Kepada Yth, - Repository.stftjakarta.ac.id

2y ago
53 Views
3 Downloads
2.20 MB
12 Pages
Last View : 8d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Angela Sonnier
Transcription

PANITIA PERAYAAN HUT 56 GKPIWilayah XIJAWA – KALIMANTANJl. Belanak VI No. 26-B, Jakarta 13220 – IndonesiaPdt. Wilson G.P L. Tobing (081378158851), Pdt. Riana Hutabarat (082390836426)NomorHal: ISTIMEWA: Permohonan Sebagai NarasumberJakarta, 13 Agustus 2020Kepada Yth,Bapak Pdt. (Em.) Prof. Jan Sihar Aritonang, Ph.Ddi Tempat.Salam dalam kasih Kristus,Terpujilah Allah Bapa yang senantiasa memberkati dan memelihara gereja GKPI sehingga dapatmemasuki usiaanya yang ke 56 tahun di tahun 2o2o ini. Dengan dasar pengucapan syukur atassegala pemeliharaan Tuhan bagi GKPI, maka para pendeta GKPI sewilayah XI bersepakat untukmenyelenggarakan Perayaan Syukur HUT 56 GKPI Sewilayah secara DARING, yang akandilaksanakan dalam 2 bagian, yaitu:1. Sabtu, 29 Agustus 2020/pkl 10.00-13.00 WIB : Diskusi Teologis, dengan tema:“IMAMAT AM ORANG PERCAYA DAN ARAH MENGGEREJA (EKLESIOLOGI) GKPI”2. Minggu, 30 Agustus 2020/pkl 16.00-19.00 WIB : Ibadah dan Refleksi, dengan tema:“KEPEMIMPINAN GKPI YANG TRANSFORMATIF DAN BERSAHABAT”Sehubungan dengan kegiatan pada point pertama (Diskusi Teologis), kami memohonkan kepadaBapak agar berkenan menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut, yang akan dilakukanmelalui/via online (zoom meating).Demikian surat permohonan ini kami sampaikan. Kiranya Bapak berkenan mendukung kegiatanini sepenuh hati. Atas perhatian dan kerjasama yang baik ini kami ucapkan terimakasih.Teriring Salam dan Hormat kami,TIM PERAYAAN HUT GKPI WILAYAH XI

GEREJA KRISTEN PROTESTAN INDONESIA (GKPI)THE CHRISTIAN PROTESTANT CHURCH IN INDONESIAKoordinasi Wilayah XI Jabodetabek – Jawa – Kalimantan SERTIFIKATNo: 025/KW.XI/GKPI/IX/2020Diberikan Kepada :Pdt. (Em.) Prof. Jan Sihar Aritonang, Ph.DSebagai Narasumber Webinar DISKUSI TEOLOGIS :“Imamat Am Orang Percaya danArah Menggereja (Eklesiologi) GKPI”Jakarta, 29 Agustus 2020Pembicara I :Pembicara II :Pdt. (Em.) Prof. Jan Sihar Aritonang, Ph.D.ModeratorPnt. Ir. Lambok A. Siahaan, MBA.:Pdt. Teddi Paul Sihombing, M.Th, M.M.

