Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi

2y ago
42 Views
3 Downloads
1.50 MB
11 Pages
Last View : 11d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Josiah Pursley
Transcription

2018 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIPJURNAL ILMU LINGKUNGANVolume 16 Issue 2 (2018) :170-ISSN 1829-8907Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores,Provinsi NTTNicolaus Noywuli1, Asep Sapei2, Nora H. Pandjaitan2, dan Eriyatno31ProgramDoktor Ilmu PSL, Institut Pertanian Bogor; e-mail: nicolausnoywuli@gmail.com and psl@ipb.ac.idTeknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor3Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor2 DepartemenABSTRAKPengelolaan DAS Aesesa Flores di Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi penting dan prioritas karena isudaerah kepulauan, kesulitan mendapatkan air bersih, ketersediaan pangan dan kemiskinan, sertaketerbelakangan pembangunan. Keberhasilan pengelolaan DAS yang berkelanjutan sangat ditentukan olehkinerja kelembagaannya. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2018 ini bertujuan untukmenganalisis peran kelembagaan ditinjau dari aspek kendala, kebutuhan program dan actor/lembaga yangberperan dalam pengelolaan DAS Aesesa Flores. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder,khusus data primer diperoleh dari 7 (tujuh) orang pakar melalui pengisian kuesioner. Metode analisis datamenggunakan pendekatan ISM (Interpretative Strutural Modellling) untuk menentukan factor kunci yangpaling berperan dalam pengelolaan region hulu, tengah, dan hilir DAS Aesesa Flores. Hasilnya bahwapengelolaan DAS AF yang berkelanjutan masih menghadapi 9 kendala pokok, membutuhkan 11 program,terdapat 5 aktor utama yang berperan dalam pengelolaan DAS AF yakni BPDAS Benain Noelmina, ForumDAS NTT, BWS NTT2, Masyarakat dan LSM. Pengelolaan DAS AF masih bersifat eksploitasi, belum mengarahpada pembangunan berkelanjutan dan tidak didukung dengan kelembagaan yang mumpuni sehinggadiperlukan segera upaya untuk mengatasi kendala, implementasi program pokok, dan peningkatan perandan kordinasi actor/pelaku pengelolaan DAS AF yang berkelanjutan.Kata kunci: DAS Aesesa Flores, Interpetative Structural Modelling, Kelembagaan PDAS.ABSTRACTThe management on the Aesesa Flores (AF) watershed is important, particularly because of the imminentissues of clean water needs, food securities and a poverty rate of the local communities. The success of thismanagement is influenced by the institution and governance in the AF watershed. This study was done fromApril to May 2018, and the main objective of the study is to determine the key factors that related to the AFwatershed management. There were three main elements that were analyzed in this study, namely: (1) thekey actors; (2) the key requirements; and (3) the key hindrances that influencing the AF watershedmanagement. This study was using Interpretative Structural Modeling (ISM) to determine the key factors ineach element. The data was collected primarily from an in-depth interview with 7 experts in the field ofwatershed management. The results from this study showed that there were 5 key actors that have the maininfluence in the AF watershed management, which are: (1) BPDAS (Governmental Watershed Institution);(2) Forum DAS (community forum of AF watershed); (3) BWS NTT2 (Regional River ManagementInstitution); (4) Local communities; and (5) NGO (Non-Government Organization). The results from thisstudy also suggested that the AF watershed management was explorative, thus may lead to unsustainablenatural resources usage. Therefore, this study suggested that in order to achieve a sustainable watershedand natural resources usage, the relevant actors need to collaborate together to create a balance action planthat protects the environment, promoting economic growth and social affluence.Keywords: Aesesa Flores watershed, Interpetative Structural Modelling, watershed institution andgovernanceSitasi: Noywuli, N., Sapei, A., Pandjaitan, N.H dan Eriyatno (2018). Model Kelembagaan Pengelolaan DASAesesa Flores, Provinsi NTT. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(2),136-146, doi.org/10.14710/jil.16.2.136-1461. PendahuluanDaerah aliran sungai sebagai suatu wilayah daratanyang secara topografi dibatasi oleh punggungpunggung gunung yang menampung dan menyimpanair hujan untuk kemudian menyalurkannya ke lautmelalui sungai utama (Asdak 2010; Bisri 2019; PP.37/2012). Chow et al., (1988), mengemukakan136bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistemhidrologi dimana curah hujan merupakan input darialiran sungai serta evapotranspirasi adalah outputsistem. Lebih jauh dikemukakan bahwa DASmerupakan tempat terjadinya proses-proses yangberangkaian dan menjadi bagian dari siklus 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP

