BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembuktian Dalam Hukum Acara .

3y ago
19 Views
2 Downloads
1.43 MB
35 Pages
Last View : 8d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Mya Leung
Transcription

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana1. Pengertian PembuktianPembuktian merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelahpenyelidikan yang merupakan tahapan tindakan “membuktikan” suatu“peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana . Sistempembuktian menurut KUHAP tercantum dalam Pasal 183 KUHAP yangmenyatakan bahwa :“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabiladengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperole hkeyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwaterdakwalah yang bersalah melakukannya “Bahwa berdasarkan rumusan Pasal 183 KUHAPtersebut mengena isistem pembuktian mengatur bagaimana untuk menentukan salah atautidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa ,harus:a. Kesalahannya dibuktikan sekurangnya dua alat bukti yang sahb. Setelah terpenuhi kesalahannya dengan sekurangnya dua alat bukti yangsah tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benarterjadi dan terdakwa yang bersalah melakukannya1010Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta. Prenada Media Group,2010. Hlm, 4.16

Indonesia termasuk dari salah satu dari sekian negara yang menganutsistem Eropa Kontinental, maksudnya hakim yang menilai alat bukti yangdiajukan hanya dengan dasar keyakinannya sendiri. Berbeda dengan negara negara yang menganut sistem Anglo-Saxon. Di negara negara Anglo-Saxo npara juri lah yang sebagai penentu apakah seorang terdakwa tersebut bersalahatau tidak. Hakim hanya sebagai pemimpin sidang dan menjatuhkan putusan.Dalam Sistem Hukum Eropa Kontinental pemeriksaan yang pertamaadalah pemeriksaansaksi korban dalam sidang pengadilan,hal inimenandakan dimulainya proses pembuktian tersebut. Dimulainya prosespembuktian dalam sidang pengadilan merupakan kewenangan dari JaksaPenutut Umum, Penasihat Hukum, dan Majelis Hakim. Pembuktian akanberakhir pada titik kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya tindak pidanasebagaimanayangdidakwakan Jaksa PenuntutUmumdalam suratdakwaannya. Dilihat dari sudut pandang Jaksa Penuntut Umum, jika tidakadanya pengajuan replik, maka requisitoir dibacakan di muka sidang, danberakhirlah proses pembuktian bagi Jaksa Penutut Umum.2. Teori Pembuktiana. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata(Conviction In Time)Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya-tidak nyaterhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada17

penilaian "keyakinan" hakim semata-mata. Jadi bersalah tidaknyaterdakwa atau dipidana tidaknya terdakwa sepenuhnya tergantung padakeyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak harus timbul atau didasarkanpada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah cukup kalau hakimtidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkanpidana, sebaliknyameskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, makaterdakwa dapat dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam memutuska nperkara hakim menjadi subyektif sekali. Kelemahan pada sistem initerletak pada terlalu banyak memberikan kepercayaan kepada hakim ,kepada ken-kesan perseorangansehinggasulituntukmelakukanpengawasan. Hal ini terjadi di praktik Peradilan Prancis yang membuatpertimbangan berdasarkan metode ini, dan banyak mengakibatka nputusan bebas yang aneh.11b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasanyang Logis (Conviction In Raisone)SistempembuktianConviction InRalsonemasihjugamengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunyaalasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disiniharus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis , diterima oleh11 Andi Hamzah. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Ghana Indonesia. 1985.Hlm, 241.18

akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat buktisah karena memang tidak diisyaratkan, Meskipun alat-alat bukti telahditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim bisa menggunakan alat-alatbukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu mendapat penjelasanadalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan denganalasan yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian convitio nin raisone harus dilandasi oleh "reasoning" atau alasan-alasan dan alasanitu sendiri harus 'reasonable" yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapatditerima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan keyakinanyang tanpa batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistempembuktian bebas12c. itifWettwlijks sistempembuktian conviction in time, karena sistem ini menganut ajaran bahwabersalah tidaknya terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alatbukti sah menurut undang-undang yang dapat dipakai membuktika nkesalahan terdakwa. Teori positif wetteljik sangat mengabaikan dansama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan hakim. Jadi sekalipunhakim yakin akan kesalahan yang dilakukan terdakwa , akan tetapi dalam12 Munir Fuady. Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata. Bandung. Citra Aditya. 2006.Hlm, 56.19