GKPI 56 TAHUN: SUDAHKAH MENGGEREJA SESUAI IMAMAT AM ORANG PERCAYA?1Bagian dari Topik Besar: IMAMAT AM ORANG PERCAYA DAN ARAH MENGGEREJA(EKLESIOLOGI) GKPIPengantarDisampaikan oleh: Prof. Jan S. Aritonang – Guru Besar STFT JakartaBila kepada kita ditanyakan: “apa dan bagaimana gambaran GKPI setelah berusia 56tahun?”, apa kira-kira jawab kita? Saya duga ada berbagai jawaban, mulai dari yang sangatpositif dan penuh kebanggaan (maju, hebat, sabas, dsb.) sampai yang cukup negatif (tidakada kemajuan, bahkan mundur, dsb.). Jawaban masing-masing adalah sah, sesuai denganperspektif dan alat ukur yang digunakan. Karena itu kita tak perlu berdebat, apalagi bercekcok dan bertengkar, menyangkut jawaban-jawaban yang kita atau kawan lain beri.Yang perlu kita lakukan dalam diskusi yang terbatas ini dan selanjutnya adalah mengevaluasi gereja kita ini sobjektif mungkin (walaupun unsur subjektivitas tak terhindarkan),sesuai tema diskusi kita ini, dan arahan yang dikemukakan pada Kerangka Acuan acara ini.Tentu kita juga tak boleh lupa bersyukur atas pemeliharaan Tuhan atas gereja-Nya ini,karena acara ini kita selenggarakan dalam rangka HUT ke-56 GKPI. Sesuai dengan arahanPanitia, saya akan lebih banyak menyampaikan kajian dari perspektif akademis.Beberapa Data dan Indikator KuantitatifPada Almanak GKPI 2020, 358, a.l. terlihat beberapa data statistik berikut:Tahun2015Jumlah Jemaat& 106/260.8671.105/262.0021.113/262.894Jumlah Res. &Jem. Kh.160 61 221161 66 227167 67 234168 75 243168 86 254Jumlah Pendeta &Calon (Vikaris)260 / 26272 / 27264 / 47270 / 43283 / 24JumlahPenatua7.3687.4197.4317.5267.526Dari data ini terlihat, dalam kurun waktu 5 tahun ini ada sedikit perkembangan ataupeningkatan secara kuantitatif, kendati tidak signifikan. Tentu data statistik-kuantitatifdari sebuah gereja sangat perlu. Tetapi apakah itu memadai untuk mengukur keberadaandan kemajuan sebuah gereja?Bila kita mengikuti berita-berita di Suara GKPI dalam kurun waktu yang k.l. samamaka kita melihat bahwa yang sangat banyak menyita halamannya adalah berita-beritaDisampaikan pada Diskusi Teologis/Webinar, Sabtu 29 Agustus 2020 di GKPI Rayon Jabodetabek.Pada Buku Almanak Kristen Indonesia (BAKI) 2018 (terbitan PGI) jumlah warga GKPI 360.000 jiwa.Bagaimana bisa terlihat perbedaan yang mencolok tentang jumlah warga GKPI, baiklah Pimpinan SinodeGKPI yang menjelaskan. Di masa lalu data statistik dari jemaat sering ‘dikorting’, a.l. untuk mengurangikewajiban setoran dana ke Kantor Pusat/Kantor Sinode. Semoga hal itu tidak terjadi lagi sekarang.121

