BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kekerasan

2y ago
207 Views
5 Downloads
236.62 KB
20 Pages
Last View : 14d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Averie Goad
Transcription

BAB IILANDASAN TEORIA. Tinjauan Pustaka1. Kekerasan Seksuala. Pengertian kekerasan seksualDefinisi kekerasan seksual dapat dipengaruhi oleh nilai-nilaibudaya, sosial, hak asasi, peran gender, inisiatif legal dan kriminalsehingga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Definisi engidentifikasi dan mengeliminasinya, namun perlu disadari bahwadefinisi-definisi akan kekerasan seksual lahir dari lensa-lensa kultural,sosio-politik dan geografis. Kekerasan seksual didefinisikan sebagaitindakan seksual, usaha untuk memperoleh seks, komentar ataupendekatan seksual seperti apapun atau menjualbelikan seseorangsebagai objek seksual secara paksa, hal-hal tersebut dapat dilakukanoleh siapapun tidak mempedulikan hubungannya dengan korban, dan iadapat terjadi di rumah maupun tempat kerja (WHO, 2002).Kekerasan seksual erat kaitannya dengan pemaksaan danpemaksaan dapat mencakup berbagai bentuk tindakan. Selain paksaansecara fisik, ia dapat mencakup intimidasi psikologis, pemerasan atauancaman seperti ancaman melukai, dipecat ataupun penolakanpenerimaan kerja. Kekerasan seksual juga dapat terjadi saat korban takdapat menolak atau menerima tindakan seksual, misalnya ketika7

8mabuk, dalam pengaruh obat, tidur atau terganggu secara mental(WHO, 2002).Kekerasan seksual mencakup pemerkosaan, yang didefinisikansebagai penetrasi terhadap vulva atau anus dengan menggunakan penis,bagian tubuh lain atau objek yang dilakukan secara paksa. Kekerasanseksual dapat juga melingkupi jenis-jenis penyerangan lain yangberkaitan dengan organ seksual, seperti kontak paksa antara mulut danpenis, vulva atau anus (WHO, 2002).b. Prevalensi kekerasan seksualRumyan et al. (2002) menemukan bahwa 20% dari perempuanmelaporkan bahwa pernah mengalami kekerasan seksual di masakanak-kanak. Pada usia dewasa, diperkirakan hampir satu dari empatperempuan mengalami kekerasan seksual oleh pasangan intim seumurhidupnya (Jewkes et al., 2002). Data-data juga menunjukkan bahwapria jauh lebih mungkin untuk tidak melaporkan kekerasan seksualpadanya daripada perempuan, diakibatkan rasa malu, takut tidakdipercayai atau takut direndahkan (Jewkes et al., 2002). Adapun, priayang sudah pernah maupun yang sedang dipenjara seringkalimelaporkan mengalami perkosaan oleh sesama narapidana, petugaspenjara dan polisi di berbagai negara (Jewkes et al., 2002).c. Jenis-jenis kekerasan seksualBerbagai macam tindakan seksual dapat terjadi dalam beragamsitasi dan kondisi. Kekerasan seksual dapat berupa pemerkosaan dalam

9hubungan pernikahan atau pacaran, pemerkosaan oleh orang asing danpemerkosaan sistematis saat konflik bersenjata. Kekerasan seksual jugadapat berupa pendekatan seksual yang tak diinginkan atau pelecehanseksual, termasuk meminta hubungan intim sebagai balasan atas jasatertentu. Kekerasan seksual juga mencakup tindakan pelecehan seksual,misalnya terhadap orang dengan cacat mental atau fisik maupunpelecehan seksual terhadap anak. Pemaksaan pernikahan yangmencakup pernikahan anak di bawah umur juga digolongkan sebagaikekerasan seksual (WHO, 2002).Beberapa jenis kekerasan seksual memiliki dampak-dampak lainyang nyata terhadap kesehatan fisik maupun kesehatan mental seorangperempuan, misalnya pelarangan akan penggunaan kontrasepsi ataualat lain untuk melindungi diri dari penyakit-penyakit menular seksual,tindakan aborsi paksa, tindakan kekerasan terhadap integritas seksualperempuan, termasuk mutilasi alat genital perempuan dan kewajibanpemeriksaan keperawanan serta prostitusi paksa dan penjualbelianmanusia untuk eksploitasi seksual (WHO, 2002).Hubungan seks yang dipaksakan dapat memberikan kepuasanbagi pelakunya, namun tujuan utama dari hal tersebut adalah untukmenunjukkan kekuasaan dan dominasi terhadap korban. Seringkali,para pria yang memaksa istrinya untuk berhubungan merasa bahwa haltersebut adalah sah karena ia telah menikah. Pemerkosaan terhadapperempuan dan pria juga seringkali digunakan sebagai senjata dalam

