PENGANTAR HUKUM ISLAM - Universitas Islam Indonesia

2y ago
196 Views
5 Downloads
2.45 MB
197 Pages
Last View : 14d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Wren Viola
Transcription

PENGANTAR HUKUM ISLAM

BUKU AJARDari Semenanjung Arabia hingga Indonesia

BUKU AJARPENGANTAR HUKUM ISLAMDari Semenanjung Arabia hingga Indonesia(c) Dr. Rohidin, SH, M.AgEditor: M. Nasrudin, SHI, MHPenataletak: Tim LintangDesainer sampul: Nuria Indah, M.SnDiterbitkan olehLintang Rasi Aksara BooksKrapyak Wetan No 40 RT 02/54 Panggungharjo, Sewon, BantulDI Yogyakarta 55188 SMS Hotline 082 136 494 386Kantor Redaksi LampungBumiharjo No 39B Batanghari, Lampung Timur 34381redaksi@lintangpublishing.comSMS Hotline 081 542 036 039KATALOG DALAM TERBITAN: PERPUSTAKAAN NASIONALBuku Ajar Pengantar Hukum Islam, Dari Semenanjung Arabiahingga Indonesia/RohidinYogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 201615,5 x 23 cm; viii 224 halaman,Cetakan 1, Agustus 2016ISBN: 978-602-7802-30-8

DAFTAR ISIDAFTAR ISI .vKATA PENGANTAR.viiBAB IPOKOK-POKOK HUKUM ISLAM . 1A. Pengertian Hukum Islam.1B. Pengertian Syariah, Fiqih, dan Qanun .5B. Ruang Lingkup Hukum Islam . 13C. Subjek Hukum Islam. 15D. Objek Hukum Islam (Mahkûm fîh) .17E. Prinsip Hukum Islam. 22G. Tujuan Hukum Islam . 30H. Asas-Asas Hukum Islam . 37I. Karakteristik dan Estetika Hukum Islam . 65J. Kaidah-Kaidah Hukum Islam . 78

BAB IISUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM .91A. Pengertian Sumber Hukum Islam . 91B. Sumber al-Quran . 93C. Sumber al-Hadits/as-Sunnah . 102D. Ijtihad . 111BAB IIISEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANHUKUM ISLAM. 127A. Masa Pembentukan Hukum Islam. 127B. Masa Sahabat . 128C. Masa Pembinaan, Pengembangan, dan Pembukuan. 136D. Masa Kelesuan Pemikiran Hukum Islam . 143E. Masa Kebangkitan Kembali . 146BAB IVHUKUM ISLAM DI INDONESIA . 151A. Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia . 151B. Hukum Islam di Indonesia . 166C. Pengaturan Hukum Islam di Indonesia . 206DAFTAR PUSTAKA . 209INDEKS . 217TENTANG PENULIS. 223viDr. Rohidin, SH, M. Ag

KATA PENGANTARDengan menyebut nama Allah swt., yang Maha Pengasihlagi Maha Panyayang. Puji syukur ke hadirat-Nya, yangtelah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nyakepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan buku ajar yangberjudul Pengantar Hukum Islam; Dari Semenanjung Arabia sampaiIndonesia.Buku ajar ini disusun sebagai pengantar untuk mempelajaridasar-dasar hukum Islam di Program Studi Ilmu Hukum, sehinggadengan demikian mahasiswa mempunyai landasan pengetahuanyang memadai sebelum mereka mempelajari hukum Islam lanjutanbaik yang normatif maupun yang positif, seperti Hukum Perkawinan,Kewarisan, Zakat, Perbankan Islam, dan Hukum Islam lainnya.Buku ajar ini telah kami susun dengan maksimal danmendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapatmemperlancar pembuatan buku ini. Untuk itu kami menyampaikanbanyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusidalam pembuatan buku ini.Buku ini diharap dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswadi Fakultas Hukum, para kolega pengampu mata kuliah PengantarHukum Islam, serta para pengakaji hukum Islam pada umumnya.Pengantar Hukum Islamvii

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwamasih ada kekurangan baik dari segi pengolahan bahasa maupunsubtansinya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerimasegala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaikibuku ajar ini.Yogyakarta, 5 April 2016.Penulis,TtdRohidin