Noywuli, N., Sapei, A., Pandjaitan, N.H dan Eriyatno (2018). Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT. Jurnal Ilmu Lingkungan, rologi. DAS secara umum dibagi menjadi daerahhulu dan hilir.Secara biogeofisik, daerah hulu DASdicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakandaerah konservasi, mempunyai kerapatan drainaselebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringanlereng besar (lebih besar dari 15%), bukanmerupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian airditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasiumumnya merupakan tegakan. Sementara daerahhilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainaselebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringanlereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari8%), pada beberapa tempat merupakan daerahbanjir, pengaturan pemakaian air ditentukan olehbangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasitanaman pertanian kecuali daerah estuaria yangdidominasi hutan bakau/gambut (Asdak 2010).Pengelolaan DAS menjadi sangat penting,mengingat fungsi DAS, baik sebagai pengendali danpenyimpan air baku, area pengembangan wilayah,hingga berbagai aktivitas ekonomi berbasissumberdaya alam, serta banyak sektor yang ebunan, pengairan, PDAM, dan sektor-sektorjasa dan publik lainnya, menjadikan wilayah DASmenjadi sangat vital dan strategis. Oleh karena itupengelolaan DAS yang integrate, komprehensif danberkelanjutan baik biofisik maupun social ekonomidan kelembagaannya (UU 41/1999; UU 32/2009;Hariadi at al 2004).Permasalahankelembagaandalampengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) AesesaFlores (AF) memiliki karakteristik yang kompleks.Oleh sebab itu pendekatan yang tepat digunakanuntuk menyelesaikan masalah tersebut adalahdengan pendekatan kesisteman (Eriyatno dan Sofyar,2007). Kelembagaan pengelola DAS AF sangatdiperlukan guna melaksanakan pengelolaan secarabenar, efisien dan efektif (Isnugroho, 2001).Untukperencanaanstrategisyangmelibatkan keterkaitan yang luas dan beragam dariberbagai lembaga, analisis yang tepat menggunakanmetode Interpretation Structural Modeling (ISM)(Saxena, 1992 dalam Eriyatno, 1999). Selanjutnyadikatakan bahwa metode ISM berkaitan denganinterpretasi suatu objek utuh atau perwakilan darisuatu sistem melalui aplikasi teori grafis secarasistematika dan berulang-ulang. Metode ini dibagimenjadi dua bagian yaitu penyusunan hierarki danklasifikasi sub elemen. Prinsip dasarnya adalahidentifikasi dari struktur di dalam sistem secaraefektif untuk mengambil keputusan yang lebih baik.Dalam melakukan analisis, elemen-elemen yangdigunakan adalah elemen yang dominan yangdikonsultasikan dengan pakar yakni elemen kendala,kebutuhan program dan actor atau lembaga(Noywuli et al 2017; Surya 2015; Suwarno 2011).Kelembagaan dapat berarti bentuk atauwadah atau organisasi sekaligus juga mengandungpengertian tentang norma-norma, aturan, dan tatacara atau prosedur yang mengatur hubungan antarmanusia, bahkan kelembagaan merupakan sistemyang kompleks, rumit dan abstrak (Kartodiharjo at al2004). Karena itu perlu dianalisis mengenai kendala,kebutuhan dan kelembagaan dalam pengelolaan DASAF yang berkelanjutan.Pengelolaan DAS AF sedianya menjadikewenangan Pemerintah Propinsi NTT dan BDASBenain Noemina, namun karena kerberadaanya diantara Kabupaten Ngada dan Nagekeo di PulauFlores, maka perlu dikaji aspek kendala, nnya. Kajian ini menggunakan metodeInterpretative Structural Modelling (ISM) denganmenggunakan instrumen kuesioner dan diskusipakar. Teknik Interpretatif Structural Modelling(ISM) ini digunakan untuk merumuskan alternatifkebijakan dimasa yang akan datang. Penelitianterdahulu oleh Nuddin et al. (2007) telahmenggunakan ISM untuk mengidentifikasi lembagalembaga utama yang berperan penting di dalamperencanaan pengelolaan DAS Bila, Provinsi SulawesiSelatan.Analisis ini digunakan sebagai salah satu alat(tool) dalam penelitian ini. Dengan analisis ISM iniingin diketahui faktor kunci apa saja yang berperandalam pengelolaan DAS AF yang berkelanjutan. Olehkarena itu, penentuan faktor kunci tersebut adalahpenting, dan sepenuhnya harus merupakan pendapatdari pihak yang berkompeten sebagai pakar (expert).Penelitian bertujuan untuk: (1) menganalisis perankelembagaan ditinjau dari aspek kendala yangdihadapi, kebutuhan program terkait, dan lembagaatau aktor yang berperan dalam pengelolaanberkelanjutan DAS AF; dan (2) mengembangkanmodel kelembagaan pengelolaan berkelanjutan DASAF dengan metode Interpretative StructuralModelling (ISM).2. Metodologi2.1. Jenis dan Sumber DataJenis data yang dikumpulkan dalam kajian modelkelembagaan pengelolaan DAS-AF, adalah datasekunder dan data primer. Data sekunder diperolehmelalui penelusuran literature hasil-hasil penelitian,studi pustaka, laporan dan dokumen dari berbagaiinstansi yang terkait. Sedangkan data primer dalamkajian ini diperoleh melalui kegiatan survey lapangandan responden pakar (pendapat ahli) melalui teknikkuesioner.Menurut Nasution (2011) bahwa data primeradalah data yang diperoleh langsung dari sumbernyadan dicatat untuk pertama kali. Responden pakarterdiri atas 7 (tujuh) ahli/pakar. Menurut Hora(2004) menyebutkan bahwa jumlah expert yangmemadai 3 hingga 6 atau 7 orang. Pakar ditentukansecara purposive sebanyak 7 orang respondendengan kriteria memiliki pengetahuan tentang obyekyang diteliti, mengetahui dengan baik lokasi137 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP

Jurnal Ilmu Lingkungan (2018), 16 (2): 136-146, ISSN 1829-8907penelitian, pendidikan minimal S2 yang terkaitdengan pengetahuan yang dibutuhkan, berprofesisebagai peneliti, pengajar, praktisi, dan pejabatpemerintah terkait.2.2. Analisis DataMetode analisis data yang digunakan dalam kajianmodel kelembagaan pengelolaan DAS-AF adalahteknik Intrepretative Structural Modelling (ISM). ISMmerupakan suatu teknik berbasis komputer yangdapat membantu kelompok mengidentifikasihubungan antara ide dengan struktur pada suatu isuyang kompleks, dimana bentuk proses metode iniadalah focus learning process. Menurut Saxena et al.,(1992) bahwa teknik ISM bersangkut paut denganinterprestasi dari suatu objek yang utuh atauperwakilan sistem melalui aplikasi teori grafissecara sistematika dan interatif.Penggunaan metode ISM juga telah luasdigunakan, terutama untuk menganalisis strukturalelemen-elemen berdasarkan hubungan kontekstualnya (Saxena et al., 1992; Machfud, 2001; Marimin,2008). Metode ISM juga telah banyak digunakandalam ilmu lingkungan, seperti untuk menentukanfaktor kunci untuk meningkatkan kualitas air padapengolahan air limbah industri makanan (Rimanthodan Rosdiana, 2018) dan penentuan aktor kunci padapengelolaan DAS (Nuddin et al., 20017). MenurutEriyatno (2012) menyebutkan bahwa metodologiatau teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitupenyusunan hirarki dan klasifikasi sub-elemen.Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari strukturdidalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaatyang tinggi guna meramu sistem secara efektif danuntuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Lebihdetil Attri et al., (2013) mengemukakan tahapanmetodologi ISM, yaitu: (1) Structural Self-InteractionMatrix (SSIM); (2) Reachability matrix; (3) Levelpartitions; (4) Conical matrix; (5) Digraph; dan (6)ISM Model.Tabel 1. Transformasi bentuk hubungan kontekstualantar elemen menjadi bentuk hubungan matematikBentuk HubunganBentuk HubunganKontekstual Antar Elemen iMatematikAntardan j (eij)Elemen i dan j (eij)VJika eij 1 dan eij 0AJika eij 0 dan eij 1XJika eij 1 dan eij 1OJika eij 0 dan eij 0Keterangan :V : relasi dari elemen Ei sampai Ej, tetapi tidak berlaku untukkebalikannya.A : relasi dari elemen Ej sampai Ei, tetapi tidak berlaku untukkebalikannya.X : interrelasi antara Ei dan Ej (berlaku untuk kedua arah).O : merepresentasikan bahwa Ei dan Ej adalah tidak berkaitan.Tahapan pemodelan dengan teknik ISM adalahpenentuan hubungan kontekstual yang kemudiandikonversi menjadi suatu hubungan matematikberupa reachibility matrix (RM). Hubungan antarelemen tersebut dinyatakandalam perkalianCartesian. Matrik harus memenuhi sifat reflexive dantransitive (Machfud, 2001).Dalam prosesmentransformasi hubungan kontekstual ungan matematik dalam bentuk matrikReachability dengan aturan yang secara lengkappada Tabel 1Gambar 1 Matrik Driver Power-Dependence dalam Teknik ISM (Marimin, 2008).Menurut Eriyatno (1999) dan Kholil dkk. (2005),analisis terhadap model kelembagaan ini padadasarnya untuk menyusun hirarki setiap sub elemenpada elemen yang dikaji, dan membuat klasifikasikedalam 4 sektor, untuk menentukan sub elemenmana yang termasuk ke dalam variabel Autonomous138 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP

