INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2009 - 2010

3y ago
32 Views
2 Downloads
414.77 KB
21 Pages
Last View : 17d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Farrah Jaffe
Transcription

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2009 - 20101 Tahun Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-BoedionoSETARA Institute, Jakarta 26 Oktober 2010SCORE2010PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU1,14KEBEBASAN BEREKSPRESI2,25KEBEBASAN BERAGAMA/ BERKEYAKINAN1,00RANHAM & KINERJA KEMENHUK HAM2,00RASA AMAN WARGA3,66PENGHAPUSAN HUKUMAN MATI3,66PENGHAPUSAN DISKRIMINASI4,00(score berdasarkan skala 0-7, dengan 0 menunjukkan performa sangatlemah dan 7 menunjukkan performa sangat kuat)PENDAHULUANPada tanggal 20 Oktober 2010 lalu, kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono(SBY)-Boediono memasuki usianya yang pertama. Bagi SBY, tahun 2010 adalahtahun keenam bagi dirinya menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.Sebelumnya SBY berpasangan dengan Jusuf Kalla. Enam tahun masakepemimpinan, merupakan waktu yang cukup untuk mengukur apakahseorang kepala negara dan kepala pemerintahan memiliki komitmen sungguhsungguh terhadap penegakan hak asasi manusia; atau sebaliknya, selama 6tahun kepemimpinan agenda penegakan hak asasi manusia menjadi amatterang semakin diabaikan.Pada tahun 2009, SETARA Institute mengeluarkan laporan Kinerja PenegakanHAM Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Denganmenggunakan standar perencanaan yang telah dibuat pemerintah dalambentuk Rancangan Aksi Nasional HAM (RANHAM) 2004-2009, Rancangan1

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), dan standar kewajibaninternasional bagi negara-negara yang telah meratifikasi kovenan dankonvensi internasional HAM. Kepemimpinan SBY-JK menunjukkan prestasiminimum dalam penegakan HAM. Dari 103 program yang direncanakan, hanya56 program yang terlaksana. Dari 56 program yang terlaksana, semuanyamerupakan program-program rutin koordinasi dan pembentukan panitiaRANHAM di daerah-daerah tanpa kualitas memadai. Sedangkan programprogram susbtantif dan langsung memberikan jaminan penegakan HAM justrudiabaikan.Memasuki kepemimpinannya yang ke-6 atau 1 tahun pertama SBY-Boediono,SETARA Institute mencatat kinerja penegakan HAM justru semakin menurun.Pada 1 tahun pertama, SBY-Boediono bukan saja tidak bekerja dalampenegakan HAM, bahkan gagal menyusun rencana. Hingga 1 tahun masakepemimpinannya, pemerintah gagal menyusun RANHAM, sebuah panduanaksi HAM lima tahunan. Jikapun SBY-Boediono telah menerbitkan RancanganPembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014, agendaagenda penegakan hak asasi manusia dan mainstreaming HAM dalampembangunan belum menjadi perhatian pemerintah.Sebagai sebuah organisasi hak asasi manusia, SETARA Institute terus menerusmelakukan pemantauan untuk mendorong negara memenuhi kewajibangeneriknya mempromosikan, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia.Salah satunya melalui penerbitan laporan 1 tahun kinerja pemerintahan SBYBoediono. Laporan ini bertujuan untuk menyajikan informasi tentang kondisihak asasi manusia dalam suatu rezim dan dalam suatu kurun waktu tertentu.Dengan informasi ini diharapkan publik dapat turut serta berhimpunmendorong berbagai perubahan kebijakan dan aksi-aksi pemerintahan yangkonstruktif bagi penegakan hak asasi manusia.Berbeda dengan laporan kinerja pemerintahan pada tahun sebelumnya, padalaporan 1 tahun kepemimpinan SBY-Boediono, SETARA Institute menggunakanrumpun-rumpun hak yang terdapat di dalam Kovenan Internasional Hak Sipildan Politik sebagai variabel untuk mengukur kinerja pemerintahan. Dari 24 hakyang dijamin dalam Kovenan tersebut, SETARA Institute mengelompokkannyake dalam 7 variabel utama. Pengelompokan ini selain untuk memudahkanpenilaian, juga mengacu pada bentuk-bentuk hak apa yang masih terabaikandan terus dilanggar oleh negara. Selain itu, tidak adanya perencanaanpemerintah tentang aksi-aksi nasional HAM, menjadikan tidak adanya variabeldan indikator yang sama dalam mengukur kinerja.2

