APAKAH INCUMBENT MEMANFAATKAN ANGGARAN

2y ago
33 Views
2 Downloads
538.46 KB
25 Pages
Last View : 22d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Abby Duckworth
Transcription

APAKAH INCUMBENT MEMANFAATKAN ANGGARAN PENDAPATAN DANBELANJA DAERAH (APBD) UNTUK MENCALONKAN KEMBALI DALAMPEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PEMILUKADA)Irwan Taufiq RitongaMansur Iskandar Alam(Program Magister Akuntansi FEB-UGM)AbstractThe phenomenon of money politic activity needs greater attention, especially when theincumbent become the candidate during the regional election process. Being nominated ascandidates in the regional election, those incumbents have a tendency to “politicize thebudget” in the local government budget preparation. The incumbents have greatopportunities to misuse several budget posts to support their personal needs. Grant andsociety support budgets become the mainly chosen strategies used by the incumbentcandidates to win the elector’s hearts and gather their voices during the election periods.This study is aimed at investigating (1) whether differences exist in allocating thegrant and society support budgets within the incumbent local government budget before andduring the process of regional election; (2) whether differences exist in allocating the grantand society support budgets during the regional election process between the incumbent andnon-incumbent candidates. This study applied the purposive sampling method to analyze theregencies and cities practicing the regional election process involving the incumbent andnon-incumbent candidates in Indonesia. The objects investigated are grant and societysupport budgets within the local government budget of 2009-2010 periods. The data wereanalyzed using statistical hypothesis paired sample t-test and independent sample t-test withα 5%.The results of the study are (1) allocation of grant expenditure budget in incumbentregions during the process of the regional election was higher than grant expenditrurebudget allocation before the process of the regional election process. (2) allocation of societysupport expenditure budget in incumbent regions during the process of the regional electionprocess was higher than the budget allocation before the process of the regional electionprocess. (3) grant expenditure budget allocation period in incumbent regions during theprocess of the regional election process was higher than the budget allocation for the nonincumbent regions during the process of the regional election process. (4) society supportexpenpenditure budget allocation in incumbent regions during the process of the regionalelection process was higher than the budget allocation of the same regions before the processof the regional election process.Keywords: Regional Election, Local Government Budget, Grant Expenditure Budget, SocietySupport Expenditure Budgets.1

I. PENDAHULUANSejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 telah dilaksanakan Pemilihan Umum KepalaDaerah (PEMILUKADA) secara langsung di 314 daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota diIndonesia (The Indonesian Power for Democrasy & Konrad Adenauer Stiftung, 2009).Efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilukada belum pernah dievaluasi secara seriusbaik Pemerintah Pusat maupun Dewan Perwakilan Rakyat. Beberapa kalangan berpendapatbahwa pemilukada langsung di beberapa daerah di Indonesia memberikan beban keuangansangat besar bagi daerah.Fenomena politik uang dalam pemilukada perlu dicermati lebih jauh. Dugaan potensipenyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) akan meningkat ketika parakepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada periode pertama lalu maju kembalisebagai calon incumbent berada pada masa titik krusial, mengingat mereka harusberkompetisi lagi agar tidak terpental tampuk kekuasaannya. Sebagai calon kepala daerahpada pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), incumbent cenderung untuk melakukan“politisasi anggaran”. Sebagai calon kepala daerah incumbent tentunya memiliki peluangbesar dalam manfaatkan pos-pos belanja pada APBD untuk kepentinganya. Belanja Hibah(BH) dan Belanja Bantuan Sosial (BBS), merupakan salah satu pos belanja yang dapatdipakai bagi calon kepala daerah incumbent untuk memikat hati mayarakat pemilih untukmendapatkan dukungan. Alasan ini cukup mendasar karena dalam Permendagri 59 tahun2007 yang merupakan revisi Permendagri 13 tahun 2006, kedua jenis belanja ini merupakanbagian dari komponen belanja tidak langsung (BTL) yang penyalurannya tidak melaluiprogram dan kegiatan, belanja-belanja ini bersifat tidak mengikat dan tidak secara terus2

