BAB II AKAD PERJANJIAN DAN HUTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM

3y ago
65 Views
2 Downloads
590.48 KB
31 Pages
Last View : 24d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Camden Erdman
Transcription

BAB IIAKAD PERJANJIAN DAN HUTANG PIUTANG DALAMHUKUM ISLAMA. Akad Perjanjian Dalam Hukum Islam1. Pengertian akadPengertian akad menurut bahasa berasal dari kata al-‘aqd danjamaknya adalah al-‘uqu d yang berarti perjanjian atau kontrak.1 Dan bisaberarti perikatan, atau kesepakatan.2 Dikatakan ikatan karena yangdimaksud adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali danmengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanyabersambung dan menjadi seutas tali yang satu. Sehingga dapat dikatakanbahwa akad secara etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara, baikikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupundari dua segi.3Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat dari dua segi,yaitu secara umum dan secara khusus. Akad secara umum adalah segalasesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri,seperti wakaf, talak atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkankeinginan dua orang, seperti jual-beli, perwakilan dan gadai. Sedangkanpengertian akad secara khusus adalah perikatan yang ditetapkan dengan1Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab-Indonesia al-Munawwir, (Yogyakarta : PustakaProgesif Pondok Pesantren al-Munawir, 1984), 953.2Sayyid Sa biq, al-Fiqhu al-Sunnah, Jus 3, (Beirut : Da r Ibnu Kathi r, 2007), 127.3Wahbah al-Zuhayli , al-Fiqhu al-Isla miyyu wa Adillatuhu, juz 4, (Beirut: Da r al-Fikr, 1998), 80.21

22ijab-qabul berdasarkan ketentuan shara’ yang berdampak pada subjek danobjeknya terkait perpindahan barang.4Dengan demikian, persoalan akad adalah persoalan antar pihak yangsedang menjalin ikatan. Untuk itu yang perlu diperhatikan dalammenjalankan akad adalah terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masingpihak tanpa ada pihak yang terlanggar haknya. Oleh karena itu, makapenting untuk membuat batasan-batasan yang menjamin tidak terjadinyapelanggaran hak antar pihak yang sedang melaksanakan akad tersebut.2. Dasar Hukum AkadAdapun yang menjadi dasar hukum dari akad adalah firman Allahdalam al-Qur’an surat al-Ma idah ayat 1 sebagaimana berikut ini : Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akandibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidakmenghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yangdikehendaki-Nya‛. (al-Ma idah : 1).5Adapun yang dimaksud dengan ‚penuhilah akad-akad itu‛ adalahbahwa setiap mu’min berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikandan akadkan baik berupa perkataan maupun perbuatan, selagi tidak bersifatmenghalalkan barang haram atau mengharamkan barang halal. Dasar45Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah , 44.Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya , 88.

23hukum yang lainnya adalah firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa ’ayat 29 sebagaimana berikut ini : Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakanharta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalanperniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allahadalah Maha Penyayang kepadamu‛. (an-Nisa ’ ayat 29).6Dari ayat di atas menegaskan diantaranya bahwa dalam transaksiperdagangan diharuskan adanya kerelaan kedua belah pihak, atau yangdiistilahkan dengan ‘an tara d}in minkum. Walau kerelaan adalah sesuatuyang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapatterlihat dari i ja b dan qabu l, atau apa saja yang dikenal dalam adatkebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakanhukum untuk menunjukkan kerelaan. Sedangkan dasar akad dalam kaidahfiqh adalah sebagaimana berikut ini :ِِِِ َّع اُّ ِد ْ اَْْل َ َص ُل ِِف ال َْع ْقد ِر َ الْ ُ ََت َع ا َد ْ ِ َ َ ْ َ ُوُ َم إِلْ َزَم هُ ِِبل َت Artinya : ‚Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihakyang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya apa yangdiakadkan‛.7Maksud dari kaidah di atas bahwa kerid}oan dalam transaksi ekonomidan bisnis merupakan prinsip yang utama. Oleh karena itu, transaksidikatakan sah apabila didasarkan kepada kerid}oan kedua belah pihak yang6Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya ,65.A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih; Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalahmasalah yang Praktis, (Jakarta : Kencana, 2006), 130.7

