MENUJU HUKUM ISLAM YANG INKLUSIF- HUMANISTIS: ANALISIS .

3y ago
16 Views
3 Downloads
460.32 KB
22 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Louie Bolen
Transcription

MENUJU HUKUM ISLAM YANG INKLUSIFHUMANISTIS: ANALISIS PEMIKIRAN JASSER AUDATENTANG MAQA ĪD AL-SHARĪ’AHMuhammad Salahuddin(Fakultas Syari’ah IAIN MataramJl. Pendidikan 35 Mataram NTBEmail: lentera musyari@yahoo.com)Abstract: Methodological debates in the study of maqā īd al-sharī‘ahpresented several variants of polarization, as doctrinaire-normative-deductiveand historical-empirical-inductive. This paper aims to probe carefully thetheory of meaning the maqā īd al-sharī‘ah offered by Jasser Auda. It wasfound that Auda’s offer come from his observation on the failure of Islamiclaw to reconstruct the values embodied in authoritative texts (Qur’an,Sunnah) which are compatible with the social, economical, and politicaldevelopment of modern society. Implementation of maqā īd al-shari‘ahmust be paralleled with maqā īd al-mukallaf, so that Islamic sharī‘ah inits humanist face in accordance with its mission as ra mah li al-‘alamīncan be realized.Abstrak: Perdebatan metodologis dalam kajian tentang maqā īd alsharī‘ah menghadirkan beberapa varian polarisasi, seperti doktrinernormatif-deduktif dan empiris-historis-induktif. Tulisan ini bertujuanuntuk menelisik secara cermat teori pemaknaan maqā īd al-sharī‘ahyang ditawarkan oleh Jasser Auda. Ditemukan bahwa tawaran itu hadirberanjak dari kegelisahan Auda atas kegagalan hukum Islam dalammerekonstruksi nilai yang terkandung dalam teks otoritatif (Qur’anSunnah) yang kompatibel dengan perkembangan sosial-ekonomi-politikmasyarakat modern. Implementasi maqā īd al-shārī‘ah harusdiparalelkan dengan maqā īd al-mukallaf, sehingga syariah Islam dalamwajah yang humanis yang sejalan dengan misinya sebagai ra mah li al‘ālamīn dapat terwujud.Keywords: maqā īd al-sharī‘ah, metodologi hukum Islam, normativitas,historisitas, inklusif, humanis.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012103

