Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan Di Perkebunan

1y ago
14 Views
2 Downloads
2.56 MB
326 Pages
Last View : 1d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Brenna Zink
Transcription

Dr Kusbianto, SH.,M.HumPENYELESAIAN SENGKETA TANAHGARAPAN DI PERKEBUNANLitigasi, Non Litigasi Dan Suguh HatiEditorEmil W. AliaIswan Kaputra, M.SiRina Sitompul, SH. MHProf. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum(Pengantar)

Hak cipta Dilindungi Undang-UndangDilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagianatau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannyatanpa mendapat izin tertulis dari penerbitCopyright 2019, Universitas Dharmawangsa Press(UNDHAR PRESS)Judul BukuPenulisEditorPenerbitCetakan PertamaPenata LetakDesain SampulISBN: PenyelesaianSengketaTanahLitigasi, Non Litigasi dan SuguhHati: Dr Kusbianto, SH.,M.Hum: Emil W. Aulia: Iswan Kaputra, M.Si: Rina Sitompul, SH, MH: UNDHAR PRES Jl. KL. Yossudarso,No. 214 MedanEmail:www.undhar press@darmawangsa.ac.idWebsite: darmawangsa.cac.id: Oktober 2019: Amiruddin, M.Pd: Dhanu Nugroho Susanto: 978-623-92025-0-7

I HEVE A DREAMKetika aku masih muda dan bebas berhayalAku bermimpi ingin mengubah duniaSeiiring dengan bertambahnya usia dan kearifankuKudapat bahwa ternyata dunia tak kunjung berubahMaka cita-cita itu pun ku persempit Lantas kuputuskan untuk hanya mengubah negerikuTetapi tampaknya hasrat itupun tiada hasilnyaKetika usiaku semakin senja .Dengan semangtaku yang tersisa, kuputuskan untukmengubah keluargakuOrang-orang yang paling dekat dengankuNamun celakanya . Merekapu tidak mau diubah !!!Dan kami .Ketika aku berbaring saat ajal menjelangTiba-tiba kusadari:“ Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku .Maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan,Mungkin aku bias mengubah keluargaku!!Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bias jadi akupun mampu memperbaiki dan mengubah negeriku .Kemudia siapa tahu, aku bahkan bias mengubah dunia !!” Tidak diketahui siapa penulisnya yang pasti kalimat bijak di atas terukirdisebuah makan di Westminster Abbey, Inggris Tahun 1100 Masehii

KATA PENGANTARBUKUinimengungkapragamsengketapengelolaan tanah perkebunan yang melibatkanperusahaan perkebunan dan masyarakat penggarap.Dalam banyak kasus, para pihak yang bersengketamerasa tak mencapai keadilan. Cara mediasiataumusyawarah yang dilakukan selalu berujung buntu.Pilihan para pihak membawa perkara ke meja pengadilanpun tak mencapai kesepakatan memuaskan. Malah,perkara sengketa tanah antara keduanya makin berlarut.Lantas, bagaimana menyelesaikan sengketa yang bagaitak kunjung usai itu? Mengapa penyelesaian sengketatanah garapan pada areal hak guna usaha (HGU)perusahaan perkebunan selalu gagal? Formula apa yangcepat dan tepat yang dapat ditempuh untukmendapatkankeadilan bagi para pihak?Sederet pertanyaan itu memotivasi danmenginspirasi penulis untuk meneliti, mencarijawabannya. Hasil penelitian penulis menemukan bentukpenyelesaian ragam sengketa hukum agrariaitu,berupapemberian suguh hati kepadamasyarakat penggarap.Formula ini mampu menyelesaikan sengketa yang selamaini gagal dicapai melalui pendekatan litigasi dan mediasi.Dalam prakteknya, perusahaan perkebunanmemberikanganti rugi kepada masyarakat penggarap berupatanaman, bangunan dan benda-benda milik penggarapyang berada di tanah hak guna usaha yang dikelolaperusahaan.Prinsip penyelesaian sengketa dengan carasuguh hatiitu efektif, manusiawi dan memiliki kepastianhukum. Dengan selesainya sengketa tanah garapan makaterjamin pula status tanah yang menjadi hak guna usahaperusahaan perkebunan.Buku ini merupakan ekstraksi dari hasil penelitiandisertasi penulis di Fakultas Hukum (FH), UniversitasSumatera Utara (USU), Medan.Banyak pihak yang berjasahingga hasil penelitian disertasi terkait penyelesaianii

