Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Efisiensi .

2y ago
36 Views
3 Downloads
270.14 KB
10 Pages
Last View : 19d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Lee Brooke
Transcription

JESP Vol. 1, No. 2, 2009Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap EfisiensiSektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa TimurSugeng Hadi UtomoHadi SumarsonoAbstractDecentralization theory states that the higher degree of centralization will increase local economicgrowth, because local government will create public sector efficiently, so it will increase more localeconomic growth than central government. The implementation of Decentralization Law No. 23 & 33,2004, and the balance of finance between the central and local government as the manifestation of thetheory is expected to increase affectivity and efficiency of local government performance through thedelegation process from the central government to the local government. This research was conductedto evaluate 5 years of fiscal decentralization of 29 districts and 9 cities in East Java with fixed effectmodel (fem) analysis. The result of this research are: (a) decentralization of expenditure hassignificant positive impact on economic growth, (b) decentralization of expenditure has significantpositive impact on inefficiency of public expenditure, and (c) inefficiency of public expenditure hassignificant negative impact on economic growth.Keywords:decentralization of expenditure, inefficiency of public expenditure, economic growthSejalan dengan berlakunya Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor25 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang nomor 32 dan 33 Tahun 2004tentang desentralisasi dan PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat danDaerah sebagai bentuk deregulasi baru yangmerupakan perubahan dari Undang-UndangNomor 5 Tahun 1974, maka diharapkanpemerintah daerah kabupaten/kota dapatmeningkatkan daya guna (efektivitas) danhasil guna (efisiensi) atas penyelenggaraanpemerintahan dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat di daerahnya.Diharapkan dengan perubahan kebijakanberdasarkan Undang-Undang nomor 22 dan25 tahun 1999 yang selanjutnya direvisimenjadi Undang-Undang nomor 32 dan 33tahun 2004 tentang desentralisasi dan perimbangan Keuangan antara Pemerintah PuAlamat korespondensi:Sugeng Hadi Utomo. Jurusan Ekonomi Pembangunan,Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.E-mail: sugeng shu@yahoo.comsat dan Daerah terjadi pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, serta implementasi kebijakan yang lebih fokus dan terarah sehinggameningkat efektifitas dan efisiensi kinerjanya.Kebijakan desentralisasi fiskal dipandang sebagai salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi ekonomipublik sehingga berdampak positif bagipertumbuhan ekonomi. Dasar pemikirannya adalah dengan desentralisasi fiskal akanmeningkatkan efisiensi ekonomi, penggunaan dana APBD lebih tepat guna dan berdaya guna karena pemerintah kabupaten/kota (daerah otonom) lebih mengetahuikondisi kebutuhan dan preferensi pembangunan daerah lokal.Dengan berlakunya Kebijakan Desentralisasi Fiskal antara Pemerintah Pusat danDaerah, memberikan kewenangan yang

