A NALISA F AKTOR P ENGHAMBAT B ANTUAN A HLI DALAM K ASUS K .

3y ago
25 Views
2 Downloads
275.10 KB
7 Pages
Last View : 1d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Harley Spears
Transcription

Perhimpunan Dokter Forensik IndonesiaThe Indonesian Association of Forensic MedicineProsiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017Proceeding Annual Scientific Meeting 2017ANALISA FAKTOR PENGHAMBAT BANTUAN AHLI DALAM KASUSKEKERASAN SEKSUALTuntas Dhanardhono1, Sigid Kirana Lintang Bhima2AbstrakKasus Kekerasan seksual meningkat secara kualitasdan kuantitas. Dokter forensik merupakan tenagamedis ahli yang memiliki kompetensi dalam membantupenegakkan hukum kasus ini. Namun, bantuan dokterseringkali tidak dapat diberikan secara maksimal. Halini dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat.Analisa faktor penghambat berdasarkan data kasuskekerasan seksual yang diterima di RS dr. Kariadiperiode 2015-2017. Pemeriksaan genitalia dilakukansecara visual pada posisi supine ataupun knee chestkemudian didokumentasikan. Tiga puluh kasuskekerasan seksual diterima di Departemen Forensikdan Medikolegal FK Undip/RS dr.Kariadi. Usiatermuda korban yaitu 17 bulan. 5(16.66%) korbantermasuk usia prepubertas, sedangkan 11(36.66%)korban usia pubertas. 23(76.6%) korban datangsetelah 24 jam setelah peristiwa. 80% kasus disertaidengan riwayat persetubuhan. Robekan selaput daradidapatkan pada 76% kasus. Tidak semua kasusdisertai surat permintaan visum. Seluruh biayapemeriksaan ditanggung korban. Kesimpulan disusunberdasarkan pemeriksaan visual dan fotografi.Bantuan ahli dalam kasus kekerasan seksual sangatkrusial. Faktor penghambat dalam penanganan dapatberasal dari korban, fasilitas kesehatan maupunketerbatasan dukungan pemerintah.Kata Kunci. Faktor penghambat, Bantuan ahli,Kekerasan seksual.Afiliasi Penulis : 1 Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal,Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 2. Bagian IlmuKedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran UniversitasDiponegoro, SemarangKorespondensi:dr. Tuntas Dhanardhono, M.Si.Med, M.H.tuntas.dr@gmail.com. (024) 8318915299 I S B N 978-602-50127-0-9PENDAHULUANKekerasan seksual adalah kejahatankesusilaan yang merupakan masalah hukumsecara global di semua negara. Di Indonesia,kasus kekerasan seksual meningkat secarasignifikan setiap tahunnya. Data yang tercatatdi Komisi Perempuan Nasional di bidangmasyarakatmenunjukkanadanyapeningkatan kasus kekerasan seksual di tahun2015 (61%) dibandingkan tahun 2014 (56%).Jenis kekerasan seksual berupa pelecehanseksual,pemerkosaan,percobaanpemerkosaan, pelarian anak perempuan, dankekerasan seksual lainnya. Korban tidak hanyaorang dewasa tetapi juga remaja, anak-anakdan bahkan balita. Peningkatan kasus tidakhanya dari segi kuantitas atau jumlah kasus,tapi juga kualitas.1Di sisi lain, korban kekerasan seksualmembutuhkan perawatan yang sensitif,efisien dan komprehensif oleh karena adadampak fisik dan emosional yang mengikutisetelah mengalami kekerasan tersebut.Pemeriksaan setelah kejadian diperlukandiantaranya untuk mengidentifikasi danmengumpulkan bukti forensik.2Dokter yangmenangani kasus kekerasan seksual dapatmembantu polisi dalam memberikan faktafakta yang ada pada tubuh korban. Akantetapi, dokter khususnya ahli forensik akanmenghadapi berbagai kondisi yang dapatmempengaruhi tugasnya dalam pemeriksaanforensik dan pengumpulan bukti korban.3Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017Tuntas Dhanardhono, Analisa Faktor.METODESecara retrospektif, data dikumpulkandengan meninjau kasus kekerasan seksualyang dilaporkan di Rumah Sakit dr.Kariadi,Semarang, Jawa Tengah, Indonesia mulaipertengahan 2015 hingga pertengahan 2017.Wawancaraforensikdilakukanuntukmenggali informasi terkait riwayat kejadianserta informasi personal korban. Pemeriksaanforensik klinis dilakukan untuk uhan, pengumpulan sampel anakandijelaskanmengenai prosedur pemeriksaan daninformed consent. Pemeriksaan alat kelamindilakukan dengan inspeksi visual dan fotografiforensik menggunakan kamera DSLR 7D untukmenilai ada tidaknya luka yang ditemukanpada genitalia, terutama ada tidaknyarobekan selaput dara. Validasi pemeriksaandilakukan oleh setidaknya dua dokterforensik. Data ditampilkan dalam tabel.memiliki kelainan berupa robekan padaselaput dara. Mayoritas robekan terjadidiantara arah jam 5 hingga jam 7. Luka yangdidapatkan di area genitalia diantaranya lukamemar dan lecet. Satu kasus datang denganperdarahan akibat robekan pada selaput darahingga labia minora.HASIL DAN PEMBAHASANSetidaknya77% kasus datang ke rumahsakit setelah lebih dari 24 jam sejak kejadianyang menimpa korban kekerasan seksual(Gambar.1). Mayoritas datang ke rumah sakitdiantar oleh anggota keluarganya sendiri.Salah satu korban datang dalam kondisi hamil,danmengakupernahmengalamipemerkosaan delapan bulan sebelummengajukan laporan forensik.Keterlambatanpelaporan akan mempengaruhi kualitaspengumpulan bukti forensik.Pemeriksaanswab vagina untuk menentukan ada tidaknyasel sperma tidak dilakukan pada setiap kasus,dan pengecatan menggunakan reagenmalachite green. Sebagian besar korbanmembiayai sendiri biaya pemeriksaan medisuntuk pembuatan visum et repertumDalam rentang waktu dua tahun,tercatat30 kasus kekerasan seksual yangdiperoleh dan dianalisis (Tabel 1 dan 2).Semua korban adalah perempuan. Usiatermuda korban yaitu 17 bulan, sedangkankorban tertua berusia 32 tahun. Enam belaskorban (53.33% kasus) berusia di bawah 18tahun, dengan 5(16.66%) korban tergolongusia prepubertas, sedangkan 11(36.66%)korban tergolong usia pubertas. Dari 30 