REL KERETA API DAN HUNIAN (Studi Penataan Hunian Di Bantaran Rel . - UMS

1y ago
10 Views
2 Downloads
849.97 KB
20 Pages
Last View : 19d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Jewel Payne
Transcription

REL KERETA API DAN HUNIAN(Studi Penataan Hunian di Bantaran Rel Kereta Api KelurahanJebres)Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata IIpada Jurusan Magister Ilmu Hukum Sekolah PascasarjanaOlehDyana Lifiani Patriana BhaktiNIM. R 100160019PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUMSEKOLAH PASCASARJANAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2018

HALAMAN PERSETUJUANREL KERETA API DAN HUNIAN(Studi Penataan Hunian di Bantaran Rel Kereta Api KelurahanJebres)PUBLIKASI ILMIAHOleh:Dyana Lifiani Patriana BhaktiR 100 160 019Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:Pembimbing IProf. Dr. Harun, S.H., M.Hum.Pembimbing IIDr. Kelik Wardiono, S.H., M.H.i

HALAMAN PENGESAHANREL KERETA API DAN HUNIAN(Studi Penataan Hunian di Bantaran Rel Kereta Api KelurahanJebres)UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTAOLEHDYANA LIFIANI PATRIANA BHAKTIR 100160019Telah dipertahankan di depan Dewan PengujiProgram Studi Magister Ilmu HukumUniversitas Muhammadiyah SurakartaPada hari Senin, 6 Agustus 2018Dan dinyatakan telah memenuhi syaratDewan Penguji:1. Prof. Dr. Harun, S.H., M. Hum.(Ketua Dewan Penguji)2. Dr. Kelik Wardiono, S.H., M.H.(Anggota I Dewan Penguji)3. Wardah Yuspin, S.H., M.Kn., Ph.D(Anggota II Dewan Penguji)Direktur,Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd.NIK.ii(.)(.)(.)

PERNYATAANDengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karyayang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kemagisteran di perguruan tinggiUniversitas Muhammadiyah Surakarta dan sepanjang pengetahuan saya juga tidakterdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,maka saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.Surakarta, 25 Juli 2018Penulis,DYANA LIFIANI PATRIANA BHAKTIR100160019iii

REL KERETA API DAN HUNIAN(Studi penataan Hunian di Bantaran Rel Kereta Api Kelurahan Jebres)AbstrakPerumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pertambahanpenduduk di daerah perkotaan mengakibatkan meningkatnya kebutuhanakan perumahan. Hal tersebut turut mendukung terbatasnya ketersediaanlahan serta meningkatnya harga lahan. Bagi masyarakat berpenghasilanrendah, menempati lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang kota dan tidaklayak huni merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan akanperumahan. Salah satunya yaitu dengan menempati secara ilegal lahan dibantaran rel kereta api. Bantaran rel kereta api merupakan kawasanpenunjang operasional kereta api. Pendirian hunian di bantaran rel kereta apimelanggar ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentangPerkeretaapian. Kebijakan penertiban hunian di bantaran rel kereta api diKelurahan Jebres sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 56Tahun 2017 belum memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yangterkena dampak. Merujuk pada teori utilitarianisme, kebijakan penataanruang sebisa mungkin memberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya bagimasyarakat. Konsep rumah deret susun sewa dapat menjadi alternatif bagiPemerintah serta PT KAI (Persero) dalam mengatasi permukiman bantaranrel kereta api serta penyediaan perumahan bagi masyarakat.Kata kunci: Bantaran Rel Kereta Api, Hunian, Penataan RuangAbstractHousing is one of the basic human needs. Population growth in urban areascauses in increased housing demand. It also caused limited availability ofland and increased land prices. For low-income people, inhabiting land thatis incompatible with urban spatial planning and unhabitable is one of thesolutions to meet their housing needs, for example occupying on the railwayland. Railroad border are areas that serve as rail operational supporters.Establishing housing in railway land violates the provisions of Act number27 of 2007 on railways. The policy of eviction of illegal occupancy inrailway land as regulated in Presidential Regulation Number 56 of 2017has not provided legal protection for affected communities. Referring to thetheory of utilitarianism, the policy of spatial arrangement should be asmuch as possible to provide as much as benefit to the community. Flatsrental can be an alternative solution for government in addressing illegalsettlements in railway land.Key words: Railway Land, Settlement, Spatial Planning1

