PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN MELALUI PERADILAN TATA .

3y ago
39 Views
3 Downloads
344.52 KB
9 Pages
Last View : 8d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Jerry Bolanos
Transcription

PERSPEKTIFVolume XVIII No. 1 Tahun 2013 Edisi JanuariPENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGANMELALUI PERADILAN TATA USAHA NEGARAA’an EffendiFakultas Hukum Universitas Negeri Jembere-mail: effendi hukum@yahoo.comABSTRAKPenyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara adalah denganmengajukan gugatan di pengadilan peradilan tata usaha negara dengan tujuan agar supaya hakimmembatalkan penerbitan izin lingkungan yang tidak cermat, sehingga dapat menghentikan dengansegera pencemaran lingkungan yang terjadi. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilantata usaha negara berfungsi untuk menghentikan pencemaran lingkungan yang terjadi melaluiprosedur hukum administrasi. Dasar hukum gugatan sengketa lingkungan melalui peradilantata usaha negara mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.Kata Kunci: penyelesaian sengketa lingkungan, peradilan tata usaha negara.ABSTRACTEnvironmental dispute resolution through the administrative courts is done by submittinglawsuit into administrative courts in order the judge will cancel the issuance of environmentalpermits which were not carefully made, so that it could stop the environment pollution whichoccurred immediately. Environmental dispute resolution through administrative courts aimsto stop the environment pollution which occurred through administrative law procedures. Thelegal basis for the lawsuit of environmental dispute resolution through administrative courtsrefers to the Law No. 32/2009 about the Environment Protection and Management and alsoAdministrative Court Law.Keywords: environmental dispute, administrative court.PENDAHULUANDalam rangka adanya pengendalian pencemaranlingkungan, kelembagaan yang berwenang melakukanupaya akan pencegahan dan penanggulangan dampaknegatif serta pemulihan kualitas sangat berperan(Siti Sundari Rangkuti, 1994:4). Kelembagaan yangberwenang dalam pengelolaan lingkungan mencakuptingkat pusat dan daerah. Kelembagaan pengelolaanlingkungan tingkat daerah sangat penting, mengingatpencemaran dan perusakan lingkungan terjadinya didaerah yang memerlukan tindakan penanggulanganyang bersifat segera. Kelembagaan yang berwenangdalam pengelolaan lingkungan adalah kunci pokokkeberhasilan pengelolaan lingkungan. Dalam UndangUndang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH),wewenang dan kelembagaan pengelolaan lingkungandiatur dalam Bab IX Pasal 63 sampai dengan Pasal64 (Majalah Ilmiah Hukum dan Masyarakat, No.III/TH.XXXIV/2009).Wewenang dan juga kelembagaan pengelolaanlingkungan di tingkat nasional dan daerah secarakonkrit adalah kewenangan untuk menerbitkan izinlingkungan. Izin lingkungan adalah instrumen yangberfungsi sebagai sarana pencegahan pencemaranlingkungan (Jurnal Ilmu Hukum Qistie, Vol.3 No.3,2009:70). Izin lingkungan dikeluarkan oleh badanatau pejabat yang berwenang dalam bentuk keputusanatau ketetapan yang menurut Undang-Undang No.51 Tahun 2009 mengenai Perubahan Kedua atasUndang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang PeradilanTata Usaha Negara (yang selanjutnya disebut UUPERATUN) disebut Keputusan Tata Usaha Negara(yang selanjutnya disebut KTUN). KTUN adalahsuatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badanatau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakanhukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku, yang bersifatkonkret, individual, dan final, yang menimbulkanakibat hukum bagi seseorang atau juga badan hukumperdata (Pasal 1 angka 3 UU PERATUN).Dalam prakteknya terkadang penerbitan suatuKTUN dapat juga menimbulkan kerugian terhadap14

