BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Cacing Tanah .

3y ago
42 Views
3 Downloads
1.57 MB
32 Pages
Last View : 10d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Matteo Vollmer
Transcription

BAB IIKAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS2.1 Cacing Tanah (Oligochaeta)Cacing tanah merupakan organisme hidup di dalam tanah yang bersifatheterotrof, yaitu mendapatkan energi dengan cara memakan bahan organik.Cacing tanah termasuk hewan yang tergolong ke dalam hewan avertebrata (tidakbertulang belakang). Dalam kajian taksonomi cacing tanah termasuk dalam filumAnnelida yang berarti tubuhnya terdiri dari beberapa segmen. Filum Annelidaterbagi dalam tiga kelas yaitu Polychaeta, Oligochaeta dan Huridinia. Annelidamempunyai koloni di laut, air tawar, dan darat. Lebih dari 1.800 spesiesnyadisebut cacing tanah (Oligochaeta) yang hidup di dalam tanah (Ciptanto &Paramita, 2011).Cacing tanah merupaka anggota Oligochaeta yang memiliki posisistrategis pada proses penguraian bahan organik (Husamah et al., 2017). Cacingtanah tidak memiliki kepala yang berkembang dengan baik dan pada umumnyaditemukan hidup di dalam tanah dimana terdapat kelembaban yang cukupsehingga dapat menjaga tubuhnya tetap lembab untuk pertukaran gas. Cacingtanah adalah pemakan bangkai, memakan daun dan bahan organik hidup ataumati, yang dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam mulut bersama dengankotoran (Sylvia & Michael, 2015). Berdasarkan klasifikasinya, cacing tanahtermasuk ke dalam kelas Oligochaeta yang terbagi menjadi 12 famili (suku).

10Beberapa famili yang terkenal diantaranya Lumbriciadae, Megascolecidae,Acanthrodrilidae, dan Octochaetidae (Maulida, 2015).Tubuh cacing tanah terbagi menjadi lima bagian, yakni bagian depan(anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian punggung (dorsal),dan bagian bawah atau perut (ventral) (Maulida, 2015). Tubuh cacing tanahtersusun atas segmen-segmen, dimana pada setiap segmen (sumite) terdapatrambut pendek dan keras yang disebut “seta”. Bentuk tubuh cacing tanahumumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen yang pertama,sedangkan anus pada segmen yang terakhir (Rukmana, 1999). Secara sistematikcacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oleh segmen-segmen fraksiluar dan fraksi dalam yang saling berhubungan secara integral, diselaputi olehepidermis (kulit) berupa kutikula (kulit kaku) berpigmen tipis dan setae (lapisandaging semu dibawah kulit) kecuali pada dua segmen pertama yaitu pada bagianmulut (Hanafiah, 2005).Berdasarkan jenis makanannya, cacing tanah dikelompokkan menjaditiga, yitu 1) litter feeder (pemakan bahan organik sampah, kompos, pupuk hijau),2) limifagus (pemakan tanah subuh atau tanah basah), dan 3) geofagus (pemakantanah) (Subowo, 2011). Cacing tanah dapat dikelompokkan berdasarkan tempathidupnya, kenampakan warna, kotoran, dan makanan kesukaanya sebagai berikut:1. Epigaesis, cacing jenis ini aktif di permukaan, berwarna gelap, penyamaranefektif, tidak membuat lubang, kotoran tidak tampak jelas, pemakan serasah dipermukaan tanah dan tidak mencerna tanah.