1. PENDAHULUANPerumahan merupakan kebutuhan dasar di samping sandang dan pangan.1Perumahan tidak hanya semata-mata menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasarmanusia, tetapi lebih dari itu dapat menjadi tempat dalam pembentukan watak dankepribadian bagi manusia dan peningkatan kehidupan dan penghidupan manusia.2Rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan dalam arti fisik, melainkan jugatempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, segikehidupan masyarakat.3Pertambahan penduduk daerah perkotaan mengakibatkan kebutuhan sarana danprasarana perkotaan semakin meningkat terutama kebutuhan perumahan. Di lainpihak, kebutuhan perumahan daerah perkotaan selalu meningkat dengan pesat.4Dengan meningkatnya kebutuhan perumahan tentunya akan mengakibatkansemakin terbatasnya ketersediaan lahan serta minimnya infrastruktur kota(termasuk jalan, air, drainase dan listrik) menghambat lajunya pembangunanperumahan formal. Hal-hal tersebut turut mendukung mahalnya harga lahan yangterdapat di perkotaan. Sehingga mendorong masyarakat di perkotaan untukmenghuni kawasan-kawasan yang tidak sesuai dengan tata ruang kota dan tidaklayak huni yaitu dengan menempati lahan secara ilegal seperti lokasi sepanjangbantaran sungai dan bantaran rel kereta api.Pada Kota Surakarta sendiri, pemukiman liar banyak yang didirikan di bantaranrel kereta api. Lahan tersebut merupakan milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI)dan berfungsi sebagai pelindung badan kereta api dari kerusakan, gangguan sertasebagai cadangan untuk pengembangan di masa yang akan datang. Hal tersebutmengakibatkan berubahnya fungsi guna lahan yang telah ditetapkan, sehinggamenimbulkan dampak negatif seperti munculnya berbagai kerusakan dangangguan badan rel kereta api serta kurangnya tingkat keamanan bagi penghuni.Dari data yang dimiliki PT KAI Daop VI, terdapat 4.000 KK atau rumah warga di1C. Djemabut Blaang, 1986, Perumahan dan Pemukiman Sebagai Kebutuhan Pokok, YayasanObor Indonesia, hal. 42Urip Santoso, 2014, Hukum Perumahan, Jakarta: Kencana, hal. 23Eddy Marek Leks, 2013, Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan TentangPerumahan Rakyat, Jakarta: Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan PembinaanHukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, hal. 274Bambang Panudju, 1999, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta MasyarakatBerpenghasilan Rendah, Bandung: Penerbit Alumni, hal. 12

bantaran rel tersebut. Baik itu untuk tempat tinggal, tempat usaha, maupungudang.5 Data yang berhasil dihimpun, diKelurahan Purwosari 155 KK,Kelurahan Purwodingratan 80 KK dan Kelurahan Kestalan lebih dari 60 KK.Sementara jumlah warga di Kelurahan Mangkubumen, Tegalharjo, Jagalan danGilingan ada sekitar puluhan KK. Serta di Kelurahan Jebres terdapat ratusan KK.6Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian telah mengaturlarangan bagi siapapun untuk mendirikan pemukiman di bantaran rel kereta api.Ketentuan tersebut dimuat dalam Pasal 178 yang menyatakan bahwa :” Setiaporang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, bangunanlainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalurkereta api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakankeselamatan perjalanan kereta api.” Begitu pula pada Undang-Undang Nomor 1Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Pasal 140 menyatakanbahwa: “Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman ditempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.”Yang dimaksud dengan “tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya”antara lain, sempadan rel kereta api, bawah jembatan, daerah Saluran UdaraTegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Daerah Sempadan Sungai (DSS), daerahrawan bencana, dan daerah kawasan khusus seperti kawasan militer.Meskipun telah memuat secara tegas mengenai larangan pendirian pemukiman dibantaran rel kereta api, kedua peraturan perundang-undangan tersebut belumberjalan secara maksimal. Semakin bertambahnya pemukiman di bantaran relkereta api juga disebabkan oleh pembiaran dan kurangnya pengawasan oleh PTKAI sebagai pemilik lahan.Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah pertama,untukmengetahui gambaran hunian di bantaran rel kereta api Kelurahan Jebres. Kedua,untuk mengetahui konsep penataan hunian di bantaran rel kereta api di KelurahanJebres.5Joglo Semar, Jumat 01 Maret 2013: Pengajuan Sewa Lahan KAI Distop, lahan-kai-distop.html , diakses hari Senin, 17 April2017, pukul 19:45 WIB6Tribun Jogja, Rabu, 18 Januari 2012 : Kelurahan Mulai Data Warga Pinggir Rel, han-mulai-data-warga-pinggir-rel, diakses hariSenin, 17 April 2017, pukul 19:403