sengketa tanah perkebunanitubisa menjadi sebuah bukuyang kini berada di tangan pembaca.Terima kasih penulis sampaikan kepadayangterpelajar Prof. Dr. Runtung, SH., M.Humselakukomisi penguji yang membimbing penulis di tengahtingginya intensitas kegiatan beliau sebagai RektorUniversitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih jugadisampaikan kepada yang terpelajar Prof. Dr. MuhammadYamin, SH.,MS., CN, Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS, Prof.Dr. SyafruddinKalo, SH., M.Hum, Dr. Edi Ikhsan, SH., MAdan Dr. Kurnia Warman, SH., M.Humsebagai promotor,copromotor; komisi pengujidan penguji luar komisi. Berkatbimbingan dan arahan mereka kepada penulis, penulisandisertasi ini dapat selesai.Tak bisa dilupakan, bantuan dari yangamatterpelajar Dekan Fakultas Hukum, UniversitasSumatera Utara,Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum;Ketua Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Suhaedi, SH., MH.Terima kasih disampaikan dukungannya kepada penulissehingga dapat menyelesaikan studi doktor ilmu hukum.Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kolegapenulis di Universitas Dharmawangsa, Medan,khususnyaKetua Yayasan Pendidikan Dharmawangsa Medan, H.Muzakkir, SE, Wakil Rektor I Universitas Dharmawangsa2008-2012 Prof. Dr. Lahmuddin Lubis, M.Ed, DekanFakultas Sospol Universitas Dharmawangsa,Prof. Dr.Suwardi Lubis. Mereka tak henti-henti mendorongpenulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Selanjutnyapada rekan-rekan penulis di LBH Dharmawangsa, Johan,SH. dan Rahmat, SH. Ketua Yayasan LBH Tri Sila, HasanLumbanraja, SH.,MH yang telah membantu memasokberbagai literatur yang penulis perlukan terkait topikpenelitian buku ini.Penelitian ini juga tak akan selesai kiranya tanpabantuan dari pihak perusahaan perkebunan. Penulismengucapkan terima kasih kepada Direksi PTPN-III(Persero), khususnya mantan Direktur SDM dan UmumPTPN-III (Persero) Harianto, SH. yang memberikesempatan untuk meneliti secara langsung ke lokasiiii

perkebunan, melakukanwawancara yang menjadi bahanpenulis menyelesaikan bukuini. Juga pada para staf danpegawai Bagian Hukum dan Agraria,PTPN-III yangmembantu penulis mendapatkan data berkaitanpenelitian dan penulisan karya ilmiah ini.Ibarat memasak, saya membuat resep. Hasil risetdisertasi sebagai resep terkadang penuangan penulisandan bahasanya terlalu kaku atau terlalu ilmiah sehinggadianggap perlu penataan agar siap untuk disajikan padakhalayak. Sedangkan yang meracik bahan dan bumbubumbu menjadi sebuah campuran yang sempurna adalahkoki dan juru masak. Dalam buku ini Saya juga dibantuoleh koki dan juru masak tersebut yang Saya sebutdengan tim penyunting, di tempat lain biasa disebut timeditor. Mereka terdiri dari tiga orang dengan latarbelakang disiplin ilmu berbeda yang diperlukan untukmenyempurnakan racikan buku ini. Antara lain, ation (NGO), praktisi advokasi agraria danpendamping pemberdaya masyarakat pedesaan denganlatar belakang pendekatan antropologi sosial. Berikutnyaadalah Emil W Aulia, jurnalis senior dan produser salahsatu televisi suasa di Jakarta. Dan yang terakhir adalahRina Sitompul, praktisi hukum (pengacara/advokat) sa, Medan.Lainnyapadateman-temandilembagapemerintah, organisasi non-pemerintah, yang tidak dapatdisebutkan satu-persatu yang telah memberi andil padapenulis dalam memperoleh data penelitian.Terkhusus,ucapan terima kasih penulis kepada istri tercintaHerawaty, SPd. yangselalu memberikan dorongan dansemangat pada penulis untuk terus menimba ilmu danmerampungkan penelitian ini.Akhirulkalam,semoga buku ini dapat menjadimasukan bagi berbagai pihak dan masyarakat luas untukmembantu dalam upaya menyelesaikan kasus sengketatanah di perkebunan.Penulis menyadari buku ini masihmengandung kelemahan sehingga penulis berharap dapatmenerima masukan, kritik dan saran dari pembaca.iv

Semua ini diperlukan untuk perbaikan buku ini padamasa hadapan.Medan, Oktober 2019Dr Kusbianto, SH.,M.Humv