BAB IPOKOK-POKOK HUKUM ISLAMA. Pengertian Hukum IslamAl-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak menyebutkankata hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalamal-Quran adalah kata syarî’ah, fiqh, hukum Allah, dan yang seakardengannya. Istilah hukum Islam merupakan terjemahan dari islamiclaw dalam literatur Barat.1 Istilah ini kemudian menjadi populer.Untuk lebih memberikan kejelasan tentang makna hukum Islammaka perlu diketahui lebih dulu arti masing-masing kata. Katahukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab, yaitu حك ُُم ْ َ ي - َحك ََم hakama-yahkumu yang kemudian bentuk mashdar-nyamenjadi ُحك ًْما hukman. Lafadz اَل ُْحك ُْم al-hukmu adalah bentuk tunggaldari bentuk jamak َام ُ اَلْ َ ْحك al-ahkâm.Berdasarkan akar kata َح َك َم hakama tersebut kemudian munculkata اَ ْل ِح ْك َم ُة al-hikmah yang memiliki arti kebijaksanaan. Hal inidimaksudkan bahwa orang yang memahami hukum kemudianmengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari maka dianggap1Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 14.

sebagai orang yang bijaksana.2 Arti lain yang muncul dari akarkata tersebut adalah “kendali atau kekangan kuda”, yakni bahwakeberadaan hukum pada hakikatnya adalah untuk mengendalikanatau mengekang seseorang dari hal-hal yang dilarang oleh agama.Makna “mencegah atau menolak” juga menjadi salah satu arti darilafadz hukmu yang memiliki akar kata hakama tersebut. Mencegahketidakadilan, mencegah kedzaliman, mencegah penganiayaan, danmenolak mafsadat lainnya.Al-Fayumi dalam buku Zainudin Ali, Hukum Islam, PengantarHukum Islam di Indonesia ia menyebutkan bahwa “ َح َك َم ِب َمعْ َنى ص ْل َ ضى َو ْال َف َ ” َق . Hukum bermakna memutuskan, menetapkan, danmenyelesaikan setiap permasalahan.3Muhammad Daud Ali menyebutkan bahwa kata hukum yangberasal dari lafadz Arab tersebut bermakna norma, kaidah, ukuran,tolok ukur, pedoman, yang digunakan untuk menilai dan melihattingkah laku manusia dengan lingkungan sekitarnya.Dalam kamus Oxford sebagaimana dikutip oleh MuhammadMuslehuddin, hukum diartikan sebagai “Sekumpulan aturan, baikyang berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui olehmasyarakat dan bangsa tertentu dan mengikat bagi anggotanya”.4Selanjutnya islâm adalah bentuk mashdar dari akar kata - أسْ َل َم اِسْ َلمًا - يُسْ لِ ُم /aslama-yuslimu-islâman dengan mengikuti wazn - أَ ْف َع َل َّ أَ ْلِ ْن ِق َيا ُد َو , ِا ْف َعال -ُ ُي ْف ِعل / af’ala-yuf’ilu-if’âlan yang mengandung arti اع ُة َ الط ketundukan dan kepatuhan serta bisa juga bermakna Islam, damai,dan selamat. Namun kalimat asal dari lafadz islâm adalah berasaldari kata و َس َل َم ًة - ًا َ َس َلم - َيسْ َل ُم - َسلِ َم salima-yaslamu-salâman-wa salâmatanyang memiliki arti selamat (dari bahaya), dan bebas (dari cacat).52Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam., hlm. 7.Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 1.4Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis:Studi Perbandingan Sistem Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997).5Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 654.32Dr. Rohidin, SH, M. Ag

Sebagaimana terdapat dalam Al-Quran surah Ali Imran 20 yangberbunyi sebagai berikut:ِ َّ وك ب ُقل أَسلَمت وج ِهي لِلّ ِه وم ِن اتبَّ بع ِن وقُل لِّل ِ اب ذ ُّ َإ ْن َح َ َ ين أ ُْوتُواْ الْكت َ ََ َ َ َ ْ َ ُ ْ ْ ْ َ َ آج ََِ َسلَ ُمواْ بََقد ْاهتَ َدواْ َّوإِن تبََولَّْواْ َِإنَّ َما َعلَْي ُ ك الْ َالَغُ َواللّه ْ َسلَ ْمتُ ْم َِإ ْن أ ْ ين أَأ َ ِّ َواأل ُِّمي ِ ب -٢٠- ص ٌير بِالْعِ َ ِاد َArtinya: “Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentangkebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan dirikukepada Allah dan demikian pula orang-orang yang mengikutiku”.Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi al-Kitabdan orang-orang yang ummi: “Apakah kamu mau masuk Islam”.Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapatpetunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamuhanyalah menyampaikan ayat-ayat Allah. Dan Allah Maha Melihatakan hamba-hamba-Nya.Islam bermakna sebagai sebuah ketundukan dan penyerahandiri seorang hamba saat berhadapan dengan Tuhannya. Hal iniberarti bahwa manusia dalam berhadapan dengan Tuhannya(Allah) haruslah merasa kerdil, bersikap mengakui kelemahandan membenarkan kekuasaan Allah swt. Kemampuan akal danbudi manusia yang berwujud dalam ilmu pengetahuan tidaklahsebanding dengan ilmu dan kemampuan Allah swt. Kemampuanmanusia bersifat kerdil dan sangat terbatas, semisal hanya terbataspada kemampuan menganalisis, menyusun kembali bahan-bahanalamiah yang telah ada untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaatbagi kehidupan manusia, tetapi tidak mampu menciptakan dalamarti mengadakan dari yang tidak ada menjadi ada (invention).66Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia., hlm. 8-9.Pengantar Hukum Islam3

