ETIKA DAN AJARAN MORAL FILSAFAT ISLAM: PEMIKIRAN

2y ago
133 Views
2 Downloads
410.54 KB
22 Pages
Last View : 2m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Adele Mcdaniel
Transcription

ETIKA DAN AJARAN MORAL FILSAFAT ISLAM:PEMIKIRAN PARA FILOSOF MUSLIMTENTANG KEBAHAGIAANMustain(Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kependidikan IAIN Mataram.Email: mustainrema@yahoo.comAbstract: Muslim philosophers thought on ethics is not just about what isgood and good action, but also at the same time order muslims to committeachings of the good action. It means that the study of ethics does not standalone but linked and fused with moral teachings. The end objective to beachieved with ethical and moral teachings is happiness that is described asthe combination of elements of safety, peace, and quiet. According to Muslimphilosophers, happiness can be achieved through acts of decency anddeployment of deep sense of intellegence. They assume that the happinessachieved through the second way has higher levels of morality than throughthe first one. This is so, partly, since they find that such special achievementcan only be achieved by special people, namely the philosophers.Abstrak: Pemikiran para filosof muslim dalam bidang etika tidak hanyamenjelaskan tentang apa itu baik dan tindakan baik, tetapi juga sekaligusmemerintahkan untuk mengikuti ajaran-ajaran tentang perbutan baik.Artinya bahwa kajian tentang etika tidak berdiri sendiri tetapi terkaitdan menyatu dengan ajaran-ajaran moral. Tujuan akhir yang ingin dicapaidengan etika dan ajaran-ajaran moral adalah kebahagiaan yangdigambarkan sebagai perpaduan unsur-unsur rasa aman, damai, dantenang. Menurut para filosof muslim, kebahagian dapat diraih melaluiperbuatan-perbuatan kesusilaan dan juga pengerahan daya akal yangmendalam. Mereka menganggap bahwa kebahagiaan yang dicapai melaluijalan pengerahan kemampuan akal sedalam-dalamnya mempunyaitingkatan lebih tinggi dibanding melalui jalan kesusilaan. Hal itudisebabkan antara lain karena kekhususannya yang hanya dapat dicapaioleh orang-orang tertentu saja, yaitu para filosof.Keywords: etika, ajaran moral, kebahagiaan, perbuatan kesusilaan,akaliah, penyakit ruhani, pengobatan ruhani.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013191