KATA PENGANTAR REKTOR USUAssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.Masalah sengketa tanah perkebunan di Indonesiamerupakan salah satu hal pelik yang tak hanyaberdimensi hukum namun juga sosial dan politik.Sengketa pertanahan di perkebunan rawan dan rentan.Oleh karenanya, maka adanya mekanisme penyelesaiansengketa pertanahan di perkebunan yang benar danberkeadilan menjadi sangat diperlukan.Pendekatan apa yang tepat untuk menyelesaiansengketa perkebuanan itu? Di Indonesia, terdapatbeberapa pendekatan, mulai dari mediasi dan litigasi.Penulis buku ini mencermati ada penyelesaian sengketalainnya yaitu melalui pemberian suguh hati. Pendekatanini menjadi jalan tengah setelah upaya hukum danmediasi berakhir buntu.Saya beruntung telah mengikuti lebih awalpaparan buku ini karena sebelumnya menjadi salah satuanggota komisi penguji materi buku ini saat masihberbentuk disertasi dari saudaraKusbianto di FakultasHukum Universitas Sumatera Utara. Kajian dalam bukuini telah melewati pengujian dari tim penguji. Sebagaiakademisi, saudaraKusbianto menulis objektif dan tidakberpihak terhadap para pihak yang gahkan sebagai solusi alternatif penyelesaiansengketa tanah di perkebunan? Sebab, cara ini lebihefisien, menghemat waktu dan memuaskan para pihakyang bersengketa. Dari sejumlah kasus sengketapertanahan di perkebunan yang dicermati dalampenelitian saudaraKusbianto, pendekatan melalui jalurpengadilan dan mediasi umumnya berakhir dengankegagalan. Alih-alih mencapai rasa keadilan bagi parapihak, yang terjadi justru para pihak saling gugat dipengadilan. Ini melelehakan! Waktu penyelesaianmenjadi lama karena menunggu putusan pengadilanvi

hingga menguras tenaga dan materi dari keduapihak yangberperkara sehingga waktu dan produktifitas masingmasing pihak terganggu. Pendekatan suguh hati menjaditerobosan di tengah kerumitan penyelesaian hukum danalotnya mediasi antara para pihak yang bersengketa.Akhirul kalam, secara khusus, saya berharap bukuini menjadi inspirasi dalam penyelesaian sengketaperkebunan antara perusahaan dan masyarakatpenggarap. Secara umum, memberi manfaat yangsebesar-besarnya bagi proses penyelesaian konflik danpenegakan hukum agraria di Indonesia.Wassalamu‘alaikum Wr.Wb.Medan, Oktober 2019Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.HumRektor Universitas Sumatera Utaravii

KATA PENGANTAR PTPN IIIAssalamu’alaikum Warahmatullahi WabarakatuhPT Perkebunan Nusantara III adalah Badan UsahaMilik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang prosesproduksi, pengelolaan, pengolahan dan pemasaran hasilperkebunan. Sebagai perusahaan perkebunan negara,PTPN III tunduk dan patuh pada peraturanperundangundangan yang melingkupinya. PTPN III bukan hanyabekerja untuk mencari keuntungan bisnis semata namunlebih dari itu, mesti memberi manfaat bagi kesejahteraanmasyarakat luas, dan tentu saja termasuk masyarakat disekitar perkebunan.Namun tak bisa dipungkiri, dalam melaksanakanusaha perkebunan itu, PTPN III kerap menghadapipersoalan hukum dengan masyarakat yang berada disekitar perkebunan, terutama pada persoalan lahan.Sengketa terjadi atas klaim pengelolaan lahan olehmasyarakat penggarap yang diatasnya terdapat Hak GunaUsaha (HGU) perusahaan. Hal itu terjadi dari waktu kewaktu. Dimulai sejak era kolonial yang ditandai denganmasuknya investasi perusahaan perkebunan asing Eropake Indonesia hingga masa pasca nasionalisasiperusahaan-perusahaan swasta asing tersebut dan terusberlanjut hingga era reformasi ini.Semua sengketa yang terjadi itu coba diselesaikanmelalui jalur hukum (litigasi) dan non litigasi ataumediasi, mengikuti aturan hukum yang berlaku. Dalambanyak hal, hasil keputusan pengadilan atau mediasi padaumumnya belum sepenuhnya mencapai rasa keadilandari para pihak yang bersengketa. PTPN III terusberusaha mencari upaya penyelesaian yang dapatmemuaskan pihak masyarakat penggarap sekaligus tidakmerugikan bagi perusahaan. Dalam hal ini, PTPN III jugamelakukan pendekatan budaya untuk menyelesaikansengketa melalui pemberian suguh hati kepadaviii

