PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH

3y ago
75 Views
5 Downloads
2.16 MB
137 Pages
Last View : 4d ago
Last Download : 3m ago
Upload by : Kairi Hasson
Transcription

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASIKEBIJAKAN PEMERINTAH( Studi Kasus Pelaksanaan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun Di DistrikSemangga, Kabupaten Merauke )TESISUntuK Memenuhi Sebagian PersyaratanGuna Mencapai Derajat S-2Program Pascasarjana Universitas DiponegoroProgram Studi : Magister Ilmu AdministrasiKonsentrasi : Manajemen PublikDiajukan oleh :DIDI PRAYITNOD4E006075PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG2008

DAFTAR ISIHalamanHALAMAN JUDUL .iDAFTAR ISI .iiBAB IPENDAHULUAN .1A. Latar Belakang . .1B.1 Identifikasi Masalah .17B.2 Rumusan Masalah .19B. Tujuan Penelitian .20D. Kegunaan Penelitian .21BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Landasan Teori1.23Hakekat Program Wajar sembilan Tahun .

2.Implementasi Kebijakan Publik .303.Partisipasi Masyarakat Pada ImplementasiKebijakan Program Wajar 9 Tahun .49a.Pengertian Partisipasi.b.prilaku Partisipasi Masyarakat . .c.Faktor-Faktor yang terkait dengan partisipasi4957masyarakat dalam Program Wajar 9 Tahun.641). Pandangan Orang Tua tentang Nilai Anak .642). Persepsi Orang Tua.743). Kondisi Lingkungan/Sosial Ekonomi .80B. Hubungan Konsep Antar Fenomena .86BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian .91B. Ruang Lingkup Penelitian .91C. Lokasi Penelitian .93D. Fenomena Penelitian .93E. Jenis dan Sumber Data .911.Jenis Data .962.Sumber Data .96F. Instrumen Penelitian .97H. Teknik Pengumpulan Data .98I. Teknik Analisis Data .99BAB IV HASIL PENELITIANA. Deskripsi Wilayah Penelitian.102

B. Karakteristik Penduduk dan Sosial .108BAB VSIMPULAN DAN SARANA. Simpulan .158B. Saran .160Daftar PustakaLampiran :Panduan WawancaraDaftar TabelDaftar Gambar

BAB IPENDAHULUANA.Latar BelakangKecenderungan kehidupan dalam era globalisasi telah membawaberbagai perubahan yang berlangsung dengan cepat terutama dalambidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan segala dampaknya.Oleh karena itu, lingkungan dalam situasi global mulai terasa, antaralain lingkungan yang merangsang pemikiran majemuk, lingkungan yangmemerlukan sumber daya manusia yang menguasai iptek, lingkunganyang menghormati seseorang yang mampu melaksanakan tugas secaraefektif dan produktif, dan lingkungan yang lebih mengutamakanmasyarakat “ meritokrasi “, yaitu masyarakat yang lebih menghargaiprestasi daripada status dan asal-usul ( Surya, 2000:4 )Melihat kenyataan ini mau tudak mau bangsa Indonesia lahmengambil sikap dalam menghadapi percaturan ini. Hal ini terlihat dariupaya pemerintah dalam menjalankan Rencana Pembangunan JangkaPanjang Nasional yang merupakan kelanjutan dari DasarNegara

Republik Indonesia Tahun1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang,sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukanpenataan kembaliberbagai langkah-langkah, antara lain di bidangpengelolaan sumberdaya alam, sumber daya manusia, lingkungan mengejarketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yangkuat di dalam pergaulan masyarakat emerintahIndonesia telah mengambil langkah-langkah strategis. Langkah idangpendidikan. Mengingat, maju mundurnya atau berkualitas tidaknyasumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pelaksanaanpendidikan sebagai agen dan pencetak sumber daya manusia.Alasan lain pemerintah dengan mengedepankan pembangunanpendidikan karena melihat kenyataan bahwa berdasarkan data UNDPtentang Human Depelopment Index ( HDI ) menunjukan dari 174 negara,Indonesia berada pada posisi kurang menggembirakan yakni peringkat110, sementara negara Asean lainya berada diatasnya,Japan berada diperingkat 11,Singapura berada peringkat 25, Korea berada padaperingkat 28 Brunei Darusalam peringkat 33, Malaysia peringkat 61,Tailand peringkat 73, Pilipina urutan 84, Cina pada peringkat 85,Vietnam di peringkat 108, Indonesia peringkat 110, Miyanmar peringkat