tentang kegiatan pada aras Jemaat, Resort, Wilayah, hingga Sinode, yang mengarah kedalam (peresmian ini-itu, perayaan HUT, retret, wisata rohani, penahbisan pendeta danpenatua, penyerahan bantuan/bingkisan, dsb.). Di situ tercakup juga pembangunan saranafisik (terutama gedung gereja, yang di banyak jemaat kian megah), pengadaan saranapenunjang para pelayan (mobil, dsb.) dan peningkatan jumlah gaji dan tunjangan pelayan.Tentu kegiatan yang bersifat internal itu penting, terutama dalam rangka pembinaanpersekutuan (koinonia). Tetapi apakah itu memadai untuk memperlihatkan pemenuhanpanggilan dan tanggung jawab Gereja di muka bumi ini? Apakah koinonia bisa dilepaskandari marturia (apostolat) dan diakonia? Apakah diakonia GKPI sudah cukup banyak ditujukan ke berbagai kalangan di luar GKPI, atau masih lebih banyak terarah ke dalam? Apakahkehadiran GKPI pada aras Jemaat hingga Sinode sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas, atau GKPI masih lebih banyak hadir untuk melayani/memuaskan diri sendiri?Gereja dan MenggerejaSejak Gereja hadir di dunia ini (sejak berdiri pertama kali di Yerusalem pada hariPentakosta, th. 28 ZB) sudah banyak gambaran, pemahaman dan pemikiran tentang apadan bagaimana gereja. Di dalam Alkitab (terutama PB, walaupun akarnya banyak di PL)ada berbagai gambaran dan penjelasan tentang Gereja, baik pada aras lokal maupun universal. Tetapi di Alkitab tidak ada rumusan atau definisi baku tentang apa itu Gereja,karena Gereja bersama dunia yang menjadi konteks kehadirannya terus berkembangdengan segala permasalahannya. Pemahaman Gereja atas dirinya bukanlah sesuatu yangbaku, sekali dirumuskan lalu berlaku selamanya, melainkan harus terus-menerus dikajiulang dan diperbarui. Studi sistematis tentang seluk beluk Gereja juga berkembang dariwaktu ke waktu, dan menjadi salah satu sub-disiplin Teologi, yang disebut Eklesiologi.Ketika GKPI berdiri 56 tahun y.l., ia tidak segera merumuskan pemahaman eklesiologisnya. Barulah pada tahun 1993 GKPI merumuskan dan menerbitkan Pokok-pokok Pemahaman Iman (P3I) GKPI, untuk memenuhi amanat pada Tata Gereja GKPI 1966 tentangpentingnya memiliki Konfesi. Di dalamnya (terutama di bab VI dan VII) dirumuskan pemahaman eklesiologisnya. Rumusan itu banyak menyalin atau mengacu pada PemahamanBersama Iman Kristen (PBIK), salah satu dari Dokumen Keesaan yang dirumuskan PGIbersama gereja-gereja anggotanya.Rumusan pada P3I GKPI itu sangat normatif; di dalamnya hampir tidak terbacapemahaman GKPI atas konteks keberadaannya di dunia ini (pada aras nasional, Indonesia,hingga global); yang paling banyak dikemukakan adalah acuan terhadap nas atau ayat-ayatdi Alkitab. Begitu juga dengan Buku Katekisasi Sidi di GKPI (edisi lengkap/revisi 2013);pada Pelajaran 23: Gereja dan Tri Tugas Panggilan Gereja (hl. 105-111) dikemukakanbanyak hal tentang seluk-beluk Gereja, tetapi hampir tidak berkata apa-apa tentang2

konteks kehadiran dan pelaksanaan tugas panggilannya, terutama di Indonesia.3 Begitujuga di dalam rumusan Visi & Misi GKPI 2015-2030 dan Road Map GKPI Periode 20152020 (Almanak GKPI 2020, 8-11), nyaris tidak disinggung pelaksanaan tugas panggilanGKPI di tengah konteksnya yang konkret, khususnya di Indonesia.Dalam rangka meninjau dan mengevaluasi wawasan dan rumusan eklesiologis GKPI,baik kita perhatikan pandangan dari sejumlah pengamat dan pakar di bidang eklesiologi,terutama yang dikemukakan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Berikut ini beberapacontoh yang mengulas eklesiologi dari tataran yang konseptual-teoritis hingga praktis.4John D. Zizioulas (mewakili Gereja Ortodoks) berpendapat bahwa di dalam gerejahadir juga misteri Allah; misteri gereja sangat terikat pada keberadaan manusia, dunia, danterutama Allah. Keberadaan gereja sangat terikat pada keberadaan Allah Tritunggal, dan didalam keberadaan gereja manusia merefleksikan gambar Allah. Untuk mencapai modelkeberadaan Allah, manusia harus hidup sebagaimana Allah menyatakan gambar-Nya, baikdalam bentuk struktur, maupun pelayanan, termasuk oleh dan di dalam gereja yang hadirdan berkiprah di dunia (Zizioulas 1997, 15).Gambar Allah Trinitas yang digagas Zizioulas dapat menjadi bahan pertimbanganbagi gereja mana pun (termasuk GKPI). Gereja seharusnya adalah satu persekutuan, yangdi dalamnya semua orang setara, baik yang berada pada posisi pemegang kursi pelayananmaupun warga awam. Gereja yang merefleksikan gambar Allah Trinitas adalah gereja yangegaliter. Zizioulas, berpandangan bahwa persekutuan seharusnya dipandang secara relasional. Selain itu, kesadaran kita sebagai gambar Allah membawa kita pada konsekuensibahwa tidak ada hal yang menjadikan individu memiliki kekhususan secara mandiri.Menjadi pribadi berarti menyadari bahwa kita disatukan dalam Sang Ilahi, dan dipanggilke dalam relasi dengan yang lain, sekalipun kita berbeda. Identitas kita ditentukan olehhubungan dengan yang lain. Otentisitas pribadi bukanlah kebebasan dari yang lain, tetapikebebasan untuk yang lain. Kebebasan identik dengan kasih. Allah adalah kasih karena Iaadalah Trinitas. Kita hanya bisa mengasihi jika kita adalah pribadi yang mengizinkan oranglain untuk sungguh-sungguh menjadi pribadi yang lain dan berada dalam persekutuandengan-Nya. Jika kita mengasihi yang lain, kasih itu bukan karena ia berbeda dengan kita,tetapi karena kita hidup dalam kebebasan karena kasih, dan hidup di dalam kasih karenakebebasan (Zizioulas 1994, 7). Ini nanti kita hubungkan dengan imamat am orang percaya.Calvin, salah seorang reformator gereja, membuat pembedaan antara gereja universal(universal church) dan gereja lokal (local church). Gereja universal terdiri dari semua orangyang percaya kepada Kristus. Gereja itu disebut universal karena adalah satu dalam imanDi Tata Gereja GKPI 2013, bagian Mukadimah, a.l. dikatakan: GKPI adalah Badan Gerejawi diIndonesia; lalu di beberapa pasal (misalnya Pasal IV ayat (3): Pelaksanaan Tugas Panggilan) disebut salahsatu tugasnya: memelihara kerukunan di NKRI dan di antara bangsa-bangsa; tetapi sangat terbatas.4 Untuk ini saya banyak meminjam informasi yang direkam dalam disertasi Alpius Pasulu, yang jugabersama gerejanya (Gereja Toraja) bergumul untuk merumuskan eklesiologi yang lebih kontekstual.33