10peperangan, sebagai bentuk dari ekspresi kemenangan dan bertujuanuntuk merendahkan para perempuan atau tentara yang tertangkap(WHO, 2002).d. Faktor risiko kekerasan seksualSecara umum, faktor-faktor yang berkaitan dengan risikoseseorang mengalami kekerasan seksual terbagi menjadi dua yaitufaktor-faktor yang meningkatkan kerentanan perempuan dan faktorfaktor yang meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan tindakankekerasan seksual. Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktortersebut memiliki efek aditif, maka semakin banyak faktor yang ada,semakin besar kemungkinan terjadinya kekerasan seksual. MenurutWHO (2002) terdapat faktor-faktor yang lebih penting pada tahapkehidupan tertentu, yaitu:1) Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan perempuanSalah satu bentuk kekerasan seksual yang paling umum didunia adalah dilakukan oleh pasangan intim, yang berarti salah satufaktor risiko utama bagi seorang perempuan untuk mengalamikekerasan seksual adalah menikah atau hidup bersama denganseorang pasangan, terutama bila perempuan tersebut memiliki statuspendidikan dan ekonomi yang tinggi. Faktor-faktor lain yangmeningkatkan risiko seorang perempuan mengalami kekerasanseksual yaitu bila ia seorang dengan usia muda, mengkonsumsialkohol dan obat-obatan, memiliki banyak pasangan seksual,

11berkecimpung dalam pekerjaan seks komersial, dan memiliki statussosioekonomi yang rendah.2) Faktor-faktor yang meningkatkan risiko pria melakukan kekerasanseksualData mengenai pria yang cenderung melakukan kekerasanseksual cenderung terbatas dan bias terhadap para pelakupemerkosaan, kecuali di Amerika di mana penelitian juga dilakukanpada mahasiswa pria. Meskipun demikian, kekerasan seksualditemukan terjadi di seluruh negara, dalam segala kelassosioekonomi dan berbagai kelompok usia. Data menunjukkanbahwa kebanyakan dari mereka melakukan kekerasan seksual padaperempuan yang telah dikenal.e. Konsekuensi dari kekerasan seksual1) Kehamilan dan komplikasi ginekologisKehamilan dapat terjadi dari pemerkosaan, sebuah studimengenai remaja di Ethiopia menunjukkan bahwa 17% dari merekayang pernah diperkosa telah hamil, sepeti juga penelitian di dilongitudinal di Amerika Serikat menemukan bahwa dari 4000perempuan yang diikuti selama 3 tahun, rasio kehamilan daripemerkosaan adalah 5% dari pemerkosaan di antara korban berusia12-45 tahun (WHO, 2002).

122) Penyakit-penyakit menular seksualHIV dan penyakit menular seksual lainnya merupakankonsekuensi yang jelas dari pemerkosaan. Penelitian padaperempuan di rumah-rumah menunjukkan bahwa perempuan yangmengalami kekerasan seksual dari pasangan intim secara signifikanlebih mungkin untuk memiliki penyakit menular seksual. Padaperempuan yang diperjualbelikan untuk pekerjaan seks, tingkatpenyakit menular seksual cukup tinggi (WHO, 2002).3) Kesehatan mentalKekerasan seksual telah diasosiasikan dengan beberapapermasalahan mental pada remaja dan dewasa. Pada suatu penelitianberdasar populasi, prevalensi gejala dan tanda yang mengarahkanpada gangguan psikiatrik adalah 33% pada perempuan denganriwayat kekerasan seksual saat dewasa, 15% pada perempuandengan riwayat kekerasan seksual oleh pasangan intim dan 6% padaperempuan yang tidak mengalami (WHO, 2002).Sebuah penelitian pada remaja di Prancis juga menunjukkanbahwa terdapat hubungan antara riwayat pemerkosaan dengangangguan tidur, gejala-gejala depresi, keluhan somatik, konsumsirokok dan gangguan perilaku saat ini. Pada kondisi-kondisi di manatidak dilakukannya konseling trauma, efek psikologis yang negatifdapat menetap sampai setahun setelah kejadian berlalu, sementaratrauma fisik yang diderita cenderung membaik selama periode

