UPAYA-UPAYA PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN YANG .

3y ago
27 Views
2 Downloads
228.26 KB
13 Pages
Last View : 1m ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Gideon Hoey
Transcription

Upaya-Upaya Pengelolaan . Berkelanjutan di Indonesia (Banon, S., et al.)UPAYA-UPAYA PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN YANGBERKELANJUTAN DI INDONESIASuherman Banon1) Atmaja dan Duto Nugroho2)1)Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta2)Peneliti pada Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Ancol-JakartaTeregistrasi I tanggal:19 Januari 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 16 Maret 2011;Disetujui terbit tanggal: 28 Juli 2011ABSTRAKPengertian dasar untuk pengelolaan perikanan terkait dengan fungsi fungsibiologi, sosial, teknologi, ekonomi serta lingkungan sumber daya sebagaikomponen yang saling berhubungan untuk terjaminnya pengelolaan secaraberkelanjutan. Stok ikan, ekosistem dan masyarakat nelayan merupakan salahsatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem yang dinamis, dimanaperubahan taktik dan strategi pemanfaatan masih merupakan suatu hal yangbanyak dilakukan dalam rangka penyesuaian antara faktor teknis dan ekonomisyang sering kali mengabaikan pertimbangan bio-ekologi sumberdaya ikan. Sasaranpendekatan dan kebijakan pengelolaan perikanan di berbagai negara sudah mulaiberubah, diawali dengan pendekatan memaksimalkan tangkapan tahunan danketenaga-kerjaan menuju ke konservasi dan pengelolaan berbasis pelayananekosistem. Konsep pengelolaan berbasis masyarakat dan ko-manajemen masihterbatas pada pengelolaan kawasan konservasi dan habitat terumbu karang.Adanya kesenjangan dan perbedaan antara kepentingan kawasan konservasisebagai akibat kurangnya pemahaman kolektif terhadap tujuan pengelolaan, dankerapkali menyebabkan aktifitas perikanan tangkap sebagai bagian dari kebutuhanekonomis berbenturan dengan fungsi kawasan konservasi dalam jangka panjang.Pengendalian upaya penangkapan dan memahami dinamika perikanan, sertamengelola nelayan menjadi prioritas untuk pengelolaan sumber daya ikan,sedangkan konsep pengelolaan berbasis masyarakat dan ko-manajemenditempatkan sebagai pelengkap untuk menutupi kelemahan aspek legal wilayahpengelolaan perikanan atau sumber daya ikan.KATA KUNCI:pengelolaan, sumberdaya ikan, ko manajemenABSTRACT:Management Efforts on Sustainable Marine Fish Resources inIndonesia. By Suherman Banon Atmaja and Duto Nugroho.Basic understanding of fisheries management related to biology, social,technology and economic function of fish resources. Fish stocks, ecosystem andfishers community are the integrated component under the dynamic of fisheriessystem, where as changing and on fishing tactic and strategy still exist to adjustbetween biology, technics and economics aspects. It is obvious that all technologicalcreeps oftenly ignored the bio-ecological consideration of fish resources. Thefisheries management and its policy were gradually shifting from maximize thecatch, job opportunity become conservation and ecosystem based fisheriesmanagement. The concept of community-based management and co managementis still limited to the management of conservation areas and coral reef habitats. Theexistence of gaps and differences between the interests of the conservation area asa result of a lack of understanding collective to the management objectives andoften causing fishing activities as part of the economic needs clash with the functionKosrespondensi penulis:Jl. Muara Baru Ujung, Komp. Pelabuhan Perikanan Samudera IndonesiaJakarta Utara-1440. Tlp. (021) 6602044101