24melakukan transaksi yang ditandai dengan kesepakatam dalam i ja b danqabu l.3. Rukun dan syarat akadRukun adalah unsur-unsur yang membentuk terjadinya akad. Tidakadanya rukun menjadikan tidak adanya akad. Dalam melaksanakan suatuakad, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun adalah suatuunsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan ataulembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan adaatau tidak adanya sesuatu itu.8 Sedangkan syarat adalah sesuatu yangtergantung padanya keberadaan hukum shar’i dan ia berada di luar hukumitu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada.9Mengenai rukun akad, terdapat perbedaan pendapat dikalangan paraahli fiqih. Madhhab Hanafi berpendapat bahwa rukun akad hanya s}i ghat al-‘aqd, yaitu i ja b dan qabu l. Sedangkan syarat akad adalah al-‘a qid (subjekakad) dan ma’qu d ‘alayh (objek akad), alasannya adalah al-‘a qidain danma’qu d ‘alayh bukan merupakan bagian dari tas}arruf al-‘aqd (perbuatanhukum akad), sehingga kedua hal tersebut dikatakan berada di luarperbuatan akad.Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun akad adalah al-‘a qidain,ma’qu d ‘alayh, dan s}i ghat al-‘aqd, selain ketiga rukun tersebut, Musthafaaz-Zarqa menambah maud}u ’ul ‘aqd (tujuan akad) dan menyebut ke-8Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, ( Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996),1510.9Ibid., 1691.

25empatnya sebagai muqawwimat al-‘aqd (unsur-unsur penegak akad).Mengenai hal ini, Teungku Muhammad H}asbi as}-S}iddi qiy menyebutkan keempat hal tersebut merupakan komponen-komponen yang harus dipenuhiuntuk terbentuknya suatu akad.10Adapun penjelasan mengenai keempatnya adalah sebagaimana berikut ini :a. al-‘A qidain (pihak-pihak yang berakad)al-‘A qidain adalah orang yang melakukan akad, yaitu pihak yangmempunyai barang dan pihak yang menginginkan untuk memilikibarang tersebut dengan memberikan suatu kompensasi senilai denganbarang tersebut kepada pihak yang mempunyai barang.11Terkait dengan ini, Ulama fiqh memberikan syarat atau kriteriayang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang berakad, yakni ia harusmemiliki ahliyah dan wila yah.12 Adapun pengertian dari ke-duanyaadalah sebagaimana berikut ini :1. Ahliyah (Kecakapan)Ahliyah memiliki pengertian bahwa keduanya memilikikecakapan dan kepatutan untuk melakukan transaksi, seperti balighdan berakal. Dalam hal ini ahliyah (kecakapan) dibedakan menjadikecakapan menerima hukum yang disebut dengan ahliyyatul wuju b10Teungku Muhammad H}asbi as}-S}iddi qiy, Pengantar Fiqih Muamalah, (Semarang: PustakaRizki Putra, 1999), 23.11Hendi suhendi, Fiqh Muamalah., 73.12Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 55.

26dan kecakapan untuk bertindak hukum yang disebut denganahliyyatul ada ’.13a. Ahliyyatul wuju bAdalah kecakapan untuk memiliki hak dan memikulkewajiban,yakni kecakapan seseorang untuk mempunyaisejumlah hak kebendaan, seperti hak waris, hak atas ganti rugiatas sejumlah kerusakan harta miliknya. Ahliyyatul wuju b inibersumber dari kehidupan dan kemanusiaan. Dengan demikian,setiap manusia sepanjang masih bernyawa, ia secara hukumdipandang cakap memiliki hak, sekalipun berbentuk janin yangmasih berada dalam kandungan ibunya. Hanya saja ketika masihberada dalam kandungan, kecakapan tersebut belum sempurna,karena subjek hukum hanya cakap untuk menerima beberapa haksecara terbatas dan ia sama sekali tidak cakap untuk menerimakewajiban. Oleh karena itu, kecakapan ini dinamakan kecakapanmenerima hukum tidak sempurna (ahliyyatul wuju b an-na njadikecakapan menerima hukum sempurna, yakni cakap untukmenerima hak dan kewajiban sampai ia meninggal dunia. Hanyasaja kecakapan ini ketika berada pada masa kanak-kanak bersifat13Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,(Jakarta: Rajawali Pers, 2007), 109.