Noywuli, N., Sapei, A., Pandjaitan, N.H dan Eriyatno (2018). Model Kelembagaan Pengelolaan DAS Aesesa Flores, Provinsi NTT. Jurnal Ilmu Lingkungan, ktor 1), Dependent (Sektor 2), Linkage (Sektor 3),atau Independent (Sektor 4). Secara grafik,kedudukan masing-masing sektor tersebut disajikanpada Gambar 1. Sektor 1: Weak Driver-Weak Dependent Variables(Autonomous) yang berarti bahwa sub elemenyang masuk dalam sektor ini umumnya tidakberkaitan dengan sistem dan mungkinmempunyai hubungan yang sedikit. Sektor 2: Weak Driver-Strongly DependentVariables (Dependent) yang berarti bahwa subelemen pada sektor ini adalah sub elemen yangtidak bebas. Sektor 3: Strong Driver-Strongly DependentVariables (Linkage) yang berarti bahwa subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikajisecara hati-hati karena hubungan antar subelemen tidak stabil. Sektor 4: Strong Driver-Weak Dependent Variables(Independent) yang berarti bahwa sub elemenyang masuk dalam sektor ini merupakan bagiansisa dari sistem yang disebut dengan peubahbebas.Berdasarkan hasil studi pustaka dankonsultasi pakar, diperoleh elemen dan sub elemenyang digunakan dalam kajian kelembagaanpengelolaan region DAS AF, seperti pada Tabel 2.Tabel 2. Elemen dan Sub Elemen dalam kajian Kelembagaan Pengelolaan DAS-AFNo1Aktor / PelakuBPAS Benain Noelmina2BWS NTT 23FORDAS NTT4BAPPEDA NTT5Dinas PU NTT6Akademisi/PT7Masyarakat8LSM9Bappeda Ngada10Bappeda Nagekeo11BLHD Ngada12BLHD Nagekeo13Dinas Pertanian Ngada141516Dinas Pertanian NagekeoDinas Peternakan n NTTOrganisasi Gereja1718KendalaTerbatasnya Sarana dan prasaranapendukungrendahnya Kualitas, kuantitas, terutamakontiunitas air bersihTingginya biaya PDAS berkelanjutan (tidakada DAK bidang DAS)SDM yang tidak memadai dan Kurangnyakemampuan kapasitas institusi PDASLemahnya tatakelola kelembagaan danpenggunaan system informasi dan aplikasiteknologi PDASMenurunnya fungsi resapan air akibatberkurangnya vegetasi pada daerahtangkapan airRendahnya kesadaran masyarakat dandunia usaha dalam pengelolaan SDALKurangnya koordinasi dan keterpaduanPDAS antar stakeholdersLemahnya pengawasan dan penegakanhokumBelum optimalnya upaya pengendaliankekeringan dan banjirBelum adanya system insentif dandisinsentif dalam PDASTidak adanya pembayaran atas jasalingkungan (PES) dalam PDASRendahnya pendapatan dan tingginyaangka kemiskinan3. Hasil dan PembahasanPenelitian ini dilaksanakan di DAS Aesesa Florespada Bulan April-Mei 2018. DAS Aesesa Flores (AF)secara geografis terletak pada posisi 120º56’48” –121º22’42” BT dan 8029’01 LS – 8049’41” LS dansecara administrasi DAS Aesesa Flores ini masukdalam dua wilayah administrasi kabupaten yangKebutuhanTata ruang yang tepat dan peningkatan sarana/prasarana Pengelolaan DASPenerapan teknologi KTA, Perluasan tutupan lahan danrehabilitas hutan dan lahan.Perlu alokasi khusus dana pengelolaan DAS dari APBNmaupun gaan dan SDM institusi PDASPeningkatan kapasitas kelembagaan dan penggunaansystem informasi dan aplikasi teknologi pengelolaan DASPeningkatan luas kawasan lindung dan tutupan lahanPeningkatan kesadaran dan pemberdayaan masyarakatdan dunia usaha dalam PSDALPeningkatan kapasitas koordinasi dan keterpaduan PDASantar stakeholdersPenegakan supermasi hokum dan Penyiapan RPDASPenangangan bahaya kekeringan dan banjirPemberian insentif dan disinsentif PDAS terutama terkaitpemnfaatan ruangPembayaran atas jasa lingkungan/PES PDAS.Peningkatan pendapatan dan lapangan pekerjaan melaluikegiatan budidaya dan pengolahan bamboo, agroforestri,ekowisata dan geowisata.berada di Tengah Pulau Flores Provinsi NTT. Diregion hulu dan sebagian kecil region tengah beradadalam wilayah administrasi Pemerintah KabupatenNgada dan region tengah dan hilir berada .139 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP

Jurnal Ilmu Lingkungan (2018), 16 (2): 136-146, ISSN 1829-8907DAS AF merupakan salah satu DAS prioritasdengan luas 129.005 Ha dan panjang 87 Km, sertaterdapat 10 sub DAS dan menjadi kewenanganpenanganan oleh Pemerintah Provinsi NTT danBPDAS Benain Noelmina. Disamping itu pada regionhulu ada kota Bajawa sebagai ibukota KabupatenNgada dan CA. Watu Ata sedangkan di region hilirada kota Mbay sebagai ibukota Kabupaten Nagekeo,bendungan sutami dan area persawahan seluas 6.500Ha (BPDAS BN 2013; Maan at al 2013; Noywuli2017).Ekosistem DAS AF terdiri dari tiga region(bagian/wilayah) yakni: 1) region hulu yang meliputisebagian wilayah Kecamatan Bajawa, Golewa Selatan,Golewa, Bajawa Utara, Wolomeze dan Kecamatan Soadi Kabupaten Ngada; 2) region tengah yang meliputisebagian wilayah Kecamatan Wolomeze diKabupaten Ngada, Kecamatan Boawae dan sebagianwilayah Kecamatan Nangaroro di KabupatenNagekeo; dan 3) region hilir yang meliputi wilayahKecamatan Aesesa, Aesesa Selatan dan 1 desa diKecamatanWolowaeKabupatenNagekeo.Pewilayahan DAS AF selain didasarkan pada bentukdan fungsi DAS, juga di dasarkan pada penggunaandan tutupan vegetasi lahan, curah hujan, elevasi danjumlah penduduk (Asdak, 2010). Region hulu beradapada titik koordinat 120 56’9.209”E, 847’39.959”Sseluas 43.052 ha dengan elevasi antara 600 – 1.600Mdpl . Region tengah berada pada titik koordinat 1218’52.887”E, 841’25.092”S seluas 52.520 ha denganelevasi antara 300 – 900 Mdpl. Sedangkan regionhilir berada pada titik koordinat 121 17’57.719”E, 829’36.963”S seluas 33.433 ha dengan elevasi antara25 – 300 Mdpl (BPDAS BN 2013; Noywuli 2017).Salah satu aspek yang mempengaruhikinerja pengelolaan DAS AF adalah n adalah untuk menggambarkan kondisidan alternative institusi pengelola, norma danperaturan yang berlaku, dan kendala sertakebutuhan dalam pengelolaan DAS AF (Hariadi at al2004). Hasil analisis kelembagaan pengelolaan DASAF dengan metode ISM disajikan menurut regionyakni hulu, tengah dan hilir (Gambar 2-10).Berdasarkan hasil analisis kelembagaan pengelolaanDAS AF dari ketiga region diatas diperoleh bahwaaktor kunci dalam pengelolaan DAS-AF region huluadalah a) BPDAS Benain Noelmina, b) BWS NTT 2, c)FORDAS NTT, d) Masyarakat, e) LSM, f) BappedaKab.Ngada, dan g) BLHD Kab.Ngada. Kedudukan dariaktor-aktor tersebut berada pada sektor III (Gambar2A), sehingga dibutuhkan kehatian-hatian dalampengkajiannya karena selain memiliki pengaruh yangbesar juga memiliki tergantungan yang tinggi.Kendala utama yang dihadapi dalampengelolaan DAS-AF region hulu adalah a)Terbatasnya Saran