J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.3 No. 2 Nopember 2011 : 101-113of conservation areas in the long term. Control efforts to capture and understandthe dynamics of fisheries, as well as managing fishing is a priority for themanagement of fish resources, while the concept of community-based managementand co management issued as a supplement to cover the weakness of legal aspectsof the fishery management area or fishery resourceKeywords:Management, fish resources, co-managementPENDAHULUANPerkembangan perikanan yangcenderung semakin mengarah kepadapemanfaatan dengan tidak mengenalkesepakatan batas-batas wilayahpengelolaan maupun penggunaan teknologiyang tidak sejalan dengan konsep ramahlingkungan menyebabkan pengelolaanperikanan tangkap saat ini bukan lagi padamencari pilihan, tetapi cenderung beradapada kondisi tidak ada pilihan. Denganadanya tingkat ketidakpastian yang tinggidihadapi tentang status stok sebagai dasardalam pengelolalan perikanan dan seringtidak efektifnya implementasi tentangpemikiran ataupun rekomendasi untukmengurangi kapasitas penangkapan padatingkat panenan lestari telah menyebabkanbeberapa stok ikan berada pada kondisiyang tidak dapat pulih kembali. Sepertihalnya beberapa laporan terbarumenyatakan bahwa pengelolaan perikananselama ini cenderung berkarakteristikkegagalan dibanding keberhasilan, karenalemahnya sistem pengendalian danpengawasan dan tingginya penguasaanterhadap akses sumber daya ikan telahmenimbulkan operasi nelayan di bawahtekanan yang cenderung suka menentangterhadap adanya indikator-indikatorpenurunan stok dan mendorong ke arahpemanfaatan berlebih baik ekonomi maupunbiologi, hingga mencapai tahapan yangdapat dikategorikan sangat mengancamkeberadaan dari beberapa spesies. (Berkes,et al.,2001 dan Cunningham, 2005).102Perkembangan upaya penangkapan baikdalam jumlah, ukuran maupun teknologipenangkapannnya telah meningkatkanjumlah ikan yang didaratkan tetapi diikutioleh runtuhnya stok kelompok jenis ikanpelagis kecil. Fenomena ini diikuti olehperilaku pembiaran yang semakin kerapdidengar terhadap rendahnya tanggungjawab pelaporan hasil tangkapan,pengabaian saran dan pemikiran saintifikserta menyalahkan ancaman lingkungansebagai faktor utama yang mengakibatkanruntuhnya perikanan yang melandakawasan sub tropis. Pemanfaatan di daerahpenangkapan dekat pantai juga mengalamiperubahan tiga dimensi yaitu mengarahpada perairan yang lebih dalam, jenis ikanyang baru serta meningkatnya pemasaranjenis ikan dan invertebrata lain yangsebelumnya ditolak dan umumnya jenispada tingkatan rantai makanan yang lebihrendah (Pauly, 2009).Tantangan untuk memelihara sumberdaya ikan yang sehat menjadi isu yangcukup kompleks dalam pembangunanperikanan. Konsep pembangunanberkelanjutan adalah pembangunan untukmemenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpamerusak atau menurunkan kemampuangenerasi mendatang untuk mernenuhikebutuhan hidupnya (WCED, Commissionon Environment and Development, 1987).Dalam pandangan Norton (2005) dalamHowarth (2007) menyatakan bahwa konsepkeberlanjutan mengingatkan para pengambilkeputusan untuk mempertimbangkan hakdan kepentingan generasi masa depan dankadang-kadang terdapat kesulitan untuk