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang KebahagiaanDALAM konteks filsafat, pembahasan tentang ajaran moralberkaitan dengan etika. Namun antara keduanya dipandangsebagai dua hal yang berbeda tingkatannya. Etika atau disebutjuga filsafat moral adalah bagian dari filsafat yang membahastentang baik dan buruk yang bersifat norma (normatif). Didalamnya dibahas tentang predikat-predikat kesusilaan, sepertibaik, buruk, kebajikan, dan kejahatan. 1 Kalau etika atau filsafatmoral dipandang sebagai teori tentang perbuatan baik dan tidakbaik, maka moral adalah bentuk praktiknya dalam perilaku.2Secara lebih jelas lagi Franz Magnis-Suseno mengemukakanperbedaan antara etika dan (ajaran) moral. Etika adalahpemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran danpandangan-pandangan moral. Sedangkan ajaran-ajaran moraladalah ajaran-ajaran, ketentuan-ketentuan, petunjuk-petunjuk,dan ketetapan-ketetapan tentang bagaimana manusia mestihidup menjadi manusia yang baik. Dengan demikian, apabilaajaran-ajaran moral mengandung perintah untuk mengikuti danmelaksanakan ajaran-ajaran tertentu, maka etika hendakmemahami mengapa manusia mesti mengikuti ajaran-ajaran yangdiperintahkan untuk diikuti itu. Karena itu, etika dapatdipandang mengandung kekurangan karena tidak berwenangmemerintah. Namun sekaligus mengandung kelebihan karenaetika menjadikan manusia memahami mengapa ia mestimengikuti perintah ajaran-ajaran tertentu.3Dalam makalah ini, sebagaimana yang tertuang pada judul diatas, akan lebih menekankan kajiannya pada ajaran-ajaran moral.Pemikiran-pemikiran para filosof muslim yang akan dipaparkandalam tulisan ini lebih menggambarkan sebagai ajaran moraldaripada pemikiran etika. Namun demikian agak sulit untukmenguraikan secara clear and distinct antara etika dan ajaran moraldalam pemikiran para filosof muslim. Hal itu disebabkan uraianuraiannya saling berkait berkelindan antara etika dan ajaran80.1LouisO. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989),Amin Abdullah, Filsafat Etika Islam Antara al-Ghazali dan Kant(Bandung: Mizan, 2002), 15.3Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral(Yogyakarta: Kanisius, 2006), 14.1922M.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaanmoral. Artinya bahwa di samping berisi petunjuk-petunjuk danketetapan-ketetapan moral untuk diikuti, beberapa di antaranyajuga dilanjutkan dengan penjelasan argumentatif rasionalmengapa mereka memerintahkan kaum muslim untukmengikuti ajaran-ajaran moral yang mereka kemukakan. Olehkarena itu meski secara konseptual antara etika dan ajaran moralberbeda, namun antara keduanya saling terkait. Atas dasarargumentasi seperti itulah maka tulisan ini memilih judulsebagaimana termaktub di atas.Dibandingkan dengan pemikiran filosof muslim dalamaspek-aspek lain dalam filsafat, pemikiran dalam bidang etikaatau filsafat moral menggambarkan kuatnya corak “Islam” didalamnya. Paling kurang apabila dilihat dari kemanfaatanpemikiran-pemikiran yang dikemukakan para filosof muslimuntuk dijadikan sebagai panduan dalam berperilaku yang baikdan menghindari perilaku yang buruk. Pada sisi yang lainpemikiran-pemikiran para filosof muslim dalam bidang etikatidak dapat dipisahkan dari pengaruh ajaran-ajaran tasawuf.Bahkan sebagaimana ditegaskan oleh Ibrahim Madkour, secaraumum kecenderungan tasawuf merupakan aspek penting yangmembedakan antara filsafat Islam dengan filsafat lainnya. 4 Halitu tampak pada pemikiran tentang etika atau filsafat moral yangdikembangkan para filosof muslim, seperti al-Kindi, al-Razi, alFarabi, Ikhwan al-Shafa, dan Ibnu Miskawaih.Di antara permasalahan penting yang menjadi pemikiranpara filosof muslim dalam bidang etika adalah tentangkebahagiaan. Pemikiran-pemikiran mereka dalam masalah etikaini lebih merupakan panduan moral dalam bertingkah lakudalam mencapai kebahagiaan. Selain masalah kebahagiaan,Mulyadhi Kartanegara menyebutkan bahwa pemikiran etika parafilosof muslim juga mencakup aspek rasionalitas dan keilmiahandalam pencapaian kebahagiaan, dan fungsi etika sebagaipengobatan ruhani.5 Dalam pandangan para filosof muslim4IbrahimMadkour, Filsafat Islam Metode dan Penerapannya Bagian I(Jakarta: Rajawali Pers, 1988), 30.5Mulyadhi Kartanegara, “Membangun Kerangka Keilmuan IAINPerspektif Filosofis” dalam duh tanggal 27 Agustus 2013, jam 15.20 WITA.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013193