pemeriksaan di persidangan pengadilanperbuatan terdakwa tidakdidukung alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwaharus dibebaskan. Umumnya bila seorang terdakwa sudah memenuhicara-cara pembuktian dan alat bukti yang sah menurut undang-unda ngMaka terdakwa tersebut bisa dinyatakan bersalah dan harus dipidana .Kebaikansistempembuktianini,yaknihakimakan berusahamembuktikan kesalahan terdakwa tanpa dipengaruhi oleh nuraninyasehingga benar-benar obyektif karena menurut cara-cara dan alat buktiyang di tentukan oleh undang-undang kelemahannya terletak bahwadalam sistem ini tidak memberikan kepercayaan kepada ketetapan kesankesan perseorangan hakim yang bertentangan dengan prinsip hukumacara pidana.13d. TeoriPembuktianBerdasarkanUndang-UndangSecara Negatif(negative wettelijk).Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabilasedikit-dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undang-undang ituada, ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dari adanya alatalat bukti itu. Dalam pasal 183 KUHAP menyatakan sebagai berikut : "hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabiladengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah Ia memperole h13Fuady, Munir. Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata). Bandung. Citra Adtya Bakti.,2000. Hlm, 20.20

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwaterdakwalah yang bersalah melakukannya.14Atas dasar ketentuan Pasar 183 KUHAP ini, maka dapatdisimpulkan bahwa KUHAP memakai sistem pembuktian menurutundang-undang yang negatif. Ini berarti bahwa dalam hal pembuktia nharus dilakukan penelitian, apakah terdakwa cukup alasan yangdidukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh undang-unda ng(minimal dua alat bukti) dan kalau ia cukup , maka baru dipersoalkantentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa .Teori pembuktian menurut undang-undang negative tersebutdapat disebut dengan negative wettelijk istilah ini berarti : wettelijkberdasarkan undang-undang sedangkan negative, maksudnya adalahbahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuaidengan undang-undang,hukumansebelummaka hakim belum boleh menjatuhka nmemperolehkeyakinantentangkesalahanterdakwa.15 dalam sistem pembuktian yang negatif alat-alat buktilimitatief di tentukan dalam undang-undang dan bagaimana caramempergunakannya hakim juga terikat pada ketentuan undang-unda ng.Dalam sistem menurut undang-undang secara terbatas atau disebut juga14Ibid Hlm 35Hari Sasangka dan Lily Rosita. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung. MandarMaju.2003. Hlm, 122.1521

dengan system undang-undang secara negative sebagai intinya yangdirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP, dapat disimpulkan sebagaiberikut16a) Tujuan akhir pembuktian untuk memutus perkara pidana , yang jikamemenuhi syarat pembuktian dapat menjatuhkan pidana;b) Standar tentang hasil pembuktian untuk menjatuhkan pidana .Kelebihan sistem pembuktian negatif (negative wettelijk) adalahdalam hal membuktikan kesalahan terdakwa melakukan tindak pidanayang didakwakan kepadanya, hakim tidak sepenuhnya mengandalka nalat-alat bukti serta dengan cara-cara yang ditentukan oleh undangundang, tetapi harus disertai pula keyakinan bahwa terdakwa bersalahmelakukantindak pidana. Keyakinanyang dibentukini harusberdasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari gat bukti yangditentukan dalam undang-undang. Sehingga dalam pembuktian benarbenar mencari kebenaran yang hakiki, jadi sangat sedikit kemungkina nterjadinya salah putusan atau penerapan hukum yang digunakanKekurangan teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidanaapabila sedikit-dikitnya alat-alat bukti yang telah di tentukan undangundang itu ada, ditambah dengan keyakinan hakim yang didapat dariadanya alat-alat bukti itu sehingga akan memperlambat waktu dalam16Supriyadi Widodo Eddyono. Catatan Kritis Terhadap Undang-Undang No 13 tahun 2006tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Jakarta. Elsam. 2007. Hlm. 3.22