masyarakat penggarap. Pendekatan ini merupakan ikhtiarPTPN III untuk menyelesaikan sengketa secara cepat,tidak menimbulkan permusuhan berkepanjangan sertatetap memiliki kekuatan hukum.Kami menyampaikan apresiasi yang tinggi kepadaBapak Kusbianto yang telah meneliti pola-polapenyelesaian sengketa tanah perkebunan antaraperusahaan dan masyarakat penggarap. Secara spesifik,salah satu yang beliau cermati mengenai pemberiansuguh hati sebagai jalan keluar mengakhiri pelbagaisengketa tanah yang berkepanjangan itu. Pendekatansuguh hati dilakukan PTPN III, kini menjadi kebijakanperusahaan untuk menyelesaikan pelbagai sengketatanah di wilayah kerja PTPN III.Harapan kami, kajian dalam buku yang ditulis olehBapak Kusbianto berdasarkan disertasinya ini dapatmemberi manfaat dan menjadi salah satu model jalankeluar untuk penyelesaian sengketa lahan ataupertanahan bagi berbagai pihak dan untuk melihat secarajernih dan objektif perihal sengketa tanah perkebunandan upaya penyelesaiannya. PTPN III senantiasa terbukamenampung masukan dalam upaya penyelesaiansengketa antara perusahaan dan masyarakat penggarap.Akhir kata, kami ucapkan.Wassalamu’alaikum Warahmatullahi WabarakatuhMedan, Oktober 2019SEVP SDM & Umum PTPN IIIix

DAFTAR ISIPersembahan . iKata Pengantar . iiPengantar Rektor USU . viPengantar SEVP SDM &Umum PTPN III . viiiDaftar Isi . xBAB I SENGKETA TANAH TAK KUNJUNG USAIA. Sejarah Perkebunan dan Lahan di SumateraUtara . 1B. Awal Masyarakat Kebun dan Pemukiman . 8C. Perekonomian, Potensi Agraria danPerkebunan di Sumatera Utara . 13D. Ekspor dan Impor . 37E. Taman Nasional dan Hutan . 38F. Potret Umum Sengketa Tanah Perkebunan . 39G. Sengketa Tanah Perkebunan diSumatera Utara . 47H. Reforma Agraria . 52I. Reforma Agraria dan Pembangunan . 65J. Pelaklaksanaan Reforma Agraria danMasalahnya . 68K. Tahapan Menuju Pembaruan Agraria . 71L. Langkah-langkah yang Penting dilakukan . 72BAB II NGGARAP DI AREAL PEREKEBUNANA. Hak Konsesi di Perkebunan . 75B. Hak Erpacht di Perkebunan . 97C. Hak Penggarap di Perkebunan . 103D. Penghapusan Hak Konversi . 107E. Masalah Okupasi dan PengosonganTanah Perkebunan. 113F. Tindakan Terhadap Okupasi TanahPerkebunan Setelah Indonesia Merdeka . 118G. Pembentukan Undang-Undang Pokokx

H.I.J.K.L.M.N.O.P.Q.R.Agraria (UUPA) . 127Hak Guna Usaha . 132Asal Tanah Hak Guna Usaha . 133Terjadinya Hak Guna Usaha . 133Jangka Waktu Hak Guna Usaha . 135Kewajiban Pemegang Hak Usaha Guna . 136Hak Pemegang Hak Guna Usaha . 136Pembebanan Hak Guna Usaha Dengan HakTanggungan . 137Peralihan Hak Guna Usah . 137Hapusnya Hak Guna Usaha . 139Catatan Kritis Tentang HGU dan UUPA . 141Analisis Pasal-pasal Hak Guna Usaha . 143BAB III BEBERAPASENGKETATANAHDANPENYELESAINNYAA. Sengketa Tanah Garapan di Areal PTPN IIIKebun Sei Putih . 160B. Sengketa Tanah Garapan di ArealPTPN IIIKebun Sei Silau . 169C. Sengketa Tanah garapan di ArealPTPN IIIKebun Rambutan . 200D. Landasan Yuridis Hak Atas Tanah KebunRambutan . 207E. Sengketa Tanah Garapan di ArealPTPN IIIBandar Betsy . 209BAB IV PENYELESAIAN KONFLIK AGRARIAA. Penyelesaian Sengketa dengan caraNon Litigasi . 225B. Penyelesaian Sengketa dengan cara Litigasi . 243C. Sikap dan Hambatan Penyelesaian SengketaTanah Garapan di Perkebunan PTPN III . 249BAB V SUGUH HATIA. Suguh Hati . 255B. PTPN III, Suguh Hati dan PenyelesaianKonflik Secara Kultural . 259C. Rekomendasi Alternatif PendekatanPenyelesaian . 276xi