menerus, seperti bantuan kepada organisasi/lembaga/ kelompok masyarakat dan kepemudaan,bantuan kepada tokoh masyarakat /perorangan, serta partai politik. Belanja hibah dan belanjabantuan sosial dalam APBD dialokasikan tidak berdasarkan tolok ukur kinerja dan targetkinerja, maka penentuan besaran/jumlah anggarannya bahkan cenderung “subjektif”. Hal itumenyebabkan pengalokasianya anggarannya lebih karena discretionary power yang dimilikioleh kepala daerah.Berdasarkan permasalahan yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalahapakah incumbent memanfaatkan APBD, khususnya Belanja Bantuan Sosial (BBS) danBelanja Hibah (BH) untuk pencalonanya kembali? Untuk menjawab permasalahan diatas,maka tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendapatkan bukti empiris apakah terdapatperbedaan antara alokasibelanja hibah dan belanja bantuan sosialdalam APBDKabupaten/Kota di Indonesia sebelum dan pada saat pelaksanaan pemilihan umum kepaladaerah; (2) untuk mendapatkan bukti empiris apakah terdapat perbedaan antara alokasibelanja hibah dan belanja bantuan sosial dalam APBD Kabupaten/Kota pada saat pemilihanumum kepala daerah dengan calon incumbent dan non incumbent.Berdasarkan pemahaman diatas, motivasi yang melandasi penelitian ini adalah perilakuoportunistik kepala daerah incumbent dalam alokasi belanja hibah dan belanja bantuan sosialdalam APBD cenderung pada self-interest saat pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah.Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi baik secara teori dan aplikasi kebijakan.Kontribusi pada tataran teori, sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi penelitipeneliti selanjutnya dalam pengembangan penelitian dibidang akuntansi sektor publik.Sedangkan kontribusi pada tataran kebijakan, bagi Pemerintah pusat yakni KementerianDalam Negeri (KEMENDAGRI), hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatifdalam menyusun regulasi untuk mengendalikan penggunaanalokasi belanja hibah danbelanja bantuan sosial bagi pemerintah daerah dalam menyusun APBD serta pihak legislatif3

daerah (DPRD) maupun stakeholder daerah lainnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahanreferensi pembanding dalam melaksanakan fungsi pengawasan pengelolaan keuangan daerah.II. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESISProses Penyusunan APBD di IndonesiaDalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,menyatakan bahwa proses penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)dimulai dengan Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD (KUA) yangmengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai landasan penyusunanRancangan Anggaran Belanja Daerah (RAPBD) kepada DPRD.Selanjutnya DPRDmembahas KUA yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan KUA yang telahdisepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafonanggaran sementara (PPAS) untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja PerangkatDaerah (SKPD). Berdasarkan KUA dan PPAS yang telah disepakati antara PemerintahDaerah dan DPRD, Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dananggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA-SKPD) dengan pendekatan berdasarkanprestasi kerja yang akan dicapai. RKA selanjutnya disampaikan kepada DPRD untuk dibahasdalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan RKA disampaikan kepadapejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Perda tentangAPBD tahun berikutnya. Setelah Ranperda APBD tersusun, pemerintah daerah mengajukanRanperda tentang APBD tersebut disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnyakepada DPRD.Penganggaran Belanja Hibah dalam APBDMenurut Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 Belanja Hibah digunakan untukmenganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada4

pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yangsecara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja hibah bersifat bantuan yang tidakmengikat/tidak secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yangditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah. Hibah kepada pemerintah daerah lainnyadan kepada perusahaan daerah, badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompokmasyarakat/perorangan dikelola dengan mekanisme APBD sesuai dengan peraturanperundang-undangan.Kriteria alokasi belanja hibah dalam APBD adalah (a) Pemberian hibah dalam bentuk uangdapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanjaurusan wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) yang ditetapkan dalamperaturan perundang-undangan; (b) Pemberian hibah dalam bentuk barang dapat dilakukanapabila barang tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis bagi pemerintah daerah yangbersangkutan tetapi bermanfaat bagi pemerintah atau pemerintah daerah lainnya dan/ataukelompok masyarakat/perorangan; (c) Pemberian hibah dalam bentuk jasa dapat dianggarkanapabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib gunamemenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan; (d) Pemberian hibah dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang atau jasa dapatdiberikan kepada pemerintah daerah tertentu sepanjang ditetapkan dalam peraturanperundang-undangan.Penganggaran Belanja Bantuan Sosial dalam APBDMenurut Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 Belanja Bantuan Sosial digunakan untukmenganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakatyang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kriteria alokasi belanja hibahdalam APBD adalah: (a) Belanja bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus/tidakberulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya;5