Dalam laporan ini, SETARA Institute menggunakan pendekatan pengukuranpersepsi dalam bentuk indeks persepsi tentang kinerja penegakan HAM.Persepsi 20 ahli hak asasi manusia yang dihimpun dalam laporan ini kemudiandikuantifikasi dengan menggunakan skala pengukuran angka “0” untukkondisi yang paling lemah dan angka “7” untuk menunjukkan performa yangkuat dalam penegakan HAM.Penyusunan indeks persepsi ini dimulai dengan menetapkan 7 variabel denganindikator yang beragam. Setelah memperoleh variabel dan indikator, SETARAInstitute menyajikan data tentang kinerja penegakan HAM dalam berbagaiperistiwa dan kebijakan. Setelah seluruh data didiskusikan, tahap berikutnyamenarik persepsi dari 20 ahli dengan skala 0-7. Masing-masing indikator diberiscore, kemudian seluruh score dari indikator pada masing-masing variabel itudijumlah dan dibagi dengan jumlah indikator sebagai bilangan pembagi.Hasilnya adalah score masing-masing variabel.1PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU - 1,14Penghilangan Orang secara Paksa – 1Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi – 3Tanjung Priok – 0Trisakti, Semanggi I, II – 0Pembunuhan Munir – 2Wamena-Wasior – 1Tindak Lanjut KKP untuk Timor Timur – 1Impunitas terhadap pelaku pelanggaran HAM masih menjadi penghalangserius bagi terpenuhinya hak atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan bagikorban pelanggaran HAM berat. Hingga saat ini proses penegakan hukumpelanggaran HAM masa lalu tidak berjalan sama sekali. Bahkan Presiden RImengabaikan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) DPR RI tentangPenghilangan Orang secara Paksa. Rekomendasi Pansus yang dikeluarkanpada 28 September 2009 memuat empat rekomendasi politik mendorongpenyelesaian kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.Pertama, meminta Presiden membentuk pengadilan hak asasi manusia (HAM)ad hoc; kedua, merekomendasikan agar Presiden serta segenap institusi3

pemerintah dan pihak terkait segera mencari 13 orang yang oleh Komnas HAMmasih dinyatakan hilang; ketiga, merekomendasikan agar pemerintahmerehabilitasi dan memberi kompensasi terhadap keluarga korban yanghilang; dan keempat merekomendasikan agar pemerintah segera meratifikasikonvensi Anti-penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukunganmenghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.Dari empat rekomendasi tersebut, hingga 1 tahun usia rekomendasidikeluarkan dan di masa 1 tahun pemerintahan SBY-Boediono, semuanyadiabaikan oleh pemerintah. Belum ada upaya untuk menindaklanjutirekomendasi tersebut.Pelanggaran HAM berat masa lalu, di Aceh, Papua, peristiwa 1965 sama sekalitidak mendapat perhatian pemerintah. Terhadap berbagai pelanggaran HAMmasa lalu itu, pemerintah dan DPR RI pernah mengupayakan mekanismepenyelesaian melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). UU No.27/2004 tentang KKR yang dibentuk DPR RI dan Pemerintah kemudiandibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006. Baru pada tahun 2010,pemerintah kembali merancang UU baru yang menurut Menteri Hukum danHAM, Patrialis Akbar, draft ini sudah selesai di tingkat pemerintah, meskipunpublik sama sekali belum bisa mengakses draft tersebut. Keberadaan UU inisangat penting mengingat sejumlah pelanggaran HAM secara teknis hukumsulit diselesaikan secara yudisial meskipun fakta-fakta itu nyata.Kasus Tanjung Priok 1984, secara formal telah diselesaikan di pangadilanmelalui pengadilan HAM Ad Hoc pada tahun 2003. Namun demikian, seluruhtentara dan pihak-pihak yang dianggap sebagai pelaku pelanggaran HAMberat dibebaskan melalui berbagai upaya hukum. Hingga saat ini, korbanpelanggaran HAM berat terus mengupayakan kompensasi yang termuatdalam amar putusan pengadilan, tapi tetap pemerintah tidak bergeming.Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II adalah kasus penembakanmahasiswa di depan kampus Trisakti dan Tol Semanggi. Kejadian tersebutterjadi pada saat penurunan Presiden Soeharto dan akan disahkannyaUndang-undang Penggulangan Keadaan Bahaya pada masa PemerintahanPresiden B.J Habibie. Dari penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM,tragedi yang dikenal dengan TSS ini diduga melibatkan institusi TNI. Berkaspenyelidikan hasil kerja Komnas HAM telah disampaikan ke Kejaksaan Agungdan DPR. Namun hingga kini tidak jelas penanganannya termasuk setelahMahkamah Konstitusi dalam putusan Uji Materiil UU No. 26/ 2000 tentang4