DAFTAR PUSTAKA . 279RIWAYAT HIDUP . 293EPILOG . 296SKPTS PTPN III SUGUH HATI . 300xii

BAB ISENGKETA TANAH TAKKUNJUNG USAIA. Sejarah Perkebunan dan Lahan di Sumatera UtaraWilayah Sumatera Timur sudah lama dikenalsebagai penghasil tanaman tembakau, jauh sebelumperusahaan perkebunan asing Eropa masuk ke wilayahitu. John Anderson, Sekretaris Gubernur Inggris di Penangpada tahun 1822 pernah meninjau Sumatera Timur danmenemukan bahwa masyarakat daerah itu sudahmemiliki kemampuan bertani. Masyarakat suku Karolebih dulu menanam tembakau. Hal ini serupa dengantemuan Netscher, 40 tahun kemudian, bahwa masyarakatSumatera Timur sudah hidup dari kegiatan dankemampuan mereka bertani. Netscher mencatat,komoditi tembakau telah diekspor dari pelabuhan Delikeluar negeri di tahun 1862 sebanyak 500 pikul. Jumlahini jika ditambah dengan konsumsi dalam negerimenggambarkan betapa besar produksi tembakau yangdihasilkan oleh pribumi --jauh sebelum Belanda danEropa datang.Munculnya minat pengusaha Eropa menanammodal di perkebunan tembakau Sumatera Timur bermuladari Sayid Abdullah Ibn Umar Bilsagih. Pedagang Arabkelahiran Jawa Timur itu adalah orang yang pertamamembangkitkan animo tiga lelaki Belanda, Falk (mewakiliperusahaan Van Leeuwen), Eliot (perusahaan Maintsz &Co) dan Jacobus Nienhuys (kongsi Van den Arend di JawaTimur) untuk datang ke Sumatera Timur. Sayid AbdullahBAB 1 - Sengketa Tanah Tak Kunjung Usai 1

yang juga ipar Sultan Deli itu mengajak merekaberinvestasi di perkebunan tembakau. Dari tiga namaawal ini, Nienhuys yang kemudian memutuskanmembuka usaha perkebunan di Sumatera Timur. Falk danEliot memilih pulang ke Jawa.Nienhuys tiba di Deli pada tanggal 16 Juli 1863setelah menumpang kapal Josephine yang berlabuh dikuala sungai Deli, Sumatera Timur. Di tanah baru itu,Neinhuys memulai usaha dengan membuka lahan kebunpercobaan. Namun ia mengalami kendala karenakesulitan mendapatkan para pekerja. Kehadiran Neinhuysjuga membuat para petani lokal yang lebih dulumemproduksi tembakau dari generasi ke generasi diSumatera Timur merasa tersaingi. Lalu Nienhuysmencoba menggunakan sistem borong seperti di Jawa.Masa itu dikenal istilah wajib-lever tembakau. Skemanya,pembelian tembakau yang ditanam penduduk diikatdengan uang panjar (semacam ijon). Tapi Neinhuys tidakmendapatkan jaminan dari hal tersebut. Ia hanyamendapat kembali beberapa ribu batang tembakau saja.Jumlah itu tidak cukup untuk menutup modal yang sudahdikeluarkan.Nienhuys tak patah arang. Ia memutuskanmembangun kebun tembakaunya sendiri. Tak lagimewakili Van den Arend, perusahaan tempatnya dulubekerja. Nienhuys makin percaya diri karena Sultan Delimenyatakan siap memfasilitasi usahanya. Melaluiperantaraan Datuk Hamparan Perak, pasokan tenagakerja yang selama ini minim, akhirnya bisa didatangkanuntuk bekerja di perkebunannya. Namun, masalah barumuncul. Para pekerja itu tidak tahu sama sekali tentangPenyelesaian Sengketa Tanah Garapan di PerkebunanLitigasi, Non Litigasi & Suguh Hati 2

tembakau. Nienhuys kemudian mendatangkan tenagakerja dari luar Sumatera Timur. Ia berhasil membawapuluhan pekerja dari Penang setelah bertemu seoranghaji asal Jawa di sana yang menyediakan pekerja untukperkebunannya. Namun, kontrak kerja mereka tidakberlanjut lama. Belakangan, Nienhuys mencari “laukeh”sebutan bagi tenaga kerja asal Cina yang sudah lamatinggal di Penang.Tahun 1865, Nienhuys menyewa sebuah rumahmilik orang Melayu di Martubung, di pinggiran SungaiDeli. Oleh Sultan Mahmud, Nienhuys mendapatkesempatan membeli tanah masyarakat untuk dijadikanlahan perkebunan. Di masa itu, Nienhuys mempekerjakanburuh Tionghoa (88 orang) dan Melayu (23 orang)sebagai buruh harian. Nienhuys mulai menanamtembakau di sekitar Martubung. Pada awal masa rintisanitu, kebun milik Neinhuys menghasilkan 189 baltembakau dalam mutu terbaik dan laku pada pelelangandi Rotterdam, Belanda. Harganya, 149 sen per ½kilogram.Menyadari potensi pasar tembakau Deli, Nienhuyskemudian mengajak P.W. Janssen dan Clemen, duapengusaha Belanda untuk berkongsi membangunperkebunan tembakau yang lebih besar. Janssen danClemen setuju. Modal awal sebesar f 10.000 kemudiandigelontorkan. Usaha ini kian mulus setelah Nienhuysmendapat konsesi tanah yang amat luas atas izin SultanDeli. Pada 21 Januari 1868 diteken konsesi tanah selama99 tahun. Tanah konsesi itu membentang di antara SungaiDeli dan Sungai Percut, memanjang dari Kampung Mabarhingga Deli Tua. Persoalan tenaga kerja juga dapat diatasi.BAB 1 - Sengketa Tanah Tak Kunjung Usai 3