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”Kajian u ūl al-fiqh menempatkan konsep maqā īd al-sharī‘ah padaposisi penting, karena membahas tentang tujuan penetapanhukum dalam Agama Islam.1 Maqā īd al-sharī‘ah yang ditetapkanAllah dapat ditelusuri melalui dua sumber, yaitu melalui alQur’an dan Sunnah sebagai sumber otoritatif dalam istinbā ala kām, dan melalui akal. Untuk mengetahui maqā īd al-sharī‘ahmelalui al-Qur’an dan Sunnah, dapat dilakukan dengan empatcara yaitu ibārah al-nā (makna eksplisit), ishārah al-nā (maknatersirat), dalālah al-nā (makna tersimpul), dan iqti ā al-nā (maknayang dikehendaki).2 Sedangkan untuk mengetahui maqā īd alsharī‘ah melalui akal, dapat dilakukan melalui ijmā‘ dan qiyās (yangdisepakati) dan bisa juga melalui masla ah, ‘urf, shar‘ man qablanā,madhhab al- ahābī, isti sān, istis āb, sadd al-dharī‘ah (yangdipertentangkan). Aneka sumber hukum di atas, menunjukkanragam aktivitas intelektual yang mungkin dilakukan dalam prosesistinbā al-ahkām. Secara sederhana, Minhaji menuliskan duamodel pendekatan dalam kajian hukum Islam; doktrinernormatif-deduktif dan empiris-historis-induktif.3 Dalam bahasayang agak menggelitik, Abdullah menyebutkan dengan istilahnormativitas-historisitas. Ranah normatif dan wilayah historiskemanusiaan perlu garis merah untuk mempertegas warna Islamyang sebenarnya. Secara logika sederhana, seharusnya segalakebaikan (ma la a ) yang terkandung dalam norma (hukum)Islam adalah kehendak/keinginan (irādah/maqā īd) yangdiinginkan Allah untuk kedamaian, kebaikan, dan kesejahteraanumat manusia.Kompleksitas ranah historis manusia dengan berbagaiwacana, model, dan aktivitas yang mengitarinya yang setiap hariberubah dan bahkan tampak pelik seakan tidak tertampungdalam nilai/norma hukum yang ada dalam na (Qur’an-Sunnah).Tatanāhā al-nu ū wa lā tatanāhā al-waqā‘i (wahyu sudah tidak lagi1TahaJabir al-Alwani, Metodologi Hukum Islam Kontemporer, ter. Yusdani(Yogyakarta, UII Press; 2001), 15-38. Lihat juga Mun’im A. Sirry. SejarahFiqh Islam, (Surabaya, Risalah Gusti; 1996).2Mohammad Hashim Kamali, Prinsip dan Teori-teori Hukum Islam, ter.Noorhaidi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), pp.,159-1673Akhmad Minhaji, “Reorientasi Kajian U ūl Fiqh”, dalam Jurnal alJami’ah, No.63/VI/1999, pp., 16-7104Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”diturunkan, sementara peristiwa/kebutuhan hukum terusberkembang). Oleh karenanya model pendekatan doktrinernormatif-deduktif dalam pengembangan hukum dirasa takcukup lagi untuk menampung kebutuhan hukum masyarakat.Islam sebagai sebuah cita ideal dalam representasi hukumterasa‘mandul’ untuk merespon perubahan dunia global yang begitucepat. Model pendekatan empiris-historis-induktif dalampengembangan hukum yang berbasis pada realitas/ruang historiskemanusiaan perlu dipertimbangkan kembali sebagai mediamemaknai Islam (hukum) dalam ranah kehidupan manusiamodern. Ilmu u ūl al-fiqh sebagai perangkat metodologi perludipertajam dengan menggunakan multidimensional approach untukmenjawab permasalahan yang dihadapi oleh umat sekarang ini.Dalam kerangka pikir seperti di atas, Jasser Auda hadir.Kegelisahan intelektual Auda terkait dengan ketidakberdayaanhukum Islam vis a vis dengan perkembangan kemajuan duniamodern. Menurutnya, ini terjadi karena ketidakmampuan paraulama untuk melahirkan produk hukum baru, yang disebabkanoleh ketidakmampuan yang bersifat metodologis. Setelahmelakukan penelitian terkait perkembangan teori maqā īdsepanjang sejarah Islam pasca Rasulullah, dia kemudianmengajukan teori analisis sistem dan teori naqā īd al-sharī‘ah yangditempatkannya sebagai filsafat hukum Islam.Makalah ini akan mengelaborasi pemikiran Auda terkaitHukum Islam, khususnya pada bidang maqā īd al-sharī‘ah, yangmenurutnya tidak mengalami kemajuan yang signifikan sebelumabad XX. Menggunakan pendekatan sistem, dia berpendapatbahwa untuk memperoleh pemahaman yang holistik terkaitmaksud penetapan hukum dalam Islam, maka harus memandanghukum tersebut sebagai satu-kesatuan yang utuh.Pada beberapa tempat, kajian ini akan dihubungkan denganpermasalahan HAM. Karena secara tekstual maupunkontekstual, HAM merupakan salah satu tujuan utama yangdapat mengantarkan manusia kepada tataran kemanusiaan yanglebih tinggi. Hanya saja, sampai dengan hari ini, HAM kadangkadang masih menjadi barang langka pada kelompok masyarakattertentu, dan pada sisi lain menjadi topik hangat yangdiperbincangkan dunia internasional. Pengajuan Hukum IslamUlumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012105