Pengadilan HAM pada Februari 2008 menyatakan bahwa Kejaksaan Agungtidak lagi memerlukan rekomendasi DPR untuk melakukan penyidikan atasdugaan kejahatan kemanusiaan ini.Pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir, 7 September 2004 adalahkejahatan konspiratif yang dilakukan oleh seseorang yang dipekerjakan olehinstitusi negara, Badan Intelijen Negara. Kejahatan ini menjadi indikatorkomitmen pemenuhan HAM pemerintah: apakah pemerintah mampumengungkap pelaku kejahatan dan menghukumnya secara adil atau malahsebaliknya, mendiamkan kasus ini membeku. Peradilan terhadap kasus Munirtelah menjerat Pollycarpus Budihari Priyanto. Mucdi Pr yang diduga aktorintelektual pembunuhan ini divonis bebas oleh Pangadilan Negeri JakartaSelatan pada 2008. Atas vonis ini Kejaksaan kemudian mengajukan kasasi keMahkamah Agung dan pada Juni 2009 MA memutus bebas dan menganggapPengadilan Negeri Jakarta Selatan telah tepat menerapkan hukum denganmemvonis Muchdi Pr bebas. Kejaksaan Agung berkali-kali menyatakankomitmen akan melakukan peninjauan kembali atas vonis MA ini. Namunhingga 1 tahun pemerintahan SBY-Boediono, niat itu nyaris tidak terdengarlagi.Peristiwa Wamena, 4 April 2003 bermula adanya sekelompok massa takdikenal yang membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena.Penyerangan ini menewaskan 2 anggota Kodim, Lettu TNI AD Napitupulu danParajurit Ruben Kana (Penjaga gudang senjata) dan 1 orang luka berat.Kelompok penyerang diduga mengambil sejumlah pucuk senjata dan amunisi.Bereaksi atas peristiwa ini, aparat TNI-Polri telah melakukan penyisiran,penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa yang menimbukankorban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa.Terhadap peristiwa ini, pada Juli 2004 Komnas HAM telah melakukanpenyelidikan pro justicia atas dugaan adanya kejahatan terhadap kemanusiaandi Wamena, 4 April 2003. Peristiwa ini menelan korban lebih dari 40 orang,terjadi pemindaan paksa terhadap penduduk di 25 Kampung. Padapemindahan paksa ini 42 orang di antaranya meninggal dunia karenakelaparan, serta 15 orang korban perampasan kemerdekaan secara sewenangwenang. Dalam Laporan Komnas HAM ditemukan juga pengrusakan fasilitasumum.Kasus Wasior terjadi pada tahun 2001 ketika masyarakat adatmemperjuangkan hak ulayat kepada tiga perusahaan pemegang hak5

