BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena Leucocephala .

3y ago
23 Views
2 Downloads
269.02 KB
10 Pages
Last View : 2m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Kaleb Stephen
Transcription

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)2.1.1 Klasifikasi tanamanKingdom: PlantaeDivisio: MagnoliophytaSub division: SpermatophytaKelas: MagnoliopsidaOrdo: FabalesFamili: FabaceaeGenus: LeucaenaSpecies: Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit(USDA, 2015)Gambar 2.1 (a) Tanaman lamtoro; (b) biji lamtoro (USDA, 2015)7

412.1.2 DeskripsiTanaman ini merupakan pohon yang pertumbuhannya mampu mencapaitinggi 5-15 m. Tanaman tumbuh tegak dengan sudut pangkal antara batangdengan cabang 45 , apabila sudah dipangkas cabangnya akan menyerupai bentukgarpu. Daunnya kecil, tulang daun menyirip ganda dua (bipeianantus) denganjumlah pasang 4-8 pasang, tiap sirip tangkai daun mempunyai 11-22 helai anakdaun. Batangnya berwarna putih kecokelatan atau cokelat kemerah-merahan.Buahnya polong berbentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14-26 cm x 2 cm, dengansekat-sekat diantara biji. Buahnya mirip dengan buah petai, namun ukurannyajauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis. Buah lamtoro mengandung 15-30biji yang terletak melintang dalam polongan, berbentuk bulat telur sungsang ataubulat telur terbalik, dengan warna tua yang mengkilap yang berukuran 6-10 mm x3-4,5 mm. Warna biji hijau dan akhirnya coklat kehijauan atau coklat tua apabilakering (Purwanto, 2007).2.1.3 Sifat fisiko-kimia biji lamtoroBiji lamtoro berbentuk bulat telur sungsang atau bulat telur terbalik. Warnabiji hijau dan akhirnya coklat kehijauan atau coklat tua apabila kering sertamemiliki kulit biji yang keras (Purwanto, 2007). Serbuk biji lamtoro berupapadatan berwarna coklat tua. Biji lamtoro mengandung senyawa-senyawa yangmudah larut dalam pelarut polar seperti senyawa tanin, saponin, dan flavonoidserta memiliki senyawa yang mudah larut dalam pelarut semipolar sepertitriterpenoid. Biji lamtoro tahan terhadap pemanasan hingga suhu 60 C (Nursaptia,2014).

422.1.4 Kandungan kimiaLeucaena leucocephala (Lam.) de Wit daun dan bijinya mengandung lipid,protein dan karbohidrat. Biji Leucaena leucochepala (Lam.) de Wit mengandungsenyawa berupa alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid, leukanin, protein,lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A dan B (Chahyono et al., 2012). Daundan bijinya mengandung zat beracun yang disebut mimosin (Devi et al., 2013).2.1.5 KegunaanEkstrak dari biji lamtoro telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagaiantidiabetes, antibakteri, antiinflamasi, antioksidan (Devi et al., 2013), danmenunjukkan aktivitas antelmintik pada larva infektif Haemonchus contortus(Ademola and Idowu, 2013).2.2 Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze)2.2.1 TaksonomiKingdom: AnimaliaFilum: NemathelminthesKelas: NematodaOrdo: AscarididaFamili: AscarididaeGenus: AscarisSpesies: Ascaris suum Goeze(Taylor et al., 2007)

432.2.2 MorfologiAscaris suum Goeze merupakan cacing gelang yang umumnya menginfeksiternak babi. Ukuran cacing betina lebih besar dari cacing jantan. Cacing jantanpanjangnya 15-25 cm dan berdiameter 3-4 mm sedangkan cacing betinapanjangnya 20-40 cm dengan diameter 5-6 mm. Cacing betina memiliki vulvayang panjangnya sekitar sepertiga panjang tubuh dari ujung anterior. Ascarissuum Goeze mempunyai gigi yang sama besar serta runcing. Telur cacing Ascarissuum Goeze berukuran 50-80 x 40-60 mikron, berwarna kuning kecoklatan danberdinding tipis dengan tonjolan pada lapisan luar (Levine, 1990).Gambar 2.2 Ujung anterior cacing Ascaris suum pengamatan dari depan(a) ujung posterior cacing jantan, pengamatan dari lateralmenunjukkan sebuah spikulum (b) (Levine, 1990).2.2.3 Daur hidupDaur hidup Ascaris suum Goeze terdiri dari dua fase yaitu fase eksternal danfase internal. Fase eksternal dimulai ketika telur cacing keluar dari babi penderitabersama tinja ketika defekasi. Kondisi lingkungan yang optimal, kelembabantinggi dan suhu lingkungan 22-26 C merupakan lingkungan yang tepat untuk