Effendi, Penyelesaian Sengketa Lingkungan .masyarakat karena adanya suatu unsur kesalahanatau kekeliruan. Diterbitkannya KTUN oleh badanatau pejabat berwenang yang mengandung unsurkesalahan, contohnya kesalahan menerbitkan izinlingkungan sehingga mengakibatkan pencemaranlingkungan, bagi pihak yang dirugikan dapat untukmengajukan gugatan di peradilan tata usaha negara,agar KTUN (izin lingkungan) tersebut dibatalkan ataudinyatakan tidak sah. Gugatan oleh seseorang ataubadan hukum perdata yang merasa kepentingannyadirugikan ke peradilan tata usaha negara adalah berisituntutan agar izin itu dinyatakan batal atau tidaksah oleh hakim, sehingga putusan tersebut segeramenghentikan pencemaran akibat izin lingkunganyang mana tidak dibuat dengan cermat (Siti SundariRangkuti, 2008:121).Prosedur gugatan terhadap KTUN yang berwujudizin lingkungan sebagai suatu sarana penyelesaiansengketa lingkungan yang administatif (Siti SundariRangkuti, 1991:5) dengan melalui peradilan tata usahanegara pada awalnya tidak diatur dalam peraturanperundang-undangan lingkungan yang berlaku saatini, yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentangKetentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan LingkunganHidup (yang selanjutnya disebut UUPLH) maupunundang-undang penggantinya, Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan LingkunganHidup (yang selanjutnya akan disingkat UUPLH).Meskipun demikian, ada beberapa kasus lingkungantelah diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negarasebelum diundangkannya UUPPLH, yaitu: gugatanyang diajukan oleh WALHI, Yayasan Forum StudiKependudukan dan juga Lingkungan Hidup, YayasanPengembangan Hukum Lingkungan dan YayasanForum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidupterhadap Presiden akibat dikeluarkannya KeppresNo. 42 Tahun 1994 tentang Bantuan Pinjaman yangBerasal dari Dana Reboisasi kepada PT IPTN dangugatan dari WALHI melalui Pengadilan Tata UsahaNegara DKI terhadap Sekretaris Jenderal DepartemenPertambangan dan Energi, karena telah mengeluarkanSurat No. 600/6115/SJT/1995 tentang PersetujuanLaporan RKL dan juga RPL PT Freeport IndonesiaCompany (Takdir Rahmadi, 2003:149-150).Setelah diberlakukannya UUPPLH, dasar hukumgugatan terhadap izin lingkungan melalui peradilantata usaha negara tertuang dalam ketentuan Pasal 93tentang Gugatan Administratif. Diaturnya mekanismepenyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilantata usaha negara didalam UUPPLH merupakan suatukemajuan di bidang hukum lingkungan, mengingatsebagian besar hukum lingkungan adalah hukum15administrasi. Pada masa mendatang perlu dilakukanpemberdayaan peradilan tata usaha negara sebagaisarana penyelesaian suatu sengketa lingkungan untukmenghentikan pencemaran lingkungan akibat suatuizin lingkungan (hukum lingkungan administratif)(Siti Sundari Rangkuti, 2008:123).Tulisan ini mengkaji secara teoritis penyelesaiansengketa lingkungan melalui peradilan tata usahanegara berdasarkan UUPLH dan UU PERATUNserta prakteknya dalam gugatan sengketa lingkungandi peradilan tata usaha negara.PEMBAHASANPenyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui BadanPeradilan Tata Usaha NegaraDasar hukum gugatan sengketa lingkungan diperadilan tata usaha negara diatur dalam ketentuanPasal 93 yaitu sebagai berikut: 1. Setiap orang dapatmengajukan gugatan terhadap keputusan tata usahanegara apabila: a. Badan atau pejabat tata usaha negaramenerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/ataukegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapidengan dokumen amdal; b. Badan atau pejabat tatausaha negara menerbitkan izin lingkungan kepadakegiatan yang wajib untuk UKL-UPL, tetapi tidakdilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/atauc. Badan atau pejabat TUN yang menerbitkan izinusaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi denganizin lingkungan. 2. Tata cara pengajuan terhadapkeputusan tata usaha negara mengacu pada HukumAcara Peradilan Tata Usaha Negara.Gugatan sengketa lingkungan di peradilan tatausaha negara mengacu pada hukum acara peradilantata usaha negara, yaitu hukum acara peradilan tatausaha negara sebagaimana di atur dalam UndangUndang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TataUsaha Negara sebagaimana telah diubah dua kalidengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentangPerubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UndangUndang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Keduaterhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara (UU PERATUN).Ketentuan Pasal 93 UUPPLH yang menyatakansetiap orang dapat mengajukan gugatan terhadapkeputusan tata usaha negara, bukanlah berarti siapasaja dapat menjadi pihak penggugat dalam sengketalingkungan di peradilan tata usaha negara. Pengertiansetiap orang ini harus dihubungkan dengan pengertiansengketa tata usaha negara dan juga pengertian dariKTUN sebagai suatu obyek sengketa di peradilantata usaha negara.