kepada Kristus, satu pengharapan, satu cinta, dan dihidupkan oleh Roh yang sama, yaituRoh Kudus. Sementara gereja lokal adalah gereja yang tampak, berada pada daerah tertentu, misalnya gereja di Jenewa (Haight 2005, 103). Dengan demikian, bagi Calvin, gerejaterutama hadir dan tampak pada aras lokal, bukan pada Sinode (himpunan jemaat). Gerejalokal (Jemaat) berdaulat, tidak perlu terlalu banyak diatur Sinode.Leo Koffeman, ahli Hukum Gereja dari Belanda, dalam salah satu bukunya (2014, 17)mengaitkan hakikat dan tugas panggilan gereja dengan penataannya; penataan gerejaterhubung dengan eklesiologi, baik secara implisit maupun eksplisit, sebab setiap tatagereja didasarkan pada wawasan eklesiologi yang telah dipilih gerejanya. Contoh: gagasantentang pelayanan dan peran kaum awam, kuasa manusia dan Roh Kudus, manifestasilokal maupun supra-lokal gereja, dan hubungan gereja dan pemerintah. Semua pokokperaturan itu bersumber dari gagasan eklesiologi. Koffeman sangat yakin bahwa akanbermanfaat bagi penataan gereja jika hal itu dihubungkan dengan eklesiologi, dankeduanya harus dibawa ke dalam diskusi mutual dan dialogis. Namun hubungan antaraeklesiologi dan penataan gereja tidak boleh berlebihan, dalam arti fondasi eklesiologidigunakan sewajarnya dan tidak harus sama porsinya pada semua peraturan gereja.5Koffeman (2014, 4) juga menegaskan pentingnya isu kontekstualitas dalam teoripenataan gereja. Argumentasi itu didasarkan pada fakta bahwa gereja-gereja lahir diberbagai konteks, sehingga situasi yang ia hadapi tidak sama. Konteks yang dimaksudbermacam-macam, mencakup konteks negara, konteks masa modern dan postmodern,bahkan konteks sosial-budaya dari sebuah gereja.Kita beralih kepada J.B. Banawiratma, teolog GKR yang banyak menggumuli panggilan gereja di Indonesia. Menurutnya basis keluarga memang penting dalam penghayataniman. Keluarga bahkan disebut ecclesiola, gereja kecil. Namun harus diingat bahwa pergumulan dan tantangan yang dihadapi gereja jauh lebih besar dari yang dapat dijawab olehkeluarga. Karena itulah diperlukan jaringan-jaringan yang lebih luas dan lebih kuat. Yesussendiri membongkar persekutuan dan persaudaraan yang hanya berdasar pada hubungandarah. Dan kita harus memilah dan menentukan persekutuan apakah yang lebih mendasardan menentukan dalam mewujudkan hidup menggereja dalam konteks (Banawiratma2000, 194). Ini penting diperhatikan GKPI yang sering juga menonjolkan hubungan darah.Sementara itu, menurut teolog kontekstual Asia, Aloysius Pieris dari Srilanka, situasikemiskinan di Asia sangat parah. Karena itu kemiskinan merupakan salah satu agendabesar yang mendesak untuk digumuli Gereja. Gerrit Singgih mengafirmasi pandanganPieris itu dan menawarkan suatu pandangan bahwa, bila gereja berkomitmen berjuangdalam menggumuli masalah kemiskinan, gereja harus pertama-tama mengubah paradigma; masalah kemiskinan harus diakui sebagai konteks kita dan kita tidak boleh merasamalu atau menabukannya untuk dibicarakan (Singgih 2000, 202). Bagaimana denganIni penting diperhatikan GKPI, karena GKPI sering berdebat, bahkan bertengkar, dalam menyusunTata Gereja dan PRT-nya, bahkan tak jarang menghabiskan waktu bertahun-tahun.54