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaankebahagiaan tidak hanya dapat dicapai dengan melaksanakanatau menjauhi perilaku-perilaku tertentu. Mereka jugamenjelaskan secara rasional-ilmiah mengapa untuk mencapaikebahagiaan harus melakukan tindakan-tindakan tertentu danmenghindarkan dari perilaku yang lainnya.Para filosof muslim mengkaji permasalahan kebahagian darisudut pandang teoritis maupun praktis. Perspektif teoritistentang kebahagiaan menggambarkan tentang argumen-argumenyang dikembangkan para filosof muslim dalam merumuskankonsep tentang tingkatan-tingkatan kebahagiaan sehinggasampai pada tingkatan tertinggi kebahagiaan. Sedangkanperspektif praktis mendeskripsikan tentang tindakan-tindakanyang boleh dan tidak boleh dilakukan agar manusia dapatmencapai kebahagiaan. Tulisan ini berupaya mengkaji bagaimanapemikiran para filosof muslim tentang kebahagiaan, terutamaketerkaitannya dengan kesusilaan dan kesempurnaan akal.Selanjutnya pada bagian akhir tulisan ini akan direfleksikanrelevansi ajaran-ajaran moral para filosof muslim dengan kondisikekinian kehidupan manusia.Kebahagiaan Sebagai Tujuan Etika dan MoralBerbeda dengan kajian etika atau filsafat moral padaumumnya yang hanya berbicara tentang tuntunan untuk berbuatbaik, pembahasan etika dalam filsafat Islam terkait denganmasalah kebahagiaan. Bahkan menurut Majid Fakhry6, etika ataufilsafat moral dalam Islam merupakan keseluruhan usahafilosofis dalam rangka mencapai kebahagiaan atau berkaitandengan proses tindakan kearah tercapainya kebahagiaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kebahagiaansebagai keadaan atau perasaan senang tenteram terbebas darisegala yang menyusahkan. Kalau merujuk pada pengertian makadapat ditegaskan bahwa ketenteraman menjadi unsur pentingdalam kebahagiaan.7 Selain kata kebahagiaan, dalam KamusBahasa Indonesia juga disebutkan beberapa kata yang lain yang6MajidFakhry. Sejarah Filsafat Islam, terj. R. Mulyadhi Kartanegara(Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), 361.7Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta:Pusat Bahasa, 2008), 115.194Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaanmengandung makna tidak adanya kesusahan atau kesengsaraan,yaitu kenikmatan, kepuasan, dan kesenangan. Kenikmatandiartikan sebagai keadaan yang nikmat, yang antara lainberkonotasi pada makanan dan tempat tinggal.8 Sedangkankepuasan diartikan perihal atau perasaan puas, lega, gembirakarena telah terpenuhi hasrat hatinya, yang dapat sajaberkonotasi negatif, misalnya hasrat mencelakakan orang lain.9Adapun kesenangan diartikan sebagai kondisi senang karenamendapat keenakan dan kepuasan.10Dari pengertian kata-kata di atas dapat ditegaskan bahwakebahagiaan tidak sama dengan kenikmatan, kepuasan, dankesenangan. Baik kenikmatan, kesenangan maupun kepuasanmungkin dapat mendatangkan kebahagiaan, tetapi ketiganya jugamungkin mendatangkan kesengsaraan. Lebih dari sekedarkesenangan, kepuasan, dan kenikmatan, maka kebahagiaanmenggambarkan kondisi kejiwaan yang diliputi ketenteraman,yaitu perpaduan dari rasa aman, damai, dan tenang.Apabila mengikuti pengertian kebahagiaan sebagaimanadisebutkan di atas, maka kebahagiaan adalah sama denganhilangnya hal-hal yang menyusahkan. Banyak hal yang dapatmenyebabkan kesusahan, misalnya berupa hal-hal yang bersifatmaterial, sosial, dan spiritual. Apabila merujuk pada ketiga halyang dapat menyebabkan kesusahan itu, maka kebahagiaan jugaterkait dengan ketiga hal tersebut. Ada kebahagiaan yang terkaitdengan hal-hal yang bersifat material, hal-hal yang berifat(perilaku) sosial, dan hal-hal yang bersifat spiritual. Dengandemikian, cara yang dapat ditempuh oleh manusia untuk dapatmencapai kebahagiaan juga terkait dengan ketiga hal di atas,yaitu dengan memperoleh materi, memberi materi kepada oranglain, berperilaku yang menyengkan orang lain, dan mendapatkanpemahaman tentang sesuatu persoalan melalui pengerahan dayapikir.Konsep kebahagiaan yang dikemukakan filosof muslimdapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kebahagian yangterkait dengan perbuatan kesusilaan dan kebahagiaan yang8Ibid.,1074.1221.10Ibid., 1407.9Ibid.,Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013195