Sebanyak 800 orang Tionghoa didatangkan dariSemenanjung untuk dipekerjakan. Dengan demikianmeningkatlah produksi tembakau yang dihasilkanperusahaan Neinhuys.Sumatera Timur yang subur adalah pilihan bagipengusaha Eropa untuk berinvestasi di bidang pertanian.Selain Neinhuys, pada tahun 1865 dan 1866, juga masukbeberapa pengusaha Eropa lain yang membuka usaha dibidang pertanian. Von Moch, Mots dan Breeker dari Swissjuga ikut berinvestasi dengan membuka perkebunan pala.Namun, setelah melihat keberhasilan Neinhuys danpotensi pasar komoditi tembakau yang begitu terbukadan menggiurkan, Von Moch membuka kebun tembakauyang dinamai “Carlshure”. Terus berkembang, tahunberikutnya (1867), Mots dan Breeker membuka kebuntembakau “Koninggratz” dan “Helvetia”. Nama kebunterakhir ini menjadi nama kecamatan di kota Medan.Hingga tahun 1872, sedikitnyaada 13 berkebunantembakau yang beroperasi di Sumatera Timur, meliputiLangkat dan Serdang. Jumlah orang Eropa yang bekerja diDeli masa itu sebanyak 75 orang. Kuli Tionghoa mencapai4.000 orang sementara orang India dan Jawa masihratusan orang.Dukungan perbankan Belanda turut membantupesatnya investasi pertanian di Sumatera Timur. Hal inidimulai oleh J.T. Cremer, seorang yang awalnya bekerja diBank Nederland Handel Mij. Atas bantuannya, bank n tembakau Belanda yang dipimpin P.W.Janssen, rekan Nienhuys. Perusahaan yang berdiri pada 1November 1869 itu terus meraih sukses dari waktu kePenyelesaian Sengketa Tanah Garapan di PerkebunanLitigasi, Non Litigasi & Suguh Hati 4

waktu. Cremer juga aktif berjuang untuk kepentinganperusahaan-perusahaan tembakau Eropa itu. Iamembantu memasukkan sebanyak mungkin kuli-kuliCina, baik langsung dari Tiongkok maupun lewatSemenanjung. Peranan Cremer dalam mengamankaninvestasi Eropa di Sumatera Timur semakin kuat setelahia menjabat Menteri Negeri Jajahan. Cremer juga sosokutama yang berperan mempertahankan kepentinganperusahaan yang memberlakukan “Poenale Sanctie”,aturan hukum yang berlaku bagi para kuli di dalamperkebunan.Pada tahun 1891, jumlah perusahaan perkebunandi Deli tercatat sebanyak 169 perusahaan. Perusahaanperusahaan itu membuka hutan-hutan untuk dijadikanareal perkebunan. Selain tembakau, investasi asing Eropadi perkebunan Sumatera Timur juga meliputi komoditikaret, kopi, lada, pala dan kelapa sawit.Kemudahanmendapatkonsesitanahmemudahkan mereka untuk membuka lahan-lahanperkebunan baru. Beberapa perusahaan asing itu jugaberkongsi untuk memperluas ekspansi usaha mereka.Sebagai contoh, Firma Naeher & Grob merupakanperusahaan patungan antara Hermann Naeher, pedagangSisilia berkebangsaan Jerman dan Karl Furchtegott Grob,pendiri onderneming Helvetia asal Swiss. Perusahaan inimengeksploitasi areal di daerah Serdang, persisnya disekitar Sei Belumai. Kongsi keduanya berhasilmemperluas areal konsesi tanah yang mereka kelolabertambah dari waktu ke waktu. Tahun 1871 merekamendapat kontrak tanah dari Sultan Serdang seluas 7.588BAB 1 - Sengketa Tanah Tak Kunjung Usai 5