membuktikan bahkan memutuskan suatu perkara , karena di lain pihakpembuktian harus melalui penelitian. Tetapi dengan mencari kebenaranmelalui penelitian tersebut, maka kebenaran yang terungkap benarbenar dapat dipertanggung jawabkan, dan merupakan kebenaran yanghakiki.17Maka teori ini yang dipakai dalam sistem pembuktian olehpenuntut umum terhadap kasus kasus tindak pidana yang ada diIndonesia dikarenakan sesuai dengan peraturan hukum yang ada yaitukitab undang undang hukum pidana dan kitab undang undang hukumacara pidana berbeda dengan teori sebelum nya yang digunakan sebagaiteori dalam pembuktian dalam perkara perdata dan lain lain.3. Pembuktian Dalam Proses PersidanganSistem pembuktian yang dianut KUHAP ialah sistem pembuktianmenurut undang-undang secara negatif. Sistem pembuktian negatifdiperkuat oleh prinsip kebebasan kekuasaan kehakiman. Namun dalampraktik peradilannya, sistem pembuktian lebih mengarah pada sistempembuktian menurut undang-undang secara positif. Hal ini disebabkanaspek keyakinan pada Pasal 183 KUHAP tidak diterapkan secaralimitatif.17 Hari Sasangka dan Lily Rosita. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung.Mandar Maju. 2003. Hlm, 20.23

Adapun enam butir pokok yang menjadi alat ukur dalampembuktian, diuraikan sebagai berikut pertama, dasar pembuktian ntukmemperoleh fakta-fakta yang benar (bewijsgronden); kedua, alat-alatbukti yang dapat digunakan oleh hakim untuk mendapatkan lampau(bewijsmiddelen); ketiga, penguraian bagaimana cara menyampaika nalat-alat bukti kepada hakim di sidang pengadilan (bewijsvoering) ;keempat, kekuatan pembuktian dalam masing- masing alat-alat buktidalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan (bewijskracht) ;kelima, beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-unda nguntukmembuktikan tentang dakwaan di muka sidang pengadila n(bewijslast); dan keenam, bukti minimum yang diperlukan dalampembuktian untuk mengikat kebebasan hakim (bewijsminimum).Lilik Mulyadi18 mengemukakan bahwa hal-hal yang secaraumum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Hal-hal yang secaraumum sudah diketahui biasanya disebut notoire feiten (Pasal 184 Ayat(2) KUHAP). Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi 2 golonga nyaitu pertama, sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwasesuatu atau peristiwa tersebut memang sudah demikian hal yang18Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. 1989.Hlm, 346.24

benarnya atau semestinya,dan kedua, sesuatu kenyataan ataupengalaman yang selamanya dan selalu mengakibatkan demikian atauselalu merupakan kesimpulan.Dalam Pasal 183 KUHAP telah diatur syarat-syarat hakim untukmenghukum terdakwa yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti yangsyah yang ditetapkan oleh undang-undang disertai keyakinan hakimbahwaterdakwalahyangmelakukannya.Kata-kata sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, memberikan limit dari bukti yangminimum yang harus digunakan dalam membuktikan suatu tindakpidana.Alat bukti yang sah terdapat dalam Pasal 184 KUHAP adalah :a. Keterangan saksib. Keterangan ahlic. Suratd. Petunjuke. Keterangan terdakwa.Dalam perkembangan Hukum acara pidana di Indonesia masalahketentuan alat bukti terjadi perbedaan antara satu dengan lain .Misalnya Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutka nbahwa alat bukti dalam persidangan MK adalah1) surat atau tulisan2) keterangan saksi25

3) Keterangan ahli4) keterangan para pihak,5) berupa:atau disimpaninformasiyangsecara elektronikdengan alat optik atau yang serupa dengan itu.Perkara yang diperiksa dengan cara pemeriksaan biasa ditentukansyarat-syarat sebagai berikut :191) Penuntut umum membuat surat pelimpahan perkara ke pengadila nyang berwenang (Vide Pasal 143 ayat (1) KUHAP).2) Penuntut umum membuat surat dakwaan (acte van verwij zing)(Vide Pasal 143 ayat (2) KUHAP)3) Putusan dibuat secara khusus (Vide Pasal 200 KUHAP)4) Dibuat berita acara sidang (Vide Pasal 202 ayat (1), (2), (3), (4)KUHAP)Membahas sistem pembuktian dalam acara pemeriksaan biasaberarti membicarakan sistem pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeridan kaitannya dengan pemeriksaan alat-alat bukti serta kekuatanpembuktiannya. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat kita temuipada KUHAP Bab XVI bagian ketiga acara pemeriksaan biasa dimula idari Pasal 152 sampai dengan Pasal 182 , sedangkan yang mengatur19Ibid Hlm 5526