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaanterkait dengan kesempurnaan akaliah. Kebahagian yang pertamadapat dicapai oleh siapapun sepanjang ia dapat melaksanakananjuran-anjuran filosof untuk melakukan perbuatan tertentu danmenghindari perbuatan yang lain. Sedangkan kebahagiaan yangkedua tidak dapat dicapai oleh semua orang, tetapi hanya orangorang tertentu yang mampu mendayagunakan kemampuanakalnya untuk memikirkan segala hal sampai semendalammendalamnya.Kebahagiaan dan KesusilaanDalam pandangan para filosof muslim kebahagiaan sangatterkait dengan kesusilaan. Kamus Bahasa Indonesia mengartikankesusilaan dengan keadaban yang digambarkan sebagai kondisiketinggian tingkat kecerdasan lahir batin.11 Para filosof muslimmemandang kesusilaan sebagai prasyarat untuk tercapainyakebahagiaan, atau dapat dinyatakan dalam ungkapan “jadilahorang baik, maka engkau akan menjadi orang yang bahagia”.Keterkaitan antara kebahagiaan dan ajaran moral ataukesusilaan dapat dijelaskan melalui hubungan antara kebaikandan kebahagiaan. Sebagai bagian dari filsafat, dalam filsafatIslam, filsafat moral bukan hanya membicarakan tentangtindakan yang baik yang dilakukan manusia, tetapi sekaligus”mengharuskan” manusia untuk selalu berbuat kebaikan. Hal itudikarenakan kebaikan yang dilakukan manusia pada akhirnyapasti akan menghasilkan kebahagiaan. Manusia harus menjadibaik, karena hanya dengan menjadi baiklah seseorang akanmenjadi bahagia. Orang baik adalah orang yang sehat mentalnya,dan orang yang sehat mentalnya akan dapat merasakankebahagiaan-kebahagiaan ruhani. Sebaliknya apabila jiwa tidaksehat, misalnya karena ada penyakit dengki, maka manusia tidakakan dapat merasakan kebahagiaan. Bahkan ia akan merasa tidakberbahagia manakala ada orang lain yang merasakankebahagiaan.12 Dengan demikian, perilaku yang baik atau terpuji(akhlâk al-karîmah) akan menjamin seseorang mencapaikebahagiaan dalam un.”, 6.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang KebahagiaanAl-Razi menguraikan beberapa perbuatan kesusilaan yangdapat mendatangkan kebahagiaan, tetapi pada saat yang samajuga akan dapat mendatangkan kemadharatan karena sifatnyayang berlebihan. Dengan kata lain, al-Razi menekankanketerkaitan yang erat antara kebahagiaan dengan kewajaran(tidak berlebihan), yaitu kewajaran yang rasional.Pandangan rasional al-Razi dalam masalah moral juganampak dalam pendapatnya tentang dusta dan kikir. Meskipunal-Razi tetap mengakui dusta sebagai perbuatan buruk, tetapi iamelihat nilai dusta tergantung pada niatnya. Dusta merupakanperilaku yang tercela bila bertujuan untuk kejahatan, sebaliknyadusta menjadi terpuji bila diniatkan demi kebaikan dankemaslahatan. Begitu pula dengan sifat kikir, menurut al-Razitidak dapat ditolak sepenuhnya karena nilainya tergantung padaalasan melakukannya. Kikir merupakan sifat buruk biladilakukan untuk kesenangan semata, sebaliknya kikir menjaditidak buruk bila dilakukan karena dorongan perasaan takut dankhawatir akan tertimpa kemiskinan dan masa depan yangburuk.13Kecenderungan etik atau moral juga nampak pada kelompokIkhwan al-Shafa. Hal itu antara lain dapat dilihat dari penyebutannama mereka, yaitu Ikhwan al-Shafa wa Kullan al-Wafa, yangberarti persaudaraan tulus dan kekerabatan setia. Denganpenyebutan ini, sekaligus menyatakan bahwa permasalahanmoral merupakan jati diri kelompok yang mereka bangun.14Oleh karena itu untuk memasuki keanggotaan kelompoknya,Ikhwan al-Shafa mempersyaratkan untuk memiliki kasih sayangkepada setiap makhluk hidup. Selain itu kelompok ini jugamenolak mereka yang suka memuji diri, keras kepala dan hati,gemar berbantah dan bertengkar, pendengki, munafik dan ria,kikir, pengecut dan penghina, berpangku tangan dan tidakmengoptimalkan daya yang dimiliki.1513M.M.Syarif, Para Filosof Muslim, terj. Ilyas Hasan (Bandung: Mizan,1985), 49-50.14Ahmad Mahmud Shubhi, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis danIntusionalis Islam, terj. Yunan Azkaruzzaman Ahmad (Yogyakarta: Serambi,2001), 299.15 Ibid., 300.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013197

