMyopia didefinisikan sebagai ketidaksesuaian antara kekuatan refraksimedia refrakta dengan panjang sumbu bola mata dimana berkas sinar paralel yangmasuk berkonvergensi pada satu titik fokus di anterior retina. Kelainan ini bisadikoreksi dengan lensa divergen atau lensa minus.13

Gambar 2. Kelainan refraksi pada mata myopia 15Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan refraksi dangambaran klinis yang tipikal. Pasien myopia merupakan penglihat dekat yangbaik. Ketika melihat jauh, mereka akan memicingkan mata sebagai usaha untukmemperjelas visus.13 Hal ini bisa ditemukan pada anak usia sekolah penderitamyopia. Ketika mereka melihat ke papan tulis, maka seringkali merekamemicingkan mata.6 Beberapa perubahan morfologi yang tipikal antara lain:penipisan sclera, esotropia (tampak jelas pada penderita anak-anak), COA(Camera Occuli Anterior) yang dalam, atrofi m.ciliaris, dan vitreus yang opakyang dirasakan penderita sebagai sensasi floaters.13Penanganan penderita anak-anak memerlukan perhatian khusus karenatujuan penanganannya berbeda dengan penderita dewasa. Pada penderita dewasa,tujuan penangan adalah mendapatkan visus terbaik sedangkan pada anak ada duatujuan: menghasilkan bayangan yang berfokus di retina dan mendapatkankeseimbangan antara akomodasi dan konvergensi. Secara khusus, orang tuapenderita perlu mendapatkan edukasi tentang progresifitas alami myopia dankemungkinan perubahan resep kacamata yang cukup sering. 142.2.2. Hipermetropia

Hipermetropia didefinisikan sebagai ketidaksesuaian antara kekuatanrefraksi media refrakta dengan panjang sumbu bola mata dimana berkas sinarparalel yang masuk berkonvergensi pada satu titik fokus di posterior retina.Kelainan ini bisa dikoreksi dengan lensa konvergen atau lensa positif.13Gambar 3. Kelainan refraksi pada mata hipermetropia15Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan refraksi dangambaran klinis yang tipikal. Pada penderita hipermetropia ringan-sedang danberusia muda, kelainan refraksi ini masih bisa dikompensasi dengan akomodasi.Tetapi, kondisi ini bisa menimbulkan asthenopic syndrome seperti nyeri mata,sakit kepala, sensasi panas pada mata, blepharoconjungtivitis, pandangan kaburdan kelelahan. 13 Pada penderita anak sekolah, gejala khas akan tampak padaperilaku mereka sehari-hari. Penderita akan sering menggosok mata mereka saatmembaca. Akibatnya, aktivitas membaca menjadi sesuatu yang menakutkan bagianak hipermetropia. Kondisi seperti ini dapat menjadi penghambat dalam prosesbelajar.14Penanganan penderita anak-anak memerlukan perhatian khusus. Koreksibaru dilakukan pada penderita hipermetropia sedang atau berat atau bila disertaikondisi esotropia. Pada penderita usia sekolah, penggunaan lensa positif dengankekuatan

kelainan refraksi akan membentuk sikap yang mendukung penanganan kelainan refraksi bila terjadi pada anaknya.6,7,10 Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan orangtua tentang

Related Documents:

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan frekuensi konsumsi bakso tusuk mengandung boraks digabung dengan sig α 0,05, didapatkan hasil ada hubungan antara pengetahuan dengan frekuensi konsumsi bakso tusuk mengandung boraks ditandai dengan nilai(p α ) dimana nilai p adalah 0,002. b. Hubungan antara pemberian uang

ibu. Hubungan antar variabel yang diteliti serta pengaruh variabel perancu dianalisis dengan model analisis regresi logistik ganda, dengan menggunakan program SPSS v. 15. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi anak balita dengan pengetahuan, sikap, maupun perilaku ibu (pengetahuan OR 17.02,

tingkat pendidikan responden sebagian besar rendah 56,1%. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p value 0,02), tidak ada hubungan antara usia ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p value 0,1) dan ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan

Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prevalensi Tabel 3 Hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu tentang penyakit DHF dengan prevalensi penyakit DHF di Desa Kedung Kendo Kecamatan Candi, Juni 2010 Tingkat Pengetahuan penyakit Prevalensi penyakit DHF Ada Kejadian Tidak ada kejadian N % N % Baik 6 2,2 % 83 30,6 .

Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan diet (p 0,05). Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan kepatuhan diet (p 0,05). Kesimpulan penelitian ini yaitu ada hubungan yang bermakna antara tingkat

menunjukkan tingkat pengetahuan gizi anak sekolah dasar masih kurang sebanyak 52,7%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai pemilihan makanan jajanan dengan perilaku anak memilih makanan di SDIT Muhammadiyah Al Kautsar Gumpang Kartasura. Jenis penelitian ini bersifat observasional dengan pendekatan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PRAKTIK IBU RUMAH TANGGA DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE (PSN-DBD) DI KELURAHAN OEBUFU KECAMATAN OEBOBO KOTA KUPANG TAHUN 2008 Mariana Dinah Charlota Lerik1, Marni2 Abstract: Dengue Hemorrhagic Fever is a kind of severe infectious disease which

penelitian adalah mengetahui hubungan pengetahuan,sikap dan perilaku remaja putri tentang kebersihan organ genitalia eksterna. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional bersifat analitik dengan jumlah sampel 102 orang. Hasil penelitian univariat diperoleh bahwa tingkat pengetahuan,sikap dan perilaku remaja