Upaya-Upaya Pengelolaan . Berkelanjutan di Indonesia (Banon, S., et al.)memegang nilai-nilai terhadap lingkunganalam. Konsep tersebut dapat diberikancukup tepat dalam banyak konteks melaluimusyawarah moral yang berusaha untukmenyeimbangkan nilai-nilai dan perspektifdari para pemangku kepentingan yangberbeda.Dalam konsep pengelolaan sumber dayaikan berkelanjutan terdapat tiga komponenpenting yang berjalan dalam kondisiberimbang, yaitu: ekologi, sosial, danekonomi. Secara empiris adalah prosestarik ulur antara ketiga kepentingan tersebut(Satria, 2004). Kusumastanto (*)menyatakan bahwa perikanan yangberkelanjutan bukan semata-mata ditujukanuntuk kepentingan kelestarian ikan itusendiri (as fish) atau keuntungan ekonomisemata (as rents) tapi lebih dari itu adalahuntuk keberlanjutan komunitas perikanan(sustainable community) yang ditunjangoleh keberlanjutan institusi (institutionalsustainability) yang mencakup kualitaskeberlanjutan dari perangkat regulasi,kebijakan dan organisasi untuk mendukungtercapainya keberlanjutan ekologi, ekonomidan komunitas perikanan. SementaraPitcher dan Pauly (1998) menyatakanbahwa lebih penting untuk memulihkanekosistem dibandingkan terjaminnyakeberlanjutan per se, dan hal ini harusmenjadi tujuan dalam pengelolaanperikanan. Keberlanjutan adalahmemperdayakan tujuan terkait denganpemanenan ikan oleh manusia yangmengarah pada terjadinya penyederhanaanterhadap pentingnya ekosistem, tingginyakeuntungan, dan semakin rendahnya“trophic level” jenis ikan yang dapatbertahan dari perusakan maupun penurunankualitas habitat.Pada dekade terakhir telah diusulkanbahwa konsep MSY didukung oleh“precautionary principle”, dimana hal inidijadikan pertimbangan yang untukmenghindari kemungkinan kerusakan lebihluas atau berdampak negatif pada suatuperikanan. Pendekatan perikananbernuansa ramah lingkungan dapatberlanjut dan dapat dicapai jika ukuranukuran pengelolaan utama diarahkan untukmengelola dengan baik agar stok ikanberada diatas “save biological limit” ataupemulihan sumber daya ikan hingga tingkatyang dibutuhkan, diikuti denganpengurangan secara nyata terhadap hasiltangkap sampingan dan jenis ikan yangtidak termanfaatkan, serta melindungiekosistem bahari dari aktifitas penangkapanyang merusak lingkungan (Anon, 2009)Tujuan utama dari makalah ini adalahuntuk meninjau beberapa modelpengelolaan perikanan dan sejauh manaberjalan menuju pengelolaan sumber dayaperikanan berkelanjutan di Indonesia, yangdisusun berdasarkan penelusuran pustakadan, disajikan dalam bentuk esei.BAHAN DAN METODATelaah terhadap hasil dan temuanpenelitian serta peraturan yang telahditetapkan terkait dengan pengelolaanmerupakan bahan utama dalam tulisan ini.Analisis dilakukan dengan cara memetakanfenomena perikanan yang sedangberlangsung didukung oleh diskusi terbatasdengan beberapa pemangku usaha padasaat melakukan observasi lapangHASIL DAN BAHASANTeknik - Teknik Pengelolaan Perikanandi IndonesiaSecara teoritis, terdapat dua bentukregulasi dalam pengelolaan sumber dayaperikanan di berbagai belahan dunia, yaknirezim akses terbuka (open access) danakses terkendali (controlled access). Aksesterbuka adalah suatu bentuk regulasi yang103