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang KebahagiaanUraian di atas menggambarkan dengan jelas bagaimana jalankesusilaan menuju kebahagiaan yang dibangun oleh kelompokIkhwan al-Shafa. Mereka mengharuskan kepada anggotakelompoknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan kesusilaan,seperti, ketulusan dan rasa kasih sayang kepada makhluk.Sebaliknya mereka dengan keras memerintahkan untuk menjauhiperilaku yang jauh dari kesusilaan, seperti keras kepala dan hati,memuji diri sendiri, bertengkar, pendendam, dan pendengki.Tokoh lain yang mengaitkan kebahagiaan dengan perilakukesusilaan adalah al-Ghazali. Dibandingkan dengan filosof yanglain, pandangan moral al-Ghazali lebih bersifat praktiskeagamaan, yaitu diarahkan pada pencaaian kebahagiaanukhrawi. Dalam pandangan moralnya, al-Ghazali menempatkanakal sebagai pengendali nafsu dan efisiensi dalam mencapaitujuan praktis seseorang, sehingga yang terpenting adalahbagaimana akal dapat mengarahkan kepada tindakan perbuatanyang benar secara moral keagamaan dalam rangka mencapaikebahagiaan ukhrawi. Pandangan moral semacam inilah yangdisebut oleh George F. Hourani sebagai ”ethical voluntarist”, 16yaitu pandangan-pandangan moral yang hanya mengacu kepadaaspek diperintahkan atau tidak diperintahkan oleh agama sebagaistandar penilaian.Menurut al-Ghazali, kebahagiaan ukhrawi yang menjaditujuan moral tersebut mempunyai ciri-ciri yang khas, yaituberkelanjutan tanpa akhir, kegembiraan tanpa duka-cita,pengetahuan tanpa kebodohan, dan kecukupan (ghina) yang takmembutuhkan apa-apa lagi guna kepuasan yang sempurna(surga).17Penekanan yang kuat pada aspek praktikal-keagamaan(ibadah) dalam bidang moral ini, konskwensinya wilayahrasionalnya (eksplanation) menjadi terabaikan, sehinggamengabaikan perlunya penjelasan terhadap tindakan moral yangdiperintahkan (agama). Manusia hanya dituntut untuk melakukantindakan-tindakan moral dengan imbalan akan tercapainyaGeorge F. Hourani, ”Ethical Presupposition of the Qur’an” dalamMuslim World, Vol. LXX, Januari 1980, 1-28.17 Muhammad Abul Quasem, Etika al-Ghazali: Etika Majemuk dalamIslam, terj. J. Mahyuddin (Bandung; Pustaka, 1988), 51.16198Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaankebahagiaan. Pandangan moral semacam ini dipilih al-Ghazaliuntuk menghindari agar tidak terpeleset pada kecenderunganmempertanyakan penjelasan-penjelasan atas setiap tindakanmoral (agama), khususnya dalam inti pokok ajaran agama. 18Landasan dasar yang menekankan hubungan antara pengalamanmistik dan tindakan pelaksanaan yang benar dari apa yang telahditetapkan oleh hukum-hukum ibadah (agama) inilah, yangkemudian dikembangkan dalam pandangan moral khususnya,dan secara umum dalam pemikiran tasawuf al-Ghazali.Kebahagiaan, Pemeliharaan, dan Pengobatan RuhaniDalam filsafat Islam, etika atau filsafat moral juga dipandangsebagai pengobatan ruhani. Al-Râzî, seorang filosof muslim danahli kedokteran abad kesepuluh, secara tegas menyebutkanmengenai pengobatan ruhani ini sebagaimana dalam karyanyayang berjudul Thibb al-Rûhanî (Kedokteran Ruhani).19 MulyadhiKartanegara menjelaskan bahwa para filosof Muslimmensejajarkan etika dengan kedokteran, tidak saja dari segikepentingannya, tetapi juga dari segi metodenya. Etika sebagaipengobatan ruhani adalah sama pentingnya dengan kedokteranuntuk memelihara kesehatan jasmani. Kepentingan sebagaipengobatan melalui metode perawatan dapat dipraktikkan baikbaik dalam kedokteran maupun filsafat moral. Metodepengobatan etika atau filsafat moral sama halnya dengan metodekedokteran yang bersifat preventif dan kuratif. 20Ibnu Miskawaih, sebagaimana dipaparkan MulyadhiKartanegara, menyatakan bahwa perawatan tubuh dibagimenjadi dua bagian, yaitu memelihara dan mengobati. Demikianjuga dalam perawatan mental, yakni menjaga kesehatan agartidak sakit, dan berusaha memulihkannya bila telah hilangdengan cara mengobatinya.21Oliver Leamen, Pengantar Filsafat Islam, terj. Amin Abdullah (Jakarta:Rajawali Press, 1989), 193.19Muhammad bin Zakaria al- Râzî, Pengobatan Rohani (Bandung: Mizan,1995).20Kartanegara, “Membangun.”, 8.21Ibid.18Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013199