(b) Untuk memenuhi fungsi APBD sebagai instrumen keadilan dan pemerataan dalam upayapeningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, bantuan dalam bentuk uang dapatdianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seiuruh kebutuhan belanja urusanwajib guna terpenuhinya Standar Pelayanan Minimum yang ditetapkan dalam peraturanperundang-undangan; (c) Bantuan kepada partai politik diberikan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.Teori Pilihan Publik dan KekuasaanTeori pilihan publik memandang bahwa inti dari analisis adalah pelaku-pelakuindividu, baik yang bertindak sebagai anggota dari partai politik, kelompok kepentinganatau birokrasi, baik ketika individu itu bertindak sebagai pejabat yang diangkat lewat pemiluatau sebagai warga biasa atau sebagai pimpinan perusahaan. Di arena politik para politisi danbirokrat bertindak semata-mata untuk memperbesar kekuasaan yang dimiliki. Perspektif inibagi teori pilihan publik adalah hasil dari interaksi politik di antara para pelaku rasional(diaplikasikan dalan konsep, seperti: keyakinan, preferensi, tindakan, pola perilaku sertakumpulan dan kelembagaan ) yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri(Caparasso & levine, 2008: 322).Kekuasaan merupakan bentuk pengungkapan dari ide bahwa sesorang dapat mencapaitujuan maka ia yang harus melakukan sesuatu untuk mempengaruhi dan mengubahlingkungan sekitarnya. Menurut Caparasso & levine (1992: 392), semua konsep kekuasaandidasarkan pada ide tentang tujuan atau kepentingan. Ketika kepentingan ini didasari olehpelaku yang membuat keputusan (yaitu ketika pelaku itu secara sadar berusaha mengejarkepentingan mereka) maka dapat disebut sebagai kebutuhan (wants), pilihan (pereference),atau tujuan (goal). Namun ketika para pelaku tidak sadar tentang pentingnya berbagaidampak tertentu bagi dirinya, maka kita dapat menyebutnya sebagai kepentingan (interest).Politik Penganggaran Sektor Publik6

Penetapan suatu anggaran dapat dipandang sebagai suatu kontrak kinerja antara legislatif daneksekutif (Abdullah & Asmara, 2006; Freeman & Shoulders, 2003:94). Bagi Rubin (2000:4)penganggaran publik adalah pencerminan dari kekuatan relatif dari berbagai budget actorsyang memiliki kepentingan atau preferensi berbeda terhadap outcomes anggaran. Adanyaketerbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaranmenjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumberdaya. Menurut Mardiasmo(2009:62), penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukuprumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik,penganggaran merupakan suatu proses politik. Anggaran sektor publik merupakan instrumenakuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayaidengan uang publik.Proses paling genting dalam konteks politik yang berhubungan dengan produk politik adalahupaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu fenomena atau gejala sosialekonomi yang muncul. Pengambilan keputusan tentu saja berproses panjang. Dalam prosesinipun, pengambilan keputusan menyertakan mekanisme lobi, negosiasi, adu-argumen,hingga konflik yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan yang harus diakomodasidalam produk politik yang dihasilkan. Secara hati-hati Anderson, J.E. (1984:13-15)mengutarakan pendapatnya bahwa terdapat lima kategori yang dapat dijadikan kriteria dalammenunjukkan faktor-faktor yang melatar belakangi aktor dalam membuat atau mengambilkeputusan. Pertama, Political Values, yaitu nilai-nilai atau standar-standar politik. Pembuatkeputusan dapat mengevaluasi alternatif kebijakan untuk kepentingan partai politiknya ataukelompoknya, maka hal ini menggambarkan bagaimana nilai-nilai politis dapat merangsekmasuk dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam konteks ini keputusan diambilberdasarkan pada kalkulasi keuntungan politik di mana kebijakan dipandang sebagai alatyang menguntungkan atau alat untuk mencapai tujuan partai politik atau kelompok7