112. Anazesis, mempunyai ukuran besar dan warna sedang bagian punggung, sukamembuat lubang terbuka ke permukaan tanah, pemakan serasah di permukaantanah dan membawanya kedalam tanah, mencerna sebagian tanah, sifatpenyamaran rendah, kotoran di permukaan tanah atau terselip diantara tanah.3. Endogaesis, cacing jenis ini hidup di dalam tanah dekat permukaan tanah,sering dalam dan meluas, tidak berwarna, kotoran di dalam lubang, tanpapenyamaran, pemakan tanah dan bahan organik serta akar-akar mati.4. Coprophagic, cacing jenis ini hidup pada pupuk kandang.5. Arboricolous, cacing jenis ini hidup dalam suspensi tanah pada hutan tropikbasah (Ciptanto & Paramita, 2011)Menurut penelitian para ahli sedikitnya terdapat 1.800 spesies (jenis) daricacing tanah (kelas Oligochaeta). Beberapa spesies cacing tanah yang seringdigunakan untuk membuat pupuk organik yaitu cacing Lumbricus rubellus danEisenia foetida (Ciptanto & Paramita, 2011). Sedangkan menurut Sutanto (2002)spesies cacing tanah yang sangat efisien dalam program pengomposan adalahEisenia foetida dan Eudrilus eugeniae.2.1.1 Lumbricus rubellus1.KlasifikasiCacing tanah Lumbricus rubellus ini bukan berasal dari Indonesiamelainkan dari Eropa, sehingga sering disebut cacing Eropa atau cacingintroduksi. Di Indonesia cacing ini disebut juga dengan nama cacing Jayagiri(Rukmana, 1999). Kedudukan cacing tanah Lumbricus rubellus dalam taksonomiadalah sebagai berikut:

12Kingdom: AnimaliaPhylum: AnnelidaKelas: OligochaetaOrdo: HaplotaxidaFamili: LumbricidaeGenus: LumbricusSpesies: Lumbricus rubellus (Hoffmeister, 1843)(Sumber: Ciptanto & Paramita, 2011)2.Ciri-ciriCacing Lumbricus rubellus memiliki kategori ekologi yaitu epigeic,habitat hidupnya di kotoran sampah serta memakan bahan-bahan organik(Blanchart et al., 1999). Cacing ini memiliki warna tubuh gelap dan memilikikemampuan penyamaran yang efektif, tidak membuat lubang di dalam tanah sertakotorannya tidak terlihat jelas. Cacing ini umumnya memakan serasah (sampahorganik yang membusuk), tetapi tidak mencernah tanah (Maulida, 2015). CacingLumbricus rubellus dapat dilihat pada Gambar 2.1.Gambar 2.1 Cacing Lumbricus rubellusSumber: Khairuman & Amri (2009)

13Bentuk tubuh cacing Lumbricus rubellus bagian atas (dorsal) membulatdan bagian bawah (ventral) pipih (Ciptanto & Paramita, 2011). Panjang tubuhcacing ini antara 8–14 cm dengan jumlah segmen antara 95–100 segmen(Rukmana, 1999). Pada setiap segmen cacing ini terdapat rambut keras danberukuran pendek yang juga disebut seta (Palungkun, 1999). Warna tubuh cacingLumbricus rubellus bagian punggung (dorsal) cokelat cerah sampai ungukemerah-merahan, warna tubuh bagian ventral krem, dan bagian ekor kekuningkuningan. Bentuk tubuh dorsal membulat dan ventral memipih. Pada Lumbricusrubellus pembentukan klitelium terjadi setelah berumur 2,5-3 bulan. Kliteliumterletak pada segmen ke 27–32. Jumlah segmen pada klitelium antara 6–7segmen. Lubang kelamin jantan terletak pada segmen ke-14 dan lubang kelaminbetina pada segmen ke-13. Gerakan cacing ini lamban dan kadar air tubuh cacingberkisar antara 70% -80% (Rukmana, 1999).Cacing Lumbricus rubellus mempunyai tingkat perkembangbiakan palingtinggi dan produktif dalam menghasilkan kokon, dimana rata-rata setiap tahunbisa memproduksi antara 79-106 butir (cacing tanah jenis lain rata-rata hanyamenghasilkan 20-40 kokon per tahun) atau lebih dari dua kokon dalam 7-10 hari.Cacing ini menghasilkan kokon berukuran panjang 3,10 mm dan tebalnya 2,76mm (Sugiantoro, 2012). Selain produksi kokon yang banyak, Cacing ini memilikikeunggulan lebih yaitu penambahan berat badan cepat dan produksi kascingcepat, tidak banyak bergerak, serta tidak terlalu sensitifterhadap suhukelembaban dan cahaya (Ciptanto & Paramita, 2011). Ditambah lagi, cacing jenisini bisa memakan bahan organik antara 1-2 kali bobot tubuhnya selama 24 jam