GKPI: apakah sudah berkontribusi mengatasi kemiskinan di negeri ini, lebih dari sekadarmenjalankan diakonia karitatif (yg didasarkan belas-kasihan), atau malah berlomba kaya?John Campbell-Nelson memberi pandangan yang lebih aplikatif. Menurutnya suatueklesiologi seharusnya tidak ditetapkan sebagai norma umum yang harus berlaku bagisemua gereja. Realitas gereja sangat kaya dengan kemajemukan dan setiap gereja jugaadalah unik. Jika eklesiologi suatu gereja tidak berkait dengan realitas konkret di masa dantempat tertentu, eklesiologinya menjadi bagaikan layang-layang putus (Campbell-Nelson1994, 55–6). Pandangan ini juga perlu diperhatikan GKPI, karena GKPI juga hadir di tengahkonteks yang majemuk dan beranekaragam, termasuk dalam hal agama dan kondisi sosial.Untuk mewujudkan kehidupan gereja dan menggereja sesuai dengan panggilanTuhan atasnya, Jan Hendriks, pakar Pembangunan Jemaat (Gemeente Opbouw) dari GKR diBelanda, dalam bukunya yang terkenal: Jemaat Vital dan Menarik – Membangun Jemaatdengan Menggunakan Metode Lima Faktor, menjelaskan kelima faktor itu (1) Iklim yangpositif; (2) Kepemimpinan yang menggairahkan; (3) Struktur, yang mencakup relasiantarindividu dan relasi antarkelompok yang komposisinya menggairahkan; (4) Tujuanyang menggairahkan; dan (5) Konsep Identitas yang menggairahkan. Lebih lanjut ia mengusulkan sejumlah jalan untuk mewujudkan lima faktor itu. GKPI sangat perlu mempelajaridan menerapkan gagasan Hendriks ini, agar jemaat-jemaatnya menarik & menggairahkan.Imamat Am Orang PercayaSalah satu semboyan dan cita-cita GKPI sejak awal berdirinya, bahkan mendorongpembentukan GKPI, adalah “imamat am orang percaya” (Aritonang 2014, 195). Itulahsebabnya di dalam setiap rumusan Tata Gereja dan PRT sejak 1966 hingga 2013, semboyan ini tak pernah terlupa. Bahkan di dalam P3I GKPI Imamat Am orang Percaya (dikaitkandengan Jabatan Gerejawi) menjadi bab tersendiri (bab IX, hl. 25-27). Di situ a.l. dikatakan:8. Seluruh warga gereja terpanggil menjadi pelayan, sesuai dengan talenta dan karuniayang diterima masing-masing dari Tuhan, dan sesuai dengan asas imamat am orangpercaya. Di antara warga gereja ada yang dipanggil menjadi pelayan/pejabat khusus.Pengadaan, pengangkatan, dan pengukuhan pejabat khusus adalah untuk melayani danmenuntun jemaat dalam persekutuan, pembinaan, dan pelayanan di tengah dunia.Tetapi dalam kenyataannya, sudah sejak 1980-an terasa bahwa semboyan, bahkanprinsip bergereja, itu kian redup. Semakin banyak urusan bergereja (termasuk kepemimpinan di aras Pusat/Sinode) ditangani oleh para pejabat tahbisan, terutama pendeta,sementara warga gereja lebih banyak sekadar menjadi pembantu atau pendamping. Itulaha.l. sebabnya, sejak akhir 1980-an imamat am orang percaya ini kembali dibahas denganintensif, agar tidak hanya menjadi slogan kosong. Hasilnya sampai sekarang belum cukupnyata6; karena itulah kita perlu mempercakapkannya kembali saat ini.Pada periode 2015-2020 ini, di antara 18 fungsionaris purnawaktu di Kantor Sinode GKPI, 8 orangadalah pendeta. Jabatan-jabatan yang dulunya – atau dapat – diampu oleh warga gereja bukan pendeta (a.l.Kepala Biro Umum/Organisasi, Direktur LPPM, dan Pemimpin Redaksi Suara GKPI) juga diampu pendeta.65