PERSPEKTIFVolume XVIII No. 1 Tahun 2013 Edisi JanuariPasal 1 angka 4 UU PERATUN menyatakan:Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yangtimbul dalam bidang tata usaha negara antara orangatau badan hukum perdata dengan Badan atau PejabatTata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah,sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata UsahaNegara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkanperaturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 1angka 4 UU PERATUN, subyek suatu sengketa tatausaha negara adalah orang atau juga badan hukumperdata melawan badan atau pejabat tata usaha negarasebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usahanegara. Orang atau badan hukum perdata bertindaksebagai pihak penggugat yang menggugat badanatau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkanKTUN sebagai pihak tergugat. KTUN adalah obyeksengketa di peradilan tata usaha negara. KTUN adalahsuatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badanatau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakanhukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku, yang bersifatkonkret, individual dan final, yang menimbulkanakibat hukum bagi seseorang atau juga badan hukumperdata (Pasal 1 angka 3). Tanpa KTUN tidak adasengketa tata usaha negara.Mengenai kedudukan orang atau badan hukumperdata sebagai pihak penggugat dalam sengketatata usaha negara dijelaskan oleh Pasal 53 ayat 1UU PERATUN: Orang atau badan hukum perdatayang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatuKeputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukangugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenangyang berisi klausula tuntutan agar Keputusan TataUsaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batalatau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutanganti rugi dan/atau rehabilitasi.Penjelasan Pasal 53 ayat 1 UU PERATUN: Sesuaidengan ketentuan Pasal 1 angka 4 maka hanya orangatau badan hukum perdata yang berkedudukan sebagaisubyek hukum saja yang dapat mengajukan gugatanke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugatKeputusan Tata Usaha Negara. Selanjutnya hanyaorang atau badan hukum perdata yang kepentingannyaterkena oleh akibat hukum Keputusan Tata UsahaNegara yang mana dikeluarkan dan karenanya ituyang bersangkutan merasa dirugikan itu dibolehkanmenggugat Keputusan Tata Usaha Negara.Kedudukan badan atau pejabat tata usaha negarasebagai tergugat ditentukan oleh Pasal 1 angka 6 yangmenyatakan: Tergugat adalah Badan atau PejabatTata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusanberdasarkan wewenang yang ada padanya atau yangdilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang ataubadan hukum perdata.Setiap orang yang dimaksud oleh Pasal 93 ayat1 UUPPLH adalah orang atau badan hukum perdatayang kepentingannya dirugikan oleh KTUN yangdikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara.Orang atau badan hukum perdata inilah yang menjadipihak penggugat dalam kasus sengketa lingkungandi peradilan tata usaha negara.Orang atau juga badan hukum perdata ini dapatmengajukan gugatan terhadap KTUN di pengadilantata usaha negara dengan alasan-alasan: KTUN yangdigugat itu bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; KTUN yang digugat itubertentangan dengan asas-asas umum pemerintahanyang baik (Pasal 53 ayat 2 UU PERATUN).Menurut penjelasan dalam Pasal 53 ayat 2 UUPERATUN, KTUN yang mana bertentangan denganperaturan perundang-undangan dapat digolongkanmenjadi 2 (dua) macam, yaitu bertentangan denganperaturan perundang-undangan secara prosedural atauformal dan bertentangan dengan peraturan perundangundangan secara materiil atau substantif.Berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 93 ayat1 UUPPLH, gugatan terhadap KTUN yang berwujudizin lingkungan dapat dilakukan dengan alasan-alasan:1. Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkanizin lingkungan pada usaha dan/atau kegiatan yangwajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumenamdal; 2. Badan atau juga pejabat tata usaha negaramenerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yangwajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengandokumen UKL-UPL; dan/atau 3. Badan atau pejabattata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang mana tidak dilengkapi dengansuatu izin lingkungan.Ketentuan Pasal 93 ayat 1 UUPPLH ini harusdihubungkan dengan ketentuan Pasal 53 ayat 1 danayat 2 UU PERATUN. Apabila dengan diterbitkannyaKTUN (izin lingkungan) merugian kepentingan orangatau juga badan hukum perdata maka dapat diajukangugatan di peradilan tata usaha negara dengan alasanalasan sebagaimana disebut oleh Pasal 53 ayat 2 agarKTUN (izin lingkungan) itu dinyatakan batal atautidak sah dengan atau tanpa disertai ganti kerugian.Artinya, meskipun izin lingkungan yang diterbitkankepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdaldan dilengkapi dengan dokumen amdal atau izinlingkungan yang diterbitkan kepada kegiatan yangwajib UKL-UPL dan dilengkapi dengan UKL-UPLataupun suatu izin usaha yang dilengkapi dengan izinlingkungan, namun apabila dengan diterbitkannya izin16