2. METODEMetode pendekatan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridisempiris. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu dimaksudkan untukmembuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenaisuatu obyek, suatu set kondisi pada masa sekarang serta hubungan antar fenomenayang diselidiki. Dalam penelitian ini penulis menggambarkan mengenai hunian dibantaran rel kereta api dan konsep penataan hunian di bantaran rel kereta api diKelurahan Jebres memberikan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pejabat yang berwenang dilokasi penelitian yang penulis pilih yaitu pada Kantor PT KAI (Persero) Daop VIYogyakarta serta fakta yang ada pada masyarakat Kelurahan Jebres yangmenempati lahan di garis sempadan jalan rel kereta api. Data sekunder diperolehmelalui studi kepustakaan yang berkaitan dengan obyek kajian penelitianData tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan metode analisa kualitatifyang mana proses penganalisaan data tersebut dilakukan melalui beberapa tahap,yaitu: Pertama, peneliti melakukan pengumpulan data primer dengan carawawancara mendalam terhadap narasumber yang memiliki pengetahuan terhadapmasalah penelitan dan pengumpulan data sekunder. Kedua, reduksi data denganmemilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencaritema dan pola, serta membuang yang dianggap tidak perlu. Dengan demikian,data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesifik danmempermudah penulis melakukan pengumpulan data serta mencari data tambahanjika diperlukan. Ketiga, penyajian data dalam bentuk teks naratif yang disusunsecara sistematis dan logis. Keempat, pengambilan kesimpulan.3. HASIL DAN PEMBAHASANLokasi yang menjadi wilayah studi adalah permukiman yang berada di sepanjanggaris sempandan jalan rel kereta api di kawasan Stasiun Jebres atau lebih tepatnyadi RT 01, RT 02, dan RT 03 RW VII Kampung Petoran, Kelurahan Jebres,Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut:Batas Utara: Kampung Petoran, Kelurahan Jebres4