Agar kita lebih memahami seluk-beluk imamat am orang percaya secara konseptualmaupun operasional, perlu kita melihat sejenak beberapa pengertian dan wawasan. Kitamulai dengan Alkitab. Di Perjanjian Lama jelas bahwa yang menjadi imam adalah kalangantertentu dari bangsa Israel, yaitu [sebagian dari] suku Lewi. Ada beberapa kategori imamdi PL, tapi tak perlu kita bahas. Di Perjanjian Baru, selain masih adanya praktik imamatmenurut PL di tengah masyarakat beragama Yahudi, ditegaskan bahwa Imam Besar adalahYesus Kristus (lihat a.l. dlm surat Ibrani). Ditegaskan pula bahwa hakikat dan fungsi utamaimamat yang diperlihatkan Tuhan Yesus adalah menjadi pelayan. Fungsi pelayanan inikemudian dipercayakan kepada umat yang beriman kepada Kristus sebagai Tuhan danImam itu. Itulah yang a.l. dinyatakan di 1 Petrus 2:5 dan 9, dan dari situlah muncul ungkapan “imamat am orang percaya”. Di dalam PB belum ada pemisahan yang ketat antara pejabat tahbisan (klerus, imam “profesional”) dan warga jemaat. Masing-masing menjalankantugas panggilan dan pelayanannya menurut talenta dan karunia yang diterimanya dariTuhan, dan belum ada penetapan jabatan gereja secara permanen (seumur hidup) ataupunsecara berkala (periodik). Juga belum ada tata gereja (apalagi PRT) yang baku dan rinci.Dalam perkembangan selanjutnya, sejak abad ke-2 ZB – sesuai dengan kebutuhandan tantangan yang dihadapi Gereja – kehidupan gereja semakin ditata; ditetapkansejumlah fungsi dan jabatan yang permanen, dan kian nyatalah pemisahan klerus-awam.Ini berlangsung berabad-abad, hingga pada awal abad ke-16 Martin Luther tampil sebagaisalah seorang tokoh Reformasi Gereja; Luther mengingatkan kembali para pemimpin(terutama Paus) GKR, bahwa semua warga gereja adalah imam. Di dalam beberapa tulisannya Luther memakai istilah imamat am orang percaya (priesthood of all believers) ini.Tetapi sejak abad ke-17 gereja-gereja Reformatoris/Protestan pun banyak yang kembalipada pembedaan dan pemisahan klerus-awam ini. Bahkan HKBP – sebagai pewaris teologi(termasuk eklesiologi) Protestan-Jerman – ikut mempraktikkannya. Itulah a.l. yang digugatpara pelopor (kemudian menjadi pemimpin dan fungsionaris) GKPI.Untuk mengkaji kembali semboyan dan prinsip bergereja in, perlu kita melihatpandangan beberapa teolog, sambil menghubungkannya dengan sejumlah pandangan yangsudah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Kita mulai dari Veli-Matti Kärkäinen, teologLutheran/Karismatik dari Finlandia. Menurutnya, anggota gereja adalah orang-orang yangmengakui imannya kepada Kristus dan menunjukkannya dalam hidup, mempraktikkansakramen, serta mengakui Allah yang sama dan Kristus yang sama (Kärkkäinen 2002, 501). Sejalan dengan itu, Faith and Order WCC (2013, 28-9) menegaskan, keputusan di gerejamestilah diambil be