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”humanis-holistik, didasarkan pada pendapat dan pengalamanbahwa dalam banyak kasus, produk Hukum Islam selama inibelum mempertimbangkan sisi atau nilai-nilai kemanusiaansepenuhnya.Latar Belakang Intelektual dan Sosial Jasser AudaJasser Auda adalah seorang associate professor pada FakultasIslamic Studies di Universitas Qatar (QFIS). Dia merupakananggota dan pendiri dari beberapa organisasi seperti,International Union of Muslim Scholar yang berpusat di Dublin;Academic Board of the International Institute of IslamicThougth di London; International Institute of AdvancedSystems Research (IIAS) di Kanada; Board of Trustees of theGlobal Civilizations Study Centre (GCSC) di Inggris dan masihbanyak lagi yang lain.Gelar Ph.D diperolehnya dari dua tempat, yaitu Universityof Wales, Inggris pada bidang Filsafat Hukum Islam danUniversity of Waterloo, Kanada pada bidang analisis sistem.Gelar Master pada bidang Jurisprudensi Islam tentang maqā īd alsharī‘ah diperolehnya dari Islamic American University Michigan.Dia menghafal al-Qur’an dan menerima pelajaran tentangpengetahuan tradisonal Islam dari Masjid Kairo di Mesir. Diaaktif di Maqā īd Research Center dalam bidang Filsafat HukumIslam di Inggris. Selain itu, dia mengajar pada beberapaperguruan tinggi di sejumlah negara. Penguasaannya dalambidang bahasa (Arab, Inggris, dan Perancis) memudahkannyadalam mengkomunikasikan ide dan konsepnya tentang filsafathukum Islam. Demikian pula dengan kemampuannya dalamkeilmuan tradisional Islam dan filsafat Barat menambah daya‘tebar pesona’ Auda dalam kancah intelektual dunia.Mempelajari biografi ringkas Auda tersebut di atas, makadapat dikatakan kalau dia merupakan the right man on the right place.Karir akademik yang dijalaninya sangat terkait dengan intellectualbackground yang sudah dimilikinya. Jadi ketika dia mengajukanteori sistem dan teori maqā īd, misalnya, itu merupakanmanifestasi dari pemahamannya terhadap ilmu-ilmu yang telahdipelajari sebelumnya. Perpaduan dari dua intellectual basics inilahyang kemudian membentuk profesionalitas dalam dirinya.106Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”Apa yang ingin dikemukakan di sini adalah sesuatu yangterkait dengan keresahan intelektual yang melanda dirinya terkaitpemahaman, pemikiran, penetapan, dan implementasi HukumIslam dalam kehidupan sehari-hari kaum muslim pada banyaknegara. Menurutnya, selama ini Hukum Islam (pemahamanulama u ūl) sangat rigid, sehingga ketika berhadapan denganrealitas yang beragam pada lokus yang berbeda maka HukumIslam seakan tidak dapat memberikan solusi apa-apa selainjawaban hitam putih, boleh-tidak boleh, halal-haram (binneropposition). Padahal sejatinya suatu hukum itu ditetapkan denganmaksud untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dankesejahteraan bagi kehidupan individu maupun sosial.Dengan mengutip laporan tahunan UNDP tentang HDImisalnya, dia mendapatkan kenyataan bahwa posisi terendahditempati oleh negara yang mayoritas penduduknya muslim. Iniberarti bahwa orang muslim masih tertinggal dalam bidangbidang seperti literasi, pendidikan, partisipasi politik, partisipasiekonomi, keadilan, kesetaraan dalam kesempatan, danpemberdayaan perempuan. Belum lagi tindakan tidak manusiawidan tidak bertanggungjawab dari sekelompok orang yangdiatasnamakan agama (pelanggaran HAM) yang menambah‘suram’ wajah Islam modern yang sudah kelam.4 Lalu dimanakah efek penetapan Hukum Islam selama ini?Permasalahan-permasalahan inilah yang menggelitik rasakemanusiaan dan keintelektualannya. Faktor ini pulalah yangmembuatnya memilih kedua disiplin ilmu tersebut di atas untukditekuni.Permasalahan yang diidentifikasi di atas, muncul karenaHukum Islam yang ditetapkan selama ini tidak ‘membumi’,kekinian dan kedisinian. Dalam kata lain, para ahli Hukum Islambelum menerjamahkan substansi hukum (maqā īd) yang tertuangdalam adillah al-shar‘iyyah (sumber hukum). Di sinilah letakpentingnya pemikiran Auda, yaitu sebuah upaya untuksinkronisasi pemikiran manusia yang berbasis pada realitassosiologis dengan kehendak Tuhan yang bernuansa tekstualteologis-formalistis.4JasserAuda, “Islam and Development” dalam www.jasserauda.netUlumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012107