Effendi, Penyelesaian Sengketa Lingkungan .lingkungan ini menyebabkan terjadinya pencemaranlingkungan sehingga merugikan kepentingan orangatau badan hukum perdata maka dapatlah diajukangugatan di badan peradilan tata usaha negara agar izinlingkungan itu dinyatakan batal atau tidak sah.Secara lebih jelas, orang atau badan hukum perdatadapat menggugat suatu KTUN yang mana merugikankepentingannya ke peradilan tata usaha negara denganalasan KTUN itu bertentangan dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku atau KTUN itubertentangan dengan AUPB. Maka dengan demikian,sepanjang KTUN itu merugikan kepentingan orangatau badan hukum perdata, namun tidak terpenuhiketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 93 ayat1 UUPPLH, orang atau badan hukum perdata tetapdapat menggugatnya di peradilan tata usaha negarakarena KTUN yang digugat itu bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku ataubertentangan dengan AUPB.Penyelesaian dari sengketa lingkungan melaluibadan peradilan tata usaha negara memiliki kelebihankelebihan bila dibandingkan dengan penyelesaiansengketa lingkungan di peradilan umum, baik itumelalui gugatan perdata maupun tuntutan secarapidana. Gugatan perdata di peradilan umum tujuannyaadalah untuk memperoleh ganti kerugian bagi korbanpencemaran atau juga perusakan lingkungan yangtentunya tidak menyentuh persoalan perbuatannya(pencemarannya). Tuntutan pidana ditujukan kepadapelakunya (pencemarnya) dan juga tidak menyentuhperbuatannya (pencemarannya). Gugatan perdata atautuntutan di badan peradilan umum itu tidak untukmenyelesaikan persoalan pencemarannya sendiri.Dengan adanya gugatan sengketa lingkungan diperadilan tata usaha negara adalah bertujuan untukmembatalkan izin lingkungan yang dimiliki oleh suatuusaha dan/atau kegiatan. Dengan dibatalkannya izinlingkungan tersebut berarti suatu usaha atau kegiatantidak dapat melanjutkan lagi usaha atau kegiatannyasehingga sumber pencemarannya dapat dihentikan.Sasaran yang dituju disini adalah aspek perbuatannya(pencemarannya). Gugatan terhadap izin lingkungandi peradilan tata usaha bertujuan untuk menghentikanpencemaran yang terjadi.Praktek Adanya Gugatan Sengketa Lingkungandi Peradilan Tata Usaha NegaraGugatan dari lembaga WALHI, Yayasan ForumStudi Kependudukan dan juga Lingkungan Hidup,Yayasan Pengembangan Hukum Lingkungan danYayasan Forum Studi Kependudukan dan LingkunganHidup terhadap Presiden akibat dari dikeluarkannya17Keputusan Presiden No. 42 Tahun 1994 mengenaiBantuan Pinjaman yang Berasal dari Dana ReboisasiKepada PT IPTN.Empat pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (yangselanjutnya disebut LSM) yaitu WALHI, YayasanForum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup,Yayasan Pengembangan Hukum Lingkungan danYayasan Forum Studi Kependudukan dan LingkunganHidup telah mengajukan gugatan terhadap Presidenakibat dikeluarkannya Keputusan Presiden (yangselanjutnya disebut Keppres) No. 42 Tahun 1994tentang Bantuan Pinjaman yang Berasal dari DanaReboisasi kepada PT.IPTN. Keppres tersebut menurutpara penggugat dinilai bertentangan dengan peraturanperundang-undangan dan juga lingkungan. Namun,majelis hakim pada Pengadilan Tata Usaha NegaraDKI Jakarta (Putusan No. 008/G/1994) memutuskanbahwa gugatan dari keempat LSM itu tidak diterimakarena Keppres No. 42 Tahun 1994 belum bersifatfinal, sehingga tidak memenuhi pengertian KTUNmenurut UU PERATUN. Dalam kasus ini majelishakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara mengakuikewenangan dari LSM di bidang lingkungan untukmengajukan gugatan TUN dengan prasyarat LSM itumerupakan sebuah badan hukum, memiliki anggarandasar dengan tujuan perlindungan lingkungan dannyata-nyata berbuat untuk perlindungan lingkunganhidup (Takdir Rahmadi, 2003:149-150)Meskipun gugatannya itu tidak diterima namunsegi positif dari putusan pengadilan di atas adalahdiakuinya suatu legal standing bagi LSM lingkungan.Dengan diberikannya legal standing tersebut makaLSM lingkungan dapat tampil sebagai penggugatdalam kasus-kasus lingkungan. Putusan pengadilanyang sebelumnya juga mengakui legal standing LSMlingkungan hidup adalah Putusan Majelis Hakim PNJakarta Pusat (Putusan No. 820/PDT.G/1998) dalamkasus kerusakan hutan dimana WALHI tampil sebagaipenggugat yang menggugat Kepala Badan KoordinasiPenanaman Modal, Menteri Dalam Negeri, GubernurSumatera Utara, Menteri Perindustrian, juga MenteriNegara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, jugaMenteri Kehutanan, dan PT Inti Indorayon Utama.Gugatan WALHI diajukan melalui PengadilanTata Usaha Negara DKI terhadap Sekretaris JenderalDepartemen Pertambangan dan Energi, karena TelahMengeluarkan Surat No. 600/6115/SJT/1995 tentangPersetujuan Laporan RKL dan RPL PT FreeportIndonesia Company.WALHI melalui Pengadilan Tata Usaha NegaraDKI menggugat Sekretaris Jenderal DepartemenPertambangan dan Energi, karena telah mengeluarkan