kasusyang tercatat di RS dr.Kariadi, hanya 11 kasus(36.66%) yang kemudian memiliki SuratPermintaan Visum (SPV). Berdasarkananamnesa, 80%kasus disertai dengan n selaput dara, 23 kasus (76.66%)300 I S B N 978-602-50127-0-9Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017Tuntas Dhanardhono, Analisa Faktor.perdagangan seks, penggunaan paksaan,ancaman, kekuatan fisik oleh siapapun tanpahubungan dengan korban, dalam situasiapapun, tidak terbatas pada lingkunganrumah dan tempat kerja.Pada kasuskekerasan seksual, korban tidak terbatas usiamaupun jenis kelamin. Dalam penelitian ini,usia termuda korban berumur 17 bulan,sedangkan yang tertua adalah 32 tahun. Usiamerupakan salah satu faktor yang dapatmempengaruhi penilaian kasus kekerasanseksual. Pada anak-anak, dokter akanmemerlukan pendekatan yang berbeda,mengingat beberapa anak masih memilikiketerbatasanuntukberbicaradanmenyampaikan riwayat kejadian yangdialaminya sehingga lebih tertutup, malu,ataupun takut kepada tenaga medis.2Padakorban yang masih tergolong prepubetas danpubertas,penilaianselaputdaramembutuhkan kehati-hatian. Kriteria Adamsdapat menjadi rujukan para tenaga medisuntuk melakukan penilaian robekan selaputdara pada dua kelompok tersebut.4Pemeriksaan korban dilakukan secaravisual,kemudiandidokumentasikanmenggunakan kamera DSLR 7D. Melaluifotografi forensik, gambaran ada tidaknyarobekan selaput dara dapat dievaluasi dandikonfirmasi.Gambar.1 Rentang waktu korban melaporkankejadian kekerasan seksual yang dialamiHASIL DAN PEMBAHASANKekerasan seksual adalah tindakanseksual, komentar yang tidak diinginkan,301 I S B N 978-602-50127-0-9Para korban yang datang ke rumah sakitdr.Kariadi tidak semuanya melaporkankejadiannya ke kepolisian. Hal ini terlihathanya ada 11 kasus (36.66%) yang kemudianmemiliki Surat Permintaan Visum (SPV).Berbagai macam alasan yang dikemukakankorban ataupun kerabat korban saatpemeriksaan diantaranya, keinginan untukmencari titik temu secara damai, ataupunmeminta pertanggungjawaban pelaku secarakekeluargaan. Visum et repertum sebagaisalah satu alat bukti pada kasus kekerasanseksual akan memiliki kekuatan pembuktianyang besar, terutama apabila pada kasusanak-anak dimana keterangan saksi tidakcukup memberikan informasi yang baiksehingga seringkali kesimpulan akhir hanyabergantung pada temuan klinisnya. Di sisi lain,Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017sebagian besar kasus (77%) datang ke rumahsakit melewati 24 jam setelah riwayatkejadian yang dialaminya. Hal ini akanmengurangiakurasipenilaiandanpengumpulan barang bukti pada tubuhkorban.Sebagaidampaknya,hasilpemeriksaan yang tercantum dalam visum etrepertum yang disusun oleh dokter akanmenjadi berkurang, dan barang bukti biologistidak akan diperoleh secara maksimal.5Faktor waktu memainkan peran pentingdalam mengevaluasi dan memeriksa korbankekerasan seksual.6Pelaporan yang tertundajuga dapat membatasi perolehan sampel buktiforensik.3Adanya air mani (ejakulasi) di vaginamerupakan diagnostik hubungan seksual.Pada pelaku yang tidak subur, jumlah spermasangat sedikit (aspermia) dapat n untuk mengetahui adanya zattertentu dalam air mani seperti asamfosfatase, spermin dan kolin. Menurut Adams,pengumpulan bukti forensik dan materibiologis dalam kasus kekerasan seksualdirekomendasikan dalam rentang waktu 24jam pada anak-anak dan 72 jam pada orangdewasa.5Pada kasus kekerasan seksual, kewajibandokter adalah untuk menentukan danmengamankan bukti yang ditemukan padakorban atau tersangka. Dokter juga memilikiperan utama dalam membangun riwayatkejadian, mengevaluasi status kesehatanmedis dan mental, sertamelakukan penilaian,interpretasi temuan, dan manajemen yangtepat.5Informasi mengenaipemeriksaan yangakan dilakukan harus disampaikan kepadakorban maupun keluarga korban sebelumdimulai, termasuk tujuan pemeriksaan dankaitannya dengan pengungkapan kasus,302 I S B N 978-602-50127-0-9Tuntas Dhanardhono, Analisa Faktor.prosedur atau teknik pemeriksaan yangsensitif, pengambilan sampling biologis,pendokumentasian dalam rekam medis danfoto, serta jika diperlukan pembukaaninformasi medis untuk tujuan pembuktian dipengadilan.Terminologi persetubuhan berdasarkanhukum yang berlaku di Indonesia terbataspada adanya penetrasi penis baik sebagianmaupun menyeluruh kedalam vagina, baikdisertai dengan ejakulasi ataupun tidak.7Halini berdampak, penetrasi akibat benda selainpenis yang mengakibatkan robekan selaputdara tidak dapat dituntut sebagai tindakanpersetubuhan ilegal. Anamnesis terkaitriwayat persetubuhan sebelumnya akanmembantu dalam mengevaluasi temuan. Dari5 korban usia termuda, satu diantaranyadiduga mengalami usaha penetrasi sehinggadidapatkan robekan pada selaput dara korbanserta luka lecet di sekitar area genitalianya.Sedangkan dari 11 korban yang tergolong usia 18 tahun, datang ke rumah sakit dengandugaan mengalami persetubuhan sebelumnyabaik konsensual maupun non konsensual,namun berdasarkan pemeriksaan terdapatdua korban dengan kondisi selaput dara yangtidak mengalami kelainan.Pemeriksaan selaput dara secara visualyang dilakukan memperlihatkan 23 kasus(76.66%) memiliki kelainan berupa robekanpada selaput dara. Mayoritas robekan terjadidiantara arah jam 5 hingga jam 7. Sedangkanbentuk perlukaan yang didapatkan di areagenitalia diantaranya luka memar dan lecet.Dalam studi Grossin8, pemeriksaan forensikmenunjukkan bahwa sekitar sepertiga daritotal kasus menunjukkan tidak adanya cederafisik dan genital namun menunjukkan adanyaspermatozoa. Bukti penetrasi dapat beruparobekan selaput dara atau laserasi.9 Jikapenetrasi tidak lengkap, bukti dapatPekanbaru, 15-16 Juli 2017