Batas Selatan : Kelurahan JagalanBatas Timur: Kelurahan Pucang SawitBatas Barat: Kampung Tegalrejo, Kelurahan JebresPermukiman yang berada di sepanjang rel kereta api ini merupakan permukimanyang berdiri di atas tanah milik PT Kereta Api Indonesia Persero (PT KAI).Permukiman tersebut berjarak sangat dekat dengan rel kereta api yaitu 1 (satu)hingga 2 (dua) meter dari rel kereta api, dengan bangunan rumah yang bersifatsemi permanen dan permanen. Permukiman di sepanjang rel kereta api ini mulaimuncul sejak tahun 1977.7 Sebelum bangunan-bangunan tersebut muncul, tanahdi sepanjang rel kereta api di Kampung Petoran masih berupa lahan kosong yangtidak terawat dengan kondisi permukaan tanah yang tidak rata.8 Lahan tersebutkemudian dimanfaatkan oleh warga untuk mendirikan bangunan baik untuktempat tinggal maupun tempat usaha.Sempadan jalan rel kereta api yang digunakan oleh warga untuk mendirikanpermukiman merupakan kawasan yang berfungsi sebagai pengamanan dankelancaran operasi kereta api. Dengan adanya bangunan permukiman tentunyamengganggu kelancaran operasional kereta api serta sangat berbahaya bagikeselamatan dan kesehatan warga mengingat jarak bangunan yang sangat dekatdengan jalan rel kereta api.Pendirian bangunan di garis sempadan rel kereta api telah melanggar ketentuantentang batasan larangan untuk membangun atau mendirikan bangunan di dekatjalan rel kereta api. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 42 Ayat (1) Undangundang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menyatakan ruangmilik jalur kereta api adalah bidang tanah di kiri dan di kanan ruang manfaat jalurkereta api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel. Ruang milikjalur kereta api di luar ruang manfaat jalur kereta api dapat digunakan untukkeperluan lain atas izin dari pemilik jalur dengan ketentuan tidak membahayakankonstruksi jalan rel dan fasilitas operasi kereta api. Dalam penjelasan pasaltersebut menyatakan bahwa batas ruang milik jalur kereta api merupakan ruang di7Pardi, Warga RT 03 RW 07 Kelurahan Jebres, Wawancara Pribadi, 17 Januari 2018 10:05 WIBSumiyem, Warga RT 02 RW 07 Kelurahan Jebres, Wawancara Pribadi, 17 Januari 2018, pukul14:30 WIB85

sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 6(enam) meter. Selanjutnya Pasal 44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007tentang Perkeretaapian yang menyatakan, “Ruang pengawasan jalur kereta apisebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c adalah bidang tanah atau bidanglain di kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api untuk pengamanan dankelancaran operasi kereta api.” Pasal 45 menyatakan bahwa,” batas ruangpengawasan jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak pada permukaan tanahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur dari batas palingluar sisi kiri dan kanan daerah milik jalan kereta api.” Dalam penjelasan pasaltersebut menyartakan bahwa batas rung pengawasan jalur kereta api merupakanruang di sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta api yang lebarnya palingrendah 9 (sembilan) meter.Ketentuan tersebut kemudian dipertegas oleh Pasal 178 Undang-undang Nomor23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyatakan bahwa:” Setiap orangdilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, bangunanlainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalurkereta api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakankeselamatan perjalanan kereta api”. Terdapat ketentuan pidana bagi setiap orangyang mendirikan bangunan di garis sempadan rel kereta api yaitu terdapat dalamPasal 192, bahwa ”Setiap orang yang membangun gedung, membuat tembok,pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, ataumenempatkan barang pada jalur kereta api, yang dapat mengganggu pandanganbebas dan membahayakan keselamatan perjalanan kereta api sebagaimanadimaksud dalam Pasal 178, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)tahun atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.Larangan pendirian hunian di bantaran rel kereta api juga terdapat pada UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Pasal140 menyatakan bahwa: “Setiap orang dilarang membangun, perumahan,dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagibarang ataupun orang.” Yang dimaksud dengan “tempat yang berpotensi dapatmenimbulkan bahaya” antara lain, sempadan rel kereta api, bawah jembatan,daerah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Daerah Sempadan6

Sungai (DSS), daerah rawan bencana, dan daerah kawasan khusus sepertikawasan militer. Ketentuan pidana terdapat pada Pasal 157 menyatakan, “Setiaporang yang dengan sengaja membangun perumahan, dan/atau permukiman ditempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, dipidana dengan pidana kurunganpaling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah)”.Pendirian hunian pada bantaran atau sempadan rel kereta api juga tidak sesuaidengan kebijakan tata ruang dimana area tersebut ditujukan untuk ruang terbukahijau (RTH). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:05/Prt/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang TerbukaHijau di Kawasan Perkotaan garis sempadan rel kereta api diarahkan untuk jalurhijau/ ruang terbuka hijau (RTH) yang memiliki fungsi utama untuk membatasiinteraksi antara kegiatan masyarakat dengan jalan rel kereta api.Selain ketentuan di atas pendirian hunian di bantaran rel kereta api juga telahmelanggar ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun2013 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11Tahun 2004 tentang Garis Sempadan dan Peraturan Daerah Kota SurakartaNomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SurakartaTahun 2011-2031, yaitu sebagai berikut:Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perubahanatas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2004 tentang GarisSempadan:Pasal 23 Ayat (1):”Ruang manfaat Jalur Kereta Api terdiri atas jalan rel danbidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri kanan atas danbawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitasoperasi kereta api beserta bangunan pelengkap lainnya”.Pasal 23 Ayat (2): “Ruang Milik Jalur Kereta Api terdiri atas jalan rel yangterletak pada permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, dan di ataspermukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan serta bagianbawah dan atas ruang manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling sedikit 6(enam) meter digunakan untuk pengaman konstruksi jalan rel”.7