14sehingga merupakan pengurai yang sangat baik, dan bisa hidup dalam populasiyang padat (Sugiantoro, 2012).2.1.2 Eisenia foetida1.KlasifikasiCacing tanah Eisenia foetida sering disebut reg wiggler, brandling danmanure worm. Cacing Eisenia foetida diklasifikasikan sebagai berikut:Kingdom: AnimaliaPhylum: AnnelidaKelas: OligochaetaOrdo: HaplotaxidaFamili: LumbricidaeGenus: EiseniaSpesies: Eisenia foetida (Savigny, 1826)(Sumber: Merops, gcoprophagic.CacingCoprophagic merupakan jenis cacing yang hidup di dalam kotoran hewan(Maulida, 2015). Cacing Eisenia foetida memiliki warna tubuh coklat terangdengan bergaris-garis melintang. Garis-garis melintang tersebut berupa cincincincin kuning dan merah hati yang ada sepanjang tubuhnya (Ciptanto & Paramita,2011). Cacing Eisenia foetida dapat dilihat pada Gambar 2.2.

15Gambar 2.2 Cacing Eisenia foetidaSumber: Khairuman & Amri (2009)Panjang tubuh Eisenia foetida dewasa berukuran 5-7 cm dengan diameter3-5 mm dan berat 500-600 mg. Cacing ini memiliki toleransi pada suhu 29ºCdan kelembaban yang tinggi. Biasanya mencari makan di permukaan tanah(Sivasankari, 2016).Cacing Eisenia foetida yang sudah dewasa kelamin memiliki kliteliumyang berfungsi sebagai alat reproduksi. Klitelium cacing ini terletak padasegmen ke 24, 25, 26-27 dan segmen tubuhnya berjumlah 90-105. Cacingtanah Eisenia foetida dapat memproduksi kokon rata-rata pada saat berumur 55hari. Tingkat produksi kokon yaitu 0,35/cacing/hari (Sivasankari, 2016).Eisenia foetida menghasilkan kokon berukaran panjang 3,87 mm dengan lebaratau ketebalan 3,17 mm (Rukmana, 1999). Jumlah anak cacing yang menetasberkisar antara 1-7 ekor (rata-rata 3,9 ekor) (Sihombing, 2002).2.1.3 Eudrellus eugeniae1.KlasifikasiCacing Eudrilus eugeniae atau dikenal dengan sebutan cacing AfricanNight Crawler (ANC) berasal dari dataran tropis hangat benua afrika yangtelah banyak dikembangkan untuk keperluan ternak di berbagai penjuru dunia.

16Cacing ini telah dikembangkan secara ekstensif di Amerika Serikat, Kanada,Eropa dan Asia (Dominguez et al., 2001). Kedudukan cacing Eudriluseugeniae dalam taksonomi adalah sebagai berikut:Kingdom: AnimaliaPhylum: AnnelidaKelas: OligochaetaOrdo: HaplotaxidaFamili: EudrilidaeGenus: EudrilusSpesies: Eudrilus eugeniae (Kingberg, 1867)(Sumber: Blakemore, 2015).2.Ciri-ciriEudrillus sp. bersifat Limifagus (pemakan tanah subur atau tanahbasah) diambil berasal dari tanah Latosols (Inceptisol) yang mempunyai pHsedang (mendekati netral) (Anwar, 2009). Eudrilus eugeniae dapat dilihat padaGambar 2.3.Gambar 2.3 Cacing Eudrilus eugeniaeSumber: Khairuman & Amri (2009)