kepentingannya. Kedua, Organization Values yaitu nilai-nilai atau standar-standarorganisasional. Hal yang paling menonjol adalah,misalnya, bagaimana organisasi yangberorientasi konservatif berhadapan dengan organisasi yang berpandangan revolusioner akanmenghasilkan argumentasi-argumentasinya yang berbeda dalam penetapan keputusan.Pembuat keputusan, birokrat atau politisi, dapat juga dipengaruhi oleh nilai organisasional.Keputusan individu diarahkan melalui pertimbangan seperti keinginan untuk melihatorganisasinya tetap hidup, untuk meningkatkan atau memperluas program dan aktivitasnya,atau untuk menjaga kekuasaan serta hak-hak istimewanya. Ketiga, personal values, ataunilai-nilai personal (individu). Dalam konteks ini maka personal values menjadi logikaberpikir yang perlu juga diperhatikan dalam memahami penetapan atau pengambilankeputusan. Keempat, policy values adalah nilai-nilai atau standar-standar kebijakan yangberwarna kepentingan publik. Pembuat keputusan dapat bertindak dengan baik berdasarkanpersepsi mereka mengenai kepentingan publik atau kepercayaan pada kebijakan publik yangsecara moral benar atau pantas. Kelima, ideological values, yaitu nilai-nilai atau standarstandar ideologis. Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan nilai yang berhubungansecara logis yang memberikan gambaran sederhana mengenai dunia dan cara bertindaksebagai petunjuk bagi seseorang untuk berperilaku.Hubungan Keagenan dalam PenganggaranPenganggaran dapat dilihat sebagai transaksi berupa kontrak mandat yang diberikan kepadaagen (eksekutif) dalam kerangka struktur institusional dengan berbagai tingkatan yangberbeda. Sesuai dengan apa yang dinyatakan pada teori keagenan, bahwa pihak principal danagen memiliki kepentingan masing-masing, sehingga benturan atas kepentingan ini memilikipotensi terjadi setiap saat. Pihak agen berkemampuan untuk lebih menonjolkankepentingannya karena memiliki informasi yang lebih dibandingkan pihak principal, hal inidisebabkan karena pihak agenlah yang memegang kendali operasional di lapangan. Sehingga8

pihak agen lebih memilih alternatif yang menguntungkannya, dengan mengelabui danmembebankan kerugian pada pihak principal (Fozard, A. 2001:39-40).Pengembangan HipotesisUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, menempatkan KepalaDaerah pada posisi yang sangat kuat. Pemilukada memberikan ruang bagi calon kepaladaerah untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam Pemilukada tidak dapat dihindaripenggunaan dana publik untuk kepentingan politik. Dalam penyusunan anggaran, usulanyang diajukan oleh eksekutif memiliki muatan mengutamakan kepentingan eksekutif.Eksekutif mengajukan anggaran yang dapat memperbesar agencynya, baik dari segi finansialmaupun nonfinansial (Halim & Abdullah, 2006; Smith & Bertozzi, 1998). Menurut Irene S.Rubin (2000) dalam buku The Politics of Public Budgeting mengatakan bahwa dalampenentuan besaran maupun alokasi dana publik senantiasa ada kepentingan politik yangdiakomodasi oleh pejabat. Alokasi anggaran seringkali juga mencerminkan kepentinganperumus kebijakan terkait dengan konstituennya.Penelitian yang dilakukan oleh Manor & Crook (1998) dalam Prasojo, E. (2009:186)menyatakan bahwa dalam banyak hal, pemilihan langsung kepala daerah dan pemisahanyang tegas antara mayor (kepala daerah) dan councilor (anggota DPRD) di negara-negaraberkembang telah menyebabkan praktek-praktek pemerintahan yang semakin buruk. Faktorutamanya adalah karakteristik elite lokal yang kooptatif dan selalu menutup kesempatanpihak lain untuk berkompetisi dalam politik, pengetahuan dan kesadaran politik rakyat yangrendah, serta tidak adanya pengawasan yang terus-menerus dari DPRD terhadap kepaladaerah. Selanjutnya dipertegas oleh Prasojo, E (2009) bahwa fakor-faktor tersebut jugaterrefleksikan di beberapa daerah di Indonesia. Kooptasi kekuasaan dilakukan oleh calonincumbent dengan memanfaatkan akses birokrasi yang dimilikinya. Sementara hasil9