B. Pengertian Syariah, Fiqih, dan QanunTerdapat istilah syarî’ah dalam hukum Islam yang harusdipahami sebagai sebuah intisari dari ajaran Islam itu sendiri.Syarî’at atau ditulis juga syarî’ah secara etimologis (bahasa)sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi as-Shiddieqy adalah “Jalantempat keluarnya sumber mata air atau jalan yang dilalui air terjun”9َّ َ ا yang kemudian diasosiasikan oleh orang-orang Arab sebagai لط ِر ْي َق ُة ْ المُسْ َت ِق ْي َم ُة at-thariqahal-mustaqîmah, sebuah jalan lurus10 yang harusdiikuti oleh setiap umat muslim. Pergeseran makna dari denonatif,sumber mata air, menjadi jalan yang lurus tersebut memiliki alasanyang bisa dinalar. Setiap makhluk hidup pasti membutuhkanair sebagai sarana menjaga keselamatan dan kesehatan tubuh,guna bisa bertahan hidup di dunia. Demikian juga halnya denganpengertian “jalan yang lurus” di dalamnya mengandung maksudbahwa syariat sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapaikebaikan serta keselamatan baik jiwa maupun raga. Jalan yanglurus itulah yang harus senantiasa dilalui oleh setiap manusia untukmencapai kebahagiaan dan keselamatan dalam hidupnya.Secara terminologis (istilah) syarî’ah diartikan sebagai tataaturan atau hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah kepadahamba-Nya untuk diikuti. Diperjelas oleh pendapat Manna’ alQhaththan, bahwa syarî’at berarti “segala ketentuan Allah yangdisyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik menyangkut akidah,ibadah, akhlak, maupun muamalah”.11Ulama-ulama Islam juga mendefinisikan Syariat sebagaimanadikutip dalam buku Pengantar dan Sejarah Hukum Islam berikut:“Syariat ialah apa (hukum-hukum) yang diadakan oleh Tuhanuntuk hamba-hamba-Nya, yang dibawa oleh salah seorang Nabi9M. Hasbi As-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978),hlm. 20.10Manna’ Khalil al-Qhattan, At-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islam: Tarikhan waManhajan, (ttt: Maktabah Wahbah, 1976), hlm. 9.11Manna’ Khalil al-Qhattan, At-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islam: Tarikhan waManhajan, (ttt: Maktabah Wahbah, 1976), hlm. 9.Pengantar Hukum Islam5

Nya s.a.w, baik hukum-hukum tersebut berhubungan dengancara mengadakan perbuatan yaitu yang disebut sebagai hukumhukum cabang dan amalan, dan untuknya maka dihimpunlahilmu fiqih; atau berhubungan dengan cara mengadakankepercayaan (i’tiqâd), yaitu yang disebut hukum-hukum pokokdan kepercayaan, dan untuknya maka dihimpunlah ilmu kalam.Syariat (syarâ’) disebut juga agama اَال ِّديْن اَ ْل ِملَّ ُة ad-dîn dan almillah). 12Sesuai dengan ayat al-Quran surat al-Jasiyah ayat 18:ِ ٍَِِّ ين َل يبَْعلَ ُمو َن َ َ ثُ َّم َج َع ْلن َ اك َعلَى َش ِر َيعة ِّم َن ْاأل َْم ِر َاتَّ ْع َها َوَل تبَتَّ ْع أ َْه َواء الذ -١٨Artinya: “Kemudian kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat(peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itudan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidakmengetahui”.Syariah pada mulanya diartikan dengan agama, namun kemudianlebih dispesifikkan untuk hukum amaliah saja. Pengkhususanmakna syariah dimaksudkan untuk memberikan pemahamanbahwa sejatinya Agama hanya satu dan cakupannya lebih luas(universal), sedangkan Syariah dapat berbeda-beda antar satuumat dengan umat lainnya. Syariat merupakan norma hukum dasaryang ditetapkan Allah, dan kemudian wajib diikuti oleh umat Islamberdasar keyakinan dan disertai akhlak, baik dalam hubungannyadengan Allah ( ح ْب ٌل م َِن اللَّه /َ hablun min Allâh), dengan sesama manusia( اس ََ hablun min an-nâs), dan juga alam semesta ( ح ْب ُل م َِن /ِ ح ْب ٌل م َِن ال َّن /ْ ال َعا َلم hablunmin al ‘âlam). Syariat sebagai norma hukum yangdisyariatkan oleh Allah ini kemudian diperinci oleh Muhammad,12Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1970), hlm. 9.6Dr. Rohidin, SH, M. Ag