27terbatas, kemudian meningkat pada perode tamyiz dan meningkatlagi pada periode dewasa.14b. Ahliyyatul ada ’Adalah kecakapan bertindak hukum, yakni keadaanseseorang yang dipandang cakap untuk melakukan anataskewajiban yang muncul dari tindakan tersebut. Artinya,kecakapan ini adalah kemampuan seseorang untuk melahirkanakibat hukum melalui pernyataan kehendaknya dan bertanggungjawab atas perbuatannya. Sumber atau sandaran dari kecakapanini adalah, adanya sifat mumayyiz dan adanya akal yang sehatyang ada padanya dan dengan hal tersebut dia dapat membedakanantara dua hal yang berbeda, seperti antara baik dan buruk, salahdan benar dan sebagainya. Sehingga kemudian yang timbul disiniadalah sesorang yang mempunyai kecakapan bertindak secarasempurna (ahliyyatul ada ’ ka milah), yakni orang yang telahmencapai usia akil baligh dan berakal sehat.152. al-Wila yah ( Kekuasaan )al-Wila yah atau kekuasaan menurut bahasa adalah penguasaanterhadap suatu urusan dan kemampuan menegakkannya. Sedangkanmenurut istilah adalah kekuasaan seseorang berdasarkan syara’ yangmenjadikannya untuk melakukan akad dan tas}arruf. Perbedaan antara1415Ibid., 111.Wahbah al-Zuhayli , al-Fiqhu al-Isla miyyu wa Adillatuhu., 121-122.

28ahli akad dan wilayah, antara lain ahli akad adalah kepantasanseseorang untuk berhubungan dengan akad, sedangkan al-wila yahadalah kepantasan seseorang untuk melaksanakan akad.16c. Ma’qu d ‘alayh (objek akad)Dalam hal ini ma’qu d ‘alayh adalah benda-benda yang dijadikanakad yang bentuknya membekas dan tampak. Barang tersebut bisaberbentuk harta benda seperti barang dagangan, atupun manfaat daribarang tersebut seperti halnya dalam akad sewa-menyewa.17Dalam Islam, tidak semua barang dapat dijadikan objek akad,misalnya minuman keras. Oleh karena itu, fuqaha ’ menetapkan beberapasyarat terkait objek akad sebagaimana berikut ini :1. Harus ada ketika akadBerdasarkan syarat ini, barang yang tidak ada ketika akad tidaksah dijadikan objek akad seperti jual beli yang sesuatu yang masih didalam tanah atau menjual anak kambing yang masih berada dalamkandungan induknya.18Transaksi salam tidak mensyaratkan barang berada pada pihakpenjual akan tetapi hanya diharuskan ada pada waktu yangditentukan. Dalam salam jika kedua belah pihak tidak menyebutkantempat serah terima jual beli pada saat akad, maka jual beli dengancara salam tetaplah sah, hanya saja tempat ditentukan kemudian,16Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah , 57.Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah., 56.18Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah , 58.17

29karena penyebutan tempat tidak di jelaskan di dalam h}adith. Apabilatempat merupakan syarat tentu maka Rasulullah SAW akanmenyebutkannya, sebagaimana ia menyebutkan takaran, timbangandan waktu.192. Harus sesuai dengan ketentuan shara’Ulama fiqh sepakat bahwa barang yang dijadikan akad harussesuai dengan ketentuan shara’. Oleh karena itu dipandang tidak sahakad atas barang yang diharamkan, seperti darah minuman keras dansebagainya. Termasuk juga ma’qu d alayh harus suci tidak najis dantidak mutanajis. Dengan kata lain yang dijadikan akad adalah segalasesuatu yang suci, yang dapat dimanfaatkan menurut shara’.203. Harus diketahui oleh kedua belah pihakAdanya kejelasan tentang objek akad. Dalam arti, barangtersebut diketahui secara detail oleh kedua belah pihak, hal inidimaksudkan untuk menghindari terjadinya perselisihan dikemudianhari. Artinya bahwa objek akad tersebut tidak mengandung unsurghara r.21d. S}i ghat al-‘aqd (persetujuan antara kedua belah pihak akan terlaksananyasuatu akad)S}i ghat al-’aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang nelakukanakad berupa i ja b dan qabu l. I ja b adalah pernyataan pertama yang19Ibid., 170.Ibid., 60-61.21Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah., 58.20