129, Kambodja pada peringkat 130. (Source: UNDP - Human DevelopmentReport 2005 )Pengembangan dalam bidang pendidikan di Indonesia sekarang inimenggunakan empat strategi dasar, yakni, pertama,pemerataankesempatan untuk memperoleh pendidikan, kedua relevansi, nsidanpemerataanpendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang samadalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah. Strategi anakdiIndonesia, terutama di pedesaan masih banyak yang belum mengenyampendidikan, terutama di tingkat SLTP. Di samping itu, masalahpemerataan pendidikan menurut Hadikusum (1995:99) mencakup tigaaspek pokok, yaitu persamaan kesempatan,(equality of opportunity) aksebilitas ( accesibility ), dan keadilan atau kewajaran ( equity )Pemerataan kesempatan berarti setiap warga negara memilikikesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sebagaimanadiamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi” Tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran”. Begitu pula dalam UU No. kmembedakan warga negara menurut jenis kelamin, status sosialekonomi, agama, dan lokasi geografis. Aksebilitas artinya setiap orangtanpa membedakan asal usulnya memiliki akses ( kesempatan masuk )

yang sama kedalam pendidikan pada semua jenis, jenjang, maupunjalur pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan keadilan disini adalahperbedaan perlakuan pada peserta didik sesuai dengan kondisi internaldan eksternal. Secara moral-etis adalah adil dan wajar apabila pesertadidik diperlakukan menurut kemampuan, bakat dan asalahpemerataan pendidikan, yaitu dengan pencanangan program wajibbelajar sembilan tahun yakni Sekolah Dasar ( SD ) 6 tahun dan SekolahLanjutan Tingkat Pertama (SLTP) selama 3 tahun. Kebijakan ini disebutsebagai upaya menerapkan pendidikan minimal yang harus dimiliki olehseluruh bangsa Indonesia yang erat kaitanya dengan gerakan ” melek ”huruf dan masyarakat belajar.Program wajib belajar sembilan tahun dianggap sebagai langkahyang strategis karena program ini merupakan awal bahwa maanusiaditempatkan sebagai faktor terpenting untuk pengembangan kehidupanbangsa. Kebijakan pemerintah dalam pencanangan program auntukmeningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, pendidikanformal memiliki andil yang sangat besar. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dimaksud didasarkan atas pertimbangan bahwa jikaseseorang berpendidikan lebih tinggi tentu akan memiliki pengetahuan,kemampuan, serta tata nilai tertentu yang memungkinkan mereka lebihmampu menyerap berbagai informasi termasuk ilmu pengetahuan.

Pendidikan yang dimiliki seseorang mencerminkan tingkat pengetahuanyang dimilikinya. Dengan demikian, diharapkan makin tinggi tingkatpendidikan seseorang, makin tinggi pula kemampuan menyerap ilmupengetahuan dan teknologi atau nilai-nilai anpemerintah merupakan kelanjutan dari program-program pendidikansebelumnya. Program pendidikan dengan penekanan pada peningkatansumber daya manusia sebenarnya telah dimulai tahun 1983 denganpencanangan wajib belajar enam tahun, yakni untuk usia 7 – 15 tahunsecara nasional. Suksesnya Program tersebut akhirnya memotivasipemerintah untuk melanjutkan program wajib belajar menjadi sembilantahun sejak tahun 1994 yang lalu. Program tersebut sekaligus untukmenjawab dinamika perkembangan zaman yang terus berkembang.Program wajib belajar sembilan tahun sifatnya anjuran, tetapiprogram ini hendaknya memiliki kekuatan yang mampu mendorong danmenggerakan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, pada giliranyaprogram ini mampu menuntaskan kesempatan kepada warga negarauntuk memperoleh pendidikan sampai jenjang SLTP. Sementara itu,orang tua yang memiliki anak usia sekolah dianjurkan, bahkandiwajibkan menyekolahkan anaknya sampai pada jenjang tersebut.Meskipun para orang tua yang tidak mengindahkan program ini tidakmendapatkan sangsi hukum, diharapkan memiliki kesadaran dantanggung jawab moral untuk menyukseskan program ini. Tanggung