Pasal 23 Ayat (3): “Ruang Pengawasan Jalur Kereta Api terdiri atas bidangtanah atau bidang lain yang terletak pada permukaan tanah diukur dari bataspaling luar sisi kiri dan kanan ruang milik jalur kereta api, masing-masingselebar 9 (sembilan) meter”.Pasal 62 Ayat (1):“Garis Sempadan Bangunan terhadap Jalur Kereta Apiditentukan 9 (sembilan) meter dari batas daerah milik jalur rel kereta api yangterdekat”.Pasal 77 Ayat (1): “Barangsiapa melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18,Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34,Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42,Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50,Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54 Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58,Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Psal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 67,Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71 diancam dengan pidana kurungan palinglama 6(enam) bulan atau denda paling tinggi Rp 50.000.000,00 (lima puluh jutarupiah)dengan atau tidak merampas barang-barang tertentu untuk daerah kecualiditentukan dalam peraturan perundang-undangan”.Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana TataRuang Wilayah Kota Surakarta Tahun 2011-2031 yang menyatakan:Pasal 61 Huruf c: “Zona milik jalan kereta api, ditetapkan untuk jalan kereta apipada sisi kiri dan kanan selebar 6 (enam) meter untuk jalan rel kereta api yangterletak di permukaan tanah.”Pasal 61 Huruf e:“Zona ruang pengawasan jalan kereta api, ditetapkan untukpengamanan dan kelancaran operasi kereta api pada sisi kiri dan kanan selebar 9(sembilan) meter dari daerah milik jalan kereta api dan dilarang untuk kegiatanyang mengganggu operasional kereta api.”Peraturan-perundang undangan tersebut diatas, dalam penegakan hukumnya,terlihat sulit untuk dilaksanakan secara kaku/represif karena adanya benturankepentingan antara masyarakat dengan pemerintah. Penegakan hukum merupakan8

rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yangmenjadi tujuan hukum nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitasnyata (dapat diimplementasikan atau tidak). Penegakan hukum sebagai saranauntuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkanagar hukum mampu bekerja dan mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum.Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai-nilai hukum tersebut merupakanancaman bahaya akan bangkrutnya hukum yang ada. Hukum yang miskinimplementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjarak serta terisolasi darimasyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadibarometer legitimasi hukum di tengah realitas sosialnya.3.1 Kebijakan Penataan Hunian di Bantaran Rel Kereta ApiSelain menggagu kelancaran operasional kereta api, adanya hunian ilegal dibantaran rel kereta api menjadi penghalang bagi pembangunan proyek yangdilakukan oleh pemerintah, karena lahan yang akan digunakan oleh pemerintahtelah didirikan bangunan oleh warga. Dari hasil wawancara dengan StaffPenjagaan Aset PT KAI (Persero) Daop VI Yogyakarta, PT KAI (Persero)bersama dengan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan berencana akanmenertibkan sejumlah hunian liar di bantaran kereta api di Kota Surakarta. Haltersebut berkaitan dengan adanya dua proyek stategis nasional yang akandibangun di Kota Surakarta yaitu proyek double track (rel ganda) dan proyekkereta bandara. Untuk Kelurahan Jebres sendiri akan terkena proyekpembangunan double track (rel ganda). PT KAI (Persero) berencana akanmenertibkan hunian ilegal di Kampung Petoran yang berjarak 6 (meter) dari jalurrel kereta api, nantinya PT KAI (Persero) akan membangun tembok pembatassehingga tidak ada lagi hunian yang berjarak sangat dekat dengan rel kereta api.Bagi warga yang terkena dampak akan diberikan ganti rugi sesuai denganPeraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2017 tentang Penanganan Dampak SosialKemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Proyek StrategisNasional.99Bapak Teguh Santoso, Staff Bagian Penjagaan Aset PT KAI (Persero) Daop VI Yogyakarta,Wawancara Pribadi, tanggal 12 Februari 2018, pukul 08:30 WIB9