PERSPEKTIFVolume XVIII No. 1 Tahun 2013 Edisi JanuariSurat No. 600/6115/SJT/1995 tentang PersetujuanLaporan RKL dan RPL dari PT.Freeport IndonesiaCompany. WALHI telah menilai bahwa pengeluarandari surat persetujuan itu mengabaikan saran-saranWALHI selaku anggota tidak tetap Komisi AMDALDepartemen Pertambangan dan Energi. Tergugattelah mengajukan eksepsi, antara lain: bahwa suratpersetujuan tentang RKL dan RPL bukanlah sebuahkeputusan TUN tetapi hanya surat biasa. Oleh sebabitu, gugatan seharusnya harus dinyatakan tidak dapatditerima. Majelis hakim menolak eksepsi ini. Akantetapi dalam pokok perkara, majelis hakim (Putusan:053/G/1995/PTUN Jkt) menolak gugatan WALHIatas dasar, bahwa diikuti atau tidaknya saran-saraanWALHI adalah merupakan kewenangan dicreationerdari Komisi AMDAL. Dengan kata lain, anggotaanggota lainnya dalam Komisi AMDAL tidak terikatdengan saran-saran pihak WALHI dalam memberikanpersetujuan atas dokumen RKL dan RPL.Hal yang menarik dari kasus yang kedua adalahdigugatnya sebuah dokumen AMDAL yang manaAMDAL itu adalah bagian dari prosedur perizinandengan demikian AMDAL bukanlah sebuah KTUNyang didalamnya terkandung unsur-unsur: tertulis,konkrit, individual dan final (Siti Sundari Rangkuti,2005:134-135). Yang mempunyai kedudukan sebagaiKTUN adalah izin. Dengan demikian yang dapatdiajukan gugatan ke PTUN adalah izinnya bukanAMDALnya. Dalam prakteknya AMDAL instansiyang bertanggungjawab hanya sekedar rekomendasi(Suparto Wijoyo, 1999:61).Gugatan Enam Orang Pengusaha terhadap MenteriNegara Lingkungan Hidup dengan Obyek Sengketaadalah Surat Keputusan Menteri Negara LingkunganHidup No. 14 Tahun 2003 tentang KetidaklayakanRencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi PantaiUtara JakartaTjondro Indria Liemonta bertindak untuk danatas nama PT Bakti Bangun Era Mulia, Ir. Richard S.Hartono dan Ir. Suhendro Prabowo berti