tentang alat pembuktian serta putusan dalam acara pemeriksaan biasapada bagian keempat pada Bab XVI Pasal 183-202 KUHAP.Hukum pembuktian dibagi 3 bagian :1) Alat-alat bukti artinya alat-alat bukti macam apa yang dapatdipergunakan untuk menetapkan kebenaran dalam penuntuta npidana (keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk danketerangan terdakwa).2) Peraturan pembuktian artinya peraturan-peraturan cara atsaksi, cara pemeriksaanbuktiitu(carasaksi dan terdakwa,pemberian alasan-alasan pengetahuan pada kesaksian dan lainlain)3) Kekuatan alat-alat bukti artinya ketentuan banyaknya alat-alatbukti yang harus ada untuk dapat menjatuhkan pidana (misalnyaketerangan terdakwa itu hanya merupakan bukti yang sah, apabilamemenuhisyarat-syaratyangditentukandalam Pasal 189KUHAP).Proses dalam sistem peradilan menurut KUHAP adalah asaslangsung(onmiddelijk heidsbeginsel);pemeriksaandisidangpengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung kepada terdakwadan para saksi ini berbeda dengan acara perdata, dimana tergugat dapatdiwakili oleh kuasanya, pemeriksaan hakim juga dilakukan secara27

lisan artinya bukan secara tertulis antara hakim dan terdakwa .20 Jadihakim harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung secara lisanbaik terhadap terdakwa maupun saksi dalam bahasa Indonesia yangdimengerti dan melihat sendiri sehingga dapat diperoleh gambaransecara konkrit. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 153 ayat (1), (2) dan(3) KUHAP. Apabila formalitastersebut tidak dipenuhipadapemeriksaan di sidang berakibat batalnya keputusan demi hukum VidePasal 153 ayat (4) KUHAP . Pada hari sidang yang ditentukan, ketuasidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika iadalam tahanan ia dihadapkan dalam keadaan bebas Setelah PenuntutUmum membacakan surat dakwaan selanjutnya , hakim ketua sidangmenanyakan apakah ianya sudah mengerti dan apabila tidak mengerti ,PenuntutUmumatas permintaanhakimketua sidangwajibmemberikan penjelasan (Pasal 155 ayat (2) KUHAP).Apabila terdakwa atau penasehat hukumnya tidak mengajuka nterhadap kompetensi pengadilanmaupun surat dakwaan, makapemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi menuruturutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelahmendengar pendapat Penuntut Umum, terdakwa atau penasehat20A. Karim Nasution. Masalah Surat Tuduhan Dalam Proses Pidana. Penerbit CV. PantjuranTudjuh. 1981. Hlm, 5828

hukumnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 160 KUHAP bahwa yangpertama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi.Selanjutnya hakim ketua menanyakan kepada saksi indentitas secaralengkap dan hubungannya dengan terdakwa.Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui penilaian tentangobyektif tidaknya keterangan saksi, sedangkan mengenai hubunga nkeluarga atau pekerjaan / jabatan hal ini untuk menentukan apakahperlu tidaknya disumpah (Vide Pasal 168 , 170 KUHAP).21 Saksisebelum memberikan keterangannya harus disumpah atau mengucapjanji, namun jikalau pengadilan menganggap perlu dapat juga diambilsumpahnya atau mengucap janji setelah memberikan keterangan (VidePasal 160 KUHAP).Menurut Pasal 162 KUHAP bahwa: keterangan yang telahdiberikan dulu itu dibacakan di sidang, jikalau keterangan inisebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itunilainya disamakan dengan keterangan saksi di bawah sumpah yangdiucapkan di sidang Kemudian yang menjadi pertanyaan bagaimanakalau saksi tersebut tidak disumpah di tingkat penyidikan dan telahmeninggal dunia atau halangan sah tidak dapat hadir di sidang21Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang Undang HukumPidana29