pengelolaan hutan (HPH). Selain penyiksaan dan korban jiwa, juga terjadipengrusakan rumah warga sipil. Kasus yang dipicu oleh ketidakadilan ekonomibagi warga di Wasior menelan korban baik dari kalangan masyarakat sipil,aparat militer maupun karyawan perusahaan. Pada April 2001 terjadipembantaian pasukan koteka oleh Brimob, di Desa Rasiei, Kecamatan Wasior.Dalam serangan tersebut 2 orang terkena peluru dan 15 ditahan di PolresManokwari, 6 orang hilang tanpa jejak. Atas berbagai rangkaian peristiwa di2001 itu, Brimob melakukan operasi tumpas ke desa-desa di KecamatanWasior.Hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kedua kasus di atas telah selesaidan diserahkan kepada Kejaksaan Agung. Namun dalam beberapa kalikorespondensi kedua institusi ini, nampak jelas Kejaksaan Agung tidakmemiliki komitmen untuk menuntaskan kasus ini. Terakhir pada 28 Maret2008, Kejaksaan Agung kembali menyerahkan berkas dari Komnas HAMdengan alasan tidak lengkap. Pada 1 tahun kepemimpinan SBY-Boediono,kasus-kasus yang terjadi di Papua sama sekali tidak mendapat perhatian,bahkan cenderung diabaikan.Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) adalah badan ad hoc yangdibentuk oleh dua pemerintahan Indonesia dan Timor Leste pada tahun 2005untuk menyelidiki pelanggaran HAM di Timor Leste. Pada tahun 2008 KKPmengeluarkan sejumlah rekomendasi sebagai hasil penyelidikannya. Duarekomendasi utama adalah membentuk komisi orang hilang yang akanmelakukan pekerjaan-pekerjaan menyatukan keluarga yang terpisah-pisah,dan reformasi TNI-Polri. Rekomendasi ini belum mendapat perhatian memadaidari pemerintah.Dari 6 indikator pada variabel penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu ini,tidak ada prestasi yang dicatat sepanjang 1 tahun pemerintahan SBY-Boedionodalam hal upaya memutus pelembagaan impunitas. Bahkan 180 aksi Kamisanyang digelar oleh keluarga korban dan 150 surat yang dikirim keluarga korbanke SBY belum mampu menggerakkan 1 tahun pemerintahan SBY-Boedionomenyusun langkah dan bertindak memutus impunitas pelaku pelanggaranHAM. Pemerintah SBY dengan sengaja menjalankan politik amnesia. Membuatkorban putus asa, rakyat lupa, dan penggiat HAM kehilangan fokus. SBY jugamenggunakan isu pelanggaran HAM masa lalu sebagai tawar menawar politikdengan pelaku.6

Sebagian peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi di masa Soeharto berkuasa,dan sebagiannya lagi terjadi di masa pemerintahan transisi: Habibie,Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri. Namun demikianpenyelesaian pelanggaran HAM masa lalu adalah mandat legal dariperundang-undangan nasional Indonesia. Karena itu kewajiban ini melekatpada setiap pemimpin nasional yang berkuasa dan sudah seharusnya setiappemimpin itu mengambil prakarsa.Rekomendasi:1. Menunda penilaian dan evaluasi rencana pemberian gelar pahlawannasional bagi Soeharto sebelum pelanggaran HAM berat masa lalumendapatkan penyelesaian.2. Melakukan revisi UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000tentang Pengadilan HAM dengan memberikan penguatan peran penyidikandan penuntutan pada Komnas HAM, mengadopsi jenis kejahatankemanusiaan berbasis jender sebagai bagian dari kejahatan kemanusiaan,dan mengadopsi mekanisme peradilan HAM yang berpijak pada karakterhukum HAM Internasional.3. Menindaklanjuti rekomendasi Pansus DPR RI tentang Penghilangan OrangSecara Paksa dan Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan,dengan tetap membuka ruang investigasi independen bagi duniainternasional.4. Menyegerakan pembahasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yangjusticiable (mampu memberikan keadilan) bagi korban pelanggaran HAMberat masa lalu.2KEBEBASAN BEREKSPRESI - 2,20Tahanan Politik Aceh – 2Tahanan Politik Papua - 2Tahanan Politik Maluku - 2Kekerasan terhadap Jurnalis – 3Perlindungan Pembela HAM – 27