30dinyatakan oleh salah satu dari seseorang yang berakad yangmencerminkan kesungguhan kehendak untuk mengadakan akad, danqabu l sendiri adalah reaksi akan kesanggupan ataupun persetujuan dariakad tersebut. 22Terkait dengan i ja b dan qabu l, para ulama menetapkan tiga syaratdidalamnya, yaitu :231. I ja b dan qabu l harus jelas maksudnya, sehingga di pahami oleh pihakyang melakukan akad2. Antara i ja b dan qabu l harus sesuai3. Antara i ja b dan qabu l harus bersambung dan berada di tempat yangsama jika kedua belah pihak hadir, atau berada di tempat yang sudahdiketahui oleh keduanyaDisamping syarat-syarat yang ada di atas, ada ketentuan lainperihal pelaksanaan i ja b dan qabu l yang dapat dilakukan dengan empatcara sebagaimana berikut ini :241. LisanPara pihak mengungkapkan kehendaknya dalam perkataansecara jelas. Dalam hal ini akan sangat jelas bentuk i ja b dan qabu lyang dilakukan oleh para pihak.22Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Perdana Kencana Media, 2005),63.23Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah , 52.24Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia ,64.

312. TulisanAdakalanya suatu perikatan dilakukan secara tertulis. Hal inidapat dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsungdalam melakukan perikatan, atau untuk perikatan-perikatan yangsifatnya lebih sulit, seperti perikatan yang dilakukan oleh badanhukum.3. IsyaratSuatu perikatan tidaklah hanya dilakukan orang normal, orangcacat pun dapat melakukan suatu perikatan, apabila cacatnya adalahsuatu wicara, maka dimungkinkan akad dilakukan dengan isyarat,asalkan para pihak yang melakukan perikatan tersebut memilikipemahaman yang sama.4. PerbuatanSeiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kiniperikatan dapat pula dilakukan dengan cara perbuatan saja, tanpasecara lisan, tertulis ataupun isyarat. Hal ini dapat disebut ta’a t}i ataumu’a t}ah (saling memberi dan menerima),25 adanya perbuatanmemberi dan menerima dari pihak yang saling memahami perbuatanperikatan tersebut dan segala akibat hukumnya.e. Maud}u ’ul ‘aqd (tujuan akad)Tujuan akad merupakan pilar terbangunnya sebuah akad, sehinggadengan adanya akad yang dilakukan tujuan tersebut tercapai. Oleh25Ahmad Warson Munawir, Kamus Bahasa Arab-Indonesia al-Munawir , 127.

32karena itu, tujuan merupakan hal yang penting karena ini akanberpengaruh terhadap implikasi tertentu.26 Tujuan akad akan berbedauntuk masing-masing akan yang berbeda. Untuk akad jual beli, tujuanakadnya adalah pindahnya kepemilikan barang kepada pembeli denganadanya penyerahan harga jual, berbeda dengan akad sewa-menyewayang tujuannya adalah pemindahan kepemilikan nilai manfaat barangdengan adanya upah sewa.4. Macam-macam akadMenurut para ulama fiqh pembagian akad bisa dilihat dari berbagaisudut pandang, diantaranya adalah dari segi keabsahan menurut shara’ dandari segi bernama dan tidak bernama. Adapun beberapa sudut pandangtersebut akan dijelaskan sebagai berikut :27a. Dilihat dari segi keabsahannya menurut shara’1. Akad s}ah}i h}Akad yang telah memenuhi hukum dan syarat-syaratnya.Hukum dari akad sahih ini adalah berlaku seluruh akibat hukum yangditimbulkan akad itu dan mengikat bagi pihak-pihak yang berakad.Seperti akad jual beli dan sewa-menyewa yang sudah lengkap rukundan syaratnya. Akad s}ah}i h} sendiri terbagi atas dua bagian, yakni :a. Akad na fiz (sempurna untuk dilaksanakan), yaitu akad yangdilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syarat nya dan tidakada penghalang untuk melaksanakannya.2627Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah., 59.Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta : Kencana, 2013), 78.