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017ditemukan dalam bentuk ejakulasi / air mani(termasuk perkiraan waktu) atau pelekatanrambut kemaluan tersangka. Adanya robekanpada selaput dara hanya menunjukkanadanya penetrasi suatu benda ke dalamvagina (bukan tanda pasti persetubuhan), jikaselaput dara cukup elastis, tentu tidak akanada robekan.10Idealnya, pemeriksaan adatidaknya perlukaan pada selaput dara tidakcukup dengan pemeriksaan visual, namunperlu diikuti dengan pemeriksaan tambahandengan reagen toluidine blue untuk menilaiperlukaan minor sehingga lebih unjang untuk menentukan ada tidaknyasperma juga wajib dilaksanakan untukmenunjang hasil pemeriksaan fisik padakorban.Bukti adanya kekerasan fisik dapatdilakukan dengan menilai luka-luka sepertibekas perlukaan, bekas gigitan, memar yangditemukan pada beberapa lokasi termasukwajah, leher, payudara, paha bagian dalamdan sekitar alat kelamin. Temuan positifcedera berarti bukti kekerasan, namun tidakada luka tidak berarti tidak ada kekerasan.Pada studi ini, setidaknya 17 (56,66%) korbanmengalami luka memar dan/atau lecetataupun robekan pada area disekitar organgenitalia. Sementara, satu korban mengalamikekerasan di daerah wajah dan si cedera serta penentuan keadaanmental dan kondisi umum korban sangatpenting untuk menjamin hak hukum korbankekerasan seksual.11Kekerasan seksual yang terjadi pada Anakmengalami peningkatan tiap tahunnya. Padastudi ini, proporsi kasus kekerasan seksualyang dialami anak lebih tinggi dibandingkorban dewasa, yaitu 53.33% dari seluruhkasus. Hal ini perlu menjadi alarm perhatian303 I S B N 978-602-50127-0-9Tuntas Dhanardhono, Analisa Faktor.semua pihak. Pemerintah pun semakinmenegaskan upaya hukum terhadap pelakutindak kekerasan seksual pada anak dengansemakinmemperberathukumannya.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17Tahun 2016 tentang Penetapan PeraturanPemerintahPenggantiUndang-UndangNomor 1 Tahun 2016 tentang PerubahanKedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun2002 tentang Perlindungan Anak menjadiUndang-Undang, Pasal 81 ayat (7) pelakutindak kekerasan seksual pada anak dapatdikenai hukuman tambahan berupa tindakankebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksieletronik, disamping hukuman denda, pidanapenjara ataupun hukuman mati.Menurut Pasal 133 KUHAP, penyidikberwenang meminta bantuan dokter untukmemeriksa korban kekerasan seksual. Dokteryang memeriksa kasus kekerasan seksualharus bersikap objektif, tidak empertimbangkan hal-hal berikut; (1) suratpermintaan tertulis dari kepolisian danketerangankejadiansebelumnya;(2)persetujuan tertulis dari korban atau orangtua / wali korban yang menyatakan tidakkeberatan untuk diperiksa oleh dokter; (3)Perawat wanita atau wanita polisi yangmenemani dokter untuk diperiksa.Selanjutnya menurut Pasal 136 KUHAP,biaya untuk kepentingan penyidikan perkarapidana ditanggung oleh negara, tidak terlepassemua biaya untuk kepentingan pemeriksaankasus kekerasan seksual. Akan tetapi, padastudi ini seluruh korban membiayai sendiriprosespemeriksaanmedisterkaitpermohonan visum et repertum. Negaramelalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) seyogyanya telah mengeluarkanPekanbaru, 15-16 Juli 2017