jawab moral ini tidak semata-mata untuk pendidikan anaknya, tapi arusberpartisipasi dalam pembangunan.Nilai budaya yang berlaku di masyarakat atau yang dianutseorang anggota masyarakat akan berpengaruh terhadap pendidikan,terutama dalam memandang nilai anak. Nilai yang di maksud disiniadalah hal-hal yang di anggap baik dan di yakininya. Nilai jugadipandang sebagai kaidah hidup seseorang sehingga sesuatu yang dianggap baik akan selalu dihargai, dipelihara, dan di agungkan dalammengambil keputusan. Nilai yang merupakan kaidah hidup seseorangakan tercermin melalui pola pikir, aspirasi, persepsi, dan bertindak(Kaswardi, 1998:7).Faktor berikut yang dapat mempengaruhi partisipasi gtuatentangpendidikan, Persepsi orangtua terhadap pendidikan akan mempengaruhiaspirasi. Artinya, kemampuan orangtua dalam melihat ujuanuntukkeberhasilan pada masa yang akan datang. Yang dimaksud aspirasidisini adalah keinginan, harapan, atau cita-cita orangtua terhadaptingkat pencapaian pendidikan anak-anaknya.Selain faktor yang sifatnya perspektif, ada latar belakang lain yangmendasari pemerintah untuk mencanangkan program wajib belajar 9

tahun, antara lain faktor geografis, perekonomian keluarga, tradisimasyarakat, dan sarana prasarana pendidikan.Faktor geografis yang mendasari karena adanya kenyataan bahwarakyat Indonesia tersebar di berbagai wilayah yang luar biasa luasnyadan tersebar pada ribuan pulau di seluruh tanah air. dupsecaraberkelompok dengan pola hidup yang sederhana dan pandangan yangtradisional. Oleh karena itu sebagian besar mereka yang tinggal idikan.Keadaan seperti ini merintangi tersebarluasnya kesempatan pendidikansecara merata. Dengan demikian, tidak mengherankan jika ada suatukelompok masyarakat yang belum memperoleh kesempatan pendidikanke jenjang SLTP, bahkan sebagian lagi ada yang belum lulus SD.Masalah ini bukan karena anak tidak mau, tapi karena letak tempattinggal mereka yang tidak mungkin dijangkau sarana pendidikan.Wilayah seperti itu seringkali tidak memungkinkan berlangsungnyausaha pendidikan secara baik, disamping faktor geografis juga usahamenanamkan pengertian tentang pentingnya pendidikan karena polahidup yang terbelakang.Berdasarkan kenyataan bahwa masyarakat Indonesia 80 %sebagian besar adalah masyarakat petani, namun sebenarnya jumlahtersebut hanya sebelas juta kepala keluarga yang mempunyai tanahsekitar setengah hektar, enam juta kepala keluarga hanya seperempat

hektar, bahkan lebih banyak lagi yang tidak memiliki tanah garapanatau sebagian hanya buruh tani (Sastrosupono, 1984:18 ). Dengankondisi seperti itu kondisi perekonomian mereka tentu saja masihbanyak dijumpai keluarga prasejahtera. Padahal rata-rata merekamempunyai anak tiga atau lima sehingga sebagian besar mereka dapatdikatagorikan sebagai keluarga miskin.Tersendatnya dan tak terjangkaunya masyarakat dari masalahpendidikan ternyata juga disebabkan oleh tradisi masyarakat yangterbelakang. Paling tidak fenomena di lokasi penelitian, menunjukkanhal tersebut. Contoh di di Distrik Semangga Kabupaten Merauke,terdapat anggapan masyarakat bahwa menyekolahkan anak akanmerugikan keluarga. Alasanya adalah dengan sekolah anak-anak akanmalas kerja, tak lagi dapat membantu orang tua di sawah atau ladangatau pekarangan, menjadi pandai dan akhirnya berani pada orangtua,atau bersekolah akhirnya juga akan menganggur karena mencaripekerjaan amat sulit, sementara banyak sarjana yang masih nganggur.Alasan seperti ini selalu mewarnai pola pandang para masyarakatpedesaan yang pekerjaanya sebagai petani, khususnya di di DistrikSemangga Kabupaten Merauke. Sebagai masyarakat petani tenaga kerjasangat penting, anak-anak juga merupakan tenaga kerja bagi keluargayang bersangkutan. Tradisi bertani, berladang, dan bercocok tanamlainya melahirkan suatu kebiasaan menggunakan anak istri sebagai