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang KebahagiaanUntuk menjamin keberlangsungan kebahagiaan secara terusmenerus, Ibnu Miskawaih menekankan pentingnya untukmemelihara kesehatan jiwa. Menurutnya ada lima kiat dalammerawat kesehatan mental: (1) Pandai-pandai mencari temanyang baik, agar tidak bergaul dengan orang-orang yang buruktabiatnya. Karena, sekali bergaul dengan mereka, maka secaratidak sadar kita akan mencuri tabiat buruk mereka yang sulituntuk dibersihkan kala ia menodai jiwa kita; (2) Berolah fikirbagi kesehatan mental sama pentingnya dengan berolah ragabagi kesehatan badan. Karenanya, berolah pikir -dalam bentukkontemplasi, refleksi, dll.- sangat penting bagi pemeliharaankesehatan mental; (3) Memelihara kesucian kehormatan dengantidak merangsang nafsu; (4) Menyesuaikan rencana yang baikdengan perbuatan, agar kita tidak terjerat pada kebiasaan burukyang merugikan; dan (5) Berusaha memperbaiki diri yang diawalidengan mencari dan mengenali kelemahan diri sendiri.22Pemikiran moral Ibnu Miskawaih juga menekankanpentingnya tindakan kesusilaan, terutama yang mengandungsemangat emansipatoris, yaitu mendasarkan manusia sebagaimakhluk sosial. Ibnu Miskawaih juga menekankan agar manusiajangan hanya memperhatikan akhlaknya sendiri, tetapi juga harusmemperhatikan akhlak orang lain, sehingga pembinaan akhlakharus diarahkan pada pembinan akhlak sosial. Oleh karena ituIbnu Miskawaih menentang segala bentuk kehidupankependetaan, yang menjauhkan diri dari segala kebajikan moraltersebut di atas. Karena kebajikan-kebajikan moral tersebuthanya dapat ditunjukkan dalam keterlibatan bersama orang laindalam kehidupan bermasyarakat.23Pentingnya memelihara kesehatan jiwa dan pengobatanruhani juga ditekankan oleh filosof muslim al-Kindi (w. 866).Dalam karyanya yang berjudul al-Hilâh li Daf’ al-Ahzân (senimenepis kesedihan), sebagaimana dijelaskan Kartanegara, alKindi berupaya menganalisis beberapa penyakit jiwa, diantaranyaadalah kesedihan (al-huzn). Menurutnya kesedihan adalahpenyakit jiwa yang disebabkan karena hilangnya apa yang dicintadan luputnya yang didamba. Untuk mengobati kesedihan, al22Ibid.23Syarif,200Para Filosof., 95.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang KebahagiaanKindi menawarkan pengobatan sebagai berikut. Pertama,kesedihan karena hilangnya apa yang dicinta. Untukmengobatinya, al-Kindi menganjurkan agar manusia memahamisifat dasar keberadaan makhluk di dunia yang fana ini. Apapunyang dicintai di dunia ini pasti akan musnah. Oleh karena itumanusia janganlah mengharapkannya menjadi kekal abadi,karena hal itu sama dengan mengharap yang tak mungkin danakan menimbulkan kesedihan. Kedua, yaitu luputnya yangdidamba bisa diatasi dengan mengembangkan sikap hidup yangsederhana, suka menerima (qanâ‘ah), menyesuaikan keinginandengan kemampuan dan kemungkinan yang dimiliki, agar tidaklebih besar pengeluaran daripada penghasilan.24Kebahagiaan dan Kesempurnaan AkalSelain mengemukan pandangan mereka tentang kebahagiaansebagai buah dari perilaku kesusilaan, filosof muslim jugamengkaji kebahagiaan yang terkait dengan proses akaliah.Mereka memandang bahwa kebahagiaan yang diperoleh dariproses-proses berpikir menempati tempat yang lebih tinggidibandingkan dengan kebahagiaan yang dicapai melaluiperbuatan kesusilaan. Bahkan menurut mereka kebahagiaan yangdicapai dari olah pikir yang mendalam dan hal-hal yang bersifatuniversal merupakan kebahagiaan tertinggi dan hanya bisadicapai oleh orang-orang tertentu dan khusus.Para filosof muslim memandang bahwa akal manusiamemiliki peran sangat penting dalam proses mencapaikebahagiaan. Akal dipandang sebagai unsur yang mengokohkankeyakinan untuk perilaku baik. Tugas itu diwujudkan denganmeneguhkan dalil-dalil rasional untuk memberi landasanmengapa manusia itu mesti berperilaku baik dan menghindariperilaku buruk dalam kehidupannya. Oleh karena itu, semuafilosof muslim yang membahas tentang moral selalu mengaitkandengan rasionalitas.Kebahagiaan yang menjadi tujuan dalam filsafat moraldicapai melalui proses yang melibatkan ilmu dan rasionalitas.Artinya bahwa kebahagiaan yang dicapai akan semakin tinggi24Kartanegara,Membangun., 8.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013201