Leo Koffeman, ahli Hukum Gereja dari Belanda, dalam salah satu bukunya (2 014, 17) mengaitkan hakikat dan tugas panggilan gereja dengan penataannya; penataan gereja terhubung dengan eklesiologi, baik secara implisit maupun eksplisit, sebab setiap tata gereja didasarkan pada wawasan

Related Documents:

solaris repository description Local\ copy\ of\ the\ Oracle\ Solaris\ 11.1\ repository solaris repository legal-uris solaris repository mirrors solaris repository name Oracle\ Solaris\ 11.1\ Package\ Repository solaris repository origins solaris repository

Creating, Restoring, and Configuring the Informatica Repository 78 Starting the Informatica Repository Server 78 Creating or Restoring the Informatica Repository 79 Dropping the Informatica Repository (Optional) 81 Registering the Informatica Repository Server in Repository Server Administration Console 81 Pointing to the Informatica Repository 82

Introduction Basic Git Branching in Git GitHub Hands-on practice Git: General concepts (II/II) I clone: Clone remote repository (and its full history) to your computer I stage: Place a le in the staging area I commit: Place a le in the git directory (repository) I push: Update remote repository using local repository I pull: Update local repository using remote repository

Repository Reposirory Reooritory *.a wrapper wrappa wrappa w- Repository Repository Repository Figure 1. Garlic System Architecture more than one repository, are provided by the Gariic Query Services and Runtime System component shown in Figure 1. This component presents Garlic applications with a unified, object-oriented view of the

1. Linux / MacOS / Cygwin on Windows command line Git tutorial Getting the repository You have created a repository with on of the repository providers (bitbucket, github, ) and what to start working with it. # clone the remote repository using different protocols # the following URL is an example for a bitbucket repository URL

Hal : Pembuatan Silabus dan RPS Kepada Yth: Bapak/Ibu Dosen di Lingkungan STAI-Miftahul Ulum Tanjungpinang di- Tempat Assalamualaikum Wr.Wb. Dengan Hormat Sehubungan akan berakhirnya Perkuliahan Semester Ganjil Tahun Akademik 2018/2019, untuk menyusun Kurikulum Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) serta persiapan dokumen Akreditasi dimohon kepada bapak/Ibu Dosen Pengampu Mata Kuliah untuk .

Lampiran : 1 berkas Hal : Penetapan Penerima Pendanaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Internal Tahun 2018 Kepada Yth. 1. Seluruh Ketua Jurusan 2. Seluruh Ketua Program Studi di Politeknik Negeri Banjarmasin Dengan Hormat, Sehubungan dengan telah berakhirnya proses review proposal penelitian skema Penelitian

Abrasive water jet machining Ultrasonic machining. Difference between grinding and milling The abrasive grains in the wheel are much smaller and more numerous than the teeth on a milling cutter. Cutting speeds in grinding are much higher than in milling. The abrasive grits in a grinding wheel are randomly oriented . A grinding wheel is self-sharpening. Particles on becoming dull either .