tenaga kerja murah. Dengan demikian, akhirnya anak akan kehilangankesempatan untuk belajar dan bersekolah.Perkembangan berikutnya memang mereka mengerti tentangperkembangan zaman. Akan tetapi, mereka masih tetap beranggapanbahwa asal anak-anak mereka sudah bisa membaca dan menulismasalah sekolah sudah cukup dan tidak perlu melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi. Bahkan anak perempuan akan lebih parahlagi keadaanya, mereka tidak mendapatkan kesempatan seluas anaklaki-laki. Mereka beranggapan bahwa anak perempuan disekolahkantidak ada manfaatnya sebab biarpun bersekolah tinggi akhirnya akankembali juga, yaitu tugasnya sebagai istri yang harus di dapur danberanak. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau di daerah dipedesaan yang sebenarnya masih dalam usia sekolah terpaksa harusdinikahkan. Ditambah lagi adanya alasan bahwa tanggung jawabkeluarga adalah laki-laki yang akan menjadi kepala keluarga, sementarapihak perempuan hanya mengikuti saja.Ada lima alasan bagi pemerintah untuk memulai program wajibbelajar 9 tahun, yaitu (1) lebih dari 80 persen angkatan kerja hanyaberpendidikan SD atau kurang, atau SMP tidak tamat; (2) program wajibbelajar 9 tahun akan meningkatkan kualitas SDM dan dapat memberinilai tambah pada pertumbuhan ekonomi; (3) semakin tingi pendidikanakan semakin besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor yangproduktif; (4) dengan peningkatan program wajib belajar dari 6 ke 9

tahun, akan meningkatkan kematangan dan keterampilan siswa; (5)peningkatan wajib belajar menjadi 9 tahun akan meningkatkan umurkerja minimum dari 10 ke 15 tahun ( Daliyo, 2004:2 )Ada empat kendala yang sudah di antisipasi oleh pemerintahdalam mengimplementasikan program wajib belajar 9 tahun, yaitu (1)secara kuantitatif target yang harus dikejar sangat besar terutamakarena besarnya jumlah lulusan SD yang tidak melanjut ke SLTP; (2)tingkat partisipasi sekolah pada usia SLTPrendah dibandingkandengan usia SD; (3) tingkat meneruskan dari SD ke SLTP rendah,disamping rendahnya tingkat drop out baik di SD maupun SLTP ; ( 4 embutuhkan bantuan pemerintah untuk bisa memasuki pasar kerja(Daliyo, 2004 : 5).Pencapaian sasaran program wajib belajar 9 tahun, pemerintahtelah menyususn strategi, antara lain meningkatkan jumlah dan dayatampung SLTP, mengangkat guru baru, menyediakan lebih aruntukpendidikan, membebaskan uang sekolah dan mensubsidi denganmengembangkan sistem pendidikan alternatif. Startegi pendidikanalternatif ini didasarkan atas adanya pertimbangan bahwa meskipunkapasitas sekolah telah ditingkatkan, masih banyak anak usia sekolah

yang belum tertampung, antara lain karena kondisi perekonomiankeluarga yang kurang entasikanmelalui sekolah biasa, dilakukan beberapa tipe nonkonvensional.Sekolah nonkonvensional ini adalah : (1) SMP kecil, yang dibangununtuk daerah terpencil atau yang jarang penduduknya; (2) SMP terbuka,untuk anak-anak usia SMP yang tidak mampu masuk SMP biasa; (3)Program Paket A dan Paket B yang setarap SMP (tanpa mengenal batasumur); (4) sekolah-sekolah agama yang disamakan tarafnya dengan SMPumum.Berbagai strategi telah diterapkan dan berbagai kemungkinankendala yang menghambat juga telah diantisipasi. Namun demikian,gerakan wajib belajar 9 tahun belum menunjukan hasil yang maksimal.Data Badan Pusat Statistik (BPS) memberi gambaran jumlah anak putussekolah masih sangat besar dibandingkan mereka yang melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian tahun 2006-2007 dataangka putus sekolah SD /MI adalah sebesar 30.63 % sedangkan untukSLTP dan MTS sebesar 32,45 (Sumber: PDIP-Balitbang, Depdiknas )Alasan lain yang melatar belakangi penulis mengangkat masalahini adalah bahwa berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukandiperoleh data sebagai berikut. Berdasarkan data pada tahun 2007jumlah anak usia sekolah ( 7-15 ) di Distrik Semangga KabupatenMerauke sebagaiberikut :

TABEL 1KEADAAN ANAK USIA SEKOLAH ( 7-15 )DISTRIK SEMANGGA KAB. MERAUKETAHUN 2007Jumlah Penduduk:11.133Jumlah KK:2.920Jumlah Anak Usia Sekolah ( 7 – 15 ):1.837Anak TidakNAMAKAMPUNGAnakTidak Anak Tamat MelanjutkanTamat SDSDJumlahSLTPWaninggap kai2512437186Muram sari2917440243Margamulya2713235194Semangga lyo1714929195Urumb228934145