Penataan ruang selalu disertai atau menimbulkan penggusuran terhadap kelompoktertentu. Pembebasan lahan yang juga berarti penggusuran penduduk setempat,dapat berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi, dan ketertiban yang negatif,baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang sebagai wujudpergolakan dari warga yang tergusur. Artinya penataan ruang dengan fenomenatersebut belum mampu menyelesaikan masalah, melainkan hanya memindahkanatau menggantikan masalah dengan masalah lain.10 Penggusuran tanpapermukiman kembail menghasilkan permukiman ilegal di daerah pinggiran kotaatau di permukiman kumuh yang sudah terbentuk.11Apabila penggusuran terpaksa ditempuh untuk pembangunan, diupayakan agarmereka yang tergusur disediakan tempat yang pasti dimana mereka akan pindahatau dipindahkan. Ganti kerugian yang (meskipun dipandang) layak saja tidaklahcukup. Harus ada jaminan bahwa mereka yang tergusur bukan berada pada posisikorban penataan ruang, melainkan mereka menjadi yang ikut menikmatipertambahan nilai akibat penataan ruang tersebut.12Perumahan yang layak merupakan hak asasi manusia yang pemenuhannyadijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Pasal 28H Ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahirdan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dansehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Indonesia telahmeratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya(Internationan Convenan on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR)yaitu melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang PengesahanKovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kovenan EKOSOB).Pasal 11 Kovenan EKOSOB menjamin hak setiap warga negara untukmendapatkan kesejahteraan hidup yang layak, termasuk hak atas perumahan yanglayak. Pasal 2 Ayat (1) Kovenan EKOSOB menyatakan bahwa “Setiap NegaraPihak pada Kovenan ini, berjanji untuk mengambil langkah-langkah, baik secaraindividual maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, khususnya10A.M. Yunus Wahid, 2014, Pengantar Hukum Tata Ruang, Jakarta: Penerbit Kencana, hal. 35UNESCAP dan UN-HABITAT, 2008, Housing the Poor in Asian Cities, Quick Guide 4,Nairobi: United Nations Office, hal. 812A.M. Yunus Wahid, Op.Cit., hal. 721110