sehingga selain terdapat di dalam al-Quran, syariat juga terdapatdalam as-Sunnah (qauliyyah, fi’liyyah, dan taqrîriyyah). Hadits Nabijuga menjelaskan bahwa “Umat Islam tidak akan pernah tersesatdalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka berpegangteguh atau berpedoman kepada al-Quran dan sunah Rasulullah”.Posisi syariat adalah sebagai pedoman dan tolok ukur bagaimanamanusia dapat hidup di jalan yang benar atau tidak. Selama di dalamhidup tetap berpatokan kepada ketentuan al-Quran dan Hadits Nabimaka hidupnya akan menjadi terarah.Mahmud Syaltut dalam al-Islâm: ‘Aqîdah wa Syarî’ahmengatakan, “Syariah adalah peraturan-peraturan yang ditetapkanoleh Allah atau ditetapkan dasar-dasarnya oleh Allah agar manusiaberpegang teguh kepadanya dalam hubungannya dengan Tuhannya,berhubungan dengan saudaranya sesama muslim, berhubungandengan saudaranya sesama manusia, berhubungan dengan alamsemesta, dan berhubungan dengan kehidupan.13Norma hukum dasar yang terdapat di dalam al-Quran masihsangat umum, sehingga kemudian perkembangannya diperincioleh hadits Rasul dan diperkaya dengan pemikiran ulama. Normahukum dasar yang bersifat umum dalam al-Quran tersebutkemudian digolongkan dan dibagi ke dalam beberapa bagian ataukaidah-kaidah yang lebih konkret guna dapat dipraktekkan dalamkehidupan sehari-hari. Untuk dapat mempraktekkan kaidah-kaidahkonkret tersebut dalam kehidupan sehari-hari diperlukan disiplinilmu untuk memahaminya terlebih dahulu. Disiplin ilmu tersebutdi antaranya adalah ilm al-fiqh, yang ke dalam bahasa Indonesiaditerjemahkan menjadi ilmu hukum (fiqih) Islam. Sebagaimanadilansir oleh Muhammad Daud Ali dalam Hukum Islam, ilmu fiqihadalah ilmu yang mempelajari atau memahami syariat denganmemusatkan perhatian pada perbuatan (hukum) manusia mukallaf,yakni manusia yang menurut ketentuan Islam sudah baligh (dewasa),13Mahmud Syaltut, al-Islâm: ‘Aqîdah wa Syarî’ah, (ttt: Dâr al-Qalam, 1966), hlm.12.Pengantar Hukum Islam7

Secara ringkas fiqih adalah dugaan kuat yang dicapai oleh seorangmujtahid dalam usahanya menemukan hukum Tuhan.16 Fiqihmemiliki keterkaitan dengan hukum-hukum syara’ yang bersifatpraktis yang bersumberkan kepada dalil-dalil terperinci. Hukumhukum syara’ tersebutlah yang dinamai dengan fiqih; baik iadihasilkan dengan jalan ijtihad ataupun tanpa ijtihad. Sehingga jelassekali bahwa hukum-hukum yang terkait dengan bidang akidah danakhlak tidak termasuk dalam pembahasan ilmu fiqih dan tidak puladikatakan sebagai Ilmu Fiqih.Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, terdapatperbedaan pokok antara syariah dengan fiqih:1.Ketentuan syariat terdapat dalam al-Quran dan kitabkitab hadits. Yang dimaksud syariah adalah wahyu Allahdan sunah Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Sedangfiqih adalah sebuah pemahaman manusia yang memenuhisyarat tentang syariat dan terdapat dalam kitab-kitab fiqih.2.Syariat bersifat fundamental serta memiliki cakupan ruanglingkup yang lebih luas, meliputi juga akhlak dan akidah.Sedang fikih hanya bersifat instrumental, terbatas padahukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasadisebut sebagai perbuatan hukum.3.Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nyasehingga berlaku abadi. Sedang fiqih karena merupakankarya manusia, maka sangat dimungkinkan mengalamiperubahan sesuai perkembangan zaman dan waktu.4.Syariat hanya ada satu, sedang fikih berjumlah banyakkarena merupakan pemahaman manusia. Sepertiterdapatnya beberapa aliran ahli fikih fâqih (s) atau fuqahâ’(p) yang berbeda, dikenal dengan sebutan madzhab (s)atau madzâhib (p).16Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), hlm. 7-9.Pengantar Hukum Islam9