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”Pendekatan Sistem: Sebuah Tawaran MetodologisMembaca karya yang dihasilkan oleh Auda, maka secaraeksplisit sudah dapat disimpulkan bahwa cara berpikir ataupendekatan yang digunakan olehnya adalah pendekatan sistem.5Auda mengemukakan pengertian sistem sebagai “a set ofinteracting units or elements that forms an integrated-whole intended toperform some function.”6 Dengan demikian sistem selalu melibatkanunit, elemen, dan sub-sistem yang membentuk satu kesatuanyang hierarkis, yang berinteraksi dan bekerja sama secara terusmenerus, memiliki prosedur dan berproses untuk mencapaitujuan tertentu. Dan di atas sistem terdapat supra-sistem yangmelingkupi keseluruhannya.Berdasarkan pengertian sistem yang dikemukakan di atas,maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud denganpendekatan sistem adalah sebuah pendekatan holistik, tempatsebuah entitas merupakan bagian dari keseluruhan sistem yangterdiri dari sejumlah sub-sistem.7 Dengan demikian, ini sangatterkait dengan kegiatan mengidentifikasi kebutuhan, memilihproblem, mengidentifikasi syarat-syarat penyelesaian masalah,memilih alternatif penyelesaian masalah yang paling tepat,5KamusOxford mengemukakan pengertian sistem sebagai berikut: “1)a group of things or parts working together as a whole, 2) a human oranimal body as whole, including its internal organs and processes, dan 3) aset of ideas, theories, procedures, etc according to which something isdone.” Sementara itu, salah satu pengertian sistem dalam Webster adalah,“whole scheme of created things regarded as forming one complete whole.”A. S. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 5th edition, (New York:Oxford University Press, 1995), 1212.6Jasser Auda, Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law, (London:The International Institute of Islamic Thought, 2008), 337Ibid, 29. Terdapat dua pendekatan umum dalam teori Sistem, yaituCross-Sectional Approach yang mempelajari interaksi antara dua sistem, danDevelopmental Approach yang mempelajari perubahan dalam sistem sepanjangwaktu. Untuk mengevaluasi suatu sistem maka dapat digunakan tigapendekatan, yaitu Holist Approach yang mengevaluasi sistem sebagai unit yangberfungsi secara kompleks, Reductionist Approach yang mengevaluasisubsistem dalam sistem, dan Functionalist Approach yang mengevaluasiperanan yang dimainkan suatu sistem dalam sistem yang besar. Selanjutnyabaca David S. Walonick, “General systems Theory”, .html108Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”memilih, menetapkan, dan menggunakan metode dan alat yangtepat, mengevaluasi hasil serta merevisi sebagian atau seluruhsistem yang dilaksanakan sehingga dapat memenuhi kebutuhandalam menyelesaikan masalah secara lebih baik.8Jika kemudian pengertian di atas diaplikasikan sebagai alatuntuk menjelaskan kerangka sistem Hukum Islam, maka Islammerupakan supra-sistem yang salah satu sistem yang dicakupnyaadalah fiqh dengan u ūl al-fiqh sebagai perangkat pengembangnya.Sebagai pengembang fiqh, u ūl al-fiqh dengan perangkatnyamenyediakan seperangkat sistem yang mengatur untuk itu.Kajian tentang al-adillat al-shar‘iyyah (sumber hukum), baik yangbersumber dari wahyu maupun akal (ijtihād), al-qawā‘id al-fiqhiyyah,dan maqā īd al-sharī‘ah. Masing-masing sub-sistem tersebutmemiliki unit dan elemen yang masih dapat di-breakdown lagimenjadi unit dan elemen yang lebih kecil. Satu hal yang pasti disini adalah setiap sistem, sub-sistem, unit dan elemen memilikidan menjalankan fungsi yang berbeda dalam mencapai tujuan.Pendekatan sistem, selain menggunakan disiplin ilmu yangberagam sebagai alat analisis, juga harus menganalisis danmempertimbangkan semua unit, komponen atau sub-sistemtersebut di atas sebelum menetapkan suatu hukum, barudidapatkan hukum yang humanis-holistik. Jadi tidak lagimenggunakan analisis “decompositional” yang bersifat statis danterpisah-pisah, melainkan menggunakan analisis sistem yangbersifat dinamis dan sinergik-menyeluruh. Untuk implementasianalisis sistem maka beberapa langkah yang dapat dilaksanakanadalah: 1) memvalidasi semua pengetahuan, 2) meninggalkanpendekatan atomistik dan reduksionis menuju pendekatanholistik, 3) senantiasa terbuka dan memperbarui pengetahuan, 4)selalu melihat sesuatu dari perspektif multi-dimensionalitasbukan kategorisasi binner, 5) memperhatikan “purposefulness”sebagai prinsip berpikir.98Muhaimin,Paradigma Pendidikan Islam, cet. ke-4, (Bandung: RemajaRosdakarya, 2008), 165.9Auda, Maqā īd , pp. 193-245. Memvalidasi cognition dilakukan dengancara tidak memandang ijtihad sebagai perwujudan ‘perintah Tuhan’,meskipun ini didasari oleh ijmā‘ dan qiyās. Karena posisi ijtihad sama denganpandangan al-Musawwibah yang berdasarkan dan mengakui cognitive natureUlumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012109