dibidang ekonomi dan teknis sepanjang tersedia sumber dayanya, untuk secaraprogresif mencapai perwujudan penuh dari hak-hak yang diakui oleh Kovenan inidengan cara-cara yang sesuai, termasuk dengan pengambilan langkah-langkahlegislatif”.Lebih lanjut, ketentuan Komentar Umum PBB Nomor 7 Tahun 1997tentang Penggusuran Paksa terhadap Pasal 11 Kovenan EKOSOB dan UnitedNations Basic Principles and Guidelines on Development Based Evictions andDisplacement telah mengatur mengenai stardar hak asasi manusia bagi wargayang menjadi korban penggusuran. Namun ketentuan-ketentuan hak asasimanusia tersebut belum diadopsi dalam peraturan perundang-undangan nasional.Standar penggusuran yang diatur dalam ketentuan Komentar Umum PBB Nomor7 Tahun 1997 tentang Penggusuran Paksa terhadap Pasal 11 Kovenan EKOSOByaitu ada musyawarah sejati yang tulus antara kedua belah pihak; adapemberitahuan yang lengkap dan rasional tentang rencana penggusuran; adaalternatif solusi pindah yang menjamin kualitas hidup yang setidaknya samabaiknya atau lebih baik dari tempat sebelumnya; ada kehadiran perwakilanpemerintah yang hadir saat penggusuran berlangsung; ada data-data korban yanglengkap dan transparan; tidak dilakukan pada saat cuaca buruk dan/atau malamhari; ada peluang pemulihan hukum bagi warga terdampak; ada bantuan hukumyang disediakanolehPemerintah untukmenuntutkompensasisetelahpenggusuran dilaksanakan.Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2017 tentang Penanganan Dampak SosialKemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Proyek StrategisNasional yang dijadikan dasar hukum bagi Pemerintah untuk melakukanpenggusuran belum mengadopsi ketentuan hak asasi manusia tersebut. Tujuandibentuknya Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2017 adalah untukmempercepat penyediaan tanah yang diperlukan untuk pembangunan proyekstrategis nasional yang seringkali terhambat karena tanah yang akan digunakantelah dikuasai oleh masyarakat. Namun ketentuan tersebut justru kurangmemberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi masyarakatterdampak. Dalam peraturan tersebut tidak memberikan kesempatan bagimasyarakat untuk menawarkan solusi yang mereka inginkan, tidak adanyapeluang pemulihan hukum serta bantuan hukum bagi masyarakat terdampak.11

Hukum mungkin memang berpihak kepada pemerintah selaku pemilik legal tanahtersebut dan memang mereka yang mempunyai hak untuk melakukanpembangunan di atasnya, akan tetapi penggusuran tanpa adanya permukimankembali adalah cara yang paling tidak efektif untuk menyelesaikan masalahbenturan kepentingan antara kebutuhan pembangunan kota dan kebutuhan kaummiskin akan perumahan.Penataan ruang yang baik dan optimal adalah penataan ruang yang sekaligusdapat mencapai tujuan sosial dan ekonomi dan meningkatkan kualitas lingkunganhidup, bukan justru mengorbankan kelompok yang secara ekonomi dan sosialberada pada posisi yang lemah. Dengan demikian, tujuan penataan ruangsebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007tentang Penataan Ruang, bahwa disamping sebagai upaya pemanfaatan ruangsecara terpadu bagi semua kepentingan, penataan ruang juga harus memenuhi asaspersamaan keadilan dan perlindungan hukum.13Sebagaimana menurut teorikemanfaatan yaitu “ it tends to produce benefit, advantage, pleasure, good orhappiness or to prevent the happening of mischief, pain, evil or unhappinessto the party whose interest considered, Law should be designed and implementedto maximimize the total quantum of happiness over pain in a community.”14Merujuk pada pandangan tersebut, kebijakan penataan ruang sebisa mungkinmemberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi masyarakat. Oleh karena itudiperlukan alternatif penataan hunian di bantaran rel kereta api yang dapatmemberikan perlindungan hak atas hunian yang layak bagi masyarakat tanpaharus menghalangi proses pembangunan kota yang dilakukan oleh pemerintah.3.2 Konsep Penataan Hunian Bantaran Rel Kereta ApiKonsep rumah deret susun sewa dapat dijadikan alternatif bagi para pemukim dibantaran rel kereta api. Konsep ini telah diterapkan di beberapa negara yangmempunyai permasalahan yang sama yaitu permukiman ilegal di bantaran relkereta api. Salah satu negara yang menerapkan konsep ini adalah negara India.Untuk meningkatkan sistem kereta api di kota Mumbai, beberapa permukiman liar13Ibid., hal. 36Muchsin dan Imam Koeswahyono, 2008, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penataagunaan Tanahdan Penataan Ruang, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1231412