JESP Vol. 1, No. 2, 2009semakin luas kepada daerah untuk memberdayakan diri terutama berkaitan denganpengelolaan potensi dan sumber pendanaanyang dimiliki. Sehingga diharapkan apabilapengelolaan keuangan daerah tersebut dapatdilakukan secara ekonomis, efektif dan efisien, akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Dengan Undang-Undang yang baru, pemerintah daerahkabupaten/kota diberikan kebebasan dankeleluasaan yang lebih besar untuk melakukan terobosan-terobosan baru guna meningkatkan sumber pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan prosespembangunan daerah secara keseluruhan.Apakah perubahan kebijakan otonomidaerah selama ini sudah mempunyai dampak sesuai dengan yang diharapkan? Pertanyaan ini diajukan untuk menjawab dasarpemikiran dari pelaksanaan otonomi daerah, dimana dengan desentralisasi fiskalakan dicapai efektifitas dan efisiensi pendanaan pembangunan sehingga pertumbuhanekonomi akan semakin tinggi/cepat.MASALAH1. Apakah desentralisasi fiskal (dalam aspek pembelanjaan) berdampak positifterhadap pertumbuhan ekonomi?2. Apakah desentralisasi fiskal berdampakpositif terhadap efisiensi pembelanjaan?3. Apakah efisiensi pembelanjaan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi?OTONOMI DAERAH DAN SISTEMPENGELOLAAN ANGGARANPEMBANGUNANPenerapan prinsip otonomi daerah dandesentralisasi hubungan pemerintah pusatdan daerah akan memberikan peluang bagipemerintah kabupaten/kota untuk mengaturrumah tangganya sendiri serta merancangAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD). Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yangdipakai sebagai alat untuk meningkatkanpelayanan umum dan kesejahteraan masya90rakat di daerah. Oleh karena itu, DPRDsebagai lembaga legislatif dan pemerintahdaerah sebagai lembaga eksekutif harusberupaya secara nyata dan terstruktur gunamenghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuaidengan potensi masing-masing daerah sertadapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik.Dalam APBD tercermin strategi danskala prioritas pembangunan berdasarkanbesaran penganggaran yang tersusun. Sektor mana yang menjadi titik berat pembangunan cenderung mendapatkan porsi anggaran yang besar, sedangkan sektor lainyang kurang mendapat prioritas mendapatanggaran yang kecil, dimana hal itu munculberdasarkan kesepakatan antara eksekutifdan legislatif sebagai cerminan kemauanmasyarakat untuk memaksimalkan kesejahteraannya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yangdipakai sebagai alat untuk meningkatkanpelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.Penyusunan anggaran pembangunandilakukan dengan menggunakan pendekatan dari bawah (bottom-up) dan dari atas(top-down). Pendekatan dari bawah dimulaidengan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) pada tingkat desa/kelurahan sampai Rapat Koordinasi Pembangunan di tingkat Kabupaten/Kota, sementara pendekatan dari atas didasarkan padakebijaksanaan pemerintah Provinsi danPusat.Di samping sebagai suatu rumusanrencana kegiatan menyeluruh, APBD jugaberfungsi sebagai instrumen pengendaliandan pengawasan. Dengan demikian, suatusistem penganggaran yang mencakup didalamnya aspek penerimaan dan pengeluaran, merupakan pencerminan dari sebagian kebijakan ekonomi pada sektor publik.Dapat dikatakan bahwa anggaran merupakan unsur pokok dalam proses perencanaanfiskal dan sekaligus menjadi bagian penting