44proses embrionisasi dan perkembangan telur cacing Ascaris suum Goeze di luartubuh babi. Embrionisasi dan perkembangan telur cacing Ascaris suum Goezedimulai dari terbentuknya larva stadium I hingga menjadi larva stadium II yangmerupakan larva tahap infeksi (Taylor et al., 2007).Fase internal dimulai ketika telur cacing Ascaris suum Goeze tertelan olehhospes definitif babi. Larva stadium II menetas di usus halus dan menembusjaringan usus, masuk sirkulasi darah vena portal menuju ke hati (Taylor et al.,2007). Larva stadium II akan mengikuti sirkulasi darah hingga sampai paru-parudan kemudian kembali ke usus halus melalui bronkus, trakea dan faring. Larvastadium II berkembang biak menjadi dewasa di dalam usus halus babi (Zajac andConboy, 2006).Gambar 2.3 Daur hidup Ascaris suum Goeze (Jungersen, 1998)Gambar 2.3 merupakan siklus hidup cacing Ascaris suum Goeze dimana telurcacing diekskresikan oleh babi melalui kotoran (1), telur cacing mengalami

45embrionisasi (2), telur cacing infektif dengan larva stadium II (3), telur cacingyang infektif tertelan oleh babi (4), cacing menetas dan berpenetrasi di usus haluskemudian bermigrasi ke paru melalui hati (5), larva bermigrasi ke cabang bronkusdan tertelan kembali ke usus halus (6), larva tersebut berkembang menjadi cacingdewasa (7).2.3 Askariasis2.3.1 DefinisiAskariasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris spp. Padaternak babi askariasis disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris suum Goeze yanghidup sebagai parasit di dalam usus halus, terutama pada babi muda (Soulsby,1982).2.3.2 PatogenesisPatogenesis yang disebabkan oleh askariasis berhubungan dengan responimun hospes, efek dari migrasi larva, efek mekanis dari cacing dewasa dandefisiensi nutrisi akibat keberadaan cacing dewasa (Garcia, 2001). Ketika larvacacing menembus kapiler paru dan sampai ke saluran pernapasan dapatmengakibatkan perdarahan kecil di berbagai tempat yang dilaluinya. Jika infeksiberat, akan menyebabkan akumulasi darah yang akan menginisiasi edema danakhirnya terjadi sumbatan pada jalan napas (Roberts dan Janovy, 2008). Migrasicacing dewasa mengakibatkan terjadinya sumbatan saluran cerna, yang kemudiandapat masuk ke saluran empedu, saluran pankreas, atau masuk ke dalam hati(Garcia, 2001).

462.3.3 Gejala klinisGejala klinis tergantung pada tingkat keparahan infeksi. Pada kasus infeksiringan, babi akan menunjukkan gejala yaitu pertumbuhan yang terhambat. Infeksiberat ditunjukkan dengan gejala berupa diare dan laju pertumbuhan yangmenurun. Anak babi yang mengalami infeksi berat akan berkumpul di tempatyang gelap dan mati (Soulsby, 1982; Kusumamihardja, 1992).2.3.4 engidentifikasikarakteristik dari telur yang terdapat pada feses babi (Zajac and Conboy, 2006).Dapat pula dilihat dari keberadaan cacing Ascaris suum Goeze tersebut denganmelakukan pemeriksaan post-mortem dari babi yang telah mati (Roberts danJanovy, 2008).2.4 AntelmintikAntelmintik adalah senyawa yang menghancurkan atau yang menyebabkanhilangnya cacing dari saluran pencernaan atau organ dan jaringan lain yangditempati cacing pada inangnya (Sweetman, 2009). Antelmintik mencakup semuazat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran pencernaan maupun obatobat sistemik yang membasmi cacing maupun larva cacing yang berada dalamorgan dan jaringan tubuh. Antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifatmelumpuhkan cacing sehingga tidak mematikannya. Cacing harus dikeluarkansecepat mungkin untuk mencegah parasit tidak menjadi aktif lagi dan sisa-sisacacing mati tidak menimbulkan reaksi alergi (Tjay dan Rahardja, 2007).