17Cacing Eudrilus eugeniae memikili ukuran tubuh lebih besar dari cacingtanah jenis Lumbricus. Cacing ini memiliki kebiasaan unik dibandingkandengan jenis cacing lain karena pada umumnya cacing Eudrilus eugeniae lebihsering melakukan perkawinan pada permukaan tanah dan dilakukan padamalam hari. Ciri-ciri fisik Eudrilus eugeniae yaitu tubuhnya berwarnakeunguan, terdapat garis pada bagian tengah perut mulai dari bawah kepalasampai pangkal ekor. Bentuk pipih dengan ekornya tampak lebih runcingdibandingkan bagian anterior. Cacing ini gerakannya bervariasi ada yang cepatdan ada juga yang lambat (Blakemore, 2015).Cacing Eudrilus eugeniae dewasa memiliki panjang tubuh 90-135 mmatau sampai 250-400 mm dalam kondisi lingkungan yang optimal. Berat tubuhcacing dewasa rata-rata 1 gr dan maksimal 5-6 gr. Segmen tubuhnya berjumlah161-211 atau 250-300. Cacing Eudrilus eugeniae memiliki klitelium yangterletak pada segmen 13, 14, 15-18 (Blakemore, 2015). Tingkat maksimumproduksi kokon cacing Eudrilus eugeniae adalah 3,6 kokon per minggu padasuhu 25ºC. Cacing Eudrilus eugeniae merupakan cacing yang tumbuh sangatcepat dan cukup produktif dalam kondisi optimal (Dominguez et al., 2001).2.2 Pengomposan2.2.1 Proses komposisi)danstabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yangterkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos. Proses

18pengomposan melibatkan sejumlah organisme tanah termasuk bakteri, jamur,protozoa, actinomycetes, nematode, cacing tanah, dan serangga (Simamora &Salundik, 2006). Selama proses pengomposan akan terjadi perubahan yangdilakukan oleh mikroorganisme, yaitu penguraian selulosa, hemiselulosa, lemak,serta bahan lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Oleh adanyaperubahan-perubahan tersebut maka bobot dan isi bahan dasar kompos akanmenjadi berkurang antara 40-60%, tergantung bahan dasar kompos dan prosespengomposannya (Musnamar, 2007), sedangkan menurut Yuwono (2005),pengomposan secara aerobik akan mengurangi bahan kompos sebesar 50% daribobot awalnya.Proses dekomposisi merupakan suatu perubahan secara fisik ataupunkimiawi bahan organik oleh mikroorganisme sehingga menjadi senyawa kimialain. Menurut Sutejo (1992) proses dekomposisi bahan organik akan melaluibeberapa tahapan, yaitu tahapan aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi.1. Aminisasi, merupakan proses perubahan Nitrogen ke dalam bentuk Amino.Aminisasi berlangsung dibawah jasad renik yang heterotrof. Kandungan atausenyawa-senyawa protein dihancurkan oleh jasad renik secara enzimatissehingga terjadilah senyawa nitrogen amino, dalam perubahan ini berlangsungpembebasan energi.2. Amonifikasi, berlangsung di bawah aktivitas jasad renik heterotrof.Amonifikasi merupakan proses perubahan asam amino yang dihasilkan dariaminasi diuraikan lebih lanjut oleh kelompok jasad renik lain menjadiamoniak.

193. Nitrifikasi, berlangsung di bawah aktivitas jasad renik heterotrof. Nitrifikasimerupakan proses perubahan amonium menjadi nitrat oleh bakteri autotrof.Proses pengomposan dapat dibagi atas 2 tahap. Tahap anakelompokmikroorganisme mesofilik (aktif pada rentang temperatur 35-45ºC) mulaimenginisiasi dekomposisi senyawa organik. Setelah tahap aktif proses berlanjutke tahap kedua yaitu tahap pematangan dimana tahap ini merupakan tahapan yangsangat penting dalam pengomposan. Pada tahapan ini aktivitas mikroorganismemenyebabkan temperatur terus naik sampai 55-60ºC. Pada kondisi inimikroorganisme termofilik berperan aktif dan temperatur dipertahankan sampaiakhir pengomposan. Jika temperatur melebihi rentang temperatur tersebut makadiperlukan pembalikan bahan untuk menjaga agar mikroorganisme termofiliktidak mati (Chen & Inbar, 1993).Prinsip pengomposan adalah menurunkan rasio C/N bahan organik hinggasama dengan rasio C/N tanah ( 20). Semakin tingginya C/N bahan, menyebabkanproses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Pada saatproses pembuatan kompos terjadi perubahan susunan bahan organik untkmengurangi atau menghilangkan kadar karbohidrat dan meningkatkan senyawa Nyang larut. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat diuraikan sebagai berikut:1. Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak, serta lilin menjadi CO2 dan air.2. Zat putih telur menjadi ammonia, CO2, dan air.3. Senyawa organic menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman dengan caraterurai (Indriani, 2011).