5.Syariat menunjukkan konsep kesatuan dalam Islam,sedang fikih menunjukkan keragaman pemikiran yangmemang dianjurkan dalam Islam.Selanjutnya definisi qânûn (Undang-Undang). Istilah ini merupakankata yang berasal dari bahasa Arab. Kitab Mu’jam Al-Wasîthmenyebutkan bahwa qânûn adalah setiap perkara yang bersifatkulliy (menyeluruh) yang relevan dengan seluruh juz’iyyah (bagianbagian)-nya, yang darinya hukum-hukum juz’iyyah tersebut dikenal.Dalam hal ini ulama salaf memberikan definisi qânûn sebagaikaidah-kaidah yang bersifat kulliy (menyeluruh) yang di dalamnyatercakup hukum-hukum juz’iyyah (bagian-bagian). Jika kata qânûndisebutkan bersamaan dengan kata syariah, tidak lain maksudnyaadalah suatu hukum yang dibuat manusia untuk mengaturperjalanan hidup dan hubungannya dengan sesama manusia yanglain, baik secara individu, masyarakat, dan negara.Dasar syariat adalah wahyu Allah, sedangkan dasar qânûnadalah rakyu (produk manusia). Kata qânûn (undang-undang)berarti kumpulan undang-undang atau hukum produk manusiayang dikemas untuk perkara tertentu dan bidang-bidang tertentu,seperti undang-undang pidana dan lain-lain. Bisa disebut pula,qânûn ialah kumpulan hukum produk manusia yang digunakanuntuk menyelesaikan dan memutuskan perkara manusia yangberselisih. Qânûn produk manusia yang kali pertama dikenal ialahQânûn Hamuraby di negara Babilonia, sedang kumpulan qânûnklasik yang paling terkenal adalah undang-undang Romawi.Terdapat perbedaan mendasar antara syariat dengan qânûnjika ditinjau dari tiga aspek, yaitu:171.17Aspek pembuatan. Qânûn merupakan produk manusia,sedangkan syariat Islam adalah produk Allah. Qânûnsesuai dengan sifat pembuatnya (manusia) makaYusuf Qardlawi, Membumikan Syariat Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlm.24-30.10Dr. Rohidin, SH, M. Ag

terdapat kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan.Maka dari itu qânûn menerima perubahan, pergantian,termasuk penambahan dan pengurangan materi sesuaiperubahan yang terjadi di masyarakat. Ditinjau dari aspekpembuatan ini maka qânûn tidak akan pernah sempurnakarena merupakan produk manusia yang penuh denganketerbatasan.Berbeda halnya dengan syariat. Ia adalah produkAllah swt. yang mewakili sifat-sifat kesempurnaan Tuhansemesta alam berupa kekuasaan, kesempurnaan, dankeagungan-Nya. Jangkauan Allah yang meliputi apa yangtelah, sedang, atau akan terjadi menjadikan syariat selalusesuai dengan perkembangan zaman dan tidak akanmengalami perubahan serta pergantian.Sesuai dengan firman Allah swt. dalam al-Quransurat Yûnus: 64,ِِ ُّ ياة ِ لَهم الْ ْشرى ِي الْح ِ اآلخرِة لَ تب ِديل لِ َكلِم ِ ك ُه َو َ ات اللّ ِه َذل ََ َ َْ َ الدنبْيَا َو ي َ ُ ُُِ الْ َفوز الْع -٦٤- يم ظ ُ َ ُْArtinya: “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan didunia dan dalam kehidupan di akhirat. Tidak ada perubahanatau pergantian bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yangdemikian itu adalah kemenangan yang besar”.2.Aspek waktu berlakunya. Qânûn sebagai produk manusiabersifat temporer untuk mengatur setiap perkara dankebutuhan manusia. Seringkali qânûn atau aturan munculsetelah terdapat masyarakat. Hal ini menyebabkan qânûnyang saat ini relevan dengan keadaan masyarakat belumtentu relevan di masa mendatang karena perbedaanPengantar Hukum Islam11