bahu (1 bahu 7.096,50 M²) hingga kemudian menjadi31.563 bahu pada tahun 1889.Selain patungan dari sisi modal, sejumlahperusahaan asing itu juga saling bantu dalam urusanteknis produksi dan pemasaran. Pada awal berdirinya,perusahaan Senembah Maatschappij,misalnya,mendapat bantuan dari Deli Maatschappij dalam halpembiayaan operasional dan pemasaran tembakau.Dalam beberapa tahun, Senembah Maatschappij majupesat. Produksi meningkat seiring luas lahan konsesi yangjuga bertambah. Pada tahun 1889, luas tanah konsesiyang dimiliki Senembah Maatschappijadalah31.563 bahu. Angka itu bertambah pada tahun 1897menjadi 50.994 bahu.Dukunganpolitikpenguasalokaljugamemengaruhi ekspansi perusahaan-peruasahaan asingitu. Pada tahun 1907, Sultan Suleiman Shah Alam Sarifoeldari Kesultanan Serdang mengikat kontrak politik(politiek contract) dengan pemerintah kolonial Belandayang diwakili Residen Pantai Timur Sumatera, JacobBallot dengan ratifikasi Gubernur Jenderal Ir. De Graeff.Dalam kontrak tersebut diatur antara lain:1. Meminjamkan tanah kepada Hindia Belandadengan hukum Hindia Belanda dan berjanjiuntuk setia dan patuh terhadap penyerahantersebut;2. Tanah yang dipinjamkan meliputi kawasan:Serdang, Serdang Senembah dengan TandjongMoeda, Timor Batakdoesoen, Serbadjadi,Perbaoengan, Denai;Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan di PerkebunanLitigasi, Non Litigasi & Suguh Hati 6

3. Kewenangan Sultan dan negerinya mengurussendiri internalnya. Sultan dan rakyatnya tidakboleh diserahkan kepada negara lain, kecualiterhadap Pemerintah Hindia Belanda;4. DaripolitiekcontractiniSultanmenerima pendapatan tetap sebesar Fl.50.850,- /tahun. Sedangkan pendapatan tidaktetap didapatkan Sultan dari Rantau Pandjang,Denai dan Pantai Cermin, Perbaungan.Mengamankan investasi perusahaan asing danBelanda khususnya di Sumatera Timur, pemerintahkolonial Belanda juga menerapkan politik adu domba.Belanda, misalnya, membuat keruh hubungan antarakesultanan yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh,daerah Senembah, yang berada di perbatasan Deli danSerdang, merupakan kawasan potensial yang menjadirebutan antara Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang.Tahun 1882, pemerintah kolonial Belanda melaluiResiden Schiff melakukan politik adu domba denganmembagi daerah Senembah menjadi 4 kejuruan:1. Daerah Medan Senembah dikepalai Wan Kolok.2. Daerah Patumbak dikepalai Wan Sulong Bahar.3. Daerah Sigaragara dikepalai WanSulongMamat.4. Daerah Namu Surau dikepalai Sibayak Amat.Belanda kemudian memodifikasi perjanjiantersebut dengan membagi 2 daerah Senembah menjadi:1. Senembah Serdang, yang beribu kota di Sei Bahasadengan daerahnya di Tadukan Raga/Sei Bahasadan Medan Senembah.BAB 1 - Sengketa Tanah Tak Kunjung Usai 7

2. SenembahDeli,yangberibudi Patumbak dengan daerahnya Patumbak,Sigaragara dan Namu Surau.kotaB. Awal Masyarakat Kebun dan PemukimanPembukaan onderneming (perkebunan besar)yang dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan asing(orang-orang Eropa) baik Hindia Belanda maupunperusahaan asing lainnya, dilindungi oleh PemerintahHindia Belanda. (Wong Jowo di Sumatera:2008:72-74).Pesatnya perkembangan pembangunan perkebunan inikarena pada masa itu Belanda mulai memasuki an Undang-Undang Agraria tahun 1870 bagiseluruh wilayah Hindia Belanda. Undang-undang iniuntuk menciptakan iklim kemantapan berusaha bagi parapengusaha Belanda atau orang lainnya.Gelombang pembukaan lahan-lahan perkebunanmencapai puncaknya pada kurun waktu tahun 1890 –1920. Pada masa itu, arus investasi perusahaan Eropamasuk secara besar-besaran ke Sumatera Timur.Bersamaan dengan itu pula, ketersediaan tenaga kerjayang banyak menjadi sangat dibutuhkan. Para pekerja diperkebunan disebut dengan kuli. Mereka mengikatkontrak kerja dengan perusahaan perkebunan. Dariikatan itu lahir istilah, kuli kontrak. Para kuli ituumumnya merupakan pendatang dari Jawa, Cina danIndia. Istilah “koeli” diperkirakan berasal dari bahasaInggris, cooli, yang mengadopsi kata kuli dari bahasaTamil yang artinya upahan untuk pekerjaan kasar.Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan di PerkebunanLitigasi, Non Litigasi & Suguh Hati 8