JESP Vol. 1, No. 2, 2009dalam keseluruhan proses manajemen pemerintahan.Untuk tercapainya fungsi anggaran tersebut, maka upaya-upaya yang dilakukandan persyaratan yang dijadikan sebagai tolok ukur pemrograman dan penganggarandiarahkan kepada hal-hal sebagai berikut:1. membawa pengaruh besar terhadapperekonomian;2. mendorong peran serta masyarakat;3. menciptakan lapangan kerja;4. usaha pemerataan.DESENTRALISASI PEMBELANJAAN:Langkah-langkah meningkatkanefektifitas dan efisiensi pembelanjaandaerahDalam kondisi keterbatasan pendapatandaerah, saat ini selain meningkatkan pendapatan khususnya dari pendapatan asli daerah (PAD), perlu diupayakan juga adanyapenghematan belanja pemerintah melaluirasionalisasi belanja yang diikuti denganpeningkatan displin anggaran untuk memenuhi kebutuhan riil dari setiap Dinas/Lembaga/Satuan Kerja Daerah dikaitkan dengantingkat pelayanan yang diberikan kepadamasyarakat. Ada 2 langkah pendekatanyang diambil dalam rangka peningkatanefektivitas dan efisiensi pembelanjaan tersebut, yaitu pendekatan administratif dan pendekatan politis.Pendekatan administratifOleh karena itu, penyusunan anggarandaerah selama ini, penentuan besarnya belanja atau alokasi dana untuk suatu kegiatanoleh suatu unit kerja dilakukan denganmenggunakan pendekatan incre-mental danline item. Pendekatan incre-mental menggunakan data tahun sebelumnya sebagaidasar dalam penyesuaian besarnya penambahan atau pengurangan dengan jumlahatau persentase tertentu tanpa menggunakanalasan yang lebih rasional. Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin terpenuhi kebutuhan riil, namun juga bisamengakibatkan kesalahan yang terus menerus berlanjut, karena tidak diketahui apakahbelanja periode sebelumnya yang dijadikandasar penyusunan anggaran memang sudahdidasarkan kepada kebutuhan yang wajaratau tidak. Pendekatan line-item, yaitu perencanaan anggaran yang didasarkan “item”yang telah ada di masa lalu, pemerintahdaerah sulit untuk menghilang-kan satu ataulebih item belanja yang telah ada, sekalipunkeberadaan item belanja tersebut secara riiltidak dibutuhkan oleh unit kerja yangbersangkutan. Untuk memperbaiki kelemahan tersebut dikembangkan paradigmabaru dalam pengelolaan anggaran belanjadaerah dengan pendekatan kinerja yaitusuatu sistem anggaran yang mengutamakankepada upaya pencapaian hasil kinerja atauoutput dari perencanaan alokasi biaya atauinput yang ditetapkan.Pendekatan politisProses perencanaan Anggaran Daerahsesuai dengan paradigma yang baru dilakukan dengan lebih menekankan pola perencanaan bottom-up. Dengan perubahanparadigma tersebut menuntut kemandiriandaerah mengatur rumahtangganya denganberbagai strategi, alokasi dan prioritas pengeluaran sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dan pengeluaran daerah harus mampu menghilangkankesan bahwa anggaran menjadi sumberpemborosan dan kebocoran yang hanyamenguntungkan sebagian orang. Dengan pola perencanaan Bottom up Approach yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pengambil kebijakan,sebagai pola perencanaan yang tepat dalamupaya pemerintah untuk menjaring aspirasidan kebutuhan masyarakat. Menurut polaperencanaan ini, aspirasi pembangunan darimasyarakat dijadikan pertimbangan utamadalam menyusun usulan kegiatan Daerahdan usulan proyek Daerah. Partisipasi masyarakat menurut pola perencanaan inidimulai dari tingkat Desa/Kelurahan melalui Musbangdes yang kemudian diteruskanmelalui Temu Karya Pembangunan di tingkat Kecamatan, Rakorbang II di tingkat Kabupaten/Kota. Peran serta dan keterlibatanmasyarakat dalam proses pembangunanDaerah merupakan isu sentral, sehingga di91