13tersebut. Meskipun dilakukan konseling, masih dapat ditemukan50% dari perempuan tersebut mengalami gejala-gejala gangguanstres. Adapun, perempuan yang mengalami kekerasan seksual padawaktu kecil maupun dewasa memiliki risiko lebih untuk melakukantindakan bunuh diri (WHO, 2002).4) Pengasingan sosialPada berbagai lingkungan sosial, dipercayai pria tak bisamengendalikan nafsu seksualnya dan perempuan bertanggungjawabuntuk menarik hasrat seksual pada pria. Pada beberapa masyarakat,disetujui bahwa perempuan yang diperkosa sebaiknya uandankeluarganya dengan mengesahkan hubungan tersebut. Selain daripernikahan, keluarga cenderung menekan korban untuk tidakmelaporkan atau menuntut pelaku. Pria biasanya diperbolehkanuntuk menolak seorang perempuan sebagai istri jika ia sudahdiperkosa. Di beberapa negara, mengembalikan kehormatan seorangperempuan yang mengalami kekerasan seksual dapat berarti sangperempuan harus diasingkan, atau dalam kasus yang ekstrim,perempuan tersebut akan dibunuh (WHO, 2002).

142. Depresia. PengertianMood merupakan suatu nada perasaan yang dialami secarainternal dan terus-menerus. Afek merupakan ekspresi luaran dari mood.Kondisi mood maupun afek dapat normal, meningkat atau depresif.Gangguan mood merupakan kelompok dari kondisi klinis yang khasdengan kehilangan kendali dan pengalaman subjektif yang terganggu.Seorang dengan gangguan mood depresif biasanya mengalamikehilangan energi (anergia), kehilangan rasa ketertarikan akan halmenyenangkan (anhedonia), merasa bersalah, susah berkonsentrasi,kehilangan nafsu makan dan kecenderungan berpikir akan kematiandan bunuh diri (Sadock, 2007).b. EpidemiologiGangguan mood merupakan suatu hal yang umum terjadi.Ditemukan, gangguan depresi mayor memiliki prevalensi seumur hidupyang tertinggi dari semua jenis gangguan psikiatrik, yaitu sampaihampir 17 persen. Insidensi tahunan dari gangguan depresi adalah 1.59persen (Sadock, 2007).c. EtiologiPenyebab depresi belum diketahui sepenuhnya meski telahbanyak usaha yang dilakukan untuk mengetahui penyebab darigangguan tersebut. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebabdepresi yaitu faktor biologis, faktor genetik, dan faktor psikososial, di

15mana ketiga faktor tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama lain(Sadock, 2007).1) Faktor biologisa) NorepinefrinSatu-satunya data yang paling mengindikasikan peranlangsung sistem noradrenergik dalam kondisi depresi adalahstudi korelasi antara berkurangnya sensitivitas reseptor I2adrenergik dan respon klinis antidepresif (Sadock, 2007).b) SerotoninManfaat besar dari obat selective serotonin reuptakeinhibitors (SSRI) meningkatkan dugaan bahwa serotoninmerupakan neurotransmitter biogenik amin yang palingberkaitan dengan depresi. Data-data lain mengindikasikanbahwa serotonin berhubungan dengan patofisiologi depresi,misalnya deplesi dari serotonin dapat mendahului kondisidepresi. Selain itu, beberapa pasien dengan impuls bunuh diriditemukan memiliki konsentrasi serotonin dalam cairanserebrospinal serta konsentrasi daerah pengambilan serotoninpada platelets yang rendah (Sadock, 2007).c) DopaminBiogenik amin yang diduga paling berpengaruh dalampatofisiologi depresi adalah serotonin dan norepinefrin, namun,dopamin juga dapat memiliki peran penting. Peningkatan