202.2.2 Lama PengomposanProses pengomposan membutuhkan waktu untuk mengubah bahan organikmenjadi kompos. Lama pengomposan merupakan waktu yang dibutuhkan dalamproses pengomposan sampai media kompos terurai dan berubah sifatnya dilihatdari kandungan unsur hara (Sugiharto, 2006). Lamanya waktu pengomposanberkaitan erat dengan temperatur pengomposan dan karakteristik bahan yangdirombak. Jika bahan banyak mengandung bahan yang mudah dirombak makaproses dapat berlangsung dengan cepat, kemudian melambat jika bahan yangtersisa adalah bahan yang relatif sulit dirombak seperti selulosa dan lignin(Agustian, 2010).Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam waktuyang cukup lama. Pembuatan kompos membutuhkan waktu 2-3 bulan, bahkanbisa sampai 6-12 bulan tergantung dari bahannya. Waktu yang digunakan untukmembuat pupuk organik cukup lama, sementara kebutuhan pupuk semakinmeningkat. Oleh karena itu ada kemungkinan akan terjadi kekosonganketersediaan pupuk. Dengan demikian, para ahli melakukan berbagai upaya untukmempercepat proses peengomposan melalui berbagai penelitian. Beberapa hasilpenelitian menunjukkan proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3minggu atau paling lama sekitar 1-1,5 bulan tergantung bahan dasarnya (Indriani,2011).Lama waktu pengomposan bergantung pada karakteristik bahan yangdikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau gomposanakan

21berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai dua tahun hingga komposmatang. Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa cara yaitu:1. daprosespengomposan.2. Menambahkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan(aktivator pengomposan) seperti mikroba, pendegradasi bahan organik dancacing tanah (Nisa, 2016).2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi PengomposanMenurut Simamora dan Salundik (2006), laju dekomposisi bahan organikmenjadi kompos tergantung dari dari beberapa faktor sebagai berikut:1. Ratio C/NRatio C/N bahan organik (bahan baku kompos) merupakan faktor terpentingdalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika ratio C/Nbahan organik yang dikomposkan sekitar 25-35. Ratio C/N yang terlalu tinggiakan menyebabkan proses pengomposan berlangsung lambat. Keadaan inidisebabkan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan kekurangannitrogen (N). Sementara ratio yang terlalu rendah akan menyebabkan kehilangannitrogen dalam bentuk amonia yang selanjutnya akan teroksidasi.Setiap bahan organik mempunyai ratio C/N yang berbeda. Kecepatandekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh perubahan ratio C/N. Selama prosesmineralisasi, ratio C/N bahan-bahan yang mengandung N akan berkurang menurutwaktu. Kecepatan kehilangan C lebih besar daripada N sehingga diperoleh ratioC/N yang lebih rendah (10-20). Apabila ratio C/N sudah mencapai angka tersebut

22artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat akhir atau kompos sudahmatang.2. Suhu pengomposanFaktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karenaberhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagipengomposan adalah 40-60ºC dengan suhu maksimum 75ºC. Jika suhupengomposan mencapai 40ºC, aktivitas mikroorganisme mesofil akan digantikanoleh mikroorganisme termofil. Jika suhu mencapai 60ºC, fungi akan berhentibekerja dan proses perombakan dilanjutkan oleh actinomycetes serta strain bakteripembentuk spora.3. pHSalah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibatdalam proses pengomposan adalah tingkat keasaman (pH). Pada awalpengomposan, reaksi cenderung agak asam karena bahan organik yang dirombakmenghasilkan asam-asam organik sederhana. Namun akan mulai naik sejalandengan waktu pengomposan dan akhirnya akan stabil pada pH sekitar netral. Jikabahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan caramenambahkan kapur. Sebaliknya jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkandengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen) sepertiurea atau kotoran hewan.4. Kelembaban (RH)Kelembaban optimum untuk proses pengomposan aerobik sekitar 50-60%setelah bahan organik dicampur. Kelembaban campuran bahan kompos yang