Kebebasan berekspresi yang tercermin dari kebebasan pers danmengemukakan pendapat masih menyisakan persoalan, utamanya terkaitkriminalisasi aktivis politik dan intimidasi terhadap pekerja media. UU Persbelum mampu menangkal jerat kriminalisasi KUHP terhadap pekerja mediayang dituduh melakukan pencemaran nama baik. Pemasungan kebebasanberekspresi juga masih dialami oleh tahanan politik di Aceh, Papua, danAmbon yang saat ini masih menjadi tahanan politik akibat tuduhan melakukanmakar atau penghinaan terhadap simbol-simbol negara. Meski sesungguhnyatidak cukup argumen untuk menangkap dan mengadili mereka.Di Aceh, terdapat 7 orang tahanan politik yang hingga saat ini belumdibebaskan. Meskipun pemerintah telah memberikan amnesti terhadap 1.488tahanan politik/ narapidana politik Aceh dan memberikan remisi 366 oranglainnya, 11 orang yang tersisa belum memperoleh pengampunan apalagipembebasan. 1Di Papua, hingga tahun 2009 terdapat lebih kurang 170 orang menjadi tahananpolitik dan 16 orang lainnya menjalani peradilan yang dikriminalisasi saatmenyampaikan pendapat2. Data tahun 2010, menurut Kepala Kantor WilayahKementerian Kehakiman dan HAM Papua, yang tersisa saat ini adalah 34 orangnarapidana dan tahanan politik. Pada tahun 2010 masih terus terjadi operasimiliter di Puncak Jaya yang sangat potensial menimbulkan korban warga njukkankesungguhannya untuk meretas jalan damai di Papua dengan sungguhsungguh menerapkan otonomi khusus bagi Papua.Pada tanggal 7 Juli 2010 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikangrasi kepada Yusak Pakage dan pembebasan bersayarat kepada Cosmos Yual.Menurut Nazarudin Bunas, Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAMPapua, grasi dan pembebasan bersyarat itu menjadi tonggak baru pemberianpengurangan masa hukuman bagi para tapol/napol lainnya.Sementara di Ambon, sepanjang 2007-2008, 14 orang ditangkap3 dansebagiannya telah menjalani hukuman dan dibebaskan karena aksi damai1Lihat www.acheh.eye.org dan kontak lokal SETARA Institute di Aceh2Lihat Laporan Human Rights Watch: Indonesia Free Papua Activists edisi 21 Juli 2009,Indonesia: “Protest and Punishment: Political Prisoners in Papua,” edisi 20 February 2007 danLaporan Tim Advokasi Papua Tanah Damai (TAPTD)3Data diperoleh dari laporan amnesti internasional: “Indonesia: Jailed for raising a flag –prisoners of conscience in Maluku” edisi 26 Maret 20098

membentangkan bendera. Tuduhan makar bagi warga Ambon adalahtindakan berlebihan oleh karena sparatisme di Ambon adalah residu darikonflik horizontal masa lalu dan hanyalah mitos yang terus menerusdihembuskan oleh pemerintah Pusat. Hingga 1 tahun kepemimpinan SBYBoediono, 22 aktivis politik masih menjalani hukuman antara 7 - 20 tahun atastuduhan makar yang bertentangan dengan Pasal 106 dan 110 KUHP.4Selain pelanggaran kebebasan berekspresi yang menimpa para tahananpolitik, jurnalis dalam menjalankan profesinya juga minim perlindungan. Pada 7Juli 2010, Darussalam (Global TV), Mas'ud Ibnu Samsuri (Indosiar) diintimidasioleh sekelompok orang saat meliput pencemaran limbah pabrik di KecamatanCurug, Tangerang, Propinsi Banten. Masih di bulan yang sama 28 Juli 2010,empat jurnalis di Merauke, Papua, menerima ancaman kekerasan danpembunuhan melalui kiriman pesan pendek (SMS) oleh orang yang diduga timsukses calon Bupati Merauke yang gagal. Keempatnya ialah Lidya SalmaAchnazyah (Bintang Papua), Agus Butbual (Suara Perempuan Papua), IdriQurani Jamillah (Tabloid Jubi) dan Julius Sulo (Cendrawasih Pos). Pada 29 Juli2010, Ardiansyah Matrais, wartawan TV lokal Merauke, ditemukan tewas dikawasan Gudang Arang, Sungai Maro, Merauke. Selain kasus-kasus di atas,para jurnalis masih terus mengalami intimidasi, teror, dan kekerasan saatmenjalankan profesinya.5 Pada 21 Agustus 2010 Ridwan Salamun (SUN TV)meninggal dunia saat meliput bentrokan di Tual Maluku Tenggara.Kantor Majalah Tempo di Jalan Proklamasi 72 Jakarta Pusat diserang dengantiga bom molotov pada 6 Juli 2010. Tiga bom dilempar oleh pengendarasepeda motor. Bom dilempar dari luar gerbang yang berjarak 10 meter darikaca depan. Bom meledak tepat di kaca depan kantor Tempo. Dua diantaranyadi halaman.Pada 8 Juli 2010, Tama S Langkun, pegiat anti korupsi juga mengalamipenganiayaan. Kasus Tama saat ini telah ditangani oleh Kepolisian meskibelum ada hasil yang memuaskan. Selain Tama, sejumlah aktivis HAM di Papuajuga mengalami berbagai intimidasi.4Amnesty Internasional, UA: 169/10 Index: ASA 21/016/2010 Indonesia, Detained PoliticalActivists at Risk of Torture, 4 August 20105Pernyataan Pers AJI Indonesia, 21 Agustus 20109