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”Mazhab Maqā īd Auda: Beberapa Pokok PikiranTeori Maqā īd al-Sharī‘ahMaqā īd diartikan sebagai tujuan, sasaran, maksud, dan citacita. Dengan demikian maqā īd dalam Hukum Islam bermaknatujuan atau sasaran di balik peraturan atau keputusan yang adadalam Islam.10 Maqā īd kadang-kadang juga digunakan dalampengertian masla a .11 Hal ini senada dengan yang dituliskan alShā ibī, al-Ahkām Mashrū‘atun li Ma āli al-‘ibād (hukumdisyari’atkan untuk kemaslahatan hamba).12 Dalam logika alShā ibī, semua kewajiban (taklīf) baik dalam bentuk kalimatperintah (awāmir) dan larangan (nawāhy) adalah bertujuan untukmerealisasikan kemaslahatan hamba.13hukum Islam. Mendorong ke-holistikan hukum Islam maka harusmenghindari pendekatan yang atomistik, yang kurang komprehensif.keterbukaan dan pembaruan dilakukan melalui perubahan peraturan denganmerubah worldview dan kultur kognitif para juris sebagai sebuah mekanismeketerbukaan dalam sistem hukum, dan keterbukaan filsafat, sebagaimekanisme keterbukaan pembaruan individu dalam hukum Islam.Kemampuan berijtihad seorang juris harus terus dikembangkan dalam artiharus memiliki competent-worldview, sehingga hukum Islam terbuka padapercepatan kemajuan ilmu sosial dan ilmu alam. Untuk mencapai multidimensionalitas dalam sistem hukum Islam, maka akar pemikiran yangbersifat binary yang mendominasi mazhab hukum Islam harus dihindari.Terakhir, purposefulness hendaknya senantiasa menjadi pertimbanganmendasar dalam sistem berpikir.10Ibid, 2. Baca juga Robert D. Craine, “Maqā īd al-Sharī‘ah”: A Strategyto Rehabilitate Religion in America”, dalam http://www.IIIT/maqasid11Selanjutnya bandingkan dengan Moh. Mahrus, “al-Masla ah PerspektifImam Abu Hanifah: Karakteristik, Kehujjahan, dan signifikansinya”, dalam,Istinbā , Jurnal Hukum Islam Fakultas Syari’ah IAIN Mataram, vol.7/2/2009, pp.137-5112Abū Ishāq al-Shā ibī, al-Muwāfaqāt min U ūl al-Sharī‘ah, Jilid 1 (Kairo:Musthafâ Muhammad, t.th), 21.13Ibid, I, 195. Muhammad Abū Zahrah juga menegaskan bahwa hukumAllah (Sharī‘ah) adalah untuk kemasalahatan manusia, baik dalam kontekhubungannya dengan Tuhan (Allah), sesama manusia, dan alam sekitar.Muhammad Abū Zahrah, U ūl al-Fiqh, (Mesir, Dâr al-Fikr al-‘Araby; 1958),366. Demikian juga Khalid Mas’ud menguraikan bahwa maslahat adalahsebagai unsur penting dari Maqā īd al-Sharī‘ah (tujuan hukum). MuhammadKalid Mas’ud, Filsafat Hukum Islam, ter. Ahsin Muhammad (Bandung,Pustaka; 1996). Lihat juga Ibrohim Hosen, Fungsi dan Karakteristik Hukum110Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012