23rendah akan menghambat proses pengomposan dan akan menguapkan nitrogen keudara. Namun jika kelembababnnya tinggi proses pertukaran udara dalamcampuran bahan kompos akan terganggu. Pori-pori udara yang ada dalamtumpukan bahan kompos akan diisi air dan cenderung menimbulkan kondisiaerobik.Penambahan air yang berlebihan ke campuran bahan kompos dapat diatasidengan cara menambahkan tanah sebanyak 5-10%. Selain itu bisa jugamenambahkan bahan kering hingga mencapai kelembaban yang optimum. Selamaproses pengomposan berlangsung, kelembaban dalam tumpukan bahan komposharus terus terkontrol.5. Jenis mikroorganisme yang terlibatPada awal dekomposisi mikroorganisme yang terlibat dalam prosespengomposan adalah jenis mesofil (suhu pengomposan masih dibawah 45ºC).Beberapa hari setelah terfermentasi, suhu pengomposan meningkat sehingga peranmikroorganisme mesofil digantikan oleh mikroorganisme termofil. Setelah suhupengomposan turun lagi, mikroorganisme mesofil akan aktif kembali.6. AerasiAerasi yang baik dalam pembuatan kompos sangat penting untukmenyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yangdihasilkan. Karbondioksida dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zatberacun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat aktivitasnya.

247. Struktur bahan bakuLaju dekomposisi bahan organik tergantung dari sifat bahan yang akandikomposkan. Sifat bahan tersebut diantara jenis tanaman, umur, dan komposisikimia tanaman. Semakin muda umur tanaman, proses dekomposisi akanberlangsung cepat dikarenakan kadar airnya masih tinggi, kadar nitogen tinggi,ratio C/N yang rendah serta kandungan lignin yang rendah.8. Ukuran bahan bakuSemakin kecil ukuran bahan (5-10 cm), proses pengomposan (dekomposisi)berlangsung cepat. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan luas permukaanbahan untuk diserang mikroorganisme. Ukuran bahan kurang dari 5 cm akanmengurangi pergerakan udara yang masuk ke dalam timbunan dan pergerakanCO2 yang kelu

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Cacing Tanah (Oligochaeta) Cacing tanah merupakan organisme hidup di dalam tanah yang bersifat heterotrof, yaitu mendapatkan energi dengan cara memakan bahan organik. Cacing tanah termasuk hewan yang tergolong ke dalam hewan avertebrata (tidak bertulang belakang).

Related Documents:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Gaya Hidup 2.1.1.1 Definisi Gaya Hidup Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2016:187) "A lifestyle is a person pattern of life as expressed in activities, interests, and opinions. It portrays the whole person interacting with his or her environment." .

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORETIK Bab ini membahas kajian teori yang bisa memotret fenomena penelitian, meliputi kajian tentang Komunikasi sebagai Interaksi Sosial, Komunikasi sebagai . penyandang autism dalam keran

bab ii penerimaan pegawai . bab iii waktu kerja, istirahat kerja, dan lembur . bab iv hubungan kerja dan pemberdayaan pegawai . bab v penilaian kinerja . bab vi pelatihan dan pengembangan . bab vii kewajiban pengupahan, perlindungan, dan kesejahteraan . bab viii perjalanan dinas . bab ix tata tertib dan disiplin kerja . bab x penyelesaian perselisihan dan .

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran SBDP . etika dan estetika, dan multikultural berarti seni bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhada

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Beberapa tulisan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur seperti tesis, . teori manajemen, dan teori analisis SWOT. Perbedaan penelitian tersebut di atas adalah perbedaaan

Buku Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan SMK/MAK Kelas XI ini disajikan dalam tiga belas bab, meliputi Bab 1 Infeksi Bab 2 Penggunaan Peralatan Kesehatan Bab 3 Disenfeksi dan Sterilisasi Peralatan Kesehatan Bab 4 Penyimpanan Peralatan Kesehatan Bab 5 Penyiapan Tempat Tidur Klien Bab 6 Pemeriksaan Fisik Pasien Bab 7 Pengukuran Suhu dan Tekanan Darah Bab 8 Perhitungan Nadi dan Pernapasan Bab .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL. PENELITIAN . 2.1 Tinjauan Pustaka. Tinjauan pustaka adalah kajian mengenai penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi permasalahan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian terhadap penelitiapenelitian sebelumnya diharapkan memberikan wawasan agar n-

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan Karakter 2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter Secara etimotologi, istilah karakter berasal dari bahasa latin character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlah (Agus