C. Ruang Lingkup Hukum IslamMembicarakan syariat dalam arti hukum Islam, maka terjadipemisahan-pemisahan bidang hukum sebagai disiplin ilmu hukum.Sesungguhnya hukum Islam tidak membedakan secara tegas antarawilayah hukum privat dan hukum publik, seperti yang dipahamidalam ilmu hukum Barat. Hal ini karena dalam hukum privat Islamterdapat segi-segi hukum publik; demikian juga sebaliknya. Ruanglingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah danmuamalah.Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya.Sedangkan muamalat dalam pengertian yang sangat luas terkaitdengan hubungan antara manusia dengan sesamanya. Dalamkonteks ini, muamalah mencakup beberapa bidang, di antaranya:(a) munâkahat, (b) wirâtsah, (c) mu’âmalat dalam arti khusus, (d)jinâyat atau uqûbat, (e) al-ahkâm as-shulthâniyyah (khilafah), (f)siyâr, dan (g) mukhâsamat.19Apabila Hukum Islam disistematisasikan seperti dalam tatahukum Indonesia, maka akan tergambarkan bidang ruang lingkupmuamalat dalam arti luas sebagai berikut:201.Hukum PerdataHukum perdata Islam meliputi:a.b.Munâkahât, mengatur segala sesuatu yangberhubungan dengan perkawinan dan perceraianserta segala akibat hukumnya;Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris,ahli waris, harta peninggalan, serta pembagian2006), hlm. 11.19M.Rasyidi, Keutamaan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hlm. 25.20A. Rahmat Rosyadi, Formalisasi Syariat Islam dalam Persfektif Tata HukumIndonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 52.Pengantar Hukum Islam13

c.2.warisan. Hukum warisan Islam ini disebut juga hukumfarâidh;Mu’âmalah dalam arti yang khusus, mengatur masalahkebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubunganmanusia dalam masalah jual beli, sewa-menyewa,pinjam-meminjam, perserikatan, kontrak, dansebagainya.Hukum PublikHukum publik Islam meliputi:a.b.c.d.Jinâyah, yang memuat aturan-aturan mengenaiperbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman,baik dalam jarîmah hudûd (pidana berat) maupundalam jarîmah ta’zîr (pidana ringan). Yang dimaksuddengan jarîmah adalah tindak pidana. Jarîmah hudûdadalah perbuatan pidana yang telah ditentukanbentuk dan batas hukumnya dalam al-Quran dan asSunnah (hudûd jamaknya hadd, artinya batas). Jarîmahta’zîr adalah perbuatan tindak pidana yang bentukdan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasasebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zîr artinya ajaranatau pelajaran);Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah, membicarakan permasalahan yang berhubungan dengan kepala negara/pemerintahan, hak pemerintah pusat dan daerah,tentang pajak, dan sebagainya;Siyâr, mengatur urusan perang dan damai, tatahubungan dengan pemeluk agama lain dan negaralain;Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman,dan hukum acara.Apabila bagian-bagian hukum Islam bidang muamalat dalam artiluas tersebut dibandingkan dengan susunan hukum barat, seperti14Dr. Rohidin, SH, M. Ag

Dasar adanya taklîf kepada mukallaf ialah karena adanya akal dankemampuan memahami. Saifuddin Al-Amidi menegaskan bahwasyarat seseorang dapat dikatakan mukallaf adalah jika ia berakaldan telah mampu memahami. Karena suatu firman jika dihadapkankepada orang yang tidak berakal dan tidak dapat memahami makaakan sia-sia belaka. Seperti halnya kepada anak kecil yang belumbalig, orang gila, dan sebagainya.Pernyataan Rasulullah saw:Artinya: “Ditiadakan hukum dari tiga orang, ialah dari anak-anaksehingga sampai usia baligh, dari orang tidur sehingga ia bangun,dan dari orang gila sehingga sehat kembali”Al-Amidi secara ringkas menjelaskan sebagai berikut:1.Yang menjadi dasar taklîf adalah akal karena taklîfbersumber pada firman yang harus dipahami oleh akal.2.Akal tumbuh dan berkembang secara berangsur-angsursemenjak usia muda, dan dipandang belum sampaipada ke batas taklîf melainkan jika akal sudah mencapaikesempurnaan dalam pertumbuhannya.3.Pertumbuhan akal secara berangsur-angsur ini terjadidari masa ke masa secara tersembunyi sehingga baru jelaspermulaan kesempurnaannya (kematangannya) jika sudahmencapai usia balig atau dewasa secara biologis. Sebagaibatas pemisah antara masa masih kurang sempurna akaldengan mulai mencapai kesempunaannya ialah balig. Dikala orang sudah baligh maka masuklah ia dalam kategorimukallaf. Dan setiap orang mukallaf harus bertanggungjawab terhadap hukum taklîfiy.Peranan akal merupakan faktor utama dalam syariat Islam untukmenetukan seseorang sebagai mukallaf. Sekalipun seseorang telah16Dr. Rohidin, SH, M. Ag