Rekomendasi:1. Pembebasan dan rehabilitasi seluruh tahanan politik di Aceh, Papua, danAmbon.2. Membangun dialog dengan komponen masyarakat Papua yangrepresentatif untuk memperoleh penyelesaian komprehensif, jujur, danberbasis pada pemenuhan hak asasi manusia.3. Mengevaluasi dan merevisi seluruh peraturan perundang-undangan yangmasih memuat klausul-klausul restriktif bagi jaminan kebebasanberekspresi.4. Menarik sebagian personi militer dari Papua.5. Membentuk pengadilan HAM di Papua dan mengintensifkan perananKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meningkatkan efektivitaspenggunaan anggaran otonomi khusus, sebagaimana mandat UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.6. Mengefektifkan perlindungan kepada jurnalis sesuai dengan mandat UUNo. 40/1999 tentang Pers dan memproses segala bentuk kekerasanterhadap jurnalis untuk melahirkan efek jera dan preseden hukumkonstruktif bagi perlindungan jurnalis.7. Mendorong Pemerintah dan DPR membahas RUU Pembela HAM3KEBEBASAN BERAGAMA/ BERKEYAKINAN - 1,00Kebebasan Mendirikan Rumah Ibadah – 1Perlindungan terhadap Ahmadiyah – 1Regulasi Negara – 1Laporan pemantauan kondisi kebebasan beragama/ berkeyakinan di Indonesiayang diterbitkan oleh SETARA Institute dan organisasi masyarakat sipil lainnyamenunjukkan bahwa tingkat intoleransi baik di masyarakat maupun di tubuhnegara, melalui aparat negara, sema

dikeluarkan dan di masa 1 tahun pemerintahan SBY-Boediono, semuanya . korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa. Terhadap peristiwa ini, pada Juli 2004 Komnas HAM telah melakukan . dan mengadopsi mekanisme peradilan HAM yang berpijak pada karakter hukum HAM Internasional. 3. Menindaklanjuti rekomendasi Pansus DPR RI tentang .

Related Documents:

Analisis Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah Tri Maryani 143060051 ABSTRAK Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar dilihat dari kualitas fisik dan non fisik yang meliputi indeks pendidikan, indeks

bahwa hak asasi manusia (HAM) merupakan nilai dan norma yang sangat penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dengan adanya perlindungan dan penegakan HAM, maka kehidupan manusia yang beradab dan sejahtera dapat diwujudkan. Dengan mempelajari materi “Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Man

tentang Hak Asasi Manusia (HAM)13. Dengan diundangkannya UU HAM telah mengamanatkan Negara khususnya pemerintah untuk perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM warga negaranya14. Dalam UU HAM juga telah menentukan adanya sebuah lembaga yang mengurusi masalah HAM, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

E. Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kinerja Karyawan 17 F. Pengertian Kinerja 19 G. Pengertian Karyawan 21 H. Pengukuran Kinerja 21 I. Evaluasi Kinerja dan Manfaatnya 23 J. Hambatan dalam Evaluasi Kinerja 26 K. Teknik-Teknik Penilaian Kinerja 27 L. Rerangka Pikir 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu parameter kinerja pembangunan daerah. IPM merupakan nilai dari pengukuran Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan, dan Indeks Daya Beli. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi umum capaian IPM bidang pendidikan serta mela

3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan & perlindungan Hak Asasi Manusia. Kompetensi Dasar : 3.1. Menganalisis upaya pemajuan, penghormatan, & penegakan HAM 3.2. Menampilkan peran serta dlm upaya pemajuan, penghorma-tan, dan penegakan HAM di Indonesia. 3.3. Mendeskripsikan instrumen hukum dan peradilan internasional HAM.

Dalam prakteknya, Komnas HAM telah melakukan pengawalan dan penanganan kasus – kasus pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat baik pelanggaran berat maupun ringan. Jalannya Komnas HAM tak lepas dari visi misi Komnas HAM yang secara lebih jelas dan terperinci dikutip dari laman resminya di. https://komnasham.go.id/ adalah

Cake Baking . SCQF: level 5 (9 SCQF credit points) Unit code: J1YR 75 . Unit outline The general aim of this Unit is to enable learners to develop the ability to bake cakes and other chosen items safely and hygienically. Learners will demonstrate a range of techniques and processes used in cake production and other baking contexts.