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaantingkatannya apabila didukung dengan dalil-dalil intelektual.Dengan rasionalitasnya, manusia dapat membedakan manatindakan yang baik dan tindakan yang tidak baik sehingga iamemiliki pengetahuan sebagai panduan dalam bertindak.Pengetahuan (ilmu) dan tindakan (amal) merupakan dua hal yangsaling berhubungan. Pengetahuan (ilmu) memperoleh maknanyadalam wujud tindakan (perilaku), sebaliknya tindakan yang tidakdidasari pengetahuan (ilmu) maka tidak mengandung nilai.Di antara filosof muslim yang menekankan pentingnya akaldalam moral adalah al-Razi. Ajaran Moral al-Razi secara umumdapat dikatakan sebagai pengabsahan filosofis perilakukehidupannya. Pembahasannya tentang moral diawali denganpembagiannya atas hidup ini menjadi dua batas, yaitu batastertinggi yang tidak boleh dilampaui para filosof sepertimemperoleh kesenangan dari tindakan ketidakadilan dan berbuatyang bertentangan dengan akal, dan batas terendah adalah hidupdalam kewajaran termasuk dalam soal makan dan berpakaian.25Dalam pemikiran tentang moral, al-Razi juga berusahamenekankan pentingnya kedudukan akal, sehingga akal harusmenjadi pengatur hawa nafsu. Hal ini dikarenakan persoalanmoral pada dasarnya adalah berkaitan dengan bagaimanamengatur hawa nafsu tersebut agar dapat memperolehkebahagiaan. Hawa nafsu yang tidak dapat dikontrol akanmenghantarkan kepada kemadharatan, yang berarti menjauhkandari kebahagiaan. Karenanya, kebahagiaan menurut al-Raziadalah kembalinya apa yang telah tersingkir oleh kemadharatan,ibarat orang kembali ke tempat yang teduh dan rindang setelahia berada dalam terik matahari.26Kebahagiaan atau kesem-purnaan bisa dirasakan ketikaterjadi keseimbangan (equilibrium) di antara al-nafs alsyahwiyah (nafsu sahwat), al-nafs al-ghadlabiyah (nafsu kemarahan),dan al-nafs al-nuthqiyah (nafsu rasional). Tetapi, karena keseimbangan ini baru bisa tercapai, bila akal telah melaksanakan peran“manajerial”nya, yakni telah melaksanakan fungsi kontrolnyaterhadap nafsu-nafsu manusia, maka akal atau prinsiprasionalitas ini merupakan syarat yang paling fundamental bagi25Syarif,26Ibid.,202Para Filosof., 44.49-50.Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaantercapainya tujuan etika yaitu “kebahagiaan” atau yang seringjuga disebut “kesempurnaan” manusia.27Lebih rumit dibandingkan pandangan al-Razi di atas adalahpandangan al-Farabi. Dalam pemikirannya, etika (moral)memiliki keterkaitan yang erat dengan metafisika, sehinggapandangannya dalam masalah ini merupakan penggambaranpandangan organik manusia dengan Tuhan, alam semesta dansesama manusia, sebagaimana yang dikemukakan dalam ajaranIslam. Ilmu politik dan etika dipahami sebagai perluasan atauperkembangan dari metafisika, atau manifestasi yang tertinggidarinya, yaitu teologi.28 Oleh karena itu, seperti halnya tubuhmanusia, negara membutuhkan penguasa sebagai pemimpinbeserta bawahan-bawahannya, seperti halnya jantung dan organorgan tubuh lainnya secara berurutan. Penguasa atau pemimpinini harus lah orang paling unggulm baik dalam intelektualmaupun moral. Lebih dari itu penguasa ini harus memiliki dayaprofetik sebagai anugerah dari Tuhan. Termasuk di dalamnyaadlah kualitas-kualitas kecerdasan, ingatan yang baik, pikiranyang tajam, cinta pada pengetahuan, sikap moderat dalam halmakanan, minuman dan seks, cinta pada kejujuran, kemurahanhati, kesederhanaan, cinta keadilan, ketegaran, keberanian,kesehatan jasmani dan kecakapan bicara.29Berdasarkan pada kualitas pemimpinnya, al-Farabimengelompokkan negara menurut prinsip-prinsip teologik yangabstrak, dengan kota utama sebagai acuan dan kriteria. Kotautama, menurut al-Farabi, merupakan model kota, dimanakehidupan yang baik atau kebahagiaan dijadikan sebagai tujuanutama, dan dimana keutamaan berkembang dengan subur.Selanjutnya, pengelompokkan kota adalah berdasarkan pada jauhatau dekatnya pemenuhan persyaratan sebagai kota utama. 30Dengan kata lain, negara yang baik atau negara utama adalahnegara yang dibangun atas landasan akhlak mulia dankesanggupan warganya untuk berbuat baik.27Kartanegara,Membangun., 8.Sejarah Filsafat., 175.29Ibid., 185.30Ibid., 186-187.28Fakhry,Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1 (Juni) 2013203

Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang KebahagiaanOleh karena itu tugas penguasa atau pemimpin negara tidakhanya mengatur negara (politik), tetapi juga mengarahkanwarganya kepada keutamaan-keutamaan pandangan, berpikir dankeutamaan akhlak.31 Dua keutamaan yang pertama adalahbersangkut paut dengan akal, dimana pandangan utama menujukepada jenis ilmu yang menuju kepada pengetahuan yang adadalam alam maujud, baik melalui intuisi, pengamatan, penelitian,penyimpulan, pengajaran dan belajar. Keutamaan berpikirmengacu kepada upaya menetapkan tujuan dan cita-cita yanghendak dicapai. Tujuan yang bermanfaat dan baik menjadikan(menuntut) jalan yang bermanfaat dan baik untuk mencapainya.dengan demikian ada kesesuaian antara teori dan praktek, yangdi dalamnya terletak keutamaan akhlak.Filosof muslim lainnya yang juga terkenal denganpandangannya dalam bidang moral yaitu Ikhwan al-Shafa.Pandangan-pandangan moral dari Ikhwan al-Shafa juga tidakterlepas dari pandangan filsafatnya yang bersifat eklektik.Pandangan moralnya berintikan pada upayanya untukmengembalikan jiwa kepada fungsinya yang sejati sebagai sebuahsubstansi immaterial, yang berusaha untuk bergabung kembali ketempat surgawinya melalui kebijakan filsafat Sokratik, asketismeKristiani dan iman Muslim.32 Proses ini berlangsung melaluipembersihan jiwa dari belenggu tubuh dan kesenangankesenangan jasmani, sehingga dapat mengantarkannya padabola-bola langit, dan merenung disana, sebagaiman perasaankebahagiaan yang telah dirasakan Hermes, Trismegistus danyang telah dilahirkan oleh Aristoteles, Phytagoras, kristus danMuhammad. Begitu pula setelah kematian tubuh, jiwa yangbelum bersih tidak dapat kembali bersama rombongan malaikatke alam surgawi. sebal

3Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 14. Mustain, Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang Kebahagiaan UlumunaJurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor (Juni) 2013 193 mor

Related Documents:

Etika Bisnis Etika Etika Umum Etika Khusus Etika Individual Etika Sosial Etika Lingkungan Hidup Etika terhadap sesama Etika Keluarga Etika Politik Etika Profesi . Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius 2. Muslich. 1998. Etika Bisnis, Pendeka

Filsafat pemerintahan (politik) Filsafat agama Filsafat ilmu Filsafat pendidikan Filsafat hukum Filsafat sejarah Filsafat matematika. Filsafat Ilmu Filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial ka

Filsafat, Filsafat Hukum, dan Ruang Lingkup Filsafat Hukum Khotibul Umam, S.H., LL.M. M odul 1 merupakan langkah awal yang perlu Anda pahami dalam mempelajari mata kuliah Filsafat Hukum dan Etika Profesi. Pada Modul 1 ini, akan dibahas mengenai pengertian filsafat, filsafat hukum, dan ruang lingkup filsafat hukum.

Jadi, filsafat etika adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia yang baik dan buruk. Dasar filsafat etika yaitu etika individual sendiri. Menurut hukum etika, suatu perbuatan itu dinilai dari 3 tingkat, yaitu : a. Tingkat pertama: semasa belum lahir menjadi perbuatan, yakni berupa rencana dalam hati atau niat. b.

5. Politik (Filsafat pemerintahan); 6. Filsafat Agama; 7. Filsafat ilmu; 8. Filsafat pendidikan; 9. Filsafat Hukum; 10. Filsafat sejarah; 11. Filsafat matematika. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi, yakni : 1. Logika (apa yang disebut benar dan apa yang disebut sa

etika politik, Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan negara Re-publik Indonesia, nilai-nilai Pancasila seba-gai sumber etika, dan tulisan akan diakhiri dengan pelaksanaan etika politik Pancasila. Pengertian Etika, Nilai, Moral, dan N. orma 1. Etika. Etika secara etimologi berasal dari kata Yu-nani . ethos. yang berarti watak .

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009 DIKTAT MATA KULIAH DASAR-DASAR ILMU SOSIAL . 2 BAB I FILSAFAT ILMU A. Filsafat Ilmu Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang . politik, dan estetika. Alfarabi : 870-950 : Ilmu pengetahuan .

Walaupun anatomi tulang belakang diketahui dengan baik, menemukan penyebab nyeri pinggang bawah menjadi masalah yang cukup serius bagi orang-orang klinis. Stephen Pheasant dalam Defriyan (2011), menggambarkan prosentase distribusi cedera terjadi pada bagian tubuh akibat Lifting dan Handling LBP merupakan efek umum dari Manual Material Handling (MMH). Pekerja berusahauntuk mempertahankan .