JESP Vol. 1, No. 2, 2009berikan tempat yang proporsional sejakproses perencanaan Anggaran Daerah. Agarmendapatkan sasaran dan tujuan pelayananumum yang sesuai dengan keinginan masyarakat, maka proses penjaringan danpenggalian informasi dari masyarakat olehaparat administrasi Pemerintah menjadisatu titik awal yang sangat penting danstrategis.Di era keterbukaan dan akuntabilitaspublik selama ini, memang sudah sepatutnya masyarakat luas turut memahami danmengerti secara komprehensif mengenaiproses penentuan anggaran dan kegiatanpembangunan yang dibiayai oleh belanjapublik. Keikutsertaan anggota masyarakatmencermati APBD merupakan cikalbakalterbentuknya partisipasi publik sebagaipengejahwantahan kepedulian dan keseriusan masyarakat dalam menyikapi terwujudnya pemerintahan yang didambakan yaitupemerintah yang baik (good gevernence)dan pemerintah yang jujur dan bersih (cleangovernment). Sikap publik seperti ini perluditumbuhkembangkan dan disebarluaskandalam rangka menghasilkan sebuah strukturAPBD yang berbasiskan pada partisipasipublik.Partisipasi publik sangat penting danmenjadi isu utama dalam perumusan danpelaksanaan APBD pada pemerintahanyang modern guna mengurangi bahkanmengantisipasi oknum-oknum dan aparaturyang bermaksud melakukan tindakan distorsif terhadap penyaluran dan penggunaanAPBD sebagaimana terjadi selama ini.Perlakuan distorsi ini jelas berakibat padaterganggunya proses delivery pelayananpublik dan berdampak negatif terhadap optimalisasi penggunaan anggaran bagi pembangunan di sektor publik.Desentralisasi Fiskal dan PertumbuhanEkonomiPertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasayang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran meningkat. Jadi pertumbuan ekonomi mengukur prestasi dari92perkembangan suatu perekonomian. Dalamanalisis makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukurdari perkembangan pendapatan riil yangdicapai suatu negara. Dari satu periode keperiode lainnya kemampuan suatu negarauntuk menghasilkan barang dan jasa akanmeningkat. Kemampuan yang meningkatini disebabkan oleh faktor-faktor produksiakan selalu mengalami peningkatan dalamjumlah dan kwalitas.Pertumbuhan dalam bidang ekonomidapat dicerminkan oleh tingkat pertumbuhan gross domestic product (GDP)-nya. Inikerapkali dianggap sebagai ukuran representatif tentang seberapa baikkah ekonomidijalankan. Menurut Mankiw (2003), GDPdapat dipandang dalam dua hal. Pertama,sebagai total income setiap orang dalamekonomi itu. Kedua, adalah sebagai totalpengeluaran dalam output ekonomi barangdan jasa. Dari kedua sudut pandang ini, GDP akan merepresentasikan performa pertumbuhan ekonomi di negara tertentu.Dalam kaitan pertumbuhan ekonomidan kebijakan desentralisasi fiskal perlukiranya dipaparkan mengenai teori desentralisasi generasi pertama (tradisional).Teori desentralisasi fiskal tradisional memberikan pandangan yang menunjukkan bagaimana desentralisasi fiskal bisa meningkatkan fungsi sektor publik, melalui potensialokasi sumber daya yang lebih efektif danefisien di sektor publik. Oates (2006) berpendapat bahwa pengeluaran untuk infrastruktur dan sektor sosial yang meresponperbedaan-perbedaan regional dan lokalmungkin akan lebih efektif dalam mempertinggi pembangunan ekonomi daripada kebijakan-kebijakan sentral yang bisa jadimengabaikan perbedaan-perbedaan tersebut. Argumen ini dapat dibenarkan sebabpemerintah kota/kabupaten mengetahui daerahnya lebih baik daripada yang diketahui oleh pemerintah pusat. Berdasarkanpandangan ini, pemerintah daerah dipercayabisa mengalokasikan dana kepada masingmasing sektor dalam ekonomi secara lebihefektif dan efisien daripada pemerintahpusat. Efektifitas dan efisiensi dampak bagi