472.5 AlbendazoleAlbendazole merupakan antelmintik sintetis, obat ini termasuk derivatbenzimidazole dan strukturnya berhubungan erat dengan thiabendazole danmebendazole (McEvoy, 2009). Dosis albendazole untuk pengobatan babi berat 30kg adalah 0,2 mL/kg berat badan yang dicampur dengan 1 liter akuades (volumelambung babi berat 30 kg). Albendazole bekerja dengan cara berikatan dengan βtubulin bebas pada sel cacing sehingga menyebabkan terhambatnya pemasukanglukosa (McEvoy, 2008). Jumlah ATP menurun menyebabkan kekurangan energidan kematian cacing. Albendazole mengalami metabolisme secara luas di hatimelalui first pass metabolism, metabolit utamanya adalah albendazole sulfoksidayang memiliki aktivitas sebagai antelmintik (Sweetman, 2009).2.6 Uji Aktivitas Vermisidal secara In VitroUji aktivitas secara in vitro merupakan metode pengujian yang dilakukanpada lingkungan terkontrol seperti dengan menggunakan tabung reaksi ataucawan petri. Uji aktivitas antelmintik secara in vitro dilakukan denganmenyiapkan beberapa cawan petri yang dibagi kedalam kelompok kontrol positif,kontrol negatif dan kelompok perlakuan. Pada masing-masing cawan petritersebut dimasukkan sampel uji berupa cacing kemudian diinkubasi pada suhu37ºC. Kemudian diamati apakah cacing mati, paralisis, atau masih normal setelahdiinkubasi. Cacing-cacing tersebut diusik dengan batang pengaduk. Jika cacingdiam, dipindahkan ke dalam air hangat bersuhu 50ºC, apabila dengan cara inicacing tetap diam, berarti cacing tersebut telah mati, tetapi jika cacing bergerak,

48berarti cacing hanya mengalami paralisis. Hasil yang diperoleh dicatat setiap 2jam selama 40 jam. Batasan mati dalam pengujian ini adalah apabila cacing tidakbergerak saat dimasukkan ke dalam air hangat bersuhu 50ºC (Pitaloka, 2007).2.7 Ekstraksi2.7.1 Definisi ekstrakEkstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawaaktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yangsesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan, dan massa atauserbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telahditetapkan (Depkes RI, 2000).2.7.2 Metode ekstraksiEkstraksi adalah suatu cara penarikan kandungan kimia yang dapat larutsehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (DepkesRI, 2000). Pemilihan metode ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dankandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi.Alkohol merupakan pelarut yang serbaguna untuk ekstraksi pendahuluan. Secaraumum ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi dan sokletasi(Depkes RI, 1986). Masing-masing metode tersebut memiliki keuntungan dankerugian yang dapat disesuaikan menurut kebutuhan ekstraksi yang akandilakukan. Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia yang sederhana,menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan padatemperatur ruangan (Depkes RI, 1986; Depkes RI, 2000). Pada proses maserasi,

49pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yangmengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaankonsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, makalarutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi berulang sehinggaterjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel(Depkes RI, 1986). Metode ini biasanya digunakan jika kandungan senyawaorganik yang ada di dalam sampel cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarutyang dapat melarutkan dengan baik senyawa-senyawa yang akan diekstraksi.Metode maserasi dilakukan dengan cara merendam bahan tumbuhan denganpelarut yang sesuai, baik murni maupun campuran. Setiap 24 jam filtratnyadiambil dan residunya ditambahkan pelarut baru. Demikian seterusnya sampaisemua metabolit yang ada didalam tumbuhan terekstrak secara optimal.Keuntungan dari metode maserasi ini yaitu dari segi pelaksanaan yang relatifmudah dilakukan dan tidak melibatkan panas sehingga cocok digunakan untukmengekstraksi senyawa aktif yang tidak tahan panas (Depkes RI, 2000).

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) 2.1.1 Klasifikasi tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Sub division: Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida

Related Documents:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini berfungsi untuk pedoman dan pembanding penelitian yang akan dilakukan. Urfan (2017) melakukan penelitian berjudul Aplikasi Kalender Event Seni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL. PENELITIAN . 2.1 Tinjauan Pustaka. Tinjauan pustaka adalah kajian mengenai penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi permasalahan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian terhadap penelitiapenelitian sebelumnya diharapkan memberikan wawasan agar n-

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang aplikasi mobile berbasis android yang dibuat oleh universitas atau berisi info seputar kampus atau panduan bagi mahasiswa atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Keagenan Keagenan adalah hubungan yang mempunyai kekuatan hukum yang terjadi bilamana kedua pihak bersepakat, memuat perjanjian, dimana salah satu pihak diamakan agen, setuju untuk mewakili pihak lainnya yang

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Chronic kidney disease (CKD) a. Definisi Chronic kidney disease merupakan suatu keadaan kerusakan ginjal secar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan tinjauan yang sudah ada dimana masing-masing penulis menggunakan metode yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bank Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Umum tentang Arbitrase 1. Pengertian Arbitrase Suatu hubungan keperdataan yakni dalam suatu perjanjian selalu akan ada resiko kemungkinan timbulnya suatu perselisihan dalam prosesnya baik antar pihak maupun dengan objek perjanjian. Sengketa tersebut dapat