33b. Akad mauqu f, yaitu akad yang dilakukan seseorang yang cakapbertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untukmelangsungkan dan melaksanakan akad itu.2. Akad tidak s}ah}i h}Akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidakmengikat pihak-pihak yang berakad. Seperti akadnya orang gila,ataupun akad yang mengandung unsur penipuan. Akad yang tidaks}ah}i h} ini juga terbagi dua, yakni :a. Akad batil, yaitu akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnyaatau ada larangan langsung dari syara’, seperti akadnya orang gilaatau cacat pada s}i ghat akadnya.b. Akad fa sid, yaitu akad yang pada dasarnya disyari’atkan, tetapisifat yang diakadkan itu tidak jelas, hal ini seperti larangan dalammuamalah yang berkaitan dengan adanya unsur penipuan.b. Berdasarkan penamaannya, dibagi menjadi :1. Akad yang sudah diberi nama oleh syara’, seperti jual-beli, hibah,gadai, dan lain-lain.2. Akad yang belum dinamai oleh syara’, tetapi disesuaikan denganperkembangan zaman.2828Teungku Muhammad H}asbi as}-S}iddi qiy, Pengantar Fiqih Muamalah., 109.

34c. Dilihat dari segi tukar-menukar hak. Dari segi ini akad dibagi tiga :1. Akad mu’a wad}ah, yaitu: akad-akad yang berlaku atas dasar timbalbalik seperti jual beli, sewa-menyewa, s}ulh} dengan harta, atau s}ulh}terhadap harta dengan harta.2. Akad tabarru’, yaitu: akad-akad yang berdasarkan pemberian danpertolongan, seperti hibah dan ‘ariyah.3. Akad yang mengandung tabarru’ pada permulaan tetapi menjadimu’a wad}ah pada akhirnya, seperti qard} dan kafalah.5. Asas-asas dalam akadAkad dalam sebuah transaksi merupakan bagian dari fiqh muamalah,jika fiqh muamalah mengatur hubungan manusia dengan sesamanya secaraumum, maka transaksi mengatur hubungan manusia dengan sesamamenyangkut pemenuhan kebutuhan ekonominya. Dalam pandangan fiqhmuamalah, akad dalam transaksi yang dilakukan oleh para pihak yangmelakukan akad memiliki asas-asas tertentu. Asas ini merupakan prinsipyang ada dalam akad dan menjadi landasan dari berjalannya akadtersebut.29 Adapun asas tersebut adalah sebagaimana berikut ini :a. Asas keadilanAsas merupakan sebuah sendi yang hendak diwujudkan oleh parapihak yang melakukan akad dalam sebuah perikatan. Seringkali dalamdunia modern ditemukan sebuah keterpaksaan salah satu pihak olehpihak lainnya yang dibakukan dalam klausul akad tanpa bisa dinegosiasi.29Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah., 91.