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017Peraturan Badan Penyelenggara JaminanSosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatanyang mengatur tentang kasus-kasus yangdijamin termasuk pelayanan KedokteranForensik yaitu pada Pasal 59 ayat (2) butir i,pelayanan kedokteran forensik klinik meliputipembuatan visum et repertum atau suratketerangan medik berdasarkan pemeriksaanforensik orang hidup dan pemeriksaanpsikiatri forensik. Lebih lanjut terkaitpembiayaan diatur dalam Peraturan MenteriKesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentangStandar Tarif Pelayanan Kesehatan dalamPenyelenggaraan JKN Pasal 13 ayat (1) butir i.Pelayanan kedokteran forensik klinik. Namunsayangnya tidak dicantumkan besarannominal yang dapat ditanggung oleh negara.Tidak adanya jaminan pembiayaan dalamtatalaksana kasus kekerasan seksual di satusisi akan menjadi beban bagi korban, maupunmenjadi kendala dokter dalam menjalankanprosedur penanganan yang optimal.Forensik klinis adalah bagian n peran medis dan hukum.Pada kasus kekerasan seksual, tidak hanyaintervensi medis yang dibutuhkan korbannamun juga menuntut penanganan hukumyang menyeluruh. Kesimpulan pemeriksaanforensik tidak hanya mengandalkan bukti fisik,tapi juga integrasi data secara komprehensif,baik temuan pemeriksaan fisik maupuntemuan laboratorium.12 Hal ini perlu didukungdengan adanya sumber daya dan fasiltas sertadukungan materiil agar penanganan kasusdapat diselesaikan secara baik. mpaikankesimpulantemuannya13seobjektif mungkin.304 I S B N 978-602-50127-0-9Tuntas Dhanardhono, Analisa Faktor.SIMPULANMeningkatnyajumlahkekerasanseksual, terutama pada anak-anak merupakanperhatian berbagai pihak di Indonesia. Tugasdokter tidak hanya dalam penangan aspekmedis korban, tapi juga penyelesaian kasusyang melibatkan proses hukum. Perananseorang dokter dalam penanganan korbankekerasan seksual berdampak asus,korbanakansulitmenyampaikan kejadian yang dialami,sehingga diperlukan upaya pendekatan secaraholistik. Pemeriksaan forensik tidak hanyamencari bukti persetubuhan dan kekerasan,tapi juga kesesuaian kejadian yang terjadi. Dilain pihak, pelaporan yang tertunda dapatmempengaruhi keutuhanbarang bukti. Padakekerasan seksual, dokter akan menghadapiberbagai faktor yang membatasi keberhasilanpenanganan korban, diantaranya variasi usiakorban, berbagai riwayat kekerasan seksualyangmelatarbelakangi,keterlambatanpelaporan kasus, fasilitas pemeriksaan yangterbatas serta pembiayaan yang belumterjamin.Pekanbaru, 15-16 Juli 2017

Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017Tuntas Dhanardhono, Analisa Faktor.DAFTAR PUSTAKA1. Komisi Nasional Anti Kekerasan TerhadapPerempuan, (2016), Catatan TahunanTentang Kekerasan Terhadap Perempuan2. Girardet, R., Bolton, K., Lahoti, S., Mowbray,H., Giardino, A., Isaac, R., Arnold, W., Mead,B. and Paes, N. (2011), “Collection of ForensicEvidence From Pediatric Victims of SexualAssault”, Pediatrics, Vol. 128 No. 2, pp. 2332383. Laitinen, F.A., Grundmann, O. and Ernst, E.J.(2013), Factors That Influence the Variabilityin Findings of Anogenital Injury inAdolescent/Adult Sexual Assault Victims AReview of the Forensic Literature”, Am JForensic Med Pathol, Vol. 34 No. 3, pp. 2862948. Grossin, C., Sibile, I., Grandmaison, G.,Banasr, A., Brion, F. and Durigon, M. (2003),“Analysis of 418 cases of sexual assault”,Forensic Science International, Vol. 131, pp.125-130.9. Lincoln, C., Perera, R., Jacobs, I. and Ward, A.(2013), “Macroscopically detected femalegenital injury after consensual and nonconsensualvaginalpenetration:Aprospective comparison study”, Journal ofForensic and Legal Medicine, Vol. 20, pp. 88490110. Walker, G. (2015), “The (in)significance ofgenital injury in rape and sexual assault”,Journal of Forensic and Legal Medicine, Vol.34, pp. 173-1784. Adams, J.A., Kellogg, N.D., Farst, K.J., Harper,N.S, Palusci, V.J., Frasier, L.D., Levitt, C.J.,Shapiro, R.A., Moles, R.L. and Starling, S.P.(2016), “Updated Guidelines for the MedicalAssessment and Care of Children Who MayHave Been Sexually Abused”, J PediatrAdolesc Gynecol, Vol. 29, pp. 81-8711. Stene, L.E., Ormstad, K. and Schei, B. (2010),“Implementation of medical examination andforensic analyses in the investigation ofsexual assaults against adult women: Aretrospective study of police files and medicaljournals”, Forensic Science International, Vol.199, pp. 79-845. Astrup, B.S., Ravn, P., Lauritsen, J. andThomsen, J.L. (2012), Nature, frequency andduration of genital lesions after consensualsexual intercourse—Implications for legalproceedings”, Forensic Science International,Vol. 219, pp. 50-566. Jänisch, S., Meyer, H., Germerott, T.,Albrecht, U., Schulz, Y. and Debertin, A.S.(2010), “Analysis of clinical forensicexamination reports on sexual assault”, Int JLegal Med, Vol.124, pp. 227-23512. Santos, J.C., Neves, A., Rodrigues, M. andFerrão, Paula, (2006), “Victims of sexualoffences: Medicolegal examinations inemergency settings”, Journal of ClinicalForensic Medicine, Vol. 13, pp. 300–3037. Dahlan, S., (2004), Ilmu Kedokteran Forensik.Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang. pp.125305 I S B N 978-602-50127-0-913. Kelly, D.L., Larkin, H.J., Cosby, C.D. andPaolinetti, L.A. (2013), “Derivation of theGenital Injury Severity Scale (GISS): Aconcise instrument fo