mencapai usia balig namun tidak sehat akal maka hukum taklîfitidak dibebankan kepadanya. Hal ini sejalan dengan hukum positifyang mengenal istilah personae miserabile, yaitu seorang manusiayang dianggap tidak cakap bertindak atau melakukan perbuatanhukum.Dalam hukum Islam dikenal konsep kecakapan hukum yangbiasa disebut ahliyyah. Kecakapan ini terkait dengan mamputidaknya seseorang menjalankan fungsinya sebagai subjek hukumyang sempurna. Ada dua klasifikasi ahliyyah, yakni ahliyyah al-adâ’dan ahliyyah al-wujûb. Yang pertama terkait dengan kecakapanseseorang untuk menunaikan tindakan hukum. Sedangkan yangkedua terkait dengan kecapakan seseorang untuk menerima hak,meskipun belum mampu menunaikan kewajiban, misalnya ahliyyahal-wujûb dalam hak waris bagi bayi.22Subjek hukum dalam hukum Islam berbeda dengan subjekhukum dalam hukup positif di Indonesia. Dalam hukum positifIndonesia yang dimaksud dengan subjek hukum adalah segalasesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapatmemiliki hak dan kewajiban). Dalam kamus Ilmu Hukum subjekhukum disebut juga dengan “Orang atau pendukung hak dankewajiban”. Dalam artian subjek hukum memiliki kewenanganuntuk bertindak menurut tata cara yang ditentukan dan dibenarkanhukum. Sehingga di dalam ilmu hukum yang dikenal sebagai subjekhukum adalah manusia dan badan hukum.23D. Objek Hukum Islam (Mahkûm fîh)Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud denganmahkûm fîh adalah perbuatan mukallaf yang berkaitan atau dibebanidengan hukum syar’iy. Dalam derivasi yang lain dijelaskan bahwayang dimaksud dengan objek hukum atau mahkûm fîh ialah sesuatu2223Abd.Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 96.Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm.28.Pengantar Hukum Islam17

yang dikehendaki oleh pembuat hukum (syâri’) untuk dilakukanatau ditinggalkan oleh manusia, atau dibiarkan oleh pembuathukum untuk dilakukan atau tidak.Menurut ulama ahli ilmu ushûl fiqh, yang dimaksud denganmahkûm fîh adalah objek hukum, yaitu perbuatan seorang mukallafyang terkait dengan perintah syari’ (Allah dan Rasul-Nya), baik yangbersifat tuntutan mengerjakan (wajib); tuntutan meninggalkan(haram); tuntutan memilih suatu pekerjaan (mubah); anjuranmelakukan (sunah); dan anjuran meninggalkan (makruh). Paraulama sepakat bahwa seluruh perintah syâri’ itu ada objeknya,yaitu perbuatan mukallaf. Terhadap perbuatan mukallaf tersebutditetapkan suatu hukum.Dalam bahasa lain, mahkûm fîh adalah objek hukum yaituperbuatan orang mukallaf yang terkait dengan titah syar’i yangbersifat mengerjakan, meninggalkan, maupun memilih antarakeduanya. Seperti perintah salat, larangan minum khamr, dansemacamnya. Seluruh titah syar’i ada objeknya. Objek itu adalahperbuatan orang mukallaf yang kemudian ditetapkan suatu hukumdarinya.Dalam istilah ulama ushul fiqh, yang disebut mahkûm fîh atauobjek hukum, yaitu sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’.Objek hukum adalah perbuatan itu sendiri dan hukum itu berlakupada perbuatan dan bukan pada zatnya. Hukum syara’ yangdimaksud, terdiri atas dua macam yakni hukum taklîfiy dan hukumwadh’iy. Hukum taklîfiy menyangkut tuntutan terhadap perbuatanmukallaf, sedangkan hukum wadh’iy terkait dengan hubungan satuaspek hukum dengan aspek hukum yang lain.1. Syarat-syarat mahkûm fîhPara ulama ushul fiqh menetapkan bahwa tidak semua perbuatanmukallaf bisa menjadi objek hukum. Ada beberapa syarat agar suatuperbuatan bisa menjadi objek hukum, di antaranya:18Dr. Rohidin, SH, M. Ag