16aktivitas dopamin ditemukan dapat mengurangi gejala depresidan meningkatkan mania. Bukti-bukti yang mendukungditemukan dari kasus-kasus di mana obat-obatan yangmeningkatkan konsentrasi dopamin cenderung mengurangigejala-gejala depresi. Sebaliknya, obat-obatan dan penyakityang mengurangi konsentrasi dopamin dapat mengakibatkangejala-gejala depresi (Sadock, 2007).d) ,glutamat, glisin dan beberapa peptida neuroaktif lainnyamemiliki peran tertentu dalam patofisiologi gangguan mood(Sadock, 2007).e) NeuroendokrinHipotalamus merupakan pusat regulasi neuroendokrinyang menerima rangsangan neuronal. Beberapa macamdisregulasi endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood.Aktivitas gen yang mengkode neurokinin brain-derivedneurotrophic growth factor (BDNF) menurun setelah streskronik, sehingga neurogenesis juga menurun. Riwayat traumaditemukan memiliki asosiasi dengan peningkatan aktivitas ngandepresi. Fungsi tiroid juga ditemukan meningkat pada 5-10persen orang dengan depresi. Hormon pertumbuhan / growth

17hormone yang disekresi kelenjar pituitary berkurang padakondisi depresi, diperkirakan karena neuropeptida somatostatinyang meningkat pada kondisi depresi menghambat fungsi darigrowth hormone. Prolaktin diperkirakan berhubungan dalampatofisiologi depresi karena respon prolaktin yang berkurangterhadap agonis serotonin pada kondisi depresi (Sadock, 2007).f) Studi Pencitraan Otak dan NeuroanatomiBaik gejala-gejala dari gangguan mood dan penelitianbiologis mendukung hipotesis bahwa gangguan mood berkaitandengan patologi otak. Terdapat empat daerah utama yangbertanggungjawab dalam regulasi emosi normal yaitu korteksprefrontal, anterior cingulate, hipokampus dan amigdala.Abnormalitas yang konsisten ditemui dalam gangguan depresiadalah peningkatan frekuensi dari hiperintensitas abnormalpada daerah subkortikal (regio periventrikular, ganglia basalisdan talamus). Beberapa pasien dengan depresi juga memilikipenurunan volume dari salah satu atau kedua regio otak, yaitupada hipokampus atau nukleus kaudatus (Sadock, 2007).2) Faktor GenetikBerbagai studi keluarga, adopsi dan saudara kembar telahmendokumentasikan heritabilitas dari gangguan mood. Data daristudi familial menunjukkan bahwa jika satu dari kedua orang tuamenderita gangguan mood, anak memiliki risiko 10 sampai 25

18persen untuk menderitanya pula, jika keduanya memiliki gangguantersebut, risiko bagi anak secara kasar meningkat dua kali lipat(Sadock, 2007).3) Faktor Psikososiala) Kejadian Hidup dan Stres LingkunganObservasi klinis menunjukkan bahwa kejadian hidup yangsulit sering mendahului episode-episode gangguan mood. Asosiasiini telah dilaporkan baik untuk pasien dengan gangguan depresimayor dan pasien dengan gangguan bipolar I. Sebuah teorimengajukan bahwa hal ini diakibatkan stres yang mengikuti episodepertama menghasilkan perubahan yang cenderung permanen padabiologi otak. Perubahan-perubahan ini mencakup hilangnya neurondan pengurangan yang berlebih pada kontak sinaptis. Hasilnya,seseorang memiliki risiko tinggi untk mengalami episode gangguanmood yang berlanjut (Sadock, 2007).b) Faktor KepribadianTak ada satu jenis faktor kepribadian yang menjadipredisposisi khusus bagi kondisi depresi, setiap orang dapatmengalami depresi. Namun, orang-orang dengan gangguankepribadian tertentu seperti obsessive compulsive disorder (OCD),histrionik dan kepribadian ambang dapat memiliki risiko lebih tinggiuntuk mengalami depresi (Sadock, 2007).