35Keterpaksaan tersebut bisa didorong oleh kebutuhan ekonomi atau yanglainnya. Dalam hukum Islam kontemporer, telah diterima suatu asasbahwa demi keadilan memang ada alasan untuk itu. 30 Oleh karena itu,adanya asas keadilan ini diharapakan bisa mendorong pihak yangmelakukan transaksi selalu bernegosiasi sehingga muncul rasa saling reladalam rangka untuk mencapai keadilan terhadap keduanya. Sepertihalnya tidak ada larangan tawar menawar barang yang belum pasti hargapenjualannya,31 dengan harapan tidak ada penyesalan. Hal ini jugaberdasarkan pada dilarangnya menjual barang yang tidak diketahuiharganya.32b. Asas kemaslahatanAsas ini merupakan asas dari fiqh muamalah yang mengedepankanbaik atau mencari kebaikan. Semua apa yang bermanfaat untuk meraihkebaikan dan kesenangan maupun yang bersifat menghilangkankesulitan dan kesusahan.33Kemaslahatan yang dimaksud disini adalah kemaslahatan yangmenjadi tujuanshara', bukan semata-mata kemaslahatan yangberdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia saja. Tujuan shara' disiniadalah keadaan dimana kita disuruh untuk memelihara agama, jiwa,akal, keturunan dan harta. Sehingga, apabila seseorang melakukan suatu30Ibid., 94.Ima m Ma lik Ibnu Ana s, al-Muwat}t}a’ Ima m Ma lik, Penerjemah : Dwi Surya Atmaja, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 379.32Ima m Yah}ya bin Abi al-Khayr bin Sa lim, al-Baya n fi Fiqhi al-Ima m ash-Sha fi’i , (Beirut : Da ral-kutub al-‘Ilmi yah, 2002), 98.33Nasrun Harun, Ushul Fiqh, (Jakarta : Logos, 1996), 114.31

36perbuatan yang pada intinya u

AKAD PERJANJIAN DAN HUTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM A. Akad Perjanjian Dalam Hukum Islam 1. Pengertian akad Pengertian akad menurut bahasa berasal dari kata al-‘aqd dan jamaknya adalah al-‘uqu d yang berarti perjanjian atau kontrak.1 Dan bisa berarti perikatan, atau kesepakatan.2 Dikatakan ikatan karena yang

Related Documents:

istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar hukum dilakukannya akad adalah :“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS.

A. Akad Dalam Hukum Islam 1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Dalam Islam Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al-„aqdyang berarti perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa di artikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata

Sumber Hukum Materiil Akad-Akad Syariah di LKS 3. Pengaturan Akad-Akad dasar Keuangan dan Bisnis Syariah . tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah. 14. . Kategori Akad Fatwa DSN KHES SEOJK Hutang Piutang Qard 19/2001 Ps. 612 - 617 II.4.1 hal 75 Rahn 25/2002 Ps. 329 - 369 II.4.2 hal 78

Hukum dari akad shahih ini adalah . prinsip akad yang berpengaruh kepada pelaksanaan akad yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang perkepentingan adalah sebagai berikit: a. . B. Hutang Piutang Dalam Islam 1. Pengertian Hutang Piutang Secara lughah, hutang berasal dari kata - رقي - ضَرق .

pandangan hukum Islam mengenai akad pelaksanaan pada aplikasi GoFood, apakah termasuk di dalamnya akad yang menggabungkan dua transaksi (harga) dalam satu transaksi. Oleh karena itu peneliti ini akan membahas tentang bagaimana hukum akad pada aplikasi GoFood menurut pandangan hukum Islam. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Akad

bab ii penerimaan pegawai . bab iii waktu kerja, istirahat kerja, dan lembur . bab iv hubungan kerja dan pemberdayaan pegawai . bab v penilaian kinerja . bab vi pelatihan dan pengembangan . bab vii kewajiban pengupahan, perlindungan, dan kesejahteraan . bab viii perjalanan dinas . bab ix tata tertib dan disiplin kerja . bab x penyelesaian perselisihan dan .

Buku Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan SMK/MAK Kelas XI ini disajikan dalam tiga belas bab, meliputi Bab 1 Infeksi Bab 2 Penggunaan Peralatan Kesehatan Bab 3 Disenfeksi dan Sterilisasi Peralatan Kesehatan Bab 4 Penyimpanan Peralatan Kesehatan Bab 5 Penyiapan Tempat Tidur Klien Bab 6 Pemeriksaan Fisik Pasien Bab 7 Pengukuran Suhu dan Tekanan Darah Bab 8 Perhitungan Nadi dan Pernapasan Bab .

An Introduction to Thermal Field Theory Yuhao Yang September 23, 2011 Supervised by Dr. Tim Evans Submitted in partial ful lment of the requirements for the degree of Master of Science in Quantum Fields and Fundamental Forces Department of Physics Imperial College London. Abstract This thesis aims to give an introductory review of thermal eld theo- ries. We review the imaginary time formalism .