Muhammad Salahuddin, “Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis ”Maqā īd al-sharī‘ah adalah tujuan yang dikehendaki olehpembuat hukum (maqā īd al-shārī‘) dari larangan atau perintahyang ada dalam na . Maqā īd itu dapat diketahui dengan analisisdalil dengan pendekatan analisis tekstual yang berbasis pada ‘illat.Maqā īd al-shārī‘ah, dalam aplikasinya mesti didialogkan dengankeinginan hamba (maqâshid li al-‘ibâd). Hukum yang sebenarnyaadalah yang berbasiskan pada maqā īd al-shārī‘ah denganmempertimbangkan kerangka ruang dan waktu yang terkaitmaqā īd li al-‘ibād. Oleh karena itu, grand design pengembanganhukum Islam selalu mempertimbangkan ranah ideal (wahyu) danperkembangan sosial masyarakat pada sisi lain.14 Namun akhirakhir ini, umat Islam seringkali ‘terjerat’ untuk memaknai ranahwahyu (ideal) yang jauh dari kebutuhan riil umat Islam. Upayauntuk ‘menjembatani’ maqā īd al-shārī‘ah dan maqā īd al-mukallafadalah inti kajian dalam pembahasan maqā īd al-sharī‘ah.15Islam dalam Kehidupan Umat Islam’, dalam Dimensi Hukum Islam dalamSistem Hukum Nasional, (Jakarta, Gema Insani Press; 1996), 86-7.14Ketika Mu‘ādz ibn Jabal diutus ke Kufah sebagai gubernur beliauditanya oleh Rasulullah, ‘dengan apa engkau akan selesaikan perkara yangengkau hadapi? Mu’adz menjawab, dengan al-Qur’an, dan jika tidak akutemukan dalam al-Qur’an akan aku selesaikan dengan sunnah rasulullah, danjika tidak ada dalam sunnah maka aku akan berijtihad dengan kemampuanakalku. Hal ini disetujui oleh rasulullah dan menepuk punggung Mu‘ādz ibnJabal.

aktif di Maqā īd Research Center dalam bidang Filsafat Hukum Islam di Inggris. Selain itu, dia mengajar pada beberapa perguruan tinggi di sejumlah negara. Penguasaannya dalam bidang bahasa (Arab, Inggris, dan Perancis) memudahkannya dalam mengkomunikasikan ide dan konsepnya tentang filsafat hukum Islam.

Related Documents:

Hukum sebagai ilmu pengetahuan 2. Hukum sebagai disiplin 3. Hukum sebagai kaedah 4. Hukum sebagai tata hukum 5. Hukum sebagai petugas (hukum) 6. Hukum sebagai keputusan penguasa 7. Hukum sebagai proses pemerintah 8. Hukum sebaga perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur 9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai

Filsafat hukum Islam adalah filsafat yang bercorak Islami, yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar. 9. Dalam hukum Islam ada ketentuan hukum yang sifatnya final dan mutlak serta tidak memberikan peluang interpretasi yang disebut Qathi dan ada yang bersifat

adanya konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum yang berasal dari Hukum Adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pemba-ngunan hukum nasional menuju kearah unifikasi hukum yang akan dilaksanakan melalui pembuatan perundang-undangan. Keberadaan Hukum Adat sebagai dasar pembentukan berba-

PENGERTIAN, SUMBER DAN ASAS A. Pengertian Hukum Acara Perdata Menurut fungsinya, hukum dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum formil atau hukum acara. Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan

dengan pembahasan pengertian Hukum Internasional Publik (HI). Hal . “Keseluruhan kaidah atau asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintas batas negara. Atau dapat dikatakan bahwa HPI adalah hukum yang mengatur hubungan hukum keperdataan antara pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang

tentang teori-teori hukum yang berkembang dalam sejarah perkembangan hukum misalnya : Teori Hukum Positif, Teori Hukum Alam, Teori Mazhab Sejarah, Teori Sosiologi Hukum, Teori Hukum Progresif, Teori Hukum Bebas dan teori-teori yang berekembang pada abad modern. Dengan diterbitkannya modul ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para

1. Pengertian Hukum Agraria Sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka dalam pengertian UUPA Hukum Agraria bukan hanya meru-pakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agrar-ia merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang

American Chiropractic Board of Radiology Heather Miley, MS, DC, DACBR Examination Coordinator PO Box 8502 Madison WI 53708-8502 Phone: (920) 946-6909 E-mail: exam-coordinator@acbr.org CURRENT ACBR BOARD MEMBERS Tawnia Adams, DC, DACBR President E-mail: president@acbr.org Christopher Smoley, DC, DACBR Secretary E-mail: secretary@acbr.org Alisha Russ, DC, DACBR Member-at-Large E-mail: aruss@acbr .