izin lingkungan (hukum lingkungan administratif) (Siti Sundari Rangkuti, 2008:123). Tulisan ini mengkaji secara teoritis penyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara berdasarkan UUPLH dan UU PERATUN serta prakteknya dalam gugatan sengketa lingkungan

Related Documents:

Berkali Kali dan Sengketa Batas. (2) Proses penyelesaian sengketa tanah melalui dua cara yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non-litigasi. Pada nonletigasi dilakukan melalui musyawarah, sedangkan apabila tidak ada kesepakatan jalur akhir melalui letigasi. Dalam hal ini penyelesaian sengketa, khususnya sengketa

Penyelesaian sengketa perdata secara garis besar dapat dibagi dengan dua cara, yaitu penyelesaian sengketa secara litigasi (peradilan) dan bentuk penyelesaian sengketa secara non litigasi (diluar pengadilan). Setiap masyarakat memiliki cara untuk memperoleh kesepakatan dalam menentukan pilihan penyelesaian sengketa.

ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT MELALUI MEDIASI (Studi Analisa Terhadap Penyelesaian Sengketa tanah-tanah Ulayat di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur)". Tesis ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-2 pada Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum

BAB I ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA A. Penyelesaian Sengketa Bisnis Sengketa atau perselisihan di dalam berbagai kegiatan bisnis sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi karena dapat mengakibatkan kerugian pada pihak-pihak . Bisnis Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2002), hlm.503-505. 5 d. Adanya kepentingan psikologi.

sengketa batas luas pemakaian lahan adat masyarakat Gampong Cot Mee dan Cot Rambong, kebijakan pemerintah daerah dalam penyelesaian sengketa batas luas pemakaian lahan adat masyarakat Gampong Cot Mee dan Cot Rambong, serta analisis penyelesaian sengketa terhadap batas luas pemakaian lahan adat masyarakat menurut konsep al-ṣulḥu . Penulisan .

keluar untuk penyelesaian sengketa lahan atau pertanahan bagi berbagai pihak dan untuk melihat secara jernih dan objektif perihal sengketa tanah perkebunan dan upaya penyelesaiannya. PTPN III senantiasa terbuka menampung masukan dalam upaya penyelesaian sengketa antara perusahaan dan masyarakat penggarap. Akhir kata, kami ucapkan.

perkembangan peradilan agama yang spesifik dalam sistem peradilan nasional, pembinaan terhadap badan peradilan agama dilakukan dengan memperhatikan saran dan pendapat Menteri Agama dan Majelis Ulama Indonesia”. Disamping itu pula, ketentuan tentang batas waktu pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan Peradilan Agama

Anaesthetic Machine Anatomy O 2 flow-meter N 2 O flow-meter Link 22. Clinical Skills: 27 28 Vaporisers: This is situated on the back bar of the anaesthetic machine downstream of the flowmeter It contains the volatile liquid anaesthetic agent (e.g. isoflurane, sevoflurane). Gas is passed from the flowmeter through the vaporiser. The gas picks up vapour from the vaporiser to deliver to the .