Afiliasi P enulis : 1 Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Korespondensi: dr. Tuntas Dhanardhono, M.Si.Med, M.H. tuntas.dr@gmail.com . (024) 8318915 PENDAHULUAN

Related Documents:

Teori tentang individu telah banyak mendefinisikan aktor dalam pengembangannya telah menjadi basis-basis baru pengetahuan sosiologi. Teori-teori tersebut antara lain: teori pertukaran sosial, mendefinisikan aktor sebagai individu (person) dan kelompok (group). Pertukaran terjadi dalam perkembangan struktur

akuntansi musyarakah (sak no 106) Ayat tentang Musyarakah (Q.S. 39; 29) لًََّز ãَ åِاَ óِ îَخظَْ ó Þَْ ë Þٍجُزَِ ß ا äًَّ àَط لًَّجُرَ íَ åَ îظُِ Ûاَش

Collectively make tawbah to Allāh S so that you may acquire falāḥ [of this world and the Hereafter]. (24:31) The one who repents also becomes the beloved of Allāh S, Âَْ Èِﺑاﻮَّﺘﻟاَّﺐُّ ßُِ çﻪَّٰﻠﻟانَّاِ Verily, Allāh S loves those who are most repenting. (2:22

Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang artinya bertindak, berbuat, mereaksi, dan sebagainya. Drama dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan. Secara umum, pengertian drama adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud dipertunjukkan oleh aktor. Pementasan naskah drama dikenal dengan istilah teater.

Modul pemberdayaan masyarakat ini merupakan perangkat yang diharapkan menjadi ‘jembatan’ pengetahuan agar masyarakat lebih berdaya dan berpartisipasi dalam menyusun rencana pembangunan dan pelaksanaannya. Masyarakat menjadi aktor utama dari pembangunan yang sedang dilaksanakan. Pemberdayaan masyarakat desa diimplementasikan melalui proses

pengelolaan DAS AF yang berkelanjutan masih menghadapi 9 kendala pokok, membutuhkan 11 program, terdapat 5 aktor utama yang berperan dalam pengelolaan DAS AF yakni BPDAS Benain Noelmina, Forum DAS NTT, BWS NTT2, Masyarakat dan LSM. Pengelolaan D

Pada gambar 3 dan 4 Use Case Diagram merupakan rangkaian tindakan yang dilakukan oleh system, aktor mewakili user atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem yang dimodelkan. TABEL I Usecase membuka aplikasi Pada tabel I merupakan penjelasan dari nama-nama use case yang telah dimodelkan pada gambar 3 dan 4. C. Desain Modeling 1.

REGISTER OF LEGISLATION ISO 14001 Doc. Ref. Version Date Template Author Page ROL-SAMPLE-14001 1.0 24/08/2004 Mark Helm 2 of 10 Sovereign Certification Limited