pengelolaan DAS AF yang berkelanjutan masih menghadapi 9 kendala pokok, membutuhkan 11 program, terdapat 5 aktor utama yang berperan dalam pengelolaan DAS AF yakni BPDAS Benain Noelmina, Forum DAS NTT, BWS NTT2, Masyarakat dan LSM. Pengelolaan D

Related Documents:

Ekonomi Kelembagaan .,MM. 1 Teori dan Aplikasi EKONOMI KELEMBAGAAN bagi perencana pembangunan OLEH: DR. IR. NYOMAN UTARI VIPRIYANTI, MSI

Perkembangan ekonomi kelembagaan diilhami oleh aliran Neo Malthusian dan ekonomi teknik. Perkembangan ekonomi kelembagaan ini sesungguhnya diawali oleh pemikiran seorang ahli ekonomi berkebangsaan Italia yang bernama Sismodi (1819); dalam Syahyuti, 2004) yang menolak teori dan metode ekonomi klasik Adam Smith.

Abstrak: Efektivitas integrasi pola pengelolaan sumber daya air ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat dicapai apabila terdapat kerjasama antar lintas sektor yang harmonis. Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran dan pola koordinasi lembaga lintas sektoral terkait perencanaan dan pengelolaan air dalam RTRW.

DAS di Indonesia. Kerusakan DAS terus berkembang dengan cepat. Jika pada tahun 1984 terdapat kerusakan 22 DAS kritis dan super kritis, tahun 1992 meningkat menjadi 29 DAS, 1994 menjadi 39 DAS, 1998 menjadi 42 DAS, 2000 menjadi 58 DAS dan tahun 2002 menjadi 60 DAS yang rusak super kritis dan kritis

- Menjelaskan pendekatan dalam pengelolaan kelas - Membuat model pengelolaan Lab Komputer dalam pembelajaran - Menyusun aktivitas kolaboratif dalam pembelajaran yang mengitegrasikan TIK Kuis: diberikan 5 soal pilihan ganda untuk mengetahui pengetahuan awal peserta pelatihan Materi: A. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas B. Pengelolaan Lab .

Salah satu sasaran rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) kehutanan 2006 - 2025 adalah terwujudnya kelembagaan kehutanan yang mantap sebagai salah satu komponen penting dalam keberhasilan penyelenggaraan pembangunan kehutanan. Kelembagaan kehutanan yang mantap tidak saja

mempermudah dalam hal pengelolaan dan pencatatan keuangan sekolah diperlukan suatu sistem informasi. Dengan sistem informasi pengelolaan keuangan sekolah ini, diharapkan bisa membantu proses pengelolaan keuangan dari tahap pembuatan rencana anggaran, pencatatan dana masuk/keluar, sampai dengan pembuatan laporan.

ISO 14001:2015 Standard Overview Understand the environmental management system standard and how to apply the framework in your business. An effective environmental management system takes more than a single software solution or achieving a certificate for the wall. It takes time, energy, commitment and investment. Qualsys’ software and solutions provide your entire organisation with the .