Para kuli itu datang ke Sumatera Timur melaluimakelar tenaga kerja yang tersebar di kota-kota besarpulau Jawa, Singapura dan Penang. Para makelar tenagakerja itu mendatangkan kuli dari Jawa, Cina dan India.Mereka menggunakan segala cara untuk mendapatkanpara kuli untuk bekerja di perkebunan Sumatera Timur.Mulai dari penjaringan secara resmi hingga main tipudaya. Cara terakhir lebih banyak yang dilakukan. Tipuanmereka beragam. Mulai dari menjanjikan upah besar danhidup nyaman di tanah seberang. Mereka mengatakanbahwa Sumatera Timur atau tanah Deli adalah tempattumbuhnya “pohon berdaun uang” --sebuah metafora daripohon tembakau yang bernilai tinggi di Eropa, khususnyaJerman. Para tenaga kerja (kuli) itu dirayu, dijanjikanhidup kaya raya jika mau ke Deli. Tipuan lainnya, paraagen mengajak orang Jawa untuk menonton wayang lalutiba-tiba memasukkan mereka ke perahu tongkang ataukapal lalu mereka diangkut ke Sumatera Timur. Ada jugayang dijanjikan bekerja di Johor, Malaka namun kemudiankapal justru membawa mereka ke Deli.Berada di perkebunan, mereka lebih tepat disebutbudak daripada pekerja. Para kuli melewati hari-haridalam kehidupan yang berat. Produ

keluar untuk penyelesaian sengketa lahan atau pertanahan bagi berbagai pihak dan untuk melihat secara jernih dan objektif perihal sengketa tanah perkebunan dan upaya penyelesaiannya. PTPN III senantiasa terbuka menampung masukan dalam upaya penyelesaian sengketa antara perusahaan dan masyarakat penggarap. Akhir kata, kami ucapkan.

Related Documents:

Tanah ulayat dalam masyarakat hukum adat di istilahkan dengan berbagai istilah dan nama. Hal ini di sesuaikan dengan geografis dan kebiasaan adat setempat, Tanah ulayat . D. Penyelesaian Sengketa Pertanahan . 1.Pengertian Sengketa tanah. Pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah,

ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT MELALUI MEDIASI (Studi Analisa Terhadap Penyelesaian Sengketa tanah-tanah Ulayat di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur)". Tesis ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-2 pada Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum

Berkali Kali dan Sengketa Batas. (2) Proses penyelesaian sengketa tanah melalui dua cara yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non-litigasi. Pada nonletigasi dilakukan melalui musyawarah, sedangkan apabila tidak ada kesepakatan jalur akhir melalui letigasi. Dalam hal ini penyelesaian sengketa, khususnya sengketa

Kedua, penyelesaian sengketa tanah Hak Guna Usaha PTPN XII yang dikuasai oleh satu warga tersebut sebelumnya sudah pernah dilakukan secara non-litigasi yaitu dengan mediasi di kantor desa akan tetapi tidak membuahkan hasil, kemudian yang kedua dengan negoisasi antar dua belah pihak . PENYELESAIAN SENGKETA TANAH HAK GUNA USAHA PT MASYARAKAT. ".

Terjadi suatu sengketa tanah di Jalan Brigjen Sudiarto No. 68 Kel. Joyosuran Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta, dimana penggugat menyelesaikan melalui jalur pengadilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian sengketa lahan tanah antara warga dengan warga dan untuk mengetahui akibat hukum dari putusan yang telah ada.

b. Sengketa tanah antara Pemerintah Daerah dengan warga setempat, dan c. Sengketa yang berkaitan dengan pegelolaan sumber daya alam. 1 Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa tanah Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan, Kompas gramedia, 2008, h. 38.

Penyelesaian sengketa perdata secara garis besar dapat dibagi dengan dua cara, yaitu penyelesaian sengketa secara litigasi (peradilan) dan bentuk penyelesaian sengketa secara non litigasi (diluar pengadilan). Setiap masyarakat memiliki cara untuk memperoleh kesepakatan dalam menentukan pilihan penyelesaian sengketa.

Accounting Standard (IAS) terminology and requiring pre sentation in International Standard format. Approach – These qualifications were designed using Pearson’s Efficacy Framework. They were developed in line with World-Class Design principles giving students who successfully complete the qualifications the opportunity to acquire a good knowledge and understanding of the principles .