pengadilan, apakah keterangan tersebut yang dibacakan itu samanilainya dengan keterangan saksi yang disumpah ini juga kurang jelas ,penjelasan pasal cukup jelas.Dalam Pasal 162 ayat (2) menyebutkan bahwa:jika keterangansebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itusama nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yangdiucapkan di sidang. Kepada Penuntut Umum dan Penasehat Hukumdiberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi danterdakwa. Dalam hal inihakim selalu menilai dan harusmemperhatikan :1) Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan lain.2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.3) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberika nketerangan yang berlaku.4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang padaumumnya dapat mempengaruhi keterangan dipercaya .22Bila saksi telah selesai semuanya diperiksa, maka pada gilira nterakhir adalah terdakwa yang didengar keterangannya . Jika terdakwatidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang22R. Soesilo. Hukum Acara Pidana. Bogor. Penerbit Politeia. 1989. Hlm, 111.30

diajukankepadanya hakim ketua sidangmenganjurkanuntukmenjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan (Vide Pasal 175KUHAP). Selama dalam persidangan hakim ketua memperlihatka nkepada terdakwa jika perlu kepada saksi segala barang bukti danmenanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda-benda itu.Setelah pemeriksaan selesai dinyatakan oleh hakim, penuntutumum mengajukan tuntutan pidana dan terdakwa atau penasehathukumnya mengajukan pembelaannya, kemudian penuntut umummenyampaikan replik yang dijawab dengan duplik dari terdakwa ataupenasehat hukum. Jika acara tersebut telah selesai, maka hakim wapemeriksaan dinyatakan ditutup. Walaupun demikian hakim ketuasidang karena jabatannya dan atas permintaan penuntut umum atauterdakwa atau penasehat hukum dengan alasannya, berwenang untukmembuka kembali persidangan Vide Pasal 182 KUHAPDengandemikian dapat dipahami dalam pemeriksaan biasa proses yang dilaluicukup panjang, dan bersifat kompleks.23Dari uraian tersebut di atas maka proses pemeriksaan perkara d ipersidangan hakim dalam menyatakan keputusan tersebut, majelis23Martiman Prodjo Hamidjojo. Sistem Pembuktian dan alat Bukti. Jakarta. Penerbit GhaliaIndonesia. 1983. Hlm, 20.31

sebelumnya menilai aspek secara nyata serta semua alat-alat bukti yangsecara limitatif ditentukan oleh undang-undang, sekurang-kurangnyadua alat bukti yang sah ditambahadanya keyakinanhakim,sebagaimana unsur-unsur kejahatan yang didakwakan itu terbuktidengan sah atau tidak serta apakah terdakwa dapat bertanggung jawabmenurut hukum (yuridis relevan) serta menetapkan pidana yangsetimpal dengan perbuatannyaB. Penuntut Umum Dalam Perkara Pidana1. Pengertian Penuntut UmumPenuntut um

dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Perkara yang diperiksa dengan cara pemeriksaan biasa ditentukan syarat-syarat sebagai berikut : 19. 1) Penuntut umum membuat surat pelimpahan perkara ke pengadilan yang berwenang (Vide Pasal 143 ayat (1) KUHAP). 2) Penuntut umum membuat surat dakwaan (acte van verwij zing)

Related Documents:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini berfungsi untuk pedoman dan pembanding penelitian yang akan dilakukan. Urfan (2017) melakukan penelitian berjudul Aplikasi Kalender Event Seni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL. PENELITIAN . 2.1 Tinjauan Pustaka. Tinjauan pustaka adalah kajian mengenai penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi permasalahan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian terhadap penelitiapenelitian sebelumnya diharapkan memberikan wawasan agar n-

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang aplikasi mobile berbasis android yang dibuat oleh universitas atau berisi info seputar kampus atau panduan bagi mahasiswa atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Keagenan Keagenan adalah hubungan yang mempunyai kekuatan hukum yang terjadi bilamana kedua pihak bersepakat, memuat perjanjian, dimana salah satu pihak diamakan agen, setuju untuk mewakili pihak lainnya yang

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Chronic kidney disease (CKD) a. Definisi Chronic kidney disease merupakan suatu keadaan kerusakan ginjal secar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan tinjauan yang sudah ada dimana masing-masing penulis menggunakan metode yang berbeda sesuai dengan permasalahan yang di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bank Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Umum tentang Arbitrase 1. Pengertian Arbitrase Suatu hubungan keperdataan yakni dalam suatu perjanjian selalu akan ada resiko kemungkinan timbulnya suatu perselisihan dalam prosesnya baik antar pihak maupun dengan objek perjanjian. Sengketa tersebut dapat