J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.3 No. 2 Nopember 2011 : 101-113cenderung membiarkan nelayan menangkapikan dan mengeksploitasi sumber dayahayati lainnya kapan saja, dimana saja,berapapun jumlahnya, dan dengan alat apasaja. Secara empiris, implikasi dalamjangka panjang terhadap regulasi ini akanmenimbulkan dampak negatif, antara lainapa yang dikenal sebagai tragedy ofcommon baik berupa kerusakan sumberdaya perikanan maupun konflik antarnelayan. Sebaliknya, pengelolaan dengansystem akses terkendali adalah regulasiterkendali yang dijabarkan berupa (1)pembatasan input (input restriction), yaknimembatasi jumlah pelaku, jumlah jeniskapal, dan jenis alat tangkap, (2)pembatasan output (output restriction),yakni membatasi berupa jumlah tangkapanbagi setiap pelaku berdasarkan kuota.Salah satu formulasi dari pembatas inputitu adalah territorial use right of fisheriesyang menekankan penggunaan fishing right(hak memanfaatkan sumberdaya perikanan)dalam suatu wilayah tertentu dalamyurisdiksi yang jelas. Pola fishing rightsystem ini menempatkan pemegang hakpenangkapan ikan melakukan kegiatanperikanan di suatu wilayah, sementarayang tidak memiliki fishing right tidakdiizinkan beroperasi di wilayah itu. Selaindiatur siapa yang berhak melakukankegiatan perikanan, juga diatur kapan dandengan alat apa kegiatan perikanandilakukan. Sistem yang menjurus padabentuk pengkaplingan laut utamanya dikawasan pesisir ini menempatkanperlindungan kepentingan nelayan kecilyang beroperasi di wilayah pantai-pesisirserta kepentingan kelestarian fungsisumber daya (Christy, 1982; Masyhuri,2004), Namun demikian, dengan mengacupada “menggunakan hak pemanfaatandalam pengelolaan perikanan danpengelolaan berdasarkan hak pemanfaatan”terhadap arti dan konsep diatas dapatmenimbulkan kekeliruan dan menimbulkan104permasalahan sebagai akibat dariperbedaan pemahaman tentang artipemanfaatan tersebut dimana realita yangdihadapi adalah timbulnya berbagai jenisdan tipe dari sistem hak kepemilikan danterdapatnya berbagai cara yang digunakanuntuk mengelola perikanan (Anon, 2005)Beberapa teknik – teknik pengelolaanperikanan sebagai dasar pelestariansumber daya ikan di Indonesia telahtermaktub dalam undang-undang danberbagai peraturan yang telah ditetapkan.Teknik pengelolaan perikanan menurutUndang-Undang Perikanan (pasal 7 UU 31Tahun /2004 dan UU 45 tahun 2009 tentangperubahan atas UU 31 tahun 2004 tentangperikanan), yaitu: Pengendalian inputmeliputi pengendalian jenis, jumlah, ukuranalat penangkapan ikan; jenis, jumlah,ukuran, dan penempatan alat bantupenangkapan ikan; daerah, jalur, dan waktuatau musim penangkapan ikan; persyaratanatau standar prosedur operasionalpenangkapan ikan; sistem pemantauankapal perikanan. Pengendalian outputmeliputi pengendalian ukuran atau beratminimum jenis ikan yang boleh ditangkap.Sebelumnya, upaya pemerintah dalammengelola perikanan telah ditunjukkan dariberbagai teknik pengelolaan untukpengaturan, yang meliputi zonasi daerahpenangkapan (SK No 607/KPTS/UM/9/1976), ukuran mata jaring pada bagiankantong pukat cincin sebesar 1 inci (# 2,54cm) (SK No. 123/Kpts/Um/3/1975 dan jalurpenangkapan kapal pukat cincin(Kepmentan No. 392/1999), sampaipelarangan secara menyeluruh alattangkap pukat harimau (Keppres no 39/1980) serta pengendalian melalui pungutanhasil perikanan (PHP) menurut PP No 54/2002 dan pungutan perikanan (UU 31/2004),Pasal 48 angka 1 dan Pasal 49.Kepmentan 392 tahun 1999 tentang jalurjalur penangkapan ikan yang berlaku pada

Upaya-Upaya Pengelolaan . Berkelanjutan di Indonesia (Banon, S., et al.)semua perairan laut Indonesia, yaitu: jalurpenangkapan I bagi nelayan kecil (radius 6mil dari pulau), jalur penangkapan II (6 – 12mil) dan jalur penangkapan III ( 12 mil).Kapal, alat tangkap dan alat tangkap bantuyang diizinkan untuk jalur I dapat memasukijalur II dan jalur III, sebaliknya kapal/alattangkap yang diperuntukan pada jalur yanglebih tinggi tidak diperbolehkan memasukijalur yang lebih rendah. Tinjauan sosialekonomi batasan jalur I dari peraturan ini diperairan dangkal adalah pengaturanpemanfaatan diberikan pada nelayan kecilyang beroperasi dalam skala harian denganmodalitas relatif terbatas agar dapatmenopang kehidupan kesehariannya.Makna biologis adalah rendahnya kapasitaspenangkapan nelayan kecil diharapkantidak merusak kawasan asuh ikan karenalokasi penangkapan berada disekitarkawasan mereka sendiri, konseppengelolaan berbasis kearifan lokaldiharapkan dapat melindungi keberlanjutansumber daya ikan dan lingkungannya.Sebaliknya armada yang berukuran lebihbesar diarahkan ke jalur II dan III karenatingginya daya tangkap dan modalitasinvestasi, sehingga mempermudahpergerakan armada yang cenderung beradadiluar kawasan kesehariannya, sehinggapemanfaatan sumber daya lebih mengarahpada jenis-jenis yang tidak berada dikawasan asuhan, kecuali kawasan terumbukarang lepas pantai.Dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentangPengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil, Pasal 1 angka 7 dinyatakanbahwa 12 mil masih dalam zona wilayahpesisir. Konsekuensinya bahwa wilayahpengelolaan 1/3 bagian dari 12 mil lautteritorial yang menjadi wewenangkabupaten/kota adalah wilayah pesisir.Ketentuan tersebut ditegaskan dalamPasal 18 angka 1 UU No. 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah. Padapasal 18 angka 4 secara substansikabupaten/kota memiliki wewenangmengelola wilayah pesisir masingmasing. Kedua UU tersebut membuatpengaturan tentang yurisdiksi laut provinsi(12 mil) dan kabupaten/kota (4 mil)mengindikasikan bahwa produk hukum itumenganut konsep pengelolaan wilayah lauttertentu berbasis batas-batas yurisdiksi.Konsep tersebut merupakan instrumenyang dapat berfungsi sebagai implementasidari konsep regulasi akses terkendalisebagai bagian dari pola pembatasan inputyang berorientasi pada hak penggunaanberlandaskan wilayah kekuasaan (territorialuse right).Pengelolaan kawasan konservasi laut kedalam rezim pengelolaan di bawahDepartemen Kehutanan, melalui UU. No.5Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya alam Hayati dan Ekosistemnya yangmerupakan ratifikasi Pemerintah Indonesiaterhadap Strategi Pelestarian Dunia (WorldConservation Strategy) yang ditetapkanpada tahun 1980. Sementara UU No. 31Tahun 2004 yang disempurnakan menjadiUU 45/2009 tentang Perikanan (di bawahDepartemen Kelautan dan Perikanan),ditetapkan untuk mewujudkan perikananyang bertanggung jawab dan kelestariansumber daya ikan, yakni “tercapainyamanfaat yang optimal dan berkelanjutan,serta terjaminnya kelestarian sumber dayaikan, pelarangan penangkapan ikan denganmenggunakan bahan dan alat tangkap yangmerusak lingkungan dan kelestariansumber daya”. Implementasi UU 31/2004ini diturunkan dalam bentuk PeraturanPemerintah (PP) No. 60 Tahun 2007 tentangKonservasi Sumber daya Ikan yangmengatur lebih rinci upaya pengelolaankonservasi ekosistem atau habitat ikantermasuk di dalamnya melaluipengembangan kawasan konservasiperairan sebagai bagian dari konservasiekosistem. Peraturan Menteri KP No. 17tahun 2008 tentang kawasan konservasi di105