19c) Teori kognitifBeck menunjukkan bahwa terdapat beberapa gangguankognitif atau pola pikir yang menonjol pada gangguan depresi. Tigapola kognitif utama yang berkaitan dengan depresi telahdiidentifikasikan Beck dan dinamakan triad kognitif, yaitumencakup (1) pandangan negatif terhadap diri sendiri; (2)pandangan negatif terhadap lingkungan dan kecenderungan untukmengalami dunia sebagai tempat yang berbahaya dan menuntut; (3)pandangan negatif terhadap masa depan (Sadock, 2007).d) Learned HelplessnessTeori learned helplessness menghubungkan fenomenadepresif pada pengalaman akan kejadian yang tak dapatdikendalikan. Misalnya, dalam sebuah penelitian di mana anjing dilaboratorium dipaparkan pada sengatan listrik yang tak dapat merekahindari, mereka menunjukkan perilaku yang sangat berbeda dengananjing-anjing yang tak pernah terpapar pada hal tersebut. Anjinganjing yang terpapar sengatan listrik tidak akan berusaha menembuspembatas untuk menghentikan arus listrik ketika berada di situasibelajar baru. Mereka tetap pasif dan tidak bergerak. Menurut teoriini, anjing-anjing yang telah disengat belajar bahwa hasil yang akanterjadi tidak terpengaruh oleh respon yang mereka lakukan, makamereka mengalami defisit motivasional kognitif dan defisitemosional. Pada pengaplikasiannya ke gejala depresi di manusia,

20pola internal yang mengakibatkan gangguan depresi didugadihasilkan setelah kejadian eksternal yang buruk (Sadock, 2007).d. Klasifikasi depresi menurut DSM-IVGangguan depresi mayor terjadi tanpa riwayat episode manik,campuran maupun hipomanik. Episode depresi mayor harus terjadiselama minimal 2 minggu, dan biasanya seorang yang terdiagnosismemiliki gangguan tersebut juga mengalami paling tidak empat gejalayang mencakup perubahan nafsu makan dan berat badan, pola tidur danaktivitas, kekurangan tenaga, merasa bersalah, bermasalah dalamberpikir dan membuat keputusan dan pikiran berulang akan kematian danbunuh diri (Sadock, 2007).3. Pengaruh Kekerasan Seksual terhadap DepresiKekerasan seksual merupakan faktor risiko terhadap berbagaikomplikasi, baik dampak fisik maupun psikologis. Pemerkosaanmerupakan violasi terhadap seorang individu. Perempuan lebih seringmenjadi korban dari kekerasan seksual. Meskipun begitu, pria juga dapatmengalaminya dan pria juga mengalami dampak gangguan mental yangsama dengan perempuan (SVRI, 2010).Perempuan yang mengalami kekerasan seksual dapat menderitaberbagai cidera fisik, baik genital maupun luar genital, dan pada kasusekstrim mereka dapat mengalami kematian. Kematian dapat terjadi baikkarena tindakan kekerasan itu sendiri maupun tindakan retribusi (misalnyapembunuhan berdasar “kehormatan” sebagai hukuman pada korban yang

21melaporkan tindakan tersebut) maupun akibat bunuh diri. Sebagaitambahan, perempuan yang mengalami kekerasan seksual memiliki risikotinggi untuk mengalami kehamilan yang tak diharapkan, aborsi tidakaman, penyakit menular seksual, disfungsi seksual, infertilitas, nyeripelvis, pelvic inflammatory disease, infeksi saluran kemih dan cideragenital (WHO, 2003).Konsekuensi yang dialami seorang korban kekerasan seksual jugamencakup gangguan psikologis. Seseorang perlu dicurigai memilikiriwayat kekerasan seksual jika ia secara berulang mengalami kondisiseperti sindrom trauma pemerkosaan, PTSD (post-traumatic stressdisorder), depresi, fobia sosial, kecemasan, penggunaan obat-obatanberlebih dan perilaku bunuh diri. Pada jangka panjang, seorang korbankekerasan seksual dapat memiliki keluhan-keluhan sakit kepala kronis,kelelahan, gangguan tidur, rasa mual yang berulang, gangguan makan,nyeri menstruasi dan kesulitan seksual (WHO, 2003).Sindrom trauma pemerkosaan atau rape trauma syndrome (RTS)dapat didefinisikan sebagai pola respon stres dari seseorang yang telahmengalami kekerasan seksual. Rape trauma syndrome dapat berwujudsimptom-simptom kognitif, psikologis dan/atau perilaku. RTS dapatterbagi menjadi fase akut dan fase jangka panjang. Fase akut merupakanmasa disorganisasi, ia terjadi sekitar 2 sampai 3 minggu setelah kejadiankekerasan seksual dan korban cenderung mengalami simptom-simptomfisik dan disertai reaksi-reaksi emosional yang kuat, di mana reaksi