JESP Vol. 1, No. 2, 2009pembangunan tersebut tidak hanya karenamasalah preferensi yang sesuai dengankeinginan konstituen/penduduk lokal, tetapijuga dikarenakan masalah skala ekonomidari cakupan pengadaan barang publiktersebut bagi masing-masing daerah.Beberapa ahli melihat model Tieboutsebagai centerpiece teori desentralisasifiskal. Dalam makalahnya yang terkenal(1956), Tiebout menyatakan bahwa individu (rumah tangga) yang mobil bebasmenyeleksi komunitas berdasarkan preferensi barang publik yang disediakan pemerintah daerah. Individu dalam Tiebout sorting bebas memilih daerah tinggalnya ber-dasarkan kesesuaian kebutuhan dan ketersedaan barang publik yang ada, utilitasmaksimal akan tercapai berdasarkan preferensi masing-masing individu. Tetapiterkait dengan teori desentralisasi fiskal,keuntungan kebijakan tersebut tidak hanyamasalah choice dan preferensi pendudukkarena mobilitasnya dalam memilih komunitas, tetapi lebih dari itu, keuntungan tersebut juga bisa muncul karena masih adapotensisial dari penyesuaian output ke lingkungan lokal (tingkat skala ekonomi yangberbeda) antar daerah (jurisdiksi).(Lihatpaparan analisis Davoodi & Zou, 1998;Vasquez, et al. 2001; dan Zhang & Fu,1998).Desentralisasi Fiskal akan MeningkatkanEfisiensi EkonomiAdanya desentralisasi keputusan, peningkatan pendapatan lewat dana transfer,dan pengurangan pengeluaran tidak terdugadipandang sebagai salah satu cara untukmemperbaiki efisiensi sektor publik, memotong defisit anggaran, dan mempromosikanpertumbuhan ekonomi. Argumennya bahwadesentralisasi akan meningkatkan efisiensiekonomi, sebab pemerintah daerah dapatdiposisikan secara lebih baik daripada pemerintah nasional untuk memberikan layanan publik yang sesuai dengan preferensi dankebutuhan daerah, dan pencapaian efi-siensiakan menimbulkan pertumbuhan ekonomidaerah dan juga nasional secara lebih cepat.Jika pemerintah daerah dalam pembe-lanjaan dana transfer tersebut mengalokasikan dananya untuk memperkuat pondasi perekonomian daerah melalui investasidaerah dan mengurangi belanja tidak terduga, maka akan berdampak positif terhadappertumbuhan ekonomi. Tetapi jika danatransfer tersebut dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif, spekulatif, dan konsumtif yang dapat menimbulkan iddle money, maka akan berdampakkurang optimal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Perilaku fiskal (fiscal behavior) melalui Penganggaran yang munculsebagaimana uraian kedua kemungkinantersebut mempunyai dampak tersendiri terhadap pertumbuhan. Pembelanjaan pembangunan karena berdampak melalui multiplier, diasosiakan dengan peningkatan efektifitas dan efisiensi pembangunan daerah.Sedangkan pembelanjaan rutin yang cenderung tidak poduktif dan menimbulkan idlemoney, diasosiasikan dengan efektifitas danefisiensi pembangunan yang rendah. Keduahal tersebut berakibat apakah desentralisasifiskal berhubungan positif atau negatif terhadap pertumbuhan.Kedua kemungkinan pola pembelanjaan tersebut mempunyai assosiasi terhadapjenis pembelanjaan. Untuk belanja rutin(current expenditure) diasosiasikan lebihkecil dampaknya terhadap penguatan ekonomi daerah karena dianggap tidak produktif dan cenderung konsumtif, dan mengarahkan inflasi membesar. Sedangkan pembelanjaan pembangunan (development expenditure), dimana melalui perencanaanyang matang berarti cenderung mengurangibelanja tidak terduga, diassosiasikan lebihbisa mempunyai dampak terhadap penguatan ekonomi daerah karena investasi di bidang pembangunan akan mempunyai multiplier yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Apakah berdampak positif atau negatif, dan bagaimana polahubungannya dapat dideteksi melalui ukuran-ukuran besaran yang muncul di APBDtersebut.93