J. Kebijak. Perikan. Ind. Vol.3 No. 2 Nopember 2011 : 101-113wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil, jugaturut mewarnai perkembangan kebijakankawasan konservasi di wilayah pesisir danpulau-pulau kecil. Dalam peraturan ini,Menteri Kelautan dan Perikanan berwenangmenetapkan suatu kawasan konservasiperairan, dimana pengelolaannya diberikankepada pemerintah daerah, khususnyauntuk pengembangan KKLD (KawasanKonservasi Laut Daerah).Kawasan perlindungan laut (MarineProtected Areas, MPA) muncul sebagaisuatu instrumen yang populer untukkonservasi laut dan pengelolaan perikanan.Mengacu pada Resolusi 17.38 IUCN–WorldConservation Union (1988) yang ditegaskanlagi dalam Resolusi 19.46 (1994), definisiMPA adalah perairan pasang suruttermasuk kawasan pesisir dan pulau-pulaukecil, termasuk tumbuhan dan hewan didalamnya, serta termasuk buktipeninggalan sejarah dan sosial budaya dibawahnya, yang dilindungi secara hukumatau cara lain yang efektif, baik denganmelindungi seluruh atau sebagian wilayahtersebut (Tilmant, 2000). Secara umumdiakui kawasan konservasi bersifat efektifdalam meningkatkan kekayaan spesiesstandding fish stocks (ikan demersal dankarang), tetapi bagi spesies ikan pelagisyang bersifat peruaya (migratory species)tidak cukup mendapatkan perlindungan darikawasan konservasi, terutama ukurannya,jumlah dan lokasi jauh lebih sempit daripada wilayah perikanan.Pengelolaan sumber daya perikanandalam banyak hal tidak dapat hanyadilakukan dari pendekatan lokal saja,bagaimanapun sumber daya ikan dikawasan oseanik terdiri dari berbagaikriteria seperti halnya jenis peruaya jauhdan jenis ikan yang berada pada kawasanyang melewati batas-batas ZEE suatuNegara dan laut lepas dalam siklus106hidupnya atau dikenal sebagai highlymigratory straddling (Maguire et al., 2006).Perikanan tangkap di Indonesia dapatdibedakan berdasarkan kemampuanjangkauan daerah penangkapan, denganmengacu pada klasifikasi Yamamoto(1983), yaitu: (i) perikanan pesisir ataucoastal fishery, (ii) perikanan lepas pantaiatau offshore fishery dan (iii) perikanan lautlepas atau distant-water fishery. Meskipunpada kenyataannnya untuk alat tangkaptertentu kerapkali daerah penangkapanantara perikanan pesisir dengan perikananlepas pantai tidak dapat dipisahkan secarategas dan tumpang tindih daerahpenangkapan akan terjadi. Apalagi setelahkeberhasilan motorisasi dan prasarana dansarana transportasi semakin baik, sehinggamemungkinkan nelayan berpindah-pindah ketempat lain atau dikenal dengan “andon”sebagai upaya perluasan daerahpenangkapan dan menghindari kompetisi ditempat asal. Berdasarkan KeputusanMenteri KP 13 tahun 2004 tentangPedoman Pengendalian Nelayan AndonDalam Rangka Pengelolaan SumberdayaIkan, nelayan andon adalah nelayan yangmelakukan kegiatan penangkapan ikan dilaut dengan menggunakan kapal perikananberukuran tidak lebih dari 30 (tiga puluh)Gross Tonnage (GT) atau yang mesinnyaberkekuatan tidak lebih dari 90 (sembilanpuluh) Daya Kuda (DK) dengan daerahpenangkapan yang berubah-ubah atauberpindah-pindah sehingga nelayan tersebutberpangkalan atau berbasis sementarawaktu atau dalam waktu yang relatif lamadi pelabuhan perikanan di luar daerah asalnelayan tersebut (pasal 1 angka 2). Setiapnelayan andon yang akan melakukankegiatan penangkapan ikan di wilayahpengelolaa