di dekat rel tersebut ditandai untuk dihancurkan di bawah proyek transportasi kotayang dibiayai oleh Bank Dunia. Dengan bantuan dari sebuah LSM untukMempromosikan Pusat Sumber Daya Daerah, Federasi Nasional PenghuniPermukiman Kumuh dan Kolektif Mahila Milan, sebanyak 1.400 rumah tanggapermukiman kumuh ilegal dapat menegosiasikan alternatif perumahan beruparumah deret susun dengan jaminan kepemilikan lahan jangka panjang yangberjarak hanya beberapa kilometer dari lokasi awal. Proses pemindahanpermukiman ini dikelola seluruhnya oleh orang-orang yang terkena dampak,dengan kerjasama antar pemangku kepentingan. Sebuah proyek pemindahan relkereta api di Mumbai tersebut menunjukkan bahwa meningkatkan infrastrukturkota tidak perlu dilakukan dengan memaksa kaum miskin untuk pindah, namundengan investasi kreativitas dan kerjasama memungkinkan bagi kota untukmenyediakan perumahan yang aman dan permanen bagi kaum miskin yangdipindahkan oleh proyek tersebut.15Pemerintah dapat

Permukiman yang berada di sepanjang rel kereta api ini merupakan permukiman yang berdiri di atas tanah milik PT Kereta Api Indonesia Persero (PT KAI). Permukiman tersebut berjarak sangat dekat dengan rel kereta api yaitu 1 (satu) hingga 2 (dua) meter dari rel kereta api, dengan bangunan rumah yang bersifat semi permanen dan permanen.

Related Documents:

Dalam perencanaan jalur kereta api seringkali harus berhadapan dengan pembangunan jalur jembatan kereta api pada lokasi tertentu. Perencanaan jembatan rel kereta api sangat diperlukan dalam pemilihan desain dan analisa struktur yang baik karena bentang yang cenderung panjang dan beban yang besar apalagi untuk dua jalur kereta.

3 bentang masing masing 32 meter dan pembuatan jalur ganda kereta api baru. Peraturan pembebanan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Perhubungan no 60 tahun 2012 tentang Persyaratan teknis jalur kereta api, Peraturan Dinas no 10 tahun 1986 PT. Kereta Api Indonesia, Rencana Muatan 1921, Peraturan Umum mengenai

pelayanan barang - barang kiriman dan tanpa ada kesempatan kereta api yang saling bersilangan. Kereta api cepat antar kota tidak berhenti di stasiun kecil. Contohnya, Stasiun Kereta Api Singosari. Berikut contoh skema emplasemen stasiun kecil dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Contoh Skema Emplasemen Stasiun Kecil. Sumber: Utomo, 2013. b.

Perencanaan geometri jalan rel merujuk pada standar PT KA: Peraturan Dinas No 10 (PD 10) Lebar Sepur . permukaan teratas kepala rel. Lengkung Horisontal Pada saat kereta api berjalan melalui lengkung horizontal, timbul gaya sentrifugal ke arah luar yang berakibat : 1. Tekanan rel luar rel dalam. 2. Keausan rel luar rel dalam 3 .

Gambar 4.1. Site Plan Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Stasiun Blitar - Stasiun Rejotangan. 40 Gambar 4.2. Site Plan Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Stasiun ngunut - Stasiun Tulungagung. 41 Gambar 4.3. Site Plan Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Stasiun

1 HUBUNGAN SHIFT KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA BAGIAN DAILY CHECK DI PT.KERETA API DAERAH OPERASI VI YOGYAKARTA DIPO KERETA SOLO BALAPAN Abstrak Kerja shift pada pekerja di PT.Kereta Api Daerah Operasi VI Yogyakarta DIPO Kereta Solo Balapan sering me

itu diperlukan perencanaan jalur ganda. Pe rencanaan jalur ganda kereta api Stasiun Malang Kota Baru - Stasiun Wonokromo ini direncanakan dengan mengacu pada Peraturan Dinas Perusahaan Jawatan Kereta Api no.10 tahun 1986 tentang perencanaan konstruksi jalan rel serta Peraturan Menteri Perhubungan no PM 60

The API is most useful when there is a need to automate a well-defined workflow, such as repeating the same tasks to configure access control for new vRealize Operations Manager users. The API is also useful when performing queries on the vRealize Operations Manager data repository, such as retrieving data for particular assets in your virtual environment. In addition, you can use the API to .