22emosional tersebut cenderung diekspresikan atau ditahan. Fase jangkapanjang merupakan masa reorganisasi dan terjadi setelah 2-3 minggu darikejadian. Pada masa ini, korban mulai menata ulang hidupnya. Fase jangkapanjang ini dapat menjadi adaptif atau maladaptif tergantung oleh individu(WHO, 2003).Segera setelah kejadian kekerasan seksual, kebanyakan dari korbanakan mengalami syok, rasa takut yang intens, perasaan hampa,kebingungan, rasa bersalah, terangsang berlebih serta tingkat kecemasanyang tinggi. Sekitar sepertiga dari korban pemerkosaan akan mengalamipost traumatic stress disorder (PTSD) (SVRI, 2010).Gejala-gejala tersebut biasanya meningkat keparahannya dalam tigaminggu pertama sebelum terjadi penurunan intensitas tiga bulansetelahnya. Bagi banyak korban, perasaan-perasaan yang dialami setelahpemerkosaan akan hilang sendiri dalam periode ini, namun bagi sisanya,simptom-simptom tersebut bertahan untuk waktu lama (SVRI, 2010).Dampak kekerasan seksual terhadap seseorang berbeda-beda.Terdapat faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dampak psikologiskekerasan seksual yang dialami oleh seseorang. Faktor-faktor tersebutantara lain (1) karakteristik sosio-biologis seseorang; (2) persepsi hak-hakdan status diri seseorang; (3) kepercayaan korban tentang apa y

Kekerasan seksual juga dapat terjadi saat korban tak dapat menolak atau menerima tindakan seksual, misalnya ketika . 8 mabuk, dalam pengaruh obat, tidur atau terganggu secara mental (WHO, 2002). Kekerasan seksual mencakup pemerkosaan, yang didefinisikan sebagai penetrasi terhadap vulva atau anus dengan menggunakan penis, .

Related Documents:

tentang teori-teori hukum yang berkembang dalam sejarah perkembangan hukum misalnya : Teori Hukum Positif, Teori Hukum Alam, Teori Mazhab Sejarah, Teori Sosiologi Hukum, Teori Hukum Progresif, Teori Hukum Bebas dan teori-teori yang berekembang pada abad modern. Dengan diterbitkannya modul ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para

BAB II Landasan Teori Dan Pengembangan Hipotesis A. Teori Agency (Agency Theory) . agent (yangmenerima kontrak dan mengelola dana principal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan.3 Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan.4 Teori agensi .

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Beberapa tulisan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur seperti tesis, . teori manajemen, dan teori analisis SWOT. Perbedaan penelitian tersebut di atas adalah perbedaaan

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Nilai Nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang.1

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam penyusunan skripsi ini dibutuhkan tinjauan pustaka yang berisi teori-teori atau konsep-konsep yang digunakan sebagai kajian dan acuan bagi penulis 2.1.1. Pengertian Sistem Suatu sistem t

17 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory) Ramizes dalam bukunya Cultivating Peace, mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakeholder.Friedman mendefinisikan stakeholder sebagai: “any group or individual who can affect or is affected by the achievment of the organi

BAB II . URAIAN TEORI . 1.1. Landasan Teori . Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari ha

6 BAB II LANDASAN TEORI . A. Kajian Teori. 1. Konstruktivisme a. Pengertian Konstruktivisme Konstruktivis