kawasan sub tropis. Pemanfaatan di daerah penangkapan dekat pantai juga mengalami perubahan tiga dimensi yaitu mengarah pada perairan yang lebih dalam, jenis ikan yang baru serta meningkatnya pemasaran jenis ikan dan invertebrata lain yang sebelumnya ditolak dan umumnya jenis pada tingkatan rantai makanan yang lebih rendah (Pauly, 2009).

Related Documents:

berjudul manajemen Sumber Daya Manusia adalah, bahwa sumber daya manusia terdiri dari empat suku kata, yaitu manajemen, sumber, daya, dan manusia, keempat suku kata terbukti tidak sulit untuk dipahami artinya. Dimaksudkan dengan manajemen terhadap daya yang bersumber dari manusia.2 Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang

1.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan ilmu dan seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk encapai tujuan tertentu, Hasibuan (2008). menurut penjelasan tersebut dijelasan bahwa sumber daya manusia haruslah .

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Salah satu kunci kesusksesan bagi organisasi terletak pada peran sumber daya manusianya (SDM). Mengutip Hasibuan, Mardatillah (2013) mengungkapkan Sumber daya manusia (SDM) merupakan kemampuan terpadu dari daya pikir serta daya fisik yang dimiliki oleh seorang individu.

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia . 2. 1.1. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia di perusahaan perlu dikelola

4.8 Melakukan kegiatan upaya pelestarian sumber daya alam bersama orang-orang di lingkungannya 4.8.1 Membuat poster tentang upaya pelestarian hewan sebagai sumber daya alam (C6) 4.8.2 Menuliskan upaya pelestarian hewan sebagai sumber daya alam (C6) C. Tujuan Pembelajaran 1.

Herbert (1979) audit manajemen adalah suatu teknik yang secara teratur dan sistematis digunakan untuk menilai efektivitas unit atau pekerjaan dibandingkan dengan standar-standar perusahaan dan industri. Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu.

Manajemen Sumber Daya Manusia/Desilia Purnama Dewi – 1st, Harjoyo – 2nd ISBN – 978-602-5867-25-5 1. Manajemen Sumber Daya Manusia. I. Desilia Purnama Dewi, Harjoyo II. Manajemen Sumber Daya Manusia M042-12032019-01 Ketua Unpam Press: Sewaka Koordinator Editorial: Aeng Muhidin, Ali Madinsyah, Ubaid Al Faruq Editor: Edi Junaedi

Manajemen Sumber Daya Manusia Dr. Mahmudah Enny W. ii Manajemen Sumber Daya Manusia Penulis : Dr. Mahmudah Enny W., SE., M.Si. . Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang pasti mampu bersaing dengan lingkungan,