JESP Vol. 1, No. 2, 2009MODEL PENELITIANDalam pemodelan, konstruk yang dibangun dalam penelitian ini menggunanakananalisis jalur yang digambarkan sebagaiberikut:Gambar1. Diagram rtumbuhanEkonomiSpesifikasi Persamaan PenelitianBerdasarkan model teoritis dan digramalur maka peneliti dapat menspesifikasi persamaan penelitian sebagai berikut:PEt ζ1DFi ζ2ESPi e . (1)ESPi ζ1DFi e . (2)Dimana:PE Pertumbuhan EkonomiDFi Dana DesentralisasiDF1 Rasio Belanja Total pemerintahdaerah terhadap total belanjapusatESPi Efisiensi Sektor PublikESP rasio belanja tidak terdugaterhadap APBDAnalisis DampakDampak kebijakan desentralisasi fiskalbagi pertumbuhan dapat bersifat langsungdan tidak langsung, yaitu melalui variabelefisiensi sektor publik. Hasil regresi daripersamaan (1) yang menggambarkan dampak langsung dihasilkan kondisi berikut:Tabel 1.Dampak desentralisasi aspek pembelanjaan terhadappertumbuhan ekonomiVariabelDF1ESPR-squaredAdjusted RsquaredS.E. ofregressionF-statisticProb(Fstatistic)Coefficient Std. Error t-StatisticProb.1.616060 0.331539 4.874414 0.0000-6.068028 1.363242 -4.451174 0.00000.979551 Mean dependent var 9.3084490.973886 S.D. dependent var5.3885690.870779 Sum squared resid112.22182363.193 Durbin-Watson stat0.0000002.903071Sumber: data diolah (2008).94Nilai kritis Tabel 1 di atas adalah t tabelpada α 5%, dengan degrees of freedom(n-k) 183 pada uji dua sisi masing-masingsebesar: 1,645. Sedangkan t hitung untukvariabel desentralisasi pembelanjaan yangdiukur melalui rasio belanja total daerahterhadap APBN (df1), inefisiensi belanjapublik (esp), masing-masing sebesar 4.874414 dan -4.451174. Jika nilai t hitung nilai t kritis maka H0 ditolak, demikian sebaliknya. Dengan demikian, variabel desentralisasi pembelanjaan (df1), dan inefisiensi belanja publik (esp), signifikan masing-masing pada α 5%, terhadap lajupertumbuhan ekonomi (pe). Koefisien inefisiensi belanja publik (esp) sebesar -6.068028 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1unit inefisiensi sektor publik akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar -6.068028 unit pertumbuhan ekonomi (pe). Koefisien desentralisasi fiskal sektor sisi pengeluaran (df1) sebesar 1.616060 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 unit desentralisasi fiskal sektor sisi pengeluaran (df1)akan menaikkan pertumbuhan ekonomisebe

Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Efisiensi Sektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur . pengeluaran dalam output ekonomi barang dan jasa. Dari kedua sudut pandang ini, G- . Dampak kebijakan d

Related Documents:

Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia . sitif terhadap output riil pasca reformasi di China, sebaliknya desentralisasi fiskal ber-dampak negatif terhadap stabilitas harga atau inflasi. Desentralisasi fiskal

Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi 1 . tahun 1995 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya . Kesenj

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP OUTCOMES BIDANG KESEHATAN: STUDI EMPIRIS DI KABUPATEN/KOTA . (output), hasil (outcomes), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Tujuan yang paling mendasar adalah keinginan atas akuntabilitas pemerintah daerah terhadap . Salah satu

konsep dasar tentang desentralisasi, apakah otonomi daerah, tujuan desentralisasi dan otonomi daerah. 2) Praktek desentralisasi dari prespektif perbandingan di berbagai negara dengan sistem pemerintahan. 3) Dimensi dalam desentralisasi dan otonomi daerah. 4) kelebihan dan kelemahan dalam system desentralisasi,

akumulasi dampak terhadap perekonomian yang berbeda. Menurut Siregar dkk (2006), upaya untuk menstabilkan perekonomian dapat dicapai melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi.

Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang dampak kebijakan fiskal terhadap output diantaranya adalah Ezejiofor, Adigwe, Exhekoba dan Nwaolisa (2015), menunjukkan bahwa pengaruhpajak terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Nigeria adalah signi

PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP . selain memberi dampak positif juga memberi dampak negatif terutama yang . 2 berkaitan dengan berbagai masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja (Sunusi,

BAR and BAN List – Topeka Housing Authority – March 8, 2021 A. Abbey, Shanetta Allen, Sherri A. Ackward, Antonio D. Alejos, Evan Ackward, Word D. Jr. Adams .