penelitian yang dilakukakan oleh Indonesiaan Corruption watch (ICW) bekerjasama denganUniversitas Murdoch (Kompas 14/4 2009) menemukan adanya peningkatan alokasi belanjahibah dan bantuan sosial dalam APBD pada saat pelaksanaan pemilukada tahun 2008 diKabupaten Tabanan (Bali), Kota Bau-Bau (Sulawsesi Tenggara), dan Kota Bandung (JawaBarat) diikuti dengan kemenangan calon incumbent. Berdasarkan landasan teoritis dantemuan-temuan empiris di atas, penulis untuk mengajukan hipotesis dalam penelitian inisebagai berikut:Ha1:Rasio alokasi belanja hibah daerah pemilukada incumbent pada saat pelaksanaanpemilukada lebih besar daripada rasio belanja hibah deerah pemilukada incumbent sebelumpelaksanaan pemilukada.Ha2 : Rasio alokasi belanja bantuan sosial daerah pemilukada incumbent pada saat pelaksanaanpemilukada lebih besar daripada rasio belanja bantuan sosial deerah pemilukada incumbentsebelum pelaksanaan pemilukada.Ha3 : Rasio alokasi belanja hibah pada daerah pemilukada dengan calon incumbent lebih besardaripada rasio alokasi belanja hibah pada daerah pemilukada dengan calon non incumbent.Ha4 : Rasio alokasi belanja bantuan sosial pada daerah pemilukada dengan calon incumbentlebih besar daripada rasio alokasi belanja bantuan sosial pada daerah pemilukada dengancalon non incumbent.III. METODA PENELITIANPopulasi dan Sampel PenelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah daerah propinsi/kabupaten/kota di Indonesia yangmelaksanakan pemilukada pada tahun 2010. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian inimenggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian iniadalah sebanyak 96 daerah. Sampel tersebut dapat dilihat pada lampiran dua dan lampirantiga paper ini. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi10

(1) data pemilukada Propinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2010 yang bersumber dariKomisi Pemilihan Umum (KPU), (2) data status periodejabatankepala d

dimulai dengan Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD (KUA) yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai landasan penyusunan Rancangan Anggaran Belanja Daerah (RAPBD) kepada DPRD. Selanjutnya DPRD membahas KUA yang diajukan oleh Pemer

Related Documents:

dengan anggaran kinerja (performance budgeting). Anggaran tradisional didominasi dengan penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada realisasi anggaran tahun sebelumnya, akibatnya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru.

Anggaran Dinas Kesehatan dari tahun 2004 sampai dengan 2006 cenderung menurun dan usulan anggaran tidak sesuai dengan realisasi anggaran. Proses Penyusunan dan Penetapan anggaran Dinas Kesehatan dapat dilihat dari : Penyusunan Anggaran, Perencanaan Tujuan dan sasaran, Perencanaan Operasional, Penganggaran dan Penetapan Anggaran.

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyusunan anggaran pendapatan negara, anggaran belanja negara, anggaran pembiayaan, standar biaya, dan penerimaan negara bukan pajak; d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyusunan anggaran pendapatan negara, anggaran belanja negara, anggaran

Jenis anggaran sektor publik: Anggaran tradisional; ciri utamanya bersifat line-item dan incrementalism Anggaran dg pendekatan New Public Management (NPM) adl anggaran yg berorientasi pd kinerja yg terdiri dari: Planning Programming and Budgeting System (PPBS) Zero Based Budgetin

A. Mesin Bubut Standar 1. Apakah anda sudah dapat menjelaskan fungsi mesin bubut standar 2. Apakah anda sudah dapat menyebutkan bagian-bagian mesin bubut standar 3. Apakah anda sudah dapat menjelaskan fungsi dari masing-masing bagian-bagian mesin bubut standar 4. Apakah anda sudah dapat menyebutkan perlengakapan bubut

A. Mesin Bubut Standar 1. Apakah anda sudah dapat menjelaskan fungsi mesin bubut standar 2. Apakah anda sudah dapat menyebutkan bagian-bagian mesin bubut standar 3. Apakah anda sudah dapat menjelaskan fungsi dari masing-masing bagian-bagian mesin bubut standar 4. Apakah anda sudah dapat menyebutkan perlengakapan mesin bubut standar 5.

penyusunan perencanaan anggaran. Dengan panduan ini, selanjutnya dapat dijadikan bahan rujukan dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan anggaran. B. Dasar Hukum Landasan hukum Penyusunan Perencanaan Anggaran IAIN Purwokerto adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2.

additif a en fait des effets secondaires nocifs pour notre santé. De plus, ce n’est pas parce qu’un additif est d’origine naturelle qu’il est forcément sans danger. Car si l’on prend l’exemple d’un champignon ou d’une plante toxique pour l’homme, bien qu’ils soient naturels, ils ne sont pas sans effets secondaires.