b.Tidak sah menurut syara’ mentaklifkan seorang mukallafagar orang lain melakukan sesuatu perbuatan tertentu.Oleh sebab itu, yang ditaklifkan disini hanya memberinasihat, menyuruh yang makruf dan melarang yangmungkar.Dari syarat ketiga di atas, muncul masalah lain yang dikemukakanpara ulama Ushul Fiqh yaitu masalah masyaqqah (kesulitan)dalam taklif. Apakah boleh ditetapkan taklif terhadap amalan yangmengandung masyaqqah?Dalam masalah ini ulama ushul fiqh membagi masyaqqahkepada dua bentuk:a.Masyaqqah mu’taddah adalah kesulitan biasa dan dapatdiduga. Misalnya, mengerjakan salat bisa melelahkanbadan, berpuasa menimbulkan rasa lapar, dan menunaikanibadah haji menguras tenaga dan biaya. Kesulitan sepertiini menurut para ahli ushul fiqh, berfungsi sebagaipembuktian ketaatan dan kepatuhan seorang hambadalam menjalankan taklif syara’.b.Masyaqqah ghair mu’taddah adalah kesulitan di luarkebiasaan dan sulit diduga. Kesulitan seperti ini menurutulama ushul fiqh secara logika dapat diterima, sekalipundalam kenyataannya tidak pernah terjadi, karena Allahsendiri tidak bertujuan menurunkan taklif-Nya untukmenyulitkan manusia. Oleh sebab itu, Allah, misalnya, tidakmemerintahkan hamba-Nya untuk berpuasa setiap hariterus-menerus dan menunaikan shalat sepanjang malamsetiap hari. Karena Allah telah berfirman:“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalamagama suatu

berjudul Pengantar Hukum Islam; Dari Semenanjung Arabia sampai Indonesia. Buku ajar ini disusun sebagai pengantar untuk mempelajari dasar-dasar hukum Islam di Program Studi Ilmu Hukum, sehingga dengan demikian mahasiswa mempunyai landasan pengetahuan yang memadai sebelum mereka mempelajari hukum I

Related Documents:

Hukum sebagai ilmu pengetahuan 2. Hukum sebagai disiplin 3. Hukum sebagai kaedah 4. Hukum sebagai tata hukum 5. Hukum sebagai petugas (hukum) 6. Hukum sebagai keputusan penguasa 7. Hukum sebagai proses pemerintah 8. Hukum sebaga perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur 9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai

Penelitian Hukum Empiris 60 a. Pengertian 60 b. Karakteristik 62 SOAL LATIHAN 66 REFERENSI 66 . Universitas Pamulang S2 Ilmu Hukum . Objek Kajian 68 a. Penelitian Asas-Asas Hukum 68 b. Penelitian Sistematika Hukum 70 c. Penelitian Taraf Sinkronisasi Hukum 71 d. Penelitian Perbandingan Hukum 73 e. Penelitian Sejarah Hukum 75 f. .

PENGERTIAN, SUMBER DAN ASAS A. Pengertian Hukum Acara Perdata Menurut fungsinya, hukum dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum formil atau hukum acara. Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan

Filsafat hukum Islam adalah filsafat yang bercorak Islami, yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar. 9. Dalam hukum Islam ada ketentuan hukum yang sifatnya final dan mutlak serta tidak memberikan peluang interpretasi yang disebut Qathi dan ada yang bersifat

tentang teori-teori hukum yang berkembang dalam sejarah perkembangan hukum misalnya : Teori Hukum Positif, Teori Hukum Alam, Teori Mazhab Sejarah, Teori Sosiologi Hukum, Teori Hukum Progresif, Teori Hukum Bebas dan teori-teori yang berekembang pada abad modern. Dengan diterbitkannya modul ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para

1. Pengertian Hukum Agraria Sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka dalam pengertian UUPA Hukum Agraria bukan hanya meru-pakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agrar-ia merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang

Skripsi yang berjudul "Sistem Pembagian Warisan dalam Prespektif Hukum Adat dan Hukum Islam di Desa Dolulolong Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata" yang disusun oleh Sadia Bunga, Nomor Pokok Mahasiswa : 2015520005 Program Studi Hukum Keluarga Islam untuk diajukan pada Sidang Skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Ulster Archaeological Society at the Divis and Black Mountain site. 5 Illustration 1: Divis Mountain viewed from the south west 1.2 Aims In order to enhance the archaeological record of this site, the aims of this survey were to produce an accurate plan drawing of the monument and carry out a photographic survey. This information was compiled into a report and submitted to the Environment and .