Matara328643161Waninggap187826122223 (12,13 % )1261(68,64%)353 (19,21%)1.837( 100% )nanggoSumber : Data Monografi Distrik Semangga( 2007 )Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa anak usia sekolah(7-15 ) di Distrik Semangga Kabupaten Merauke yang berjumlah 1.837masih ditemukan anak yang tidak tamat SD dan tidak melanjutkan kejenjang SLTP. Anak yang tidak tamat SD berjumlah 223 ( 12,13% ) dananak yang tidak melanjutkan ke SLTP 353 ( 19,21% ) . Hal ini berartimasih 31 % lebih anak yang tidak melanjutkan pada jenjang SD danSLTP. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberhasilan programwajib belajar sembilan tahun masih belum memenuhi sesuai apa yangdiharapkan.Berdasarkan data pada tabel diatas bahwa anak yang tidakmelanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan TingkatPertama masih tinggi yaitu sekitar 31 % lebih. Berdasarkan kondisitersebut maka penulis akan melakukan penelitian tentang ” PartisipasiMasyarakat Dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah ( Studi KasusPelaksanaanSemangga ).ProgramWajibBelajarSembilanTahunDiDistrik

B.Identifikasi dan Rumusan MasalahB.1. Identifikasi MasalahProgram wajib belajar sembilan tahun merupakan salah satuprogram pemerintah untuk tetap mempertahankan kualitas sumberdaya manusia sebagai modal dasar pembangunan bangsa dan negara.Namun demikian masih terkendala dalam berbagai aspek dalampelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut nampak dari identifikasimasalah mulai dari tingkatan nasional sampai di lokasi penelitianberikut :1. Di kancah internasional data UNDP tentang Human DepelopmentIndex ( HDI ) menunjukan dari 174 negara, Indonesia berada padaposisi kurang menggembirakan yakni peringkat 1102. Secaranasional,pelaksanaanprogramtersebut taskeberhasilanpendidikan.Halrakyat Indonesia tersebar di berbagai wilayahtersebar pada ribuan pulau di seluruh tanah air. Dengantersebarnya pulau-pulau, sebagian besar penduduk Indonesiamasih hidup secara berkelompok dengan pola hidup yangsederhana dengan pandangan yang tradisional. Ole

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH . Implementasi Kebijakan Publik . 30 3. Partisipasi Masyarakat Pada Implementasi . akan semakin besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor yang produktif; (4) dengan peningkatan program wajib belajar dari 6 ke 9 .

Related Documents:

Perda. Partisipasi ini merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat yang sangat penting dalam rangka menciptakan good governance. Oleh karena itu pelaksanaan partisipasi publik dalam pembentukan kebijakan haruslah diatur secara lebih jelas. Kata kunci : Partisipasi, Perspektif dan Kebijakan Publik Pendahuluan

kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih

Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Memonitor Kesesuaian Kegiatan . 53 4.8.Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Memilihara Hasil-hasil . Ada beberapa hal yang menjelaskan mengapa selama ini banyak kebijakan, program dan pelayanan publik kurang responsif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara luas. Pertama, .

antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat nilai signifikansinya (p value) sebesar 0,266. Kata Kunci : Partisipasi masyarakat, Transparansi kebijakan publik, pengetahuan anggaran, pengawasan keuangan daerah

Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan dan Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Kebijakan Publik . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 205.

kebijakan publik di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan demokrasi perwakilan. 3. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna. 4. Partisipasi dilaksanakan secara sistematik, bukan hal yang insidental. 5.

peneliti meneliti tentang “Partisipasi politik masyarakat desa tanak kaken dalam pemilihan kepala desa 2018” perbedaan penelitian dengan peneliti pertama adalah prilaku politik masyarakat dan objek penelitian. 2. Penelitian yang berjudul “Partisipasi politik dalam proses pembangunan desa di kecamatan wori, kabupaten Minahasa utara”

Anatomi dan Histologi Ginjal Iguana Hijau (Iguana iguana) Setelah Pemberian Pakan Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.). Di bawah bimbingan DWI KESUMA SARI dan FIKA YULIZA PURBA. Bayam merah merupakan tumbuhan yang mengandung beberapa zat gizi antara lain protein, lemak, karbohidrat, kalium, zat besi, dan vitamin. Di sisi lain, bayam merah juga memiliki